Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan hubungan keagenan sebagai

kontrak di antara principal (pemegang saham) dan agen (manager) di mana

principal mendelegasikan pengambilan keputusan kepada agen. Teori ini

menganggap bahwa setiap individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri.

Principal atau pemegang saham diasumsikan hanya tertarik kepada laba yang

dihasilkan oleh perusahaan atau dari investasi yang telah mereka tanamkan di

perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan dari

memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonominya. Karena adanya kepentingan

yang berbeda antara prinsipal dan agen, maka muncullah konflik kepentingan.

Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga

asumsi sifat manusia, yaitu manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri

(self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk

averse). Berdasarkan asumsi-asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer sebagai

manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan

pribadinya.

Menurut Rachmawati (2013), manajemen laba muncul sebagai dampak

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

11
pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu

terjadi

12
13

karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus bertambah dan

agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan.

Menurut teori keagenan dari Jensen & Meckling (1976), permasalahan

keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang

tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan (principal)

dengan agen (agent). Sebagai hasilnya akan timbul apa yang dinamakan biaya

keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan

residual losses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh

principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan

mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk

menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-

aturan operasi. Sementara bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen

untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen yang

bertindak untuk kepentingan principal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh

manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut

dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan

bahwa kadangkala agen bertindak di luar dari tindakan yang dapat

memaksimumkan kepentingan principal.

Jensen & Meckling (1976) menyatakan konsekuensi dari pemisahan

fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan adalah pengambil keputusan relatif

tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam pengambilan keputusan. Risiko

tersebut sepenuhnya ditanggung oleh principal. Akibatnya manajer sebagai


14

pengambil keputusan dalam perusahaan cenderung untuk meningkatkan

kesejahteraan mereka seperti peningkatan gaji dan status sehingga mendorong

manajer untuk melakukan manajemen laba.

2.2 Manajemen Laba

Secara umum, manajemen laba didefinisikan sebagai tindakan

manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan sehingga dapat

menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya

(Nabila dan Daljono, 2013). Menurut Meutia (2004) dalam Soraya dan Harto

(2014), manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk merekayasa

laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang diperbolehkan oleh prinsip-

prinsip akuntansi yang bertujuan untuk kepentingan manajer. Menurut teori

akuntansi positif, manajemen laba dilakukan dengan berbagai motivasi, antara

lain: memaksimalkan bonus, memenuhi persyaratan tertentu dalam kontrak utang,

dan politik (Watts & Zimmerman, 1986).

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan yang

menggunakan basis akrual (accrual bassis). Konsep model akrual terdiri dari dua

komponen, yaitu discretionary accrual dan non-discretionary accrual (Healy,

1985). Discretionary accrual adalah komponen akrual yang dapat diatur sesuai

dengan diskresi yang dimiliki oleh manajemen. Sementara itu, non-discretionary

accrual adalah komponen akrual yang tidak dapat diatur sesuai dengan diskresi

manajemen. Dengan demikian, manajemen laba pada umumnya diproksikan

dengan menggunakan discretionary accrual.


15

2.3 Profitabilitas

Profitabilitas memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan

menghasilkan laba untuk periode tertentu menggunakan semua kemampuan dan

sumber daya yang dimilikinya, baik dari kegiatan penjualan, penggunaan aset,

atau penggunaan modal (Hery, 2017). Perubahan tingkat profitabilitas yang tinggi

akan berdampak pada tingginya tingkat fluktuasi kemampuan dalam

menghasilkan laba (Perdana, 2012). Menurut Riyanto (2011), profitabilitas

merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.

Kasmir (2014) menjelaskan bahwa hasil pengukuran dapat dijadikan

sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja

secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai

bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk

menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama

mengalami kegagalan.

