PENDAHULUAN
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini
perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat fluktuatif laba perusahaan yang ada pada
laporan keuangan menjadi fokus utama para investor untuk melakukan kegiatan
(Mona, 2013). Kondisi ini akan memotivasi para manajer perusahaan untuk
ekspetasi para investor. Dalam suatu perjanjian bisnis, pemegang saham akan
memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atas kinerja manajer
1
2
nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian
yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal. Motivasi tersebutlah yang
mempengaruhi nilai laba yang akan dilaporkan yang dikenal dengan manajemen
laba (Purnama, 2017). Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan
mengubah laporan keuangan. Hal ini dapat menyesatkan stakeholder yang ingin
laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan
kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan berupa informasi laba yang
di pasar modal (Riyatno, 2017). Ketika perusahaan tidak mampu untuk mencapai
3
laba yang diharapkan, hal ini memicu manajer untuk melakukan praktik yang
information). Jika informasi laba yang diberikan tidak benar, maka hal tersebut
untuk membuat keputusan. Manajemen laba juga dapat menambah bias dalam
informasi yang disajikan tidak benar, maka harga saham yang overvalued bisa
menjadi undervalued.
Sampai saat ini praktik manajemen laba masih sering terjadi di Indonesia.
Salah satu kasus manajemen laba yang terjadi adalah kasus dari PT Timah Tbk.
kepada publik dari yang sebenarnya terjadi, di mana sejak tahun 2013 direksi PT
Timah (Persero) Tbk menurut Ikatan Karyawan Timah (IKT) yang berasal dari
kesalahan dan kelalaian semasa menjabat selama tiga tahun sejak tahun 2013 lalu,
4
press release laporan keuangan semester I-2015 yang mengatakan bahwa efisiensi
dan strategi yang dilakukan oleh pihak PT Timah Tbk telah menghasilkan kinerja
rugi sebesari Rp 59 miliar. Hal ini dilakukan tentu agar kinerja perusahaan dinilai
baik oleh publik sehingga dapat menarik minat investor pada perusahaan. Selain
100 persen dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, utang perseroan hanya
mencapai Rp 263 miliar. Namun, jumlah utang ini meningkat hingga Rp 2,3
dilihat dari tingkat leverage atau tingkat utang. Leverage adalah penggunaan aset
dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap, sumber dana yang
berasal dari pinjaman karena mereka memiliki bunga sebagai beban tetap untuk
tingkat leverage perusahaan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena manajer berusaha
menghindari kegagalan pada perjanjian utang dan tingkat leverage yang tinggi
5
memotivasi untuk menghasilkan laba yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh
Utari dan Sari (2016) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif pada
manajemen laba. Hal ini berarti leverage yang tinggi akan mendorong manajemen
perjanjian utang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanok,
terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian
yang dilakukan Gunawan et.al. (2015) bahwa leverage tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
mempunyai informasi yang penting bagi pihak eksternal. Hal ini dikarenakan
apabila tingkat profitabilitas tinggi, maka kinerja perusahaan dapat dikatakan baik
untuk berlomba-lomba untuk menunjukkan kualitas dan kinerja yang baik. Oleh
adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan menjadi kecil pada periode
waktu tertentu yang mana hal tersebut memicu perusahaan untuk melakukan
berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibisana et.al. (2014) yang menyatakan
yang dilakukan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak
profitabilitas.
pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu
bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi
dinamakan sebagai biaya keagenan atau agency cost. Menurut Jensen dan
Meckling (1976), agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang
adalah laba perusahaan yang dibagikan dalam bentuk dividen. Menurut Jensen
dan Meckling (1976), agency cost dibagi menjadi tiga kategori, yaitu monitoring
7
cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya pemantauan
perilaku agen yang dikeluarkan oleh principal untuk mengukur, memantau, dan
mengendalikan perilaku agen. Contoh dari monitoring cost adalah biaya audit,
(budget restriction), dan aturan operasi. Iskak (1999) mendefinisikan fee audit
auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap penetapan fee audit
yang dilakukan KAP berdasarkan perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang
terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Menurut Leventis (2011),
ketika auditor berada di bawah tekanan dari klien agar mengendalikan atau
mengurangi biaya atas perjanjian audit yang dilakukan oleh pihak auditor dan
perusahaan klien. Hal ini tentunya akan menciptakan tekanan biaya yang
meningkat pada perusahaan klien dan membuat manajer lebih sensitif terhadap
struktur biaya. Jika biaya operasi pada suatu perusahaan cukup besar, maka
agency cost yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan akan semakin besar
melakukan praktik perataan laba (income smoothing) jika agency cost yang
manajemen laba?
manajemen laba?
Manfaat yang diberikan dari penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu
sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis
b. Manfaat Praktis
tersebut.
terjadi.