Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pesat dalam dunia bisnis sekarang ini menuntuk perusahaan-

perusahaan, khususnya perusahaan go public untuk menciptakan keunggulan

kompetitif mendapatkan dana eksternal untuk menunjang kegiatan operasi

perusahaannya. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk untuk

memberikan kepuasan bagi pengguna dan juga mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap produknya, serta menarik minat investor terhadap saham

perusahaannya. Perkembangan pesat industri barang konsumsi di Indonesia

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini

ditandai dengan meningkatnya minat investor dalam menanamkan sahamnya pada

sektor industri barang konsumsi.

Seiring dengan meningkatnya minat para investor, maka perusahaan

melakukan manajerial secara maksimal, khususnya pada manajemen laba

perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat fluktuatif laba perusahaan yang ada pada

laporan keuangan menjadi fokus utama para investor untuk melakukan kegiatan

monitoring terhadap saham yang mereka tanamkan pada perusahaan tersebut

(Mona, 2013). Kondisi ini akan memotivasi para manajer perusahaan untuk

melakukan strategi-strategi tertentu untuk menghasilkan laba yang sesuai dengan

ekspetasi para investor. Dalam suatu perjanjian bisnis, pemegang saham akan

memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atas kinerja manajer

1
2

dalam menjalankan operasional perusahaan. Bonus yang relatif lebih besar

nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian

bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi

para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup

peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba untuk menampilkan kinerja

yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal. Motivasi tersebutlah yang

nantinya menyebabkan laporan keuangan akhirnya disalahgunakan dengan

berbagai cara, misalnya meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba untuk

mempengaruhi nilai laba yang akan dilaporkan yang dikenal dengan manajemen

laba (Purnama, 2017). Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan

keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk

mengubah laporan keuangan. Hal ini dapat menyesatkan stakeholder yang ingin

mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk

mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang

dilaporkan dalam laporan keuangan.

Sebagaimana disebutkan dalam PSAK No.01 (revisi 2009) paragraf 7,

laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan berupa informasi laba yang

diterbitkan dalam suatu periode akan memengaruhi ekspetasi investor mengenai

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba di masa mendatang. Hal

tersebut tercermin dalam perubahan harga saham perusahaan yang bersangkutan

di pasar modal (Riyatno, 2017). Ketika perusahaan tidak mampu untuk mencapai
3

laba yang diharapkan, hal ini memicu manajer untuk melakukan praktik yang

tidak sehat dalam perusahaan, seperti melakukan manajemen laba. Manajemen

laba (earning management) merupakan suatu konsep yang dilakukan perusahaan

dalam mengelola laporan keuangan perusahaan agar laporan keuangan tersebut

terlihat memiliki kualitas (Bestivano, 2013).

Dikarenakan manajer memiliki akses yang lebih banyak terhadap informasi

laba perusahaan, maka manajer tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan

manipulasi data laba perusahaan sesuai dengan keinginannya (asymetric

information). Jika informasi laba yang diberikan tidak benar, maka hal tersebut

akan menyamarkan kinerja sesungguhnya dan mengurangi kemampuan investor

untuk membuat keputusan. Manajemen laba juga dapat menambah bias dalam

laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang

mempercayai penuh angka laba hasil rekayasa tersebut. Selain merugikan

investor, manajemen laba juga merugikan manajemen. Jika investor mengetahui

informasi yang disajikan tidak benar, maka harga saham yang overvalued bisa

menjadi undervalued.

Sampai saat ini praktik manajemen laba masih sering terjadi di Indonesia.

Salah satu kasus manajemen laba yang terjadi adalah kasus dari PT Timah Tbk.

