KELOMPOK 8
KASUS III
“ KEPERAWATAN DASAR “
Step 4 ( L0)
Step 5 ( mapping)
Pengkajian Luka Perawatan Luka
SOP :
a. Oral
Pemberian Obat b. Parent
Dengan 12 Benar c. Topical
d. Supposit Oria
Step 6
1. Pengkajian Luka
Pengkajian merupakan bagian esensial dalam proses perawatan luka. Dalam perawatan
luka pengkjian bersifat Ongoing yakni berjalan secara simultan bersamaan dengan proses
perawatan luka itu sendiri.
Pada dasarnya ada dua tujuan utama dalam pengkajian luka :
Memberikan informasi dasar tentang status luka , sehingga proses penyembuhan
luka dapat di monitor.
Memastikan apakah pemilihan balutan sudah tepat dalam perawatan luka.
a. Tipe Luka
1. Luka akut
Secara sederhana luka akut dapat didefinisikan sebagai luka
bedah yang sembuh melalui primary intention healing. (Kertln
Carville).
Biasanya luka trauma. Dapat berbentuk irisan, abrasi, laserasi,
luka bakar atau luka traumatic lainnya. Luka akut biasanya
berespon terhadap perawatan dan sembuh tanpa komplikasi.
(Carol Dealay)
2. Luka kronis
Luka kronis terjadi manakala proses penyembuhan luka tidak
sesuai dengan jangka waktu yang diharapkan serta sembuh
dengan disertai adanya komplikasi. (Kertln Carville).
Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan
kekambuhan dari luka sebelumnya (Fowler,1990). Contoh
pressure dan leg ulcer.
b. Tipe Penyembuhan
1. Primary Intention Healing
Terjadi manakala kehilangan jaringan minimal dan tepi luka dapat
direkatkan kembali dengan jahitan (suture), klip (clips) atau plaster
(tape).
2. Delayed Primary Intention Healing
Terjadi apabila luka terinfeksi atau mengandung benda asing (foreign
body) dan memerlukan Intensive cleaning sebelum penutupan 3-5 hari
kemudian.
3. Secondary Intention Healing
Proses penyembuhan tertunda dan memerlukan proses granulasi,
kontraksi dan epitelisasi, disertai dengan adanya scar.
c. Kehilangan jaringan
1. Superficial Thickness
Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis
Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi erythema
atau perubahan warna laiinya
Tidak disertai adanya eksudat
2. Partial Thickness
Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis
Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri,
panasdan edema
Eksudat minimal hingga sedang
3. Full Thickness
Kedalaman luka melibatkan epidermis,dermis, dan jaringan sub
cutan
Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang.
Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak
d. Penampilan klinis
1. Necrotic atau hitam
Tujuan : Rehydrate and Debridemen.
Contoh : surgical, Larval, Mechanical, Enztmatic, atau Chemical
2. Sloughy atau kuning
Tujuan : manajemen eksudat dan Lunakan (deslough).
Contoh : Hydrogel atau madu.
3. Granulating atau merah
Tujuan : pertahankan dan control terjadinya hipergranulasi.
Contoh : Alginates.
4. Epitelisasi atau pink
Tujuan : lindungi dan cegah dari cedera
Contoh : menimalkan manipulasi pada luka, lindungi dengan film.
e. Lokasi luka
Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik sehingga
memperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi
dan bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki.
Begitu juga dengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang
seperti pada daerah sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat
bergantung pada baik tidaknya vascularisasi daerah yang terkena.
f. Pengukuran luka
1. Two dimensional assessment.
Pengukuran superficial pada luka dapat menggunakan penggaris/mistar
dengan mengukur panjang x lebar. Untuk mengukur lingkaran luka dapat
menggunakan plastic transparan yang diletakan diatas luka kemudian
dilakukan tracing mengikuti tepi luka. Yang perlu diperhatikan adalah
menjaga jaringan sampai alat ukur menjadi contaminated agent.