Dalam Kasmir (2016:117), terdapat beberapa jenis-jenis yang digunakan

dalam menilai tingkat profitabilitas, diantaranya:

a. Profit Margin (Profit Margin on Sales)

Margin atas laba penjualan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

margin atas laba penjualan. Untuk mengukur rasio ini adalah membandingkan

antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.

b. Return on Investment (Return on Assets)


16

Return On Investment (Return on Assets) merupakan rasio yang menunjukkan

hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Untuk

mengukur rasio ini adalah dengan cara membandingkan antara laba bersih

setelah pajak dengan total aset perusahaan.

c. Return on Equity

Return on Equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak

dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal

sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kuat pula posisi sebuah

perusahaan.

d. Rasio Laba Per Lembar Saham

Rasio Laba per Lembar Saham atau Earning Per Share adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai

keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang lebih rendah berarti

manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham dan begitu

pula sebaliknya.

e. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan atau Growth Ratio merupakan rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya ditengah

pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Dalam rasio ini, yang

dianalisis adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih,

pertumbuhan pendapatan per saham, dan pertumbuhan dividen per saham.


17

2.4 Leverage

Leverage merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan dalam hal menginvestasikan dana atau memperoleh sumber dana yang

disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan

(Irawati, 2006). Leverage dapat menanggung sejumlah beban atau biaya, baik

biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi merupakan beban

atau biaya tetap yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi pelaksanaan

investasi, sedangkan biaya finansial adalah beban atau biaya yang harus

diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan.

Ada beberapa macam rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

leverage (tingkat utang), yaitu:

1. Total Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian modal sendiri yang dijadikan

jaminan untuk keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk

menghitungnya adalah hutang lancar ditambah hutang jangka pendek

dibagi dengan jumlah modal sendiri.

2. Total Debt to Total Capital Assets

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan untuk

menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk

menghitungnya adalah aktiva lancar ditambah hutang jangka panjang

dibagi dengan jumlah aktiva.

3. Long Term Debt to Equity Ratio


18

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang

dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk

menghitungnya adalah hutang jangka panjang dibagi dengan modal

sendiri.

4. Tangible Assets Debt Coverage

Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang

digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah

jumlah aktiva ditambah tangible dan hutang lancar dibagi dengan hutang

jangka panjang

5. Times Interest Earned Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur besar jaminan keuntungan yang

digunakan untuk membayar bunga hutang jangka panjang. Rumusnya

adalah EBIT dibagi dengan bunga hutang jangka panjang.

2.5 Monitoring Cost

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari

biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.

Biaya keagenan dapat timbul saat kepentingan yang dimiliki agen tidak selaras

dengan kepentingan yang dimiliki prinsipal dan mempengaruhi kinerja serta

keputusan manajer berdasarkan kepentingan pribadi maupun keputusan

pembentengan (entrenchment) yang dapat mengurangi kesejahteraan prinsipal

(Jensen dan Meckling, 1976).


19

Menurut Jensen dan Meckling (1976), monitoring cost adalah biaya

pemantauan perilaku agen yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengukur,

memantau, dan mengendalikan perilaku agen. Biaya yang dikeluarkan untuk

mengawasi aktivitas manajerial contohnya biaya audit, kompensasi manajemen

(management compensation), pembatasan anggaran (budget restriction), dan

aturan operasi. Selain itu, monitoring cost dapat berupa kompensasi manajemen

atau pembatasan anggaran yang dilakukan prinsipal. Sebagai contoh ketika

seorang agen atau manajer yang baik dan bertindak untuk kepentingan prinsipal

atau shareholders, maka biaya monitoring yang dikeluarkan akan lebih kecil

namun agen akan memperoleh gaji lebih besar dan begitu juga sebaliknya. Audit

juga dapat menurunkan konflik antara prinsipal dan agen. Dewan direksi yang

berasal dari luar perusahaan akan membantu perusahaan dalam melakukan

monitoring terhadap manajemen (agen) karena hal itu juga merupakan bagian dari

monitoring cost.
20

2.6 Penelitian Terdahulu


Tabel 1. Penelitian Terdahulu
Peneliti Variabel Penelitian
No Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
1 Dilla Febria Variabel Penelitian: Profitabilitas
(2020) Y = Manajemen Laba berpengaruh positif
X1 = Leverage terhadap manajemen
X2 = Profitabilitas laba, Leverage dan
X3 = Kepemilikan kepemilikan manajerial
Manajerial tidak memiliki pengaruh
terhadap manajemen
Metode Analisis: laba.
Menggunakan proksi
discretionary accrual
sesuai dengan model
Modified Jones Models

