A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
asuhan kehamilan sesuai tahap perkembangan kehamilan ibu.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan asuhan kehamilan pada kunjungan awal
b. Menjelaskan asuhan kehamilan pada kunjungan ulang
C. Uraian Materi
PENDAHULUAN
Peranan bidan adalah memberikan pelayanan asuhan manajemen kehamilan
dengan menerapkan pelayanan kebidanan yang bermutu tinggi. Seorang ibu hamil
membutuhkan informasi tentang kehamilannya, baik ibu yang mengandung dan janin
yang ada dalam kandungannya dan asuhan pelayanan yang dilakukan merupakan
prosedur rutin untuk membina suatu hubungan dalam proses pelayanan pada ibu hamil
untuk persiapan persalinan.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional
(dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan)
untuk ibu selama masa kehamilannya, sesuai dengan standard minimal pelayanan
antenatal yang meliputi 10T. Karena pentingnya hal tersebut maka kunjungan awal dan
kunjungan ulang pada asuhan antenatal dibutuhkan demi kesejahteraan ibu dan janin.
b) Riwayat Kebidanan
(1) Riwayat Menstruasi
Gambaran riwayat menstruasi klien yang akurat biasanya
membantu penetapan tanggal perkiraan kelahiran (estimated date of
delivery-EDD) yang sering disebut taksiran partus. Perhitungan
dilakukan dengan menambahkan 9 untuk bulan dan 7 untuk hari pada
hitungan hari pertama haid terakhir (HPHT) atau dengan mengurangi
bulan dengan 3, kemudian menambahkan 7 untuk hari dan 1 untuk
tahun.
Rumus Naegele (h+7 b-3 + x + 1mg) untuk siklus 28 + x hari.
Informasi tambahan tentang siklus menstruasi yang harus diperoleh
mencakup frekuensi haid dan lama pendarahan. Jika menstruasi lebih
pendek atau lebih panjang daripada normal, kemungkinan wanita
tersebut telah hamil saat terjadi perdarahan. Dan tentang haid meliputi:
menarche, haid teratur atau tidak, dan siklus, lamanya haid, banyaknya
darah, sifatnya darah (cair atau berbeku-beku, warnanya, baunya), serta
haid nyeri atau tidak dan kapan haid terakhir.
(2) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
(a) Kehamilan
Adakah ganguan seperti perdarahan, muntah yang sangat (sering),
toxaemia gravidarum.
(b) Persalinan
Spontan atau buatan, aterm atau premature, perdarahan, ditolong
oleh siapa (bidan, dokter).
(c) Nifas
Adakah panas atau perdarahan, bagaimana laktasi.
(d) Anak
Jenis kelamin, hidup atau tidak, kalau meninggal umur berapa dan
sebabnya meninggal, berat badan waktu lahir.
(3) Riwayat Kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi diperlukan karena kontrasepsi hormonal
dapat mempengaruhi EDD, dan karena penggunaan metode lain dapat
membantu “menangalli” kehamilan. Ketika seorang wanita
menghabiskan pil berisi hormon dalam tablet kontrasepsi oral, periode
selanjutnya akan mengalami disebut “withdrawal bleed”. Dan terkadang
ada kalanya kehamilan terjadi ketika IUD masih terpasang. Apabila ini
terjadi, lepas IUD jika talinya tampak. Prosedur ini dapat dilakukan oleh
perawat praktik selama trimester I, tetapi lebih baik dirujuk kedokter
bila kehamilan sudah berusia 13 minggu.
Pelepasan IUD menurunkan resiko keguguran, sedangkan
membiarkan IUD terpasang meningkatkan aborsi septic pada
pertengahan trimester. Riwayat penggunaan IUD terdahulu
meningkatkan resiko kehamilan ektopik. Dan tanyakan kepada klien
lamanya pemakaian alat kontrasepsi dan jenis kontrasepsi yang
digunakan.
(4) Riwayat Obstetri
Informasi esensial tentang kehamilan terdahulu mencakup bulan
dan tahun kehamilan tersebut berakhir, usia gestasi pada saat itu, tipe
persalinan (spontan, forsep, ekstrasi vakum, atau bedah sesar), lama
persalinan (lebih baik dihitung dari kontraksi pertama), berat lahir, jenis
kelamin, dan komplikasi lain. Ketika menggambarkan kehamilan yang
berakhir sebelum minggu ke-20, bedakan antara aborsi spontan, elektif,
terapeutik, dan kehamilan ektopik.
Adakah riwayat kehamilan atau persalinan atau abortus
sebelumnya (dinyatakan dengan kode GxPxAx, gravida / para / abortus),
berapa jumlah anak hidup.
Ada atau tidaknya masalah-masalah pada kehamilan atau
persalinan sebelumnya seperti prematuritas, cacat bawaan, kematian
janin, perdarahan dan sebagainya. Penolong persalinan terdahulu, cara
persalinan, penyembuhan luka persalinan, keadaan bayi saat baru lahir,
berat badan lahir jika masih ingat. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas
pada kehamilan yang telah lalu, jumlah anak, usia dan gender,
menentukan status kehamilan sekarang.
(5) Riwayat Ginekologi
Riwayat penyakit atau kelainan ginekologi serta pengobatannya
dapat memberi keterangan penting, terutama operasi yang pernah
dialami. Apabila penderita pernah diperiksa oleh dokter lain, tanyakan
juga hasil-hasil pemeriksaan dan pendapat dokter itu. Tidak jarang
wanita di Indonesia pernah memeriksakan dirinya diluar negeri, dan
membawa pulang hasil- hasil pemeriksaan. Dan tanyakan apa pasien
biasa mengalami keputihan atau amnorhea, dan lain-lain.
(6) Riwayat Seksual
Riwayat seksual adalah bagian dari data dasar yang lengkap
karena riwayat ini memberi informasi medis yang penting sehingga
klinis dapat lebih memahami klien dan mendapat kesempatan untuk:
(a) Mengidentifikasi riwayat penganiayaan seksual.
(b) Menawarkan informasi yang dapat mengurangi kecemasan dan
menghilangkan mitos.
(c) Menawarkan anjuran-anjuran untuk memperbaiki fungsi seksual.
(d) Membuat rujukan apabila tercatat disfungsi seksual atau masalah
emosional.
c) Riwayat Keluarga
Informasi tentang keluarga klien penting untuk mengidentifikasi
wanita yang beresiko menderita penyakit genetik yang dapat mempengaruhi
hasil akhir kehamilan atau beresiko memiliki bayi yang menderita penyakit
genetik.
Informasi ini juga dapat mengidentifikasi latar belakang rasa atau
etnik yang diperlukan untuk melakukan pendekatan berdasarkan
pertimbangan budaya atau untuk mengetahui penyakit organik yang
memiliki komponen herediter.