PT Timah memberikan informasi kondisi keuangan perusahaan yang berbeda

kepada publik dari yang sebenarnya terjadi, di mana sejak tahun 2013 direksi PT

Timah (Persero) Tbk menurut Ikatan Karyawan Timah (IKT) yang berasal dari

Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, telah banyak melakukan

kesalahan dan kelalaian semasa menjabat selama tiga tahun sejak tahun 2013 lalu,
4

yaitu dengan memberikan informasi yang berbeda kepada publik mengenai

pencapaian kondisi keuangan perusahaan sehingga mereka menilai direksi telah

banyak melakukan kebohongan publik melalui media. Contohnya adalah pada

press release laporan keuangan semester I-2015 yang mengatakan bahwa efisiensi

dan strategi yang dilakukan oleh pihak PT Timah Tbk telah menghasilkan kinerja

yang positif. Padahal kenyataannya pada semester I-2015 PT Timah mengalami

rugi sebesari Rp 59 miliar. Hal ini dilakukan tentu agar kinerja perusahaan dinilai

baik oleh publik sehingga dapat menarik minat investor pada perusahaan. Selain

mengalami penurunan laba, PT Timah juga mencatat peningkatan untung hampir

100 persen dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, utang perseroan hanya

mencapai Rp 263 miliar. Namun, jumlah utang ini meningkat hingga Rp 2,3

triliun pada tahun 2015.

Salah satu penyebab terjadinya manajemen laba adalah leverage.

Pemenuhan sumber dana melalui utang (pinjaman) akan mempengaruhi tingkat

leverage perusahaan. Leverage merupakan pemakaian utang oleh perusahaan

untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan. Kinerja manajemen dapat

dilihat dari tingkat leverage atau tingkat utang. Leverage adalah penggunaan aset

dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap, sumber dana yang

berasal dari pinjaman karena mereka memiliki bunga sebagai beban tetap untuk

meningkatkan potensi keuntungan pemegang saham (Sjahrial, 2015). Menurut

Agustia (2013), leverage dapat berpengaruh terhadap manajemen laba ketika

tingkat leverage perusahaan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena manajer berusaha

menghindari kegagalan pada perjanjian utang dan tingkat leverage yang tinggi
5

memotivasi untuk menghasilkan laba yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh

Utari dan Sari (2016) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif pada

manajemen laba. Hal ini berarti leverage yang tinggi akan mendorong manajemen

untuk melakukan pengelolaan laba untuk menghindari terjadinya pelanggaran

perjanjian utang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanok,

et.al. (2014) yang menunjukkan bahwa leverage memiliki pengaruh positif

terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian

yang dilakukan Gunawan et.al. (2015) bahwa leverage tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Almadara (2017) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba.

Selain tingkat leverage, profitabilitas juga diduga memiliki pengaruh

terhadap manajemen laba. Menurut Kasmir (2011), profitabilitas merupakan rasio

untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Profitabilitas

mempunyai informasi yang penting bagi pihak eksternal. Hal ini dikarenakan

apabila tingkat profitabilitas tinggi, maka kinerja perusahaan dapat dikatakan baik

dan begitu pula sebaliknya (Yatulhusna, 2015). Melihat tingginya persaingan di

pasar akhirnya menimbulkan dorongan atau tekanan pada perusahaan-perusahaan

untuk berlomba-lomba untuk menunjukkan kualitas dan kinerja yang baik. Oleh

karena hal tersebut, keterkaitan antara profitabilitas dengan manajemen laba

adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan menjadi kecil pada periode

waktu tertentu yang mana hal tersebut memicu perusahaan untuk melakukan

manajemen laba dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh sehingga


6

akan meperlihatkan saham dan mempertahankan investor yang ada (Yohanna,

2018). Ulya dan Khairunnisa (2015) menyatakan bahwa profitabilitas

berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibisana et.al. (2014) yang menyatakan

bahwa tingkat profitabilitas berpengaruh terhadap tingkat manajemen laba yang

dilakukan perusahaan. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian

yang dilakukan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak

memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena investor mengabaikan

informasi Return on Assets (ROA) sehingga manajemen mengabaikan

profitabilitas.