2. Three dimensional assessment.
Pada luka yang dalam, partial dan full thickneness atau adanya sinus
dan /atau undermining sebaiknya menggunakan pengkajian tiga dimensi.
Pengukuran diarahkan untuk mengetahui panjang, lebar dan kedalaman.
Panjang merupakan jarak terjatuh pada arah head to toe, lebar merupakan
jarak terjatuh antara sisi kiri dan kanan, sedangkan kedalaman merupakan
jarak terjauh antara bantalan luka dan permukaan kulit.
Untuk mengukur kedalaman luka dapat menggunakan kapas lidi kemudian
diletakan pada bantalan luka dan pada batas dengan permukaan kulit
ditandai dengan ibu jari pemeriksa.
Ada juga metode menggunakan cairan steril. Dimana cairan steril
dituangkan diatas luka hingga rata dengan kulit sekitar kemudian
diaspirasi lalu diukur volume cairan tersebut. Yang perlu diperhatikan
cairan yang digunakan tidak menimbulkan trauma dan “ wound-friendly”
pada luka.metode ini juga tidak cocok pada luka dengan fistula.
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka saat ini telah berkembang banyak
metode untuk pengukuran luka, antara lain ;
Photogtrafy (baik itu kamera konventional, polaroid ataupun digital).
Wound tracing.
Menggunakan plastic transparan dan spidol transparan, kemudian
diletakkan diatas luka lalu tepu luka digambar (dijiplak).
Stereophotgrammetry (SPG)
Kombinasi kamera video dan software. Luka direkam kemudian
didownload ke computer. Dengan menggunakan bantuan software
luas permukaan luka dapat dikalkulasi.
Wound molds
Alginate diletakan pada permukaan luka, bila telah menebal maka
ditimbang beratnya. Hasil dari pengukuran berat alginate dapat
menggambarkan status penyembuhan luka.
2. Perawatan Luka
Luka adalah rusaknya integritas jaringan tubuh (Yasmara dkk, 2016). Perawatan luka
adalah membersihkan luka, mengobati dan menutup luka dengan memperhatikan teknik
steril (Ghofar, 2012). Sedangkan menurut Potter (2010), perawatan luka dilakukan
dengan cara menutup luka dengan balutan basah dan kering. Bagian yang basah dari
balutan secara efektif membersihkan luka terinfeksi dari jaringan nekrotik. Kassa lembab
dapat mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka. Lapisan luar kering membantu
menarik kelembapan dari luka ke dalam balutan dengan aksi kapiler. Berdasarkan dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perawatan luka adalah suatu
tindakan yang dilakukan untuk membersihkan luka, mengobati luka serta menutup luka
dengan balutan basah dan kering sehingga terhindar dari resiko infeksi.
a. Tujuan perawatan luka
Menurut Ghofar (2012) tujuan perawatan luka adalah:
Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka.
Mencegah penyebaran oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka ke
daerah sekitar.
Mengobati luka dengan obat yang telah di tentukan.
b. Alat dan bahan perawatan luka
Menurut Ghofar (2012) alat dan bahan yang digunakan pada saat
perawatan luka :
a. Satu set perawatan luka steril/bak steril:
1) Sarung tangan
2) Pinset anatomis
3) Pinset chirurgis
4) Gunting jaringan
5) Kassa steril
6) Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9%)
b. Alat non steril:
1) Sarung tangan non steril
2) Cairan Nacl 0,9%
3) Pengalas sesuai luas luka
4) Kapas alkohol
5) Korentang
6) Perlak atau penghalas
7) Bengkok
8) Kom berisi lysol 1%
9) Gunting verban/plester
10) Verban
11) Plester
12) Schort
13) Masker
14) Obat sesuai program terapi
15) Tempat sampah
b) Fase rekontruksi
Fase ini mulai hari ketiga tau keempat setelah terjadinya luka dan dapat
bertahan hingga 2-3 minggu. Fase ini terdiri dari proses deposisi kolagen,
angiogenesis, perkembangan jaringan granulasi, dan kontraksi luka.