Tenaga kesehatan juga harus menentukan apakah :
Terdapat riwayat penyakit psikiatri (termasuk depresi) atau
penyalahgunaan obat dan alkohol.
Ibu atau saudara perempuan klien pernah mengalami pre-eklampsia.
Ibu klien mengkonsumsi DES saat klien berada dalam kandungan.
d) Penyakit
(1) Penyakit Organik
Meskipun tidak setiap penyakit dan gangguan akan
mempengaruhi atau dipengaruhi kehamilan, penting juga menanyakan
setiap penyakit tersebut supaya diperoleh data yang lengkap. Wanita
yang juga memiliki riwayat kesehatan yang kronis atau lemah juga
wanita yang menderita penyakit, seperti hipertensi kronis, SLE, diabetes
mellitus tergantung insulin, penyakit jantung, paru-paru dan anemia,
pemeriksaan kadar TSH (thyroid stimulating hormone).
(2) Human Papilloma Virus (HPV)
HPV adalah virus yang mudah menular dan sering menyebabkan
kondiloma akuminata, kadang-kadang disebut kutil venereal. Kutil ini
biasanya ditemukan di seviks dan dinding vagina, uretra, bokong, anus
dan alat genetalia ekterna. Selama masa hamil, pengobatan kutil venereal
dilakukan setiap minggu dengan mengoleskan salep teratogenik. Terapi
laser yang digunakan pada wanita tidak hamil dapat menyebabkan
perdarahan hebat pada wanita hamil, untuk itu menanganan yang cepat
dapat menghilangkan resiko kanker serviks walaupun kutil tersebut
mungkin tumbuh dari suatu kutil kecil yang dengan mudah mudah
disingkirkan oleh kepala bayi yang keluar saat proses persalinan.
(3) Penyakit Radang Panggul
Klinis harus mengetahui riwayat PID sedini mungkin pada masa
kehamilan karena PID meningkatkan risiko kehamilan ektopik tujuh kali
lipat (Oregon health division, 1995). Setiap kram atau perdarahan pada
wanita yang memiliki riwayat penyakit ini perlu diperiksa menggunakan
ultrasonografi untuk memastikan bahwa kehamilan terjadi di uterus.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada kunjungan awal prenatal difokuskan untuk mengidentifikasi
kelainan yang sering mengkontribusi morbiditas dan mortalitas dan untuk
mengidentifikasi gambaran tubuh yang menunjukkan gangguan genetik.
Pemeriksaan harus mencakup penetapan tinggi dan berat badan; pengukuran
tekanan drah (TD) dan nadi, dan pemeriksaan kulit; kelenjar tiroid; jantung;
paru; payudara; ekstremitas; dan abdomen, serta pemeriksaan pelvis.
a) Tinggi Badan
Tubuh yang pendek dapat menjadi indikator gangguan genetik.
Karena tinggi yang pasti sering kali tidak diketahui dan tinggi badan
berubah seiring peningkatan usia wanita, tinggi badan harus diukur pada
saat kunjungan awal.
b) Berat Badan
Berat badan ditimbang pada kunjungan awal untuk membuat
rekomendasi penambahan berat badan pada wanita hamil dan untuk
membatasi kelebihan atau kekurangan berat.
c) Tekanan Darah
Penentuan tekanan darah (TD) sangat penting pada masa hamil
karena peningkatan TD dapat membahayakan kehidupan ibu dan bayi. Pada
kehamilan normal, TD sedikit menurun sejak minggu ke-8. Kondisi ini
menetap sepanjang trimester kedua dan kemudian mulai kembali ke TD
sebelum hamil. Seluruh tekanan darah pada wanita hamil harus diukur pada
posisi duduk. Pengukuran harus dilakukan pada lengan yang sama terutama
lengan kanan untuk memperoleh hasil pengukuran yang konsisten. Wanita
yang tekanan darahnya sedikit meningkat di awal pertengahan kehamilan
mungkin mengalami hipertensi kronis atau, jika wanita tersebut adalah
nulipara dengan sistolik lebih dari 120 mmHg, ia berisiko mengalami
preeklampsia.
d) Nadi
Denyut nadi maternal sedikit meningkat selama hamil, tetapi jarang
melebihi 100 denyut permenit (dpm). Curigai hipotiroidisme jika denyut
nadi lebih dari 100 dpm. Periksa adanya eksoflatmia dan hiperrefleksia yang
menyertai.
e) Refleks
Terutama refleks lutut. Refleks lutut negatif pada hypovitaminose
dan penyakit urat saraf.
f) Pemeriksaan Kulit
Perubahan kulit yang sering terjadi pada masa hamil mencakup
hiperpigmentasi pada wajah (kloasma), pada areola dan putting susu, striae
gravidarum, spider nevi, serta linea nigra. Periksa warna kulit, adanya ruam,
massa, lesi, jaringan parut, tanda penganiayaan fisik, dan bukti
penyalahgunaan obat. Beri perhatian khusus untuk melihat suatu ruam di
telapak tangan dan telapak kaki yang merupakan tanda sifilis. Jaringat parut
menunjukkan pernah dilakukan prosedur bedah atau, pada kasus yang
jarang, menunjukkan praktik seksual yang berkaitan dengan ritual
sadomasokistik.
g) Pemeriksaan Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid sedikit membesar selama masa hamil akibat
hiperplasia kelenjar dan peningkatan vaskularitas. Namun, perubahan
anatomi ini tidak menyebabkan tiromegali yang signifikan dan setiap
pembesaran yang signifikan perlu diteliti. Hipotiroidisme sulit dideteksi
selama masa hamil karena banyak gejala hipotiroidisme, yakni keletihan,
penambahan berat, dan kostipasi, yang menyerupai gejala-gejala kehamilan.
h) Pemeriksaan Paru
Pemerikasaan paru harus mencakup observasi sesak nafas, napas
dangkal, napas cepat, pernapasan yang tidak teratur, mengi, batuk, dan
dispnea. Pemeriksaan paru biasanya merupakan tindakan yang sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis bronchitis atau pneumonia.
i) Pemeriksaan Jantung
Pada akhir kehamilan, 45% volume darah wanita hamil lebih tinggi
dari pada volume darah wanita tidak hamil (Pritchard, 1965). Peningkatan
volume darah ini menyebabkan uterus membesar dan melindungi ibu ketika
darah keluar saat melahirkan. Pada wanita tidak hamil, murmur jantung
sistolik bermakna. Pada wanita hamil yang asimptomatik, murmur derajat
1/6 atau 2/6 umumnya dianggap ringan. Apabila murmur sistolik lebih dari
2/6 atau terdengar bunyi murmur lain, lakukan ekokardiogram jika tersedia
dana yang cukup.
j) Pemeriksaan Payudara
Payudara harus diperiksa umtuk mendeteksi setiap massa yang
mungkin ganas dan setiap kondisi yang dapat mengganggu proses
menyusui. Pastikan anda memeriksa putting dengan cermat, terutama jika
klien berkeinginan menyusui bayinya. Tes “protaklitas” harus menjadi
bagian pemeriksaan payudara pada wanita yang sebelumnya tidak mampu
menyusui dengan baik.