2 Viana Variabel Penelitian: Profitabilitas tidak


Fandriani & Y = Manajemen Laba berpengaruh terhadap
Herlin Tunjung X1 = Profitabilitas manajemen laba, Leverage
(2019) X2 = Leverage berpengaruh positif
terhadap manajemen laba,
X3 = Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan tidak
X4 = Kualitas Audit
berpengaruh terhadap
manajemen laba, Kualitas
Metode Analisis: audit berpengaruh negatif
Menggunakan Modified terhadap manajemen laba.
Jones Models, Regresi
Linear Berganda

3 Chandra Variabel Penelitian: Net profit margin


Prasadhita & Y = Manajemen Laba berpengaruh positif
Provita Citra X1 = Profitabilitas terhadap manajemen
Intani (2017) Z = Ukuran Perusahaan laba, Return on
Investment berpengaruh
Metode Analisis: negative terhadap
21

Menggunakan Modified manajemen laba, dan


Jones Models, Regresi Size tidak memoderasi
logistik hubungan profitabilitas
dengan manajemen laba.
(dilanjutkan di halaman berikutnya...)
22

(lanjutan...)
Peneliti Variabel Penelitian
No Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
4 Norhayati Variabel Penelitian: Leverage berpengaruh
Zamri, Y = Manajemen Laba Riil negatif terhadap manajemen
Rahayu X1 = Leverage laba.
Abdul
Rahman, Metode Analisis :
Noor Statistik deskriptif
Saatila
Mohd Isa
(2013)
5 Pipit W. Variabel Penelitian: 1. Profitabilitas tidak
(2017) Y = Manajemen Laba berpengaruh terhadap
X1 = Profitabilitas manajemen laba
X2 = Ukuran Perusahaan 2. Ukuran perusahaan
X3 = Leverage berpengaruh terhadap
X4 = Kualitas Audit manajemen laba
3. Leverage tidak
Metode Analisis : berpengaruh terhadap
diproksikan menggunakan manajemen laba
abnormal discretionary 4. Kualitas audit tidak
expenses (Abn DISC), berpengaruh terhadap
Regresi Linear Berganda manajemen laba

6 Katarina Variabel Penelitian: Profitabilitas berpengaruh


Rere W, Y = Manajemen Laba terhadap manajemen laba,
Ida X1 = Profitabilitas Leverage dan Ukuran
Herlina, X2 = Leverage Perusahaan tidak
Deyson X3 = Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap
Shandi, & manajemen laba.
M. Rizky Metode Analisis :
B. (2020) Analisis regresi dengan data
cross-sectional

7 Luh Variabel Penelitian: Asimetri Informasi tidak


Komang Y = Income Smoothing berpengaruh terhadap
Y.E & I X1 = Asimetri Informasi income smoothing, Agency
Wayan X2 = Agency Cost Cost tidak berpengaruh
Suartana X3 = terhadap income smoothing,
Kepemilikan
(2018) Institusional dan Kepemilikan
Institusional berpengaruh
Metode Analisis : negatif terhadap income
Uji Statistik Deskriptif, smoothing.
Relative Bid-Ask Spread
23

(dilanjutkan di halaman berikutnya...)


24

(lanjutan...)
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
8. Rina Dwiarti, Variabel Penelitian: Profitabilitas tidak
Anna Nubua Y = Manajemen Laba berpengaruh signifikan
Hasibuan X1 = Profitabilitas terhadap manajemen laba,
(2019) X2 = Resiko Keuangan Resiko keuangan tidak
X3 = berpengaruh terhadap
Pertumbuhan
Perusahaan manajemen laba, dan
Pertumbuhan perusahaan
Metode Analisis : tidak berpengaruh terhadap
Uji Statistik Deskriptif, manajemen laba.
Analisis Regresi Linier
Berganda