Fibrolast akan bermigrasi ke dalam luka karena adanya mediator seluler.
Pada fase ini terbentuk sistesi dan sekresi dari kolagen. Kolagen ini akan
saling menyilang untuk membentuk jaring kolagen dan menguatkan tahanan
luka. Jika luka semakin kuat , risiko terjadinya luka terbuka akan semakin
kecil.
Angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dimulai beberapa jam
setelah terjadinya luka. Sel endotel mulai membentuk enzim yang akan
merusak membran dasar luka. Membran terbuka dan sel endoteliat baru
akan membentuk pembuluh darah baru. Kapiler ini akan menuju luka dan
meningkatkan aliran pembuluh darah. Yang akan meningkatkan suplai
nutrisi dan oksigenasi.
Proses penyembuhan dimulai dengan adanya jaringan granulasi atau
jaringan baru yang tumbuh dari sekeliling jaringan yang sehat. Jaringan
granulasi terdiri dari pembuluh darah kapiler yang rapuh dan mudah
berdarah, sehingga berwarna merah. Setelah jaringan granulasi terbentuk,
akan mulai terjadi epitelisasi atau pertumbuhan jaringan epitel. Sel epitel
akan berpindah dari sisi luar jaringan yang luka ke bagian dalam.
Kontruksi luka merupakan tahap akhir dari fase rekontruksi penyembuhan
luka. Kontruksi akan terjadi dalam 6-12 hari setelah terluka dan luka akan
ditutup.
c) Fase maturasi
Fase ini dimulasi pada hari ke-21 dan akan terus berlanjut hingga 2 tahun
atau lebih bergantung pada kedalaman dan kondisi luka. Selama fase ini
akan terbentuk jaringan parut.
2. Klasifikasi
Menurut Yasmara, Nursiswati, & Arafat (2017), ada beberapa tipe diabetes
mellitus yang berbeda; penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan
klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah:
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (insulin-dependent diabetes
mellitus [IDDM])
Penderita yang mengalami diabetes mellitus tipe I, yaitu diabetes yang
tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas yang
dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh
suatu proses otoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan insulin diperlukan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes tipe I ditandai oleh
awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun (Smeltzer &
Bare, 2001).
3. Etiologi
Menurut Hasdianah (2012), etiologi penyakit DM adalah :
a. Kelainan genetic
DM dapat diwarisi dari orangtua kepada anak. Gen penyebab DM
akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita diabetes melitus.
b. Usia
Usia seseorang setelah >40 tahun akan mengalami penurunan
fisiologis. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
d. Obesitas
Seseorang dengan berat badan >90 kg cenderung memiliki peluang
lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus.
4. Manifestasi klinis
Menurut Bararah dan Jauhar (2013), manifestasi klinis yang sering di
jumpai pada pasien Diabetes Mellitus adalah:
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Polifagia
d. Rasa lelah dan kelemahan otot
e. Peningkatan infeksi akibat penurunan protein
f. Kelainan kulit
g. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
h. Luka yang tidak sembuh-sembuh
i. Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Maghfuri (2016), pemeriksaan penunjang untuk klien Diabetes
Mellitus adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar gula darah
dilakukan dilaboratorium menggunakan metoda oksidasi glukosa atau
o-toluidin (kimia basah) memberikan hasil yang lebih akurat.
b. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang
akan diberikan dengan mempertimbangkan berat badan klien
(mg/BB/hari), dosis obat yang diminta/diresepkan, dan tersedianya obat.
Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh
perawat lain.
b. Rektal yaitu pemberian obat melalui rektum yang berbentuk enema atau
supositoria yang memiliki efek lebih cepat dibandingkan pemberian obat
dalam bentuk oral. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek
lokal seperti pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid supp), hemoroid
(anusol), konstipasi (dulcolax supp).
d. Parenteral yaitu pemberian obat yang tidak melalui saluran cerna atau
diluar usus yaitu melalui vena (perinfus/perset).
e. Oral adalah rute pemberian obat yang paling banyak dipakai karena
aman, nyaman, dan ekonomis dan obat juga dapat diabsorpsi melalui
rongga mulut seperti Tablet ISDN.