(1) Putting Susu yang Datar dan Inversi
“Breast Shell”, alat yang digunakan untuk menarik puting susu
yang melesak kedalam, mulai digunakan pada minggu ke-28 kehamilan.
Wanita yang memiliki payudara besar hampir selalu memiliki puting
susu datar dan hal ini disebabkan berat payudara tersebut. Breast shell
untuk putting susu yang datar tidak perlu digunakan pada periode
prenatal.
(2) Agenesis Mamaria
Salah satu kondisi yang menghalangi proses menyusui ialah
agenesis mamaria, yaitu tidak adanya jaringan payudara. Pada
pemriksaan awal, wanita yang mengalami agenesis mamaria disebut
“dada rata”. Palpasi dan pemeriksaan yang saksama akan membantu
menegakkkan diagnosis. Wanita yang mengalami agenesis mamaria
akan menghasilkan ssejumlah kecil kolostrum dan air susu, tetapi
jumlah tersebut tidak akan cukup untuk menyusui bayi.
(3) Augmentasi dan Reduksi Payudara
Wanita yang menjalani reduksi payudara atau pembedahan
augmentasi payudara akan mengalami masalah menyusui. Prosedur
pembedahan reduksi payudara terdahulu dilakukan melalui penanaman
kembali putting sehingga secra anatomi putting tampak pas. Sayangnya,
saraf yang menuju ke areola dan putting sering terpotong sehingga
mengganggu pengiriman pesan dari payudara keotak. Wanita yang
pernah menjalani pembedahan semacam ini memprosuksi kolostrum dan
air susu dalam jumlah yang biasanya tidak mencukupi. Penambahan
berat badan bayi harus dipantau ketat. Kemungkinan pemberian
makanan tambahan diperlukan untuk dipadukan dengan menyusui.
(4) Metode Menyusui dan Pemeriksaan Payudara
Saat melakukan pemeriksaan payudara, klinisi memiliki
kesempatan untuk menanyakan apakah wanita berencana menyusui
bayinya. Hanya jika ibu mengonsumsi makanan yang bergizi, air susu,
dianggap makanan yang paling baik bagi bayi. Beberapa wanita merasa
tidak nyaman jika harus menyusui karena mereka menganggap
menyusui adalah kegiatan yang membuat mereka merasa malu, nyeri,
repot, dan menghabiskan energi serta waktu. Sedangkan wanita yang
lain tidak ingin kehidupannya terkait karena keberadaan bayi atau
menganggap pasangannya akan tidak berpartisipasi dalam perawatan
bayi. Apabila klien pernah gagal menyusui, alasan keengganannya untuk
kembali mencoba menyusui lebih mudah dipahami. Kegagalan tersebut
mungkin berhubungan dengan kurangnya dukungan dan bantuan yang ia
dapatkan perawatan.
k) Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen di pertengan awal kehamilan harus dilakukan
secara menyeluruh jika kondisi uterus yang membesar memungkinkan.
Evaluasi adanya nyeri tekan, massa, hernia, pembesaran hati, dan kelenjar
getah bening. Seiring kemajuan kehamilan, semakin sulit meraba organ lain
seklain uterus. Perhatian khusus pada abdomen wanita hamil meliputi
denyut jantung janin, tinggi fundus, dan presentasi janin.
l) Pemeriksaan Kebidanan (Status Obstetri)
Dibagi dalam:
(1) Inspeksi (periksa pandang)
Muka:
Adakah chloasama gravidarum, keadaan selaput mata pucat atau merah,
adakah oedema pada muka, bagaimana keadaan lidah, gigi.
Leher:
Apakah vena terbendung di leher (misalnya pada penyakit jantung),
apakah kelenjar gondok membesar atau kelenjar limfa membengkak.
Dada:
Bentuk buah dada, pigmentasi putting susu, dan gelanggang susu,
keadaan putting susu, adakah colostrum.
Perut:
Perut membesar ke depan atau ke samping (pada ascites misalnya
membesar kesamping), keadaan pusat, pigmentasi di linea alba, striae
gravidarum atau bekas luka.
Vulva:
Keadaan perenium, ada oedema dan varises atau tidak, tanda Chadwick,
condylomata, flour.
Anggota bawah:
Cari varices, oedema, luka cicatrix pada lipat paha.
(2) Palpasi (periksa raba)
Maksudnya periksa raba ialah untuk menentukan:
(a) Besarnya rahim dan dengan ini menentukan tuanya kehamilan.
(b) Menentukan letaknya anak dalam rahim.
(c) Selain dari pada itu selalu juga harus diraba apakah ada tumor-tumor
lain dalam rongga perut, kista, myoma, limpa yang membesar.
Cara melakukan palpasi menurut LEOPOLD yang terdiri atas 4 bagian:
Leopold I:
(a) Kaki penderita dibengkokkan pada lutut dan lipat paha.
(b) Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien, dan melihat kearah muka
pasien.
(c) Rahim dibawa ke tengah.
(d) Tingginya fundus uteri ditentukan.
(e) Tentukan bagian yang terdapat dalam fundus.
Sifat kepala ialah keras, bundar dan melenting. Sifat bokong lunak,
kurang bundar dan kurang melenting. Pada letak lintang fundus uteri
kosong. Pemeriksaan tuanya kehamilan dari tingginya fundus uteri.
Leopold II:
(a) Kedua tangan pindah ke samping.
(b) Tentukan dimana punggung janin.
Leopold III:
(a) Dipergunakan satu tangan saja.
(b) Bagian bawah ditentukan antara ibu jari dan jari lainnya. Tentukan
bagian bawah apakah masih dapat digoyangkan.
Leopold III untuk menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan
apakah bagian bawah janin ini sudah atau belum terpegang oleh Pintu
atas panggul.
Leoplod IV:
(a) Pemeriksa melihat kearah kaki pasien.
(b) Dengan kedua tangan tentukan apakah bagian bawah sudah masuk
kedalam pintu atas panggul, dan berapa masuknya bagian bawah ke
dalam ronggga panggul.
(3) Aukultasi (periksa dengar)
Dilakukan dengan stetoskop monoaural tetapi dapat juga
dipergunakan stetoskop kepala atau dengan deptone. Dengan stetoskop
dapat didengar bermacam-macam bunyi berasal:
(a) Gerak anak
Bunyi jantung anak
Bising tali pusat
Gerakan anak
(b) Dari ibu
Bising rahim
Bunyi aorta
Bising usus
(c) Bunyi jantung anak
Baru dapat didengar pada akhir bulan ke-5, walaupun dengan
ultrasound (doptone) sudah didengar pada akhir bulan 3. Frekuensi
lebih cepat dari bunyi jantung orang dewasa antara 120-140 kali per
menit.
