Anda di halaman 1dari 3

Arti Dewi Sri Maharani Adityari

1912511013

PENDEKATAN INTERPRETATIF DALAM FILM “CAPTAIN AMRERICA:


THE FIRST AVENGER”

Pierre Sorlin, mungkin bagi beberapa masyarakat awam nama tersebut terdengar
sangat asing. Beliau merupakan seorang kritikus film yang menerbitkan buku berjudul
Sociologie du Cinema. Dalam bukunya tersebut, beliau mengemukakan beberapa teori
yang salah satunya adalah teori pendekatan interpretatif dalam sosiologi film. Teori
tersebut menjabarkan beberapa poin mengenai elemen-elemen sosial yang tersirat
pada film-film.
Menurut Pierre Sorlin, simbol-simbol yang ada pada film dapat menjadi sumber
pemahaman sejarah sosial yang artinya simbol tersebut tidak mencerminkan peristiwa
sosial, melainkan hanya sebagai “penerjemah ulang” atas yang telah terjadi dalam
sejarah melalui film itu sendiri (alternatif sosial). Selanjutnya, dalam teori tersebut,
Pierre mengatakan bahwa film bukanlah refleksi maupun wakil dari suatu masyarakat,
karena film hanya mewakili dirinya sendiri. Lebih lanjut lagi, Pierre menyebut bahwa
film merupakan sebuah “pentas sosial”. Disebut demikian karena film dapat memilih
apa yang ingin ditampilkan ataupun tidak ditampilkan, serta melakukan redistribusi
cerita yang dapat melahirkan wacana tersendiri. Film juga tidak dapat dikatakan
sebagai jendela dunia, karena bentuk pemahaman antara dunia nyata dengan film
sangatlah berbeda. Dalam dunia perfilman, hal-hal yang realistis juga tak luput dari
yang namanya improvisasi, sehingga film dapat melampaui konteks sosial dan realita
sosial yang ada (memperkuat, ataupun menyangkal realita yang ada). Masih dalam
konteks pentas sosial, penggambaran yang terjadi pada film tidak dapat dijadikan
tolok ukur suatu realitas karena penggambaran tersebut dapat menjadi multi-tafsir.
Latar tempat, musik, atau intonasi sang pemain dapat menjadikan suatu adegan
menjadi multi-tafsir. Dan terakhir, film merupakan ekspresi dari ideologi sang
pembuat film yang penafsirannya itu tergantung individu maupun kelompok mana
yang menafsirkannya
Dari teori yang telah disebutkan di atas, saya tertarik untuk membahas
pendekatan interpretatif dalam film Captain America: The First Avenger. Secara garis
besar, film yang diproduksi oleh Marvel Studios ini menceritakan mengenai Steve
Rogers sebagai pemeran utama yang menjadi sosok Captain America itu sendiri.
Steve Rogers merupakan seorang tentara biasa pada Perang Dunia 2, tanpa
kemampuan fisik yang memadai, yang pada akhirnya menjadi subjek eksperimen
rahasia militer Amerika Serikat. Eksperimen tersebut membuatnya menjadi seorang
tentara super dengan kemampuan fisik yang amat kuat. Pada latar waktu tersebut,
Steve Rogers memiliki musuh yang bernama Johann Schmidt alias Red Skull, seorang
perwira tentara Jerman yang juga salah satu pendiri dari organisasi rahasia HYDRA.
Pendakatan interpretatif yang dapat dilihat dari film Captain America: The First
Avenger ini adalah simbol-simbol yang digunakan. Seperti yang telah dijelaskan oleh
Pierre Sorlin, simbol dalam film hanya akan menjadi penerjemah ulang. Hal ini dapat
dilihat bagaimana Amerika Serikat menang melawan tentara Jerman dengan
menggunakan kekuatan tentara super, yang pada kenyataannya sosok tentara super
seperti Captain America itu tidak ada, tetapi menjadi simbol bagaimana kuatnya
tentara Amerika pada kala itu sehingga dapat memenangkan pertempuran dengan
tentara Jerman. Film ini pun juga tidak dapat dikatakan menjadi refleksi atau wakil
suatu masyarakat, karena walaupun adegan heroik yang ada terkesan seperti
“mewakilkan” betapa memukaunya Amerika, tetapi realitanya tidak ada yang dapat
mewakilkan seorang dengan kekuatan super tersebut.
Teori mengenai film merupakan pentas sosial pun juga dapat dilihat pada adegan-
adegan yang ada pada film ini. Pemilihan suatu adegan seperti bagaimana Steve
Rogers “menyelamatkan dunia” dengan menjatuhkan dirinya bersama dengan pesawat
terbang di saat menjelang akhir cerita, membuatnya melahirkan wacana dan struktur
cerita tersendiri untuk disampaikan kepada para penonton. Konsep “film sebagai
jendela dunia” juga dapat disangkal pada film ini. Jika film merupakan sebuah
“jendela dunia”, lantas bagaimana cara kita memahami dunia/realita yang ada dengan
film Captain America yang notabene banyak mengandung unsur “bias” dan ekspresi
ideologi beberapa kelompok tertentu yang tentunya tidak mewakilkan seluruh orang
di seluruh dunia? Pemikiran film sebagai jendela dunia ini juga sangat kontradiktif
dengan film ini karena hanya memperkuat kelompok masyarakat sosial tertentu saja.
Mengenai multi-tafsir yang disampaikan oleh Pierre Sorlin, hal ini dapat dilihat
dengan bagaimana ekspresi ataupun intonasi yang dilakukan oleh para pemeran yang
ada pada film. Contohnya adalah saat Steve Rogers memberikan kata-kata
penyemangat untuk kawan-kawan seperjuangannya. Bagi beberapa kelompok
masyarakat, hal ini mungkin suatu kata-kata mutiara yang dilontarkan oleh pahlawan,
namun bagi yang kelompok atau individu lainnya, kata-kata tersebut mungkin saja
dapat bersifat offensive/menyerang, atau refleksi dari kesombongan suatu
ideologi/buah pemikiran seseorang.

Sumber:
Sanglah Institute (2020). Seri Kuliah Sosiologi Film: (7) Pendekatan Interpretatif
dalam Sosiologi Film: Pierre Sorlin. https://youtu.be/fZV6bbKybec. Diakses pada 9
November 2021.

Anda mungkin juga menyukai