Benar waktu
Untuk dapat menimbulkan efek terapi dari obat dan berhubungan dengan
kerja obat itu sendiri, maka pemberian obat harus benar-benar sesuai
dengan waktu yang diprogramkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan
sesuai dengan prinsip benar waktu yaitu:
d. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (T ½). Obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari dengan
selang waktu tertentu, sedangkan obat yang memiliki waktu paruh panjang
diberikan sehari sekali.
e. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari untuk
mempertimbangkan kadar obat dalam plasma tubuh. Misalnya dua kali
sehari, tiga kali sehari, empat kali sehari, atau enam kali sehari.
B. Tujuan
1. Penyediaan obat yang memiliki efek lokal atau sistematik melalui saluran
gastrointestinal
2. Menghindari pemberian obat yang dapat menyebabkan kerusakan kulit dan
jaringan
3. Menghindari pemberian obat yang dapat menyebabkan nyeri
C. Prosedur Tindakan
a. Persiapan Alat
1. Baki berisi obat-obatan pasien (kotak obat pasien)
2. Kartu atau buku rencana pengobatan
3. Mengkuk sekali pakai untuk tempat obat
4. Pemotong obat (jika diperlukan)
5. Martil dan lumpang penggerus (jika diperlukan)
6. Gelas pengukur (jika diperlukan)
7. Gelas dan air minum
b. Tahap Pelaksanaan
1. Siapkan peralatan dan cuci tangan
2. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (kemampuan
menelan, mual atau muntah)
3. Periksa kembali order pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat, waktu
dan cara pemberian), periksa tanggal kadaluarsa obat ada keraguan pada
order pengobatan laporkan pada perawat yang berwenang atau dokter.
4. Ambil obat sesuai keperluan (baca order pengobatan dan ambil obat dari
kotak obat pasien)
5. Siapkan obat-obat yang akan diberikan, siapkan jumlah obat sesuai dengan
dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan teknik aseptic
untuk menjaga kebersihan obat.
6. Berikan obat kepada pasien pastikan pasien meminum obat tersebut dengan
Benar
7. Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap
keluhan dan tanda tangan perawat
8. Kembalikan peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar
9. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada klien (biasanya 30 menit setelah
pemberian obat
b. Parental
Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan
menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh. Pemberian obat melalui parenteral
dapat dilakukan dengan cara :
1. Subcutan (SC) yaitu menyuntikan obat ke dalam jaringan subcutan dibawah
kulit dengan menggunaksn spuit
2. Intramuscular (IM) yaitu menyuntikan obat ke dalam jaringan otot dengan
menggunakan spuit
3. Intravena (IV) yaitu menyuntikan obat ke dalam pembuluh darah vena
Prosedur pemberian obat parenteral
1. Subcutan (SC)
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
Bebaskan daerah yang akan disuntik bila mengenakan baju lengan
panjang terbuka dan keataskan
Pasang perlak/pengalas dibawah bagian yang akan disuntik
Ambil obat, untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan
aquades. Kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang
lebih 1 cc dan siapkan
Tegangkan dengan lengan kiri daerah yang akan disuntik
Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas
dengan sudut 45 derajat di permukaan kulit
Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase
Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal
dan jenis obat
2. Intramuscular (IM)
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisinya
Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikkan (perhatikan
lokasi penyuntikan)
Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan
injeksi
Lakukan penyuntikan
Pada daerah paha (vastus lateralis) : anjurkan pasien untuk berbaring
terlentang dengan lutut sedikit fleksi
Pada ventrogluteal : anjurkan pasien untuk miring, tengkurep atau
terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan
penyuntikan dalam keadaan fleksi
Pada daerah dorsoluteal : anjurkan pasien untuk tengkurep dengan