Karena berat janin dalam kyphode dan didepan dada terdapat
lengan anak maka bunyi jantung paling jelas terdengar di bagian
punggung janin dekat dengan kepala. Pada presentasi letak kepala,
tempat ini kiri atau kanan dibawah pusat. Jika bagian-bagian janin
belum dapat ditentukan, maka bunyi jantung harus dicari garis tengah
diatas sympysis.
m) Tinggi Fundus
Pemeriksaan abdomen meliputi pengkajian subjektif ukuran uterus
pada trimester pertama kehamilan, menghubungkan fundus uterus dengan
umbilikus pada trimester kedua, dan mengukur tinggi fundus pada trimester
terakhir dengan menggunakan meteran. Pada trimester pertama, ukuran
uterus pada minggu ke-8 yang sesuai ialah sebesar bola tenis, sebesar buah
jeruk pada minggu ke-10, dan sebesar buah anggur pada mingggu ke-12.
Pada trimester kedua puncak uterus harus 3 – 4 lebar jari (fingerbreadths
(FB)) di bawah umbilikus pada minggu ke-16; 1 – 2 FB di bawah umbilikus
pada minggu ke-18; diumbilikus pada minggu ke-20;1 – 2 FB di atas
umbilikus pada minggu ke 22; dan 3 – 4 FB di atas umbilikus pada minggu
ke- 24.
n) Presentasi
Pemeriksaan abdomen untuk menentukan presentasi janin harus
dimulai pada minggu ke-28 gestasi. Jika tidak yakin dengan presentasi janin
diakhir kehamilan, pemeriksaan vagina dapat membantu. Jika garis sutura
kepala janin dapat diraba dengan jari, maka presentasinya adalah verteks.
Namun, berhati-hatilah karena kadang-kadang lipatan bokong sering keliru
dipersepsikan sebagai garis sutura. Terabanya fontanel memastikan bahwa
kepala bayi telah “turun”.
o) Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas harus mencakup pengkajian refleks tendon
dalam, pemeriksaan adanya edema tungkai dan vena varikosa, dan
pemeriksaan ukuran tangan dan kaki, bentuk, serta letak jari tangan dan jari
kaki. Kelainan menunjukkan kelainan genetik.
p) Pemeriksaan Pelvis
Bagian terakhir pemeriksaan fisik adlah pemeriksaan pelvis. Pertama
jelaskan kepada klien bahwa pemeriksaan ini terdiri dari tiga bagian:
inspeksi area genital, insersi speculum, dan pemeriksaan uterus serta
ovarium dengan memasukkan dua jari kedalam vagina, sedangkan tangan
lain berada diatas abdomen klien.
q) Genetalia Eksterna
Pemeriksaan genetalia dilakukan dengan mencari adanya lesi,
eritema, perubahan warna, pembengkakan, ekskoriasi, dan memar.
Pemeriksaan menyeluruh biasanya dilakukan dengan memisah labia
mayora, dari minora dan dengan perlahan menarik ujung klitoris, kemudian
periksa dengan cermat adanya lesi yang kemungkinan menunjukkan sifilis
atau herpes.
r) Vagina dan Serviks
Setelah genetalia eksterna diperiksa, masukkan spekulum. Spekulum
ini harus basah tetapi bebas lubrikan. Setelah spekulum dimasukkan,
bersihkan lendir sehingga serviks dapat terlihat.
s) Mengambil Spesimen (Pap Smear test)
Spesimen yang optimal untuk interpretasi pap smear ialah spesimen
yang diperoleh dalam kondisi hubungan seksual dan douching vagina tidak
dilakukan selama 24 jam sebelum dilakukan tes. Sampel pap smear
diperoleh baik secara eksoserviks maupun endoserviks.
t) Pemeriksaan Uterus Bimanual
Apabila serviks dan dinding vagina telah diobservasi dan spesimen
telah diambil, pemeriksaan bimanual dilakukan untuk memperkirakan
ukuran uterus, memperkirakan panjang dan dilatasi serviks. Jika panjang
serviks 1 cm atau kurang, wanita tersebut beresiko mengalami PTL. Ia juga
beresiko mengalami PTL jika serviks berdilatasi sebelum minggu ke-28 atau
jika dilatasinya pada minggu ke-28 dan ke-34 lebih dari 2 cm.
3) Pemeriksaan Panggul
Beberapa klinisi melakukan evaluasi tulang pelvis setelah pemeriksaan
bimanual. Prosedur ini jarang dilakukan di negara-negara maju karena di
wilayah ini nutrisi cukup baik dan jenis penyakit cenderung tidak
mempengaruhi tulang-tulang pelvis. Suatu “percobaan persalinan” hampir
selalu menunjukkkan bahwa pengukuran pelvis tidak terlalu dibutuhkan
kecuali jika ada deformitas yang nyata atau pernah terjdi fraktur pelvis/
pembedahan. Salah satu keuntungan pelvimetri klinis adalah bahwa prosedur
ini memberi kesempatan untuk meyakinkan wanita bahwa ia mampu
melahirkan pervaginam.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hb
b) Golongan darah
c) Protein urine
d) AL (leukosit)
c. Pengkajian Fetal
1) Gerakan Janin
Untuk mengetahui kesejahteraan janin, dapat dilakukan dengan
memantau gerakan janin dalam 24 jam melalui grafik gerakan janin di layar
monitor USG.
2) DJJ
a) Denyut Jantung Janin
Dengan menggunakan stetoskop monoral (stetoskop obstetric) untuk
mendengar DJJ dapat terdengar pada bulan 4-5. Walaupun dengan
ultrasound (doptone) sudah dapat didengar pada akhir bulan ke-3.
Frekuensinya lebih cepat dari bunyi jantung orang dewasa ialah
antara 120-140/menit. Karena badan anak dalam kypose dan di depan dada
terdapat lengan anak maka denyut jantung yang paling jelas terdengar di
punggung anak dekat pada kepala.
Pada presentasi biasa (letak kepala) tempat ini kiri atau kanan di
bawah pusat. Jika bagian-bagian anak belum dapat ditentukan, maka denyut
jantung harus dicari pada garis tengah di atas sympisis.
Yang dapat diketahui dari bunyi jantung janin adalah :
(1) Dari adanya detak jantung janin.
(2) Tanda pasti kehamilan
(3) Anak hidup
Dari tempat bunyi jantung janin terdengar:
(1) Presentasi anak
(2) Posisi anak (kedudukan punggung)
(3) Sikap anak (habitus)
(4) Adanya anak kembar
Jika bunyi jantung terdengar kiri atau kanan dibawah pusat, maka
presentasinya kepala. Jika terdengar kiri kanan setinggi atau di atas pusat,
maka presentasinya bokong (letak sungsang). Jika bunyi jantung terdengar
sebelah kiri, maka punggung sebelah kiri. Jika terdengar sebelah kanan
maka punggung sebelah kanan. Jika terdengar di pihak yang berlawanan
dengan bagian-bagian kecil, sikap anak fleksi. Jika terdengar sepihak
dengan bagian-bagian kecil, sikap anak defleksi.
Pada anak kembar bunyi jantung terdengar pada 2 tempat dengan
sama jelasnya dan dengan frekuensi yang berbeda (perbedaan lebih dari
10/menit). Dari sifat bunyi jantung anak, kita dapat mengetahui keadaan
anak. Anak yang dalam keadaan sehat, bunyi jantungnya teratur dan
frekuensinya antara 120-140 permenit. Jika bunyi jantung kurang dari
120/menit atau lebih dari 160/menit atau tidak teratur, maka anak dalam
keadaan asfiksia (kekurangan oksigen).
c) Amniocentesis
Tes amniocentesis adalah pemeriksaan cairan ketuban yang
dilakukan untuk mendeteksi kelainan kromosom dan kelainan genetik pada
bayi. Tidak semua ibu hamil wajib menjalaninya, karena tes amniocentesis
lebih ditujukan bagi yang memiliki kehamilan berisiko tinggi. Tes
amniocentesis secara spesifik diperuntukkan bagi ibu hamil berusia 35 tahun
ke atas yang berisiko tinggi terhadap kelainan genetik dan/atau masalah
kromosom penyebab cacat lahir seperti spina bifida, down syndrome, dan
anencephaly.
Gambar 1.29
Prosedur Amniocentesis
(Sumber: Mayo clinic)
Tes amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban
lewat jarum yang disuntikkan ke dalam perut ibu. Dalam prosesnya, dokter
akan menempatkan jarum pada posisi yang pas dengan bantuan USG
guna menghindari salah suntik pada plasenta. Cairan ketuban yang sudah
diambil kemudian dibawa ke laboratorium untuk diteliti lebih lanjut.
Kerusakan pada air ketuban atau adanya partikel asing tertentu pada sampel
ketuban bisa menandakan suatu kondisi kesehatan serius.
Tes amniocentesis mulai bisa dilakukan di usia kehamilan
menginjak 11 minggu. Namun untuk pemeriksaan genetik, amniocentesis
baru bisa dilakukan pada kehamilan yang telah berusia 15 hingga 17
minggu, dan pada trimester tiga kehamilan ketika paru-paru janin sudah
matang untuk mendeteksi adanya infeksi pada cairan ketuban.
Beberapa risiko yang mungkin terjadi dari tes amniocentesis:
(1) Ketuban bocor
Ketuban bocor dini adalah risiko yang jarang terjadi. Meski
begitu, cairan yang keluar biasanya hanya sedikit dan akan berhenti
dengan sendirinya dalam waktu satu minggu.
(2) Infeksi
Dalam kasus yang jarang, amniosentesis dapat memicu infeksi
rahim. Selain itu, tes amniosentesis dapat menularkan infeksi yang Anda
miliki ke bayi seperti hepatitis C, toksoplasmosis, dan HIV/AIDS.
(3) Cedera jarum pada tubuh bayi
Bayi bisa terus bergerak selama Anda menjalani tes ini. Maka,
bukannya tidak mungkin jika lengan, kaki, atau bagian tubuh bayi
lainnya mendekati jarum yang sedang tertancap dan akhirnya tergores.
Hal ini bisa mengakibatkan luka pada bagian tubuh yang terkena, namun
biasanya hanya luka ringan yang tidak membahayakan bayi.
(4) Sensitisasi Rh
Cukup jarang tes ini bisa menyebabkan sel darah bayi bocor ke
aliran darah ibu. Hal ini memungkinkan ketika ibu dan bayi memiliki
perbedaan rhesus.
Jika sang ibu memiliki rhesus negatif sementara rhesus bayi
positif dan tubuh ibu tidak memiliki antibodi terhadap darah rhesus
positif, maka dokter akan menyuntikkan immune globulin rhesus setelah
tes selesai dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah tubuh ibu
memproduksi antibodi Rh yang dapat masuk melalui plasenta dan
merusak sel darah merah bayi.
(5) Keguguran
Tes amniocentesis yang dilakukan pada trimester kedua berisiko
mengakibatkan keguguran. Dikutip dariMayo clinic, penelitian
menunjukkan bukti bahwa risiko keguguran meningkat jika tes dilakukan
sebelum kehamilan berusia 15 minggu.
d. Menentukan Diagnosa
1) Menetapkan Normalitas Kehamilan
Adalah kehamilan dimana ibu dalam keadaan sehat, tidak ada riwayat
obstetrik buruk, ukuran uterus sama/sesuai usia kehamilan serta hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium normal. Lamanya kehamilan mulai dari
ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari (40 minggu), dan tidak lebih
dari 300 hari (42 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur
(cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 42 minggu disebut kehamilan
postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.
Kehamilan yang terakhir ini akan mempengaruhi viabilitas (kelangsungan
hidup) bayi yang dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda mempunyai
prognosis buruk.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tekanan darah; berat badan;
tinggi fundus uteri (tafsiran berat janin); auskultasi (mengetahui denyut jantung
janin); palpasi abdominal untuk mendeteksi kehamilan ganda (setelah UK 28
minggu); manuver Leopold untuk mendeteksi kedudukan abnormal (setelah 36
minggu).
Pada setiap kunjungan ulang antepartum pemeriksaan fisik ini
dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda komplikasi dan untuk mengevaluasi
kesejahteraan janin:
a) Tekanan darah (bandingkan dengan tekanan darah biasanya yang diperoleh
pada waktu kunjungan awal).
b) Berat (bandingkan dengan berat sebelum hamil, catatlah jumlah kilogram
selama beberapa minggu sejak kunjungan terakhir, catatlah pola
peningkatan berat badan).
c) Pemeriksaan perut untuk: Letak, presentasi, posisi jika usia kehamilan 32
minggu atau lebih.
d) Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (bandingkan dengan pengukuran TFU
pada kunjungan terdahulu, catatlah pola pertumbuhan uterus).
e) Denyut Jantung Janin (catatlah laju dan lokasi)
f) Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah 18 minggu. Normal DJJ 120-160 kali
per menit. Apabila kurang dari 120 kali per menit disebut bradikardi. Lebih
dari 160 kali per menit disebut takikardi.
g) Pemeriksaan ekstremitas atas untuk edema jari tangan (catatlah jika ada
cincin yang ketat).
h) Pemeriksaan ekstremitas bawah untuk edema pergelangan kaki dan
pretibial.
i) Refleks tendon, tanda Homan dan Varicositis, bila diindikasikan.
j) Palpasi abdomen untuk mendeteksi gestasi ganda (setelah 28 minggu usia
kehamilan). Manuver leopold untuk mendeteksi kedudukan abnormal. Bukti
menunjukan bahwa manuver leopold hanya efektif setelah 36 minggu usia
kehamilan.
Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri (TFU) dan bagian
apa yang terdapat dalam fundus.
Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin dan letak bagian-
bagian kecil janin.
Leopold III : Untuk menentukan apa yang terdapat di bagian bawah dan
apakah bagian bawah janin ini sudah atau belum masuk pintu atas
panggul (PAP).
Leopold IV : Untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan
berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul.
k) Pemeriksaan panggul: Lakukan pelvimetri klinis pada akhir trimester III jika
panggul perlu dievaluasi kembali Lakukan pemeriksaan vagina jika ada
indikasi/ ibu memiliki tanda-tanda kurang bulan.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dapat dilakukan pada
kunjungan ulang antenatal adalah: Hemoglobin (Hb), hematokrit (Hmt); STS
(Serologic test for syphilis) pada trimester III diulang; Kultur untuk gonokokus;
Protein urin; Gula dalam darah; glukosa urine; VDRL. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penapisan rutin protein urin merupakan cara efektif
mendeteksi preeklampsi.
A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan
deteksi dini terhadap komplikasi ibu dan janin.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan tanda-tanda dini bahaya/ komplikasi ibu dan janin pada masa
kehamilan muda.
b. Menjelaskan tanda-tanda dini bahaya/ komplikasi ibu dan janin pada masa
kehamilan lanjut.
1. Tanda-Tanda Dini Bahaya/ Komplikasi Ibu dan Janin Masa Kehamilan Muda
a. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada masa kehamilan < 22 minggu. Perdarahan
pervaginam dikatakan tidak normal jika ada tanda-tanda:
Keluar darah merah
Perdarahan yang banyak
Perdarahan dengan nyeri
Perdarahan semacam ini perlu dicurigai terjadinya abortus, kehamilan ektopik
atau kehamilan mola.
1) Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada
atau sebelum kehamilan 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup
diluar kandungan. Abortus terbagi menjadi:
a) Abortus spontan, abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar
untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
b) Abortus buatan, terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan (abortus provokatus).
c) Abortus infeksius, abortus yang disertai komplikasi infeksi. Penanganan
dengan pengosongan uterus.
d) Missed abortion, perdarahan disertai dengan retensi hasil konsepsi yang
telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Penanganannya dengan tindakan
dilatasi.
Tabel 3.1
Tanda dan Penanganan Abortus sesuai Jenisnya
Jenis Abortus Definisi Tanda Penanganan
Perdarahan pada usia Flek (darah Bedrest total
Imminens kehamilan < 20 coklat)
minggu, hasil
konsepsi masih dalam
uterus dan tanpa
adanya dilatasi
serviks.
2) Kehamilan Mola
Suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi, hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korealis disertai
dengan degenerasi hidropik. Tandanya adanya perdarahan, besar uterus tidak
sesuai umur kehamilan, tidak ada tanda pasti hamil, keluar jaringan mola,
kadar HCG positif, muka dan badan pucat kekuningan dan saat USG ada
gambaran seperti badai salju. Penanganannya adalah evakuasi mola
secepatnya dan periksa ulang secara teratur.
3) Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi
implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri, seperti di ovarium,
serviks dan tuba fallopi.
Tanda dan gejalanya adalah HCG positif, amenore, perdarahan vagina,
nyeri abdomen bagian bawah, pucat/anemi, kesadaran menurun dan lemah,
syok hipovolemik, nyeri goyang porsio dan perut kembung. Penanganannya
dilakukan stabilisasi dengan merestorasi cairan tubuh dengan larutan
kristaloid dan tindakan operatif.
b. Hipertensi Gravidarum
Hipertensi dalam kehamilan berarti bahwa wanita telah menderita
hipertensi sebelum hamil atau disebut pre-eklampsia tidak murni. Hipertensi
dalam kehamilan sering dijumpai dalam klinis, yang terpenting adalah
menegakkan diagnosis seawal mungkin.
Tabel 3.2
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII (2003)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 180
Pre Hipertensi 120-139 80-90
Hipertensi stadium I 140-159 90-99
Hipertensi stadium II > 160 > 10
1) Pengertian
Hipertensi dalam kehamilan menurut WHO adalah tekanan sistol > 140 atau
tekanan diastol > 90 mmHg. Kenaikan tekanan sistolik > 15 mmHg
dibandingkan tekanan darah sebelum hamil atau pada trimester pertama
kehamilan.
2) Klasifikasi Hipertensi
a) Hipertensi Essensial
Hipertensi terjadi sebelum kehamilan atau pada 20 pekan pertama
kehamilan yang menetap sampai 12 pekan pasca persalinan.
b) Hipertensi Gestasional
Kenaikan tekanan darah diatas normal pada waktu kehamilan tanpa terjadi
proteinuria, dan kembali normal dalam 12 pekan pasca persalinan.
c) Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Hipertensi ringan sampai berat dengan proteinuria (> 0,3 gr dalam 24 jam).
Jika tidak ada proteinuria, tersangka preeklampsia bila terjadi kenaikan
tekanan darah dan ada keluhan sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri
perut. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar creatinin serum
>1,2 mg/dl, jumlah trombosit < 100.000 sel /mm3, anemia hemolitik dan
kenaikan SGOT, SGPT.
d) Pre-Eklampsia dengan Hipertensi Kronik
Pre eklampsia yang terjadi pada penderita hipertensi esensial.
3) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan dengan memberikan obat
anti hipertensi antara lain Methyldopa, Labetalol, Nifedipin SR dan
Hydralazine.
b) Pre Eklamsia
Kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan disebut dengan
keracunan kehamilan, dengan tanda -tanda oedeme (pembengkakan)
terutama tampak pada tungkai dan muka, tekanan darah tinggi, dan terdapat
proteinuria pada pemeriksaan urine dari laboratorium (Rochjati, 2003).
Kematian karena eklampsia meningkat dengan tajam dibandingkan pada
tingkat pre-eklampsia berat
c) Persalinan Prematur
Persalinan Prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan mencapai 37 minggu. Persalinan prematur bisa merupakan suatu
proses normal yang dimulai terlalu dini atau dipicu oleh keadaan tertentu,
seperti infeksi rahim atau infeksi cairan ketuban. Sebagian besar kasus
persalinan prematur penyebabnya tidak diketahui secara pasti.