9 Rahyuningsih Variabel Penelitian: Leverage berpengaruh


& Sri Ayem Y = Manajemen Laba negatif terhadap agency
(2020) X1 = Leverage cost, Kepemilikan
X2 = Kepemilikan manajerial tidak
Manajerial berpengaruh terhadap
Z = Agency Cost agency cost, Leverage tidak
Metode Analisis : berpengaruh terhadap
Menggunakan cara manajemen laba,
Modified Jones Model, Kepemilikan manajerial
Path analysis (Analisis tidak berpengaruh terhadap
Jalur), Analisis Statistik manajemen laba, Agency
Deskriptif cost berpengaruh positif
terhadap manajemen laba
dengan proksi SG&A.
10 Nanda Variabel Penelitian: Corporate Governance dan
Sadewa & Y = Agency Cost Leverage berpengaruh
Gerianta X1 = Corporate Governance positif signifikan terhadap
Wirawan Y X2 = Leverage biaya keagenan.
(2016)
Metode Analisis :
Regresi Linier Berganda

11 Hsihui Variabel Penelitian: Ditemukan bahwa adanya


Chang, L.C. X1 =Income Smoothing hubungan negatif antara
Jennifer Ho, X2 = Audit Fees tingkat income smoothing
Zenghui Liu, dengan audit fees
& Bo
Ouyang
(2021)
Sumber : Data diolah, 2022
25

2.7 Urgensi Penelitian dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasar isu yang telah dikemukakan sebelumnya (Bab I) bahwa praktik

manajemen laba sampai saat ini masih seringkali dilakukan oleh manajer demi

mempertahankan eksistensinya dalam perusahaan, bahkan untuk tujuan

meningkatkan kekayaan pribadi (bonus). Oleh sebab itu, berdasar isu tersebut,

fokus kajian kali ini adalah menjelaskan perilaku atau tindakan manajer baik

dalam operasinya maupun dalam pelaporan akuntansi pada suatu periode tertentu,

yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka

untuk memanipulasi data keuangan yang dilaporkan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Dilla Febria

(2020) dengan menambahkan variabel monitoring cost yang dianggap mampu

mempengaruhi manajemen laba. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian

tambahan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif untuk

mengidentifikasi bagaimana monitoring cost dapat mempengaruhi terjadinya

praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian terdahulu adalah penambahan variabel monitoring cost sebagai variabel

moderasi. Hal ini dikarenakan variabel ini dianggap mampu mempengaruhi

manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.

2.8 Pengembangan Hipotesis Penelitian

2.8.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba

Menurut Kasmir (2014), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
26

manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari

penjualan dan pendapatan investasi. Menurut Riyanto (2011), profitabilitas

merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.

Profitabilitas dapat dinilai menggunakan rasio return on assets (ROA), di mana

rasio tersebut menghitung tingkat pengembalian total aset setelah bunga dan pajak

(Brigham dan Joel, 2010). Pada umumnya nilai profitabilitas suatu perusahaan

dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja suatu perusahaan.

Semakin tinggi ptofitabilitas suatu perusahaan, maka kinerja dan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba juga tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wibisana et al., (2014) yang menyatakan bahwa tingkat

profitabilitas berpengaruh terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan

perusahaan, dimana tindakan perataan laba merupakan salah satu metode yang

dilakukan perusahaan dalam manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Budi Setyawan dan Harnovinsah (2016) juga menyatakan bahwa

profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang

berbeda diungkapkan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa

profitabilitas tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena

investor mengabaikan informasi Return on Assets (ROA) sehingga manajemen

mengabaikan profitabilitas.

H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba.


27

2.8.2 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba

Dalam pengambilan keputusan, manajer bisa mengambil keputusannya

dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu tingkat pengembalian dan risiko.

Dalam penggunaannya, pihak perusahaan akan memberikan manfaat dalam return

(Sawir, 2004). Jika tingkat leverage lebih tinggi, maka kemungkinan untuk

melakukan manajemen laba sangat besar, sehingga perusahaan mempunyai

kewajiban yang lebih besar dalam pengungkapan publik.

Menurut Guna & Herawaty (2010), leverage berpengaruh positif terhadap

manajemen laba. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat leverage, maka praktik

manajemen laba akan semakin tinggi pada suatu perusahaan. Jika perusahaan

tidak dapat menggunakan dana yang dimiliki secara efisien, maka akan

menyebabkan utang yang besar bagi perusahaan sehingga perusahaan akan

kesulitan membayar utangnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Putri dan Titian (2014) yang menyatakan

bahwa leverage mempunyai arah koefisien positif terhadap manajemen laba, yang

berarti semakin besar leverage maka akan meningkatkan praktik manajemen laba

yang semakin oportunis. Robert (2011) menyatakan bahwa leverage tidak akan

mempengaruhi manajemen laba karena perusahaan yang memiliki tingkat

leverage tinggi akibat total utang terhadap total aset akan menghadapi risiko tidak

mampu memenuhi kewajiban membayar utang.

H2: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.


28

2.8.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba dengan Monitoring

Cost sebagai Variabel Moderasi

Menurut Kasmir (2014), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan. Profitabilitas sendiri juga memberikan ukuran tingkat

efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal itu tampak dari laba yang dihasilkan

dari penjualan dan pendapatan investasi. Keterkaitan antara profitabilitas dengan

manajemen laba adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan kecil pada

periode. Nilai rasio profitabilitas yang rendah akan dianggap bahwa manajemen

perusahaan tidak efektif dalam menjalankan perusahaan sehingga memicu

manajemen perusahaan untuk melakukan praktik manajemen laba untuk

mempertahankan investor (Purnama, 2017). Hal ini terjadi akibat dari kurangnya

pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit dalam membuat

prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara, 2017). Menurut Jensen dan

Meckling (1976), konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang

saham (principal) dapat dikurangi dengan suatu mekanisme pengawasan. Dengan

adanya pengawasan tersebut, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang

disebut sebagai monitoring cost. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang

diajukan adalah:

H3: Monitoring Cost memperkuat hubungan antara profitabilitas dengan

manajemen laba.
29

2.8.4 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba dengan Monitoring

Cost sebagai Variabel Moderasi

Leverage adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

finansialnya baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang atau mengukur

sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang (Wiagustini, 2010). Struktur utang

dapat berperan sebagai alat untuk memonitor biaya agensi dalam suatu perusahaan

(Linda, 2012). Nilai rasio leverage yang tinggi akan dianggap mempunyai banyak

utang kepada pihak eksternal yang mendorong manajemen perusahaan untuk

melakukan praktik manajemen laba dengan tujuan untuk menghindari

pelanggaran perjanjian utang (Purnama, 2017). Hal ini terjadi akibat dari

kurangnya pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit dalam

membuat prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara, 2017). Menurut

Jensen dan Meckling (1976), konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan

pemegang saham (principal) dapat dikurangi dengan suatu mekanisme

pengawasan. Dengan adanya pengawasan tersebut, maka perusahaan akan

mengeluarkan biaya yang disebut sebagai monitoring cost. Berdasarkan uraian

tersebut, hipotesis yang diajukan adalah:

H4: Monitoring Cost memperkuat hubungan antara leverage dengan

manajemen laba.

2.9 Rerangka Teoretis

Menurut Sekaran & Bougie (2019), rerangka teoretis merupakan fondasi

di mana seluruh proyek penelitian didasarkan. Rerangka teoritis yang baik akan
30

menjelaskan secara teoretis hubungan antara variabel yang akan diteliti,

ditunjukkan pada gambar 1 di bawah ini.

(dilanjutkan ke halaman berikutnya…)

Gamba

r 1. Rerangka Teoretis

2.10 Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini didapat dari lima variabel yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu manajemen laba sebagai variabel dependen (Y),

monitoring cost sebagai variabel pendukung (pemoderasi), serta leverage dan

profitabilitas sebagai variabel independen (X). Sehingga dapat digambarkan

desain penelitian sebagai berikut.


31

Gambar 2. Desain Penelitian

Anda mungkin juga menyukai