lutut di puter kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan
diletakkan di depan tungkai bawah
Pada daerah deltoid : anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring
mendatar lengan atas fleksi
Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus (90 derajat)
Cuci tangan
3. Intravena (IV)
Cuci tangan
Jelaskan prosedur kepada klien
Pasang perlak/pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi
Desinfeksi dengan kapas alcohol
Lakukan pengikatan dengan karet untuk membendungg pada bagian
atas daerah yang akan dilakukan penyuntikan
Ambil spuit yang berisi obat
Lakukan penusukan dengan lubang yang menghadap ke atas dengan
memasukan ke pembuluh darah, sejajar dengan pembuluh darah
Lepaskan karet pembendung dan langsung semprotkan dengan habis
Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan – lahan
dan dengan membersihkan dengan kapas alcohol
Cuci tangan
c. Topical
Tahap persiapan
a) Persiapan klien:
1. Memperkenalkan diri
2. Meminta pengunjung/keluarga menunggu di luar kamar
3. Menjelaskan tujuan
4. Menjelaskan langkah – langkah yang akan dilakukan
b) Persiapan lingkungan
Menutup tirai atau memasang sampiran
c) Persiapan alat
1. Troli
2. Perlak
3. Bengkok (nierbekken)
4. Air DTT dalam kom
5. Sarung tangan
6. Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)
7. Kassa balutan dan plester (sesuai kebutuhan)
8. Lidi kapasLampiran 11
9. Obat topikal sesuai yang dipesankan (krim, salep, lotion, lotion yang
mengandung suspensi, bubuk atau powder, spray aerosol)
10. Buku obat
B. Tahap Pelaksanaan
1. Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat
pemberian.
2. Cuci tangan
3. Atur peralatan disamping tempat tidur klien
4. Tutup tirai
5. Identifikasi klien secara tepat
6. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area
yang akan diberi obat
7. Inspeksi kondisi kulit.
8. Gunakan sarung tangan
9. Oleskan agen topical :
a) Krim, salep dan losion yang mengandung minyak
1) Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan
kemudian lunakkan dengan menggosok lembut diantara kedua tangan
2) Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan memanjang
searah pertumbuhan bulu.
3) Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah pemberian
b) Lotion mengandung suspensi
1) Kocok wadah dengan kuat
2) Oleskan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan atau bantalan
kecilLampiran 11
3) Jelaskan pada klien bahwa area akan terasa dingin dan kering.
c) Bubuk (Powder)
1) Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh
2) Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari atau
bagian bawah lengan
3) Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan
d) Spray aerosol
1) Kocok wadah dengan keras
2) Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang spray
menjauhi area (biasanya 15-30 cm)
3) Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta klien untuk
memalingkan wajah dari arah spray.
4) Semprotkan obat dengan cara merata pada bagian yang sakit
5) Rapikan kembali peralatan yang masih dipakai, buang peralatan
yang sudah tidak digunakan pada tempat yang sesuai.
6) Cuci tangan
C. Tahap Akhir
1. Evaluasi perasaan klien
2. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3. Dokumentasikan prosedur dan hasil observasi
UEU-Undergraduate-9108-14. LAMPIRAN 11 SOP.pdf (esaunggul.ac.id)
d. Supposit Oria
1. Persiapan alat
a. Obat suppositoria
b. Sarung tangan
c. Bengkok
2) Untuk obat sup dalam bentuk padat, obat dimasukan seluruhnya dengan
mendorong obat ke dalam anus perlahan-lahan
i. Kembalikan pasien pada posisi yang nyaman
j. Tindakan selesai dan pasien dirapikan
k. Buang kemasan obat pada sampah medis
l. Petugas membersihkan peralatan yang digunakan
m. Petugas melepaskan sarung tangan dan membuangnya pada sampah medis
n. Petugas mencuci tangan
o. Petugas melakukan pencatatan pada rekam medis
4. Terminasi
a. Evaluasi perasaan klien
b. Pemberian pesan
c. Kontrak waktu selanjutnya
d. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA