Perizinan
Bank sebagai suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun dana dari
masyarakat dalam berbagai bentuknya, sudah tentu membutuhkan banyak persyaratan
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Ini sangat penting untuk melindungi kepentingan
masyarakat, terutama terhadap nasabah penyimpan dan simpanannya.
Untuk maksud tersebut dalam Undang-Undang Perbankan telah sedemikian rupa diatur
mengenai perizinan untuk menjalankan kegiatan usaha bank sebagaimana ditentukan dalam
pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 yaitu:
Pasal 16 ayat 1 :
“Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri”
Dalam ketentuan pasal 16 ayat 1 di atas , mengandung arti bahwa kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat oleh siapapun pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi,
mengingat dalam kegiatan itu terkait kepentingan masyarakat yang dananya disimpan pada
pihak yang menghimpun dana tersebut. Sehubungan dengan itu dalam ayat ini ditegaskan
bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dapat
dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau sebagai
Bank Perkreditan Rakyat.
Namun, dimasyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan
penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya
yang dilakukan oleh kantor pos, oleh dana pensiun, atau oleh perusahaan asuransi. Kegiatan
lembaga-lembaga tersebut tidak dicakup dalam kegiatan usaha perbankan berdasarkan
ketentuan ayat ini. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pasal 16 ayat 2
“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
Kepemilikan ;
Dari ketentuan pasal 16 ayat 2 tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam hal memberikan
izin usaha sebagai bank umum dan bank perkreditan rakyat, bank Indonesia selain
memerhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, juga wajib
memerhatikan tingkat persaingan yang sehat antar bank, tingkat kejenuhan jumlah bank
dalam suatu wilayah tertentu, serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Pasal 16 ayat 3
“Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
oleh Bank Indonesia”
Sebagaimana halnya ketentuan pasal 16 ayat 1 dan ayat 2, maka berhubungan dengan
ketentuan pasal 16 ayat 3 dapat dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain adalah:
Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang
perbankan dan konduite yang lain,
Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat .
Undang-undang perbankan membedakan secara tegas bentuk hukum untuk bank umum,
bentuk hukum untuk bank umum. Bentuk hukum untuk bank perkreditan rakyat dan bentuk
hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri.
Untuk bank umum dikenal tiga bentuk hukum sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 ayat 1,
yaitu Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah sedangkan bentuk hukum untuk
Bank Perkreditan Rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat 2 adalah Perusahaan Daerah,
Koperasi, Perseroan Terbatas, bentuk lain yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Dan
bentuk hukum dari antar perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri
adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya, sebagaimana ditentukan oleh pasal 21
ayat 3.
Dari apa yang diuraikan diatas, menunjukkan bahwa bentuk hukum untuk Bank Perkreditan
Rakyat lebih banyak daripada bentuk hukum untuk Bank Umum. Perbedaan yang substansial
adalah adanya peluang untuk mendirikan bank perkreditan rakyat dalam bentuk lain
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 2. Dalam penjelasan pasal 21 ayat 2 huruf d
dikatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan
lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti bank desa,
lumbung desa, badan kredit desa dan lembaga-lembaga lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 58.
Dalam pasal 58 Undang-Undang Perbankan ditentukan bahwa, Bank Desa, Lumbung Desa,
Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD),
Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK),
Lembaga Pengkreditan Kecamatan, Badan Karya Produksi Desa (BKPD) dan atau lembaga-
lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Pengkreditan
Rakyat berdasarkan undang-undang dengan memenuhi persyaratan tata cara yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Kepemilikan
Untuk pendirian bank di Indonesia telah diatur secara tegas oleh undang-undang perbankan.
Persyaratan mengenai pendirian bank tersebut tergantung pada jenis bank yang akan
didirikan.Sebagaimana diatur pada pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Perbankan, bahwa Bank
Umum hanya dapat didirikan oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga
Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing dan atau
badan hukum asing secara kemitraan (Join Venture), dan pasal 22 ayat 2 menentukan bahwa
ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh bank Indonesia.
Ketentuan mengenai pendirian bank diatas, tidak berlaku bagi pendirian Bank Perkreditan
Rakyat untuk pendirian bank pengkreditan rakyat berlaku ketentuan sendiri yang sedikit
dengan pendirian Bank Umum
Menurut pasal 23 Undang-Undang Perbankan, bahwa Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat
didirikan dan dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga Negara Indonesia, pemeritahan daerah, atau dapat memiliki kesamaan
ketiganya.
Dari ketentuan diatas, jelaslah bahwa dalam pendirian perkreditan rakyat tidak memberi
peluang kepada warga Negara asing dan badan hukum asing, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama secara kemitraan (Join Venture) dengan warga Negara Indonesia dan atau
badan hukum indonesia. dengan perkataan lain, dalam hal perkreditan rakyat dimiliki oleh
badan hukum Indonesia maka badan hukum Indonesia dimaksud seluruh pemiliknya adalah
seluruh warga Indonesia. Jadi, hanya warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia
yang sama sekali tidak mengandung unsur asing (Foreign Element).
Mengenai kepemilikan bank ini oleh Undang-Undang Perbankan dibedakan sesuai dengan
bentuk hukum dari bank. Untuk Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk
hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang
Koperasi sebagaimana ditentukan dalam pasal 24, sedangkan dalam pasal 25 ditentukan
bahwa Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk Perseroan Terbatas,
sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Maksud dari
ditentukannya bentuk saham bank dalam bentuk atas nama adalah untuk dapat mengetahui
perubahan kepemilikan saham dari bank tersebut.
Dalam ketentuan pasal 26 ayat 1, 2, dan 3 ditentukan hal-hal yang juga berkaitan dengan
kepemilikan bank sebagaimana berikut:
Pasal 26 ayat 1
“Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.” Dalam penjelasannya
dikemukakan dalam ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk memperkuat struktur
permodalan, penyebaran kepemilikan dan meningkatkan kinerja bank tersebut
Pasal 26 ayat 2 :
“Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan
hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa
efek”. Maksud dari ketentuan ini adalah untuk membuka kesempatan yang lebih luas kepada
berbagai pihak,baik Indonesia maupun asing untuk ikut serta memiliki bank umum.
Pasal 26 ayat 3
“Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah”. Dalam penjelasan ketentuan pasal26 ayat 3 ini dikatakan bahwa
pokok pokok ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah memuat
antara lain:
Persyaratan kepemilikan saham termasuk kondisi keuangan calon pemilik bank
Berkaitan dengan masalah kepemilikan bank tersebut,perlu juga dikemukakan juga bahwa
dalam hal terjadinya perubahan kepemilikan bank,ada 2 kewajiban yang wajib di penuhi
sebagai mana di tentukan pasal 27 undang-undang perbankan .
Bank Indonesia (2007) menjelaskan bahwa pengaturan danpengawasan bank diarahkan untuk
mengoptimalkan fungsi perbankanIndonesia sebagai:
Bank Indonesia telah menetapkan aturan terinci tentangPengaturan dan Pengawasan Bank
tersebut, antara lain melalui:
PBI No. 6/9/PBI/2004 tentang Tindak lanjut Pengawasan danPenetapan Status
Bank
Ketentuan yang utama dalam berbagai peraturan tersebut adalahbahwa BI memberikan dan
mencabut izin atas kelembagaan dankegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan,
melaksanakanpengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap bank. Denganketentuan
tersebut, pengaturan dan pengawasan bank oleh BImeliputi wewenang sebagai berikut (Bank
Indonesia, 2007):
Perbankan Indonesia mengalami pasang surut selama periode dua dasawarsa setelah
pemberlakuan mekanisme pasar pada sektor perbankan Indonesia. Setelah itu, perbankan
nasional mengalami booming pada tahun delapan puluhan. Sayangnya, fenomena
membanjirnya bank-bank di Indonesia tersebut tidak dibarengi dengan regulasi dan
manajemen dana bank yang penuh dengan kehati-hatian dalam upaya mengurangi dan
mengantisipasi risiko perbankan yang relatif tinggi. Pengaruh faktor internal dan eksternal
perbankan di Indonesia menyebabkan berbagai kondisi perbankan di Indonesia. Secara
umum kondisi perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat periode.
Perbankan saat sebelum deregulasi sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi
dan politik dari penguasa, yang di dalam hal ini adalah pemerintah. Fungsi utama perbankan
dalam masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi tidak banyak
mengalami perubahan.
Bank-bank yang ada tidak secara tegas diarahkan untuk memobilisasikan dana seluas-
luasnya dari seluruh anggota masyarakat dan juga tidak diarahkan untuk mengembangkan
perekonomian rakyat seluas-luasnya.Adapun fungsi perbankan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan
modal kerja perusahaan-perusahaan besar.
Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor-sektor
yang ingin dikembangkan oleh pemerintah .
2) Keadaan perbankan sebelum deregulas
Secara terperinci keadaan perbankan pada masa sebelum deregulasi, sebagai berikut :
Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di
Indonesia.
Bank bukan merupakan alternatif utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan
meminjam dana.
Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk
membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh.
Inisiatif-inisiatif uang diambil oleh Bank Indonesia untuk menunjang pembangunan ekonomi
dalam era deregulasi dapat dikelompokkan menjadi lima aspek, sebagai berikut :
3) Kebijakan-kebijakan deregulasi
Kebijakan deregulasi yang dilakukan dan terkait dengan dunia perbankan di Indonesia,
sebagai berikut :
a. Pada tanggal 1 Juni 1983 mengeluarkan deregulasi paket I. adapun isi dari deregulasi
paket I, yaitu :
Pengahapusan pagu kredit dan pembatasan aset lain sebagai pengendali Jumlah Uang
Beredar (JUB)
Pengurangan KLBI
Pemberian kebebasan bank untuk menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman.
b. Pada tahun 1984 Bank Indonesia mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
c. Sejak 1985 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas
diskonto oleh Bank Indonesia (BI)
Alternatif sumber pmbiayaan berupa sewa guna usaha, pajak, piutang, modal ventura,
perdagangan surat berharga.
f. Pada tanggal 25 Maret 1989 mengeluarkan paket deregulasi. Adapun isi paket deregulasi
25 Maret 1989, antara lain:
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat memiliki net open position maksimum
sebesar 25% dari modal sendiri.
Adapun isi dari paket deregulasi 29 Januari 1990, yaitu peningkatan efisiensi dalam alokasi
dana masyarakat ke arah kegiatan produktif dan peeningkatan pengerahan dana
masyarakat, mengurangi ketergantungan kepada LKBI, kredit kepada koperasi, kredit
pengadaan pangan dan gula, kredit investasi, kredit umum, KUK dan kewajiban bagi bank
untuk menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha kecil dan perorangan, juga
merupakan target dari paket kebijakan ini.
h. Pada tanggal 28 Februari 1991 mengeluarkan paket deregulasi. Adapun isi dari paket
deregulasi 28 Februari 1991 merupakan kelanjutan Pakto 27 Tahun 1988, antara lain:
Pengawasan dan pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan
yang sehat dan efisien, maka diperlukan desentralisasi dalam pelaksanaanya dan
pemisahan antara pemilikan bank dan managemen bank secara profesional.
Adapunlangkah-langkah yang
dilakukanuntukmengulangikrisiskeuangandanperbankan ,sebagaiberikut:
Beratnya perekonomian nasional akibat dari krisis moneter yang dialami Indonesia
padatahun 1997 mengakibatkan likuidasinya 16 (enambelas) bank swasta nasional. Bank-Bank
yang termasuk dalam kategori Bank DalamLikuiditas (BDL) dan dibekukan oleh Bank
Indonesia antara lain:
4. Kebijakan-Kebijakanpenanganankrisismoneter Di Indonesia
Krisisperbankan yang demikianparahpadakurunwaktu 1997-1998 memaksapemerintahdan
Bank Indonesia untukmelakukanpembenahan di sector
perbankandalamrangkamelakukanstabilisasi system keuangandanmencegahterulangnya
krisis. Adapun langkah langkah pemerintah dalam menangani krisis moneter dan keuangan
1997 sebagai berikut,
Merestrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, prakarsa jakarta
maupun indonesian debt restrukturing agensy (INDERA)
Melaksanakan program privatisasi dan divestisasi untuk bank bank BUMN dan bank
bank yang direkap
Krisis ekonomi yang awalnya hanya di pandang sebagai krisis moneter, banyak
menyebabkan perusahaan gulung tikar. Hal tersebut juga berdampak pada berbankan di
indonesia. Karena banyak terjadi kredit macet. Hal tersebut mengaakibatkan banyak bank
bank yang mengalami pailid dan tidak mampu mengembalikan dana simpanan dari masyarakat.
Adapun kondisi perbankan di insonesia akibat krisis moneter antara lain:
Setelah beberapa tahun berusaha memperbaiki keadaan indonesia yang terpuruk, akhirnya
diawal tahun 2000 nampak hasil yang positive. Keadaan bangsa indonesia diberbagai sektor
berangsur angsur membaik. Adapun kondisi perbankan indonesia pasca krisis ekonomi
sebagai berikut.
Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR dan bank indonesia untuk
membentuk atau menyusun: lembaga penjamin simpanan, lembaga pengawas
perbankan yang independen serta otoritas jasa keuangan (OJK)
Kinerja perbankan yang lebih baik, yang mengarah kepada praktik: menejemen
pengelolaan resiko yang lebih baik struktur perbankan nasional yang lebih baik, serta
penerapan prinsip kehati hatian (PRUDENTIAL BANKING) yang konsisten
Sebagai awal dari tahap konsoliditas perbankan indonesia, menurut API berdasarkan
kemampuan modalnya, bank bank di indonesia digolongkan kedalam 4 kelompok bank yaitu
Bank internasional
Bank nasional
Bank
Adapun target BI pada implementasi API terhadap jumlah bank indonesia yaitu paling
banyak 58 bank yang mana terdiri dari sebagai berikut:
30-50 bank yang kegiatannya terfokus pada segmen usaha tertentu, dengan modal
antara 100 miliar sampai 10 triliun.
Salah satu maksud dikeluarkan regulasi pakto adalah untuk mendorong perbankan nasional
untuk nasional dalam meningkatkan penyaluran kredit tanpa mengabaikan prinsip kehati-
hatian. Pakto ini mencakup 13 peraturan bank Indonesia dua diantaranya adalah mengenai
pelanggaran kepemilikan tunggal dan pelaksanaan good corporate govermance. Paket
deregulasi ini adalah mendukung implementasi perbankan di Indonesia
Perpanjangan tenor FX swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan yang beraku
sejak 15 oktober 2008
Penyediaan pasoka valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan yang
berlalu sejak 15 oktober 2008
Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah
dari3,0% menjdi 1,0% yang berlaku sejak 13 oktober 2008
Otoritas jasa keuangan(OJK) menegaskan, samapi saat ini kondisi keuangan bank secara
umum masih bagus. Dari 118 bank, sebagian besar memiliki rating II atau bagus dan hanya
sekitar 10% yang rating III atau standart. Industry perbankan masih tumbuh. Kredit
tumbuh sekitar 4,18%. Dana tumbuh sekitar 4,5% masih terdapat pertumbuhan walaupun
tidak secepat semester I di tahun 2015 (melambat karena pengaruh kondisi ekonomi)
sementara akibat depresiasi rupiah , yang terkai adalah resiko pasar melalui neraca
(liabilitiesdan asset valas) dan jenis banknya. Secara regulasi, threshold (ambang batas )
valas maksimal 20%dari modal. Saat ini posisi indutri posisi devisa netto (PDN) masih
sekitar 5%. Secara individual PDN 54 bank devisa ada di posisi PDN 2-10% jauh dari
threshold. Dari 54 bank devisa itu, 51 bank posisinya long(beli). Artinya meski rupiah
melemah , balance sheet (neraca) bank memberikan efek positif bagi laba-rugi.
Sementara tiga bank posisi short (jual), akan memberi efek negatif bagi laba-rugi. Akan
tetapi posisi PDN masih jauh di bawah threshold sehingga tidak terlalu berpengaruh.
Adapun dari sisi rasio kecukupan modal (CAR) 118 bank, menurut profil resiko kisarannya
10-14 persen. Artinya, CAR bank semua memenuhi CAR profil risiko. Paling rendah, secara
individu CAR 11 persen, sementara yang paling tinggi bisa 35 persen. Rata-rata CAR industri
20,19 persen.