Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN

TB RESISTAN OBAT (MTPTRO)


Definisi TBC resistan obat, TBC MDR dan TBC XDR
 TBC resistan Obat adalah TBC yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah mengalami
kekebalan terhadap OAT.
 Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TBC MDR
adalah TBC resistan Obat terhadap minimal 2 (dua) obat anti
TBC  yang paling poten yaitu INH dan Rifampisin secara
bersama sama atau disertai resisten terhadap obat anti TBC
lini pertama lainnya seperti etambutol, streptomisin dan
pirazinamid.
 Extensively Drug Resistant Tuberculosis atau XDR TBC
adalah TBC MDR disertai dengan kekebalan terhadap obat
anti TBC lini kedua yaitu golongan fluorokuinolon dan
setidaknya satu  obat anti TBC lini kedua suntikan seperti
kanamisin, amikasin atau kapreomisin.
 

Penularan TBC Resistan Obat, TBC MDR dan TBC XDR?


Penularan kuman TBC resistan obat, TBC MDR maupun TBC XDR adalah sama seperti penularan
kuman TBC yang tidak resistan obat pada umumnya. Orang yang tertular (terinfeksi) kuman TBC
Resistan obat, TBC MDR atau TBC XDR dapat berkembang menjadi “sakit TB” dan akan
mengalami“ sakit TBC MDR” dikarenakan yang ada di dalam tubuh pasien tersebut adalah kuman
TBC MDR. Pasien TBC MDR dapat menularkan kuman TBC yang resistan obat kepada masyarakat
disekitarnya.

Bagaimana kuman TBC dapat menjadi resistan?


Resistan terhadap obat anti TBC dapat terjadi pemberian obat yang tidak tepat yaitu pasien tidak
menyelesaikan pengobatan yang diberikan, petugas kesehatan memberikan pengobatan yang tidak
tepat baik paduan, dosis, lama pengobatan dan kualitas obat,demikian pula adanya kendala
suplaiobat yang tidak selalu tersedia.

 
Siapa yang mempunyai risiko terkena TBC Resistan
obat, TBC MDR dan TBC XDR?
TBC Resistan obat dapat mengenai siapa saja, akan tetapi biasanya terjadi pada orang yang:

 Tidak menelan obat TBC secara teratur atau seperti yang


disarankan oleh petugas kesehatan
 Sakit TBC berulang serta mempunyai riwayat mendapatkan
pengobatan TBC sebelumnya
 Datang dari wilayah yang mempunyai beban TBC Resistan
obat yang tinggi
 Kontak erat dengan seseorang yang sakit TBC Resistan Obat,
TBC MDR, atau TBC XDR.
 

Diagnosis TBC Resistan Obat, TBC MDR dan  TBC


XDR
Diagnosis TB Resistan obat, TBC MDR dan TBC XDR dilakukan dengan menggunakan tes cepat
dengan metode PCR (Xpert MTB/RIF), pemeriksaan biakan serta uji kepekaan kuman terhadap
obat TBC (Drugs Sensitivity Test/DST).
 

Pengobatan TBC Resistan Obat, TBC MDR dan TBC


XDR
Pengobatan TBC Resistan Obat, TBC MDR, dan TBC XDR lebih sulit jika dibandingkan dengan
pengobatan kuman TBC yang masih sensitif. Angka keberhasilan pengobatan tergantung kepada
seberapa cepat kasus TB resistan obat ini teridentifikasi dan ketersediaan pengobatan yang efektif.
TBC resitan obat dan TBC MDR dapat disembuhkan, meskipun membutuhkan waktu sekitar 18-24
bulan. Harga obat TBC lini kedua jauh lebih mahal (± 100 kali lipat dibandingkan pengobatan TBC
biasa) dan penanganannya lebih sulit. Selain paduan pengobatannya yang rumit, jumlah obatnya
lebih banyak dan efek samping yang disebabkan juga lebih berat.
Pengobatan TBC XDR lebih sulit lagi karena kuman TBC telah kebal terhadap OAT lini pertama
maupun lini kedua sehingga pilihan paduan OAT TBC XDR sangat terbatas. Meskipun demikian di
beberapa negara yang banyak ditemukan pasien TBC XDR melaporkan keberhasilan pengobatan
sebesar 50-60 % tergantung dari seberapa berat penyakitnya, status imunitas pasien serta berapa
banyak OAT lini pertama dan kedua yang sudah tidak dapat lagi digunakan karena kuman TBC
telah kebal. 
 
Bagaimana  mencegah terjadinya TBC resistan obat,
TBC MDR dan TBC XDR?
 Kunci pencegahan TBC MDR adalah dengan mendiagnosis
secara dini setiap terduga TBC resistan obat dan dilanjutkan
dengan pengobatan dengan OAT lini kedua sesuai standar.
Pengobatannya harus dipantau kepatuhan dan
ketuntasannya, serta harus dilaporkan kedalam system
surveilans.
 Pengobatan TBC dengan tatalaksana yang tidak standar baik
dalam hal paduan, lama dan cara pemberian pengobatan
dapat menjadi factor pencetus untuk meningkatnya jumlah
kasus TBC resistan obat dan TBC MDR. Penggunaan obat
anti TBC lini kedua (missal siprofloksasin, ofloksasin,
levofloksasin, kanamisin dll) secara sembarangan dapat dapat
memicu  munculnya TBC XDR.
 Untuk mencegah penularan kuman TBC MDR, pencegahan
dan pengendalian infeksi yang tepat harus dilakukan disetiap
fasyankes yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien TBC Resistan obat, TBC MDR/ XDR, termasuk juga
menjaga lingkungan tempat tinggal pasien TBC Resistan obat,
TBC MDR/ XDR.
 
Manajemen Terpadu Pengendalian TBC Resistan Obat
(MTPTRO) atau Programmatic Management of Drug
Resistant TB (PMDT)
 MTPTRO adalah kegiatan yang bertujuan untuk menangani
pasien TBC resistan obat, TBC MDR, dan TBC XDR. Strategi
kegiatan ini didasarkan pada 5 komponen DOTS yaitu :
 Komitmen politis berkesinambungan untuk meningkatkan sumberdaya
manusia dan sumberdaya keuangan dalam penanganan TBC MDR.
 Diagnosis berkualitas melalui tes cepat dengan metode PCR (Xpert
MTB/RIF), pemeriksaanbiakan dan uji kepekaan obat (DST) yang terjamin
mutunya untuk deteksi kasus pada orang yang diduga (suspek) TBC
Resistan obat.

 Pengawasan menelan obat secara langsung menggunakan paduan OAT lini


kedua.

 Ketersediaan OAT lini kedua secara berkesinambungan.

 Sistem pencatatan dan pelaporan yang memastikan penilaian terhadap hasil


keluaran setiap pasien dan penilaian terhadap program DOTS secara
keseluruhan.

 Dua tujuan utama MTPTRO adalah:


 Mencegah terjadinya kasus TBC Reistan obat melalui pelayanan DOTS yang
bermutu

 Melaksanakan manajemen kasus TBC Resistan Obat secara terstandarisasi

 Komponen utama dalam MTPTRO:


 Diagnosis dengan menggunakan kultur dan uji kepekaan obat di
laboratorium yang tersertifikasi oleh Laboratorium Supranasional;

 Pengobatan TBC Resistan Obat (TB MDR) yang terstandarisasi yang


dilakukan oleh Tim Ahli Klinis di RS Rujukan TBC MDR;

 Pelayanan di fasilitas layanan rawat jalan penuh, kecuali jika kondisi klinis
pasien memburuk dan terdapat keputusan tim ahli klinis untuk dirawat inap;
dan

 Pengawasan menelan obat secara langsung setiap hari oleh petugas


kesehatan.

 MTPTRO memerlukan dukungan dan keterlibatan aktif dari


para pemangku kepentingan di berbagai tingkatan mulai dari
tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
 Perkembangan MTPTRO di Indonesia semakin tahun semakin
meningkat, salah satunya dengan semakin banyakanya
Rumah Sakit/ Balai Layanan Kesehatan TB RO. Seluruh
Provinsi di Indonesia (34 Provinsi) sudah memiliki minimal
satu (1) Rumah Sakit/ Balai Layanan Kesehatan TB RO.
 Dukungan pemerintah untuk terus menyediakan layanan TB
RO secara universal adalah dengan adanya Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/350/2017
tentang Rumah Sakit dan Balai Kesehatan Pelaksana
Layanan Tuberkulosis Resistan Obat
 Hingga tahun 2019, terdapat 198 RS/ Balkes Layanan TB RO
yang telah beroperasional dan tersebar di 34 Provinsi di
Indonesia

Alur Diagnosis TB RO :
 Pada awalnya, pengobatan standar untuk pasien TB RO
hanya ada satu pilihan dengan lama pengobatan selama 20-
24 bulan
 Kemudian perkembangan pengobatan TB RO di Indonesia
semakin maju setelah  WHO mengeluarkan secara resmi
rekomendasi pengobatan jangka pendek untuk pasien TB RO,
dimana lama pengobatan pasien TB RO hanya 9 – 11 bulan.
 Indonesia mulai mempersiapkan implementasi paduan jangka
pendek untuk pasien TB RO sejak 2016 dan pasien pertama
yang diobati dengan paduan jangka pendek pada bulan
September 2017.
 

Alur Pengobatan Pasien TB RO :

 Paduan Pengobatan TB RO :
1. Paduan Jangka Pendek

4-6 Km – Mfx – Eto (Pto) – H (DT)  – Cfz – E – Z / 5 M

* tahap awal selama 4 – 6 bulan dan tahap lanjutan selama 5 bulan

2. Paduan Individual
 Pasien TB RO yang tidak dapat diberikan paduan jangka pendek akan mendapatkan paduan
individual

 Paduan individual terdiri dari setidaknya 5 obat efektif yaitu 4 obat inti lini kedua ditambah
pirazinamid (Z).

 Lama Pengobatan 20 – 24 bulan

 Cara Pemilihan Paduan Individual :

 1 obat dari grup A


 1 obat dari grup B
 Sisanya dari grup C, D2 atau D3 sampai terpenuhi sejumlah 5 obat efektif

 Jenis-Jenis Obat dalam Paduan Pengobatan TB RO yang tersedia

Levofloxacin (Lfx)

Moxifloxacin (Mfx)

Kanamisin (Km)
Capreomisin (Cm)

Clofazimin (Cfz)

Etambutol (E)

Ethionamid (Eto)

Pirazinamid (Z)

 Angka penemuan kasus TB RO semakin tahun semakin meningkat. Namun tidak diimbangi
dengan angka pengobatan pasien TB RO. Pada tahun 2017, angka pengobatan pasien TB RO
sebesar 59% namun menurun pada tahun 2018 menjadi 51%.

Angka keberhasilan pengobatan TB RO rata-rata 50%, sedangkan angka putus berobat/ lost to
follow up (LFU) sebesar (~30%)
TANTANGAN
 Masih tingginya angka lost to follow up/ putus berobat pasien
TB RO. Berbagai penyebab dan alasannya antara lain :

 Masih rendahnya angka pengobatan pasien. Berbagai


penyebab dan alasan pasien tidak memulai pengobatan
antara lain :
 Ekspansi layanan TB RO dan desentralisasi layanan TB RO
belum maksimal
 Sistem surveilance yang belum optimal dimana masih ada
kasus yang tidak dilaporkan (manual vs eTB manager)
 Terbatasnya dukungan di daerah termasuk dukungan sosial
ekonomi

STRATEGI
 Seluruh RS/ Balkes yang masuk dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/350/2017 harus dapat
menyediakan layanan TB RO pada tahun 2019 dan
dilanjutkan dengan ekspansi perluasan layanan TB RO di
semua distrik (514 distrik pada tahun 2020) dan satelit TB RO
(9754 satelit pada 2020)
 Perluasan dan desentralisasi layanan TB RO ke Puskesmas
 Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di pusat,
daerah dan komunitas melalui berbagai pelatihan (Training
FKRTL, pelatihan manajemen klinis untuk klinisi dan asuhan
keperawatan untuk perawat, pelatihan TCM untuk petugas
Lab, dan pelatihan logistik untuk petugas farmasi)
 RS/ Balkes TB RO secara mandiri melakukan peningkatan
kualitas layanan TB RO melalui benchmarking tool, clinical
audit, telaah kohort (triwulanan), mini kohort (bulanan),
Monthly Interm Cohort Analysis (MICA), dan implementasi
aDSM (Active TB Drug-Safety Monitoring and Management)
atau manajemen efek samping obat
 Pelaksanaan Mentoring Klinis TB RO
 Pemberian dukungan sosial ekonomi untuk semua pasien TB
RO (enabler)
 Meningkatkan pelibatan komunitas dalam dukungannya
kepada pasien TB RO (dukungan psikososial, pendampingan
pendidik sebaya, manajer kasus, konseling)
 Dukungan multisektoral seperti organisasi profesi, BPJS
terkait pembiayaan TB RO, farmalkes terkait ketersediaan
obat, dan yankes terkait kesiapan RS/ Balkes dalam
menyediakan layanan TB RO

Anda mungkin juga menyukai