Faktor resiko terjadinya persalinan prematur:
(1) Pernah mengalami persalinan prematur pada kehamilan terdahulu
(2) Kehamilan ganda (kembar 2 atau 3)
(3) Pernah mengalami aborsi
(4) Memiliki serviks yang abnormal
(5) Memiliki rahim yang abnormal
(6) Menjalani pembedahan perut pada saat hamil
(7) Menderita infeksi berat pada saat hamil
(8) Pernah mengalami perdarahan pada trimester kedua atau ketiga
(9) Berat badan kurang dari 50 kg
(10) Pernah memakai DES (dietilstilbestrol)
(11) Merokok sigaret atau makakai kokain
(12) Tidak memeriksakan kehamilan.
d) Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang
letaknya normal terlepas dari pelekatannya sebelum janin lahir, terjadi pada
umur kehamilan diatas 22 minggu atau berat janin 500 gram. Tanda dan
gejalanya adalah uterus seperti papan, nyeri abdomen yang hebat dan tidak
dapat tertahankan, nyeri punggung, kolik, kontraksi hipertonik, nyeri tekan
pada uterus, DJJ dapat normal/ tidak normal, gerakan janin tidak stabil,
perdarahan tersembunyi dan syok. Penanganannya adalah atasi syok dan
anemia, tindakan operatif (SC atau partus pervaginam).
e) Abortus
Abortus adalah penghentian atau pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan 16 minggu atau sebelum plasenta selesai.
f) Rupture Uteri Imminens
Perdarahan dapat terjadi intraabdominal atau melalui vagina kecuali
jika kepala janin menutupi rongga panggul. Perdarahan dari rupur uteri pada
ligamentum latum tidak akan menyebabkan perdarahan intra abdominal.
5) Penanganan Umum
a) Lakukan segera pemeriksaan umum meliputi tanda vital (nadi, tensi,
respirasi, suhu)
b) Jika dicurigai syok, mulai pengobatan sekalipun gejala syok tidak jelas,
waspada dan evaluasi ketat karena keadaan dapat memburuk dengan cepat.
c) Jika ada syok segera terapi dengan baik
6) Pengetahuan dan Persiapan yang Dapat Dilakukan Ibu Menurut MNH
(Maternal and Neonatal Health Program) :
a) Memilih tenaga kesehatan dan tempat melahirkan pada waktu periksa hamil.
b) Mengenali persalinan yang normal dan memahami persiapan menghadapi
persalinan.
c) Mengenali tanda-tanda bahaya dan melaksanakan persiapan menghadapi
komplikasi.
d) Mengetahui sistem transportasi, tahu ke mana harus pergi bila terjadi
keadaan darurat, serta siapa yang akan tinggal untuk menjaga keluarga.
e) Memiliki tabungan pribadi dan dapat mengaksesnya bila diperlukan.
7) Upaya yang Dapat Dilakukan Ibu dalam DeteksiDdini terhadap Komplikasi
Kehamilan :
a) Dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu,
Puskesmas, Rumah Sakit paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan.
b) Dengan mendapat imunisasi TT 2x.
c) Bila ditemukan kelainan-kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih
sering dan lebih intensif.
d) Makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi gizi seimbang
8) Hal-hal yang Dapat Dilakukan Seorang Ibu untuk Menghindari terjadinya
Komplikasi Kehamilan
a) Dengan mengenal tanda-tanda bahaya kehamilan secara dini.
b) Segera Posyandu, Puskesmas, atau Rumah Sakit terdekat bila ditemukan
tanda-tanda bahaya kehamilan tersebut.
2. Tanda-Tanda Dini Bahaya/ Komplikasi Ibu dan Janin Masa Kehamilan Lanjut
a. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan per vaginam pada kehamilan lanjut terjadi setelah kehamilan
28 minggu. Perdarahan pervaginam dikatakan tidak normal bila terdapat tanda-
tanda:
Keluar darah merah segar atau kehitaman dengan bekuan.
Perdarahan kadang-kadang banyak/ tidak, terus-menerus.
Perdarahan disertai rasa nyeri.
Perdarahan semacam ini bisa berasal dari kelainan plasenta (plasenta previa,
solusio plasenta atau perdarahan yang belum jelas sebabnya) dan bukan dari
kelainan plasenta (erosi, polip, varises yang pecah).
1) Plasenta Previa
a) Pengertian
Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir.
b) Klasifikasi
Menurut De Snoo, diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada
pembukaan 4-5 cm, dan jika dikombinasikan dari pendapat beberapa ahli
kebidanan di Amerika, maka ditetapkan tiga klasifikasi plasenta previa,
yaitu:
(1) Plasenta previa totalis (sentralis): seluruh ostium ditutupi plasenta.
(2) Plasenta previa parsialis (lateralis): sebagian ostium ditutupi plasenta.
(3) Plasenta previa letak rendah (marginalis): tepi plasenta berada 3-4 cm di
atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.
Gambar 3.2
Plasenta Previa: (a) Totalis, (b) Lateralis/ Parsialis,
(c) Marginalis/ Letak Rendah
(Sumber: Fraser dan Cooper, 2003)
c) Tanda dan Gejala
Perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang.
d) Penanganan
Dengan terapi pasif yaitu jangan melakukan periksa dalam karena dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat, dapat menimbulkan infeksi, dan
merangsang his (kontraksi rahim) yang akan memicu terjadinya partus
prematurus; lakukan USG; evaluasi kesejahteraan janin; rawat inap/ tirah
baring atau terapi aktif dengan mengakhiri kehamilan.
2) Solusio Plasenta
a) Pengertian
Solusio Plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terlepas sebagian atau seluruhnya dari pelekatannya sebelum janin
lahir, terjadi pada umur kehamilan diatas 28 minggu.
b) Klasifikasi
Solusio plasenta menurut derajat lepasnya plasenta dibagi menjadi:
(1) Solusio plasenta lateralis/ parsialis
Bila hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dari tempat
perlekatannya.
(2) Solusio plasenta totalis
Bila seluruh bagian plasenta sudah terlepas dari perlekatannya.
(3) Prolapsus plasenta
Kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba pada
pemeriksaan dalam.
Gambar 3.3
Solusio Plasenta: (a) Marginalis, (b) Totalis
(Sumber: Fraser dan Cooper, 2003)
c. Penglihatan Kabur
1) Pengertian
Penglihatan kabur yaitu masalah visual yang mengindikasikan keadaan
yang mengancam jiwa adalah adanya perubahan visual yang mendadak,
misalnya pandangan yang kabur atau berbayang secara mendadak.
2) Penyebab
Perubahan penglihatan ini mungkin disertai dengan sakit kepala yang
hebat dan mungkin suatu tanda dari pre-eklamsia.
3) Tanda dan Gejala
a) Masalah visual yang mengidentifikasikan keadaan yang mengancam adalah
perubahan visual yang mendak.
b) Perubahan visual ini mungkin disertai sakit kepala yang hebat dan mungkin
menandakan preeklamsia.
4) Diagnosa Penunjang
a) Pemeriksaan data
b) Periksa TD, protein urine, reflex, dan edema
5) Penanganan
Berikan konseling pada ibu mengenai tanda-tanda pre-eklamsia dan
segera merujuknya ke dokter spesialis kandungan.
A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu memahami
serta menerapkan pendokumentasian asuhan pada ibu hamil.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa dapat menjelaskan model pendokumentasian,
prinsip dokumentasi, dan aspek legal dokumentasi.
D. Uraian Materi
PENDAHULUAN
Pendokumentasian merupakan hal penting yang harus diketahui dan dikuasai oleh
pemberi asuhan pelayanan kebidanan, karena pendokumentasian merupakan bukti tertulis
tentang tindakan yang dilakukan oleh pemberi pelayanan.
Dokumentasi berasal dari bahasa Inggris yaitu document yang berarti satu atau
lebih lembar kertas resmi dengan tulisan diatasnya. Dokumentasi adalah sekumpulan
catatan, penyimpanan dan desiminasi dari catatan informasi dalam sistem terintergrasi
untuk penggunaan yang efisien dan mudah diterima. Dokumentasi kebidanan adalah
suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang kondisi dan perkembangan
kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan (bidan,
dokter, perawat dan pertugas kesehatan lain). Dalam pelayanan kebidanan, dokumentasi
merupakan bagian dari kegiatan bidan setelah memberikan asuhan kebidanan.
Bidan
Dokter
Bidan
2. Prinsip Dokumentasi
Catatan pasien merupakan dokumen yang legal dan bermanfaat bagi dirinya
sendiri juga bagi tenaga kesehatan yang mengandung arti penting dan perlu
memperhatikan prinsip dokumentasi yang dapat ditinjau dari dua segi:
a. Ditinjau dari Isi
1) Mempunyai nilai administratif
Suatu berkas pencatatan mempunyai nilai medis, karena cacatan
tersebut dapat digunakan sebagai dasar merencanakan tindakan yang harus
diberikan kepada klien.
2) Mempunyai nilai hukum
Semua catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi
dan bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan
profesi kebidanan, di mana bidan sebagai pemberi jasa dan klien sebagai
pengguna jasa, maka dokumentasi dapat digunakan sewaktu-waktu, sebagai
barang bukti di pengadilan. Oleh karena itu data-data harus di identifikasi
secara lengkap, jelas, objektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan
3) Mempunyai nilai ekonomi
Dokumentasi mempunyai nilai ekonomi, semua tindakan kebidanan
yang belum, sedang, dan telah diberikan dicatat dengan lengkap yang dapat
digunakan sebagai acuan atau pertimbangan biaya kebidanan bagi klien.
4) Mempunyai nilai edukasi
Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena isi menyangkut
kronologis dari kegiatan asuhan kebidanan yang dapat dipergunakan sebagai
bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi kesehatan lainnya.
5) Mempunyai nilai penelitian
Dokumentasi kebidanan mempunyai nilai penelitian, data yang
terdapat didalamnya dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan
pengembangan profesi kebidanan.
b. Ditinjau dari Teknik Pencatatan
1) Mencantumkan nama pasien pada setiap lembaran catatan
2) Menulis dengan tinta (idealnya tinta hitam)
3) Menulis/menggunakan dengan symbol yang telah disepakati oleh institusi
untuk mempercepat proses pencatatan
4) Menulis catatan selalu menggunakan tanggal, jam tindakan atau observasi
yang dilakukan sesuai dengan kenyataan dan bukan interpretasi.
5) Hindarkan kata-kata yang mempunyai unsur penilaian; misalnya: tampaknya,
rupanya dan yang bersifat umum
6) Tuliskan nama jelas pada setiap pesanan, pada catatan observasi dan
pemeriksaan oleh orang yang melakukan
7) Hasil temuan digambarkan secara jelas termasuk keadaan, tanda, gejala,
warna, jumlah dan besar dengan ukuran yang lazim dipakai. Interpretasi data
objektif harus didukung oleh observasi
8) Kolom jangan dibiarkan kosong, beri tanda bila tidak ada yang perlu ditulis.
9) Coretan harus disertai paraf disampingnya.
ACOG. 2002. Committee Opinion: Exercise Opinion: Exercise during pregnancy and the
postpartum period. Obstetrics and Gynaecology. 99;(1): 171-173
Arisman, MB. 2003. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Bartini, Istri. 2012. ANC: Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Normal (ASKEB I).
Yogyakarta: Nuha Medika
Bobak. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Brayshaw, Eileen, alih bahasa Ramona P. Kapoh. 2007. Senam Hamil dan Nifas:
Pedoman Praktis Bidan. Jakarta: EGC
Christianasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika
Cunningham, H. et. al. 2005. Williams Obstetrics. 22nd. New York: McGraw-Hill
DepKes RI. 2001. Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.
Jakarta
Dewi, Vivian Nany Lia., Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis.
Jakarta: Salemba Medika
Jannah, Nurul. 2011. Biologi Reproduksi. Cetakan I. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Kusmiyati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitramaya
Kusmiyati, Yuni. 2010. Penuntun Praktikum Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: Fitramaya
Manuaba, Ida Bagus Gede, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media
Mochtar, Rustam. 2001. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Mufdalifah. 2009. Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika
Pantika, Ika, dan Saryono. 2010. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta: Nuha
Medika
Pearce, E. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Prawirohardjo, Sarwono. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Pusdiknakes. 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Fisiologis bagi Dosen
Diploma III Kebidanan – Buku 2 Asuhan Kebidanan Ante Partum. Jakarta:
Pusdiknakes
Ramadhy, Asep Sufyan. 2011. Biologi Reproduksi. Cetakan I. Bandung: PT Refika
Aditama
Romauli, Suryati. 2011. Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika
Salmah., dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Antenal. Jakarta: EGC
Saifuddin, et al. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Scott, J. 2002. Buku Saku Obstetr Gnekologi. Jakarta: Widya Medika
Setianto, Heru. 2015. Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Hasil Konsepsi.
(https://www.herusetianto.com/2015/02/pertumbuhan-dan-perkembangan-
hasil.html)
Siswosudarno, Risanto, dkk. 2008. Obsteri Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Cendikia
Sulistyawati, Ari. 2014. Asuhan Kebidnan pada Masa Kehamilan. Edisi Revisi. Jakarta:
Salemba Medika
Varney, Helen.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan volume 1 .Jakarta: EGC
Wildan, Moh, dan A.Aziz Alimul Hidayat. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Yeyeh, Ai, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Jakarta: Trans Info Media
Yulaikhah, Lily.2008. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan.Jakarta: EGC