Menurut Rachmawati (2013), manajemen laba muncul sebagai dampak

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu

terjadi karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus

bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi

keuangan. Adanya konflik-konflik keagenan yang terjadi akan menimbulkan

biaya-biaya yang digunakan untuk mengendalikan konflik. Biaya-biaya tersebut

dinamakan sebagai biaya keagenan atau agency cost. Menurut Jensen dan

Meckling (1976), agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang

saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan

memaksimumkan keuntungan pemegang saham. Keuntungan yang dimaksud

adalah laba perusahaan yang dibagikan dalam bentuk dividen. Menurut Jensen

dan Meckling (1976), agency cost dibagi menjadi tiga kategori, yaitu monitoring
7

cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya pemantauan

perilaku agen yang dikeluarkan oleh principal untuk mengukur, memantau, dan

mengendalikan perilaku agen. Contoh dari monitoring cost adalah biaya audit,

kompensasi manajemen (management compensation), pembatasan anggaran

(budget restriction), dan aturan operasi. Iskak (1999) mendefinisikan fee audit

sebagai honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan

auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap penetapan fee audit

yang dilakukan KAP berdasarkan perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang

terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Menurut Leventis (2011),

ketika auditor berada di bawah tekanan dari klien agar mengendalikan atau

mengurangi biaya keagenan, tekanan tersebut mengakibatkan auditor perlu untuk

mengurangi biaya atas perjanjian audit yang dilakukan oleh pihak auditor dan

perusahaan klien. Hal ini tentunya akan menciptakan tekanan biaya yang

meningkat pada perusahaan klien dan membuat manajer lebih sensitif terhadap

struktur biaya. Jika biaya operasi pada suatu perusahaan cukup besar, maka

agency cost yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan akan semakin besar

(Widanaputra dan Ratnadi, 2007). Artinya, manajemen akan cenderung

melakukan praktik perataan laba (income smoothing) jika agency cost yang

dikeluarkan perusahaan cukup besar.

Berdasarkan uraian later belakang di atas, peneliti terdorong untuk

mengangkat permasalahan dalam bentuk penelitian dengan judul “PENGARUH

PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA

DENGAN MONITORING COST SEBAGAI VARIABEL MODERASI”.


8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut.

1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah monitoring cost memoderasi hubungan antara profitabilitas dengan

manajemen laba?

4. Apakah monitoring cost memoderasi hubungan antara leverage dengan

manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut.

1. Membuktikan pengaruh antara profitabilitas terhadap manajemen laba.

2. Membuktikan pengaruh antara leverage terhadap manajemen laba.

3. Membuktikan monitoring cost memoderasi hubungan antara profitabilitas

dengan manajemen laba.

4. Membuktikan monitoring cost memoderasi hubungan antara leverage

dengan manajemen laba.


9

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diberikan dari penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu

sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam

pengembangan teori keagenan (agency theory). Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengetahui apakah tingkat

leverage dan profitabilitas yang dimoderasi oleh monitoring cost memiliki

pengaruh terhadap manajemen laba. Apabila pembuktian empiris

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, maka makna dari agency

theory dapat diverifikasi dan diimplementasikan dalam pengujian

pengaruh tingkat leverage dan profitabilitas terhadap manajemen laba.

Selain itu, penelitan ini diharapkan dapat digunakan untuk

mengembangkan ilmu dibidang akuntansi keuangan mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi manajemen laba.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada investor untuk lebih berhati-hati, terutama dalam

menilai laporan keuangan perusahaan sebagai langkah untuk menilai

kinerja perusahaan sebelum melakukan investasi pada perusahaan

tersebut.

2. Bagi pemilik perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi


10

kecenderungan manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.

Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pengawasan dan

pengendalian internal perusahaan agar praktik manajemen laba tidak

terjadi.

3. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

bagi mahasiswa lain untuk mengembangkan penelitian ini agar menjadi

lebih baik lagi serta menjadi bahan pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai