Anda di halaman 1dari 18

Tanggal: 11 Januari 2022

Nama asisten:

Respon Pertumbuhan Lactobacillus plantarum dan Saccharomyces


cerevisiae Terhadap Kebutuhan Vitamin (Biotin)

1. Pendahuluan
Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah sel melalui
pembelahan sel dan bersifat fundamental dalam keberlangsungan hidup suatu spesies
(Madigan et al., 2018). Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
tersebut adalah nutrien – yang bersifat unik pada setiap jenis mikroba – yang pada umumnya
harus dapat memenuhi kebutuhan asam amino, purin, pirimidin, dan vitamin (Fitri, 2019).
Vitamin dapat berpengaruh dalam inaktivasi dan induksi enzim melalui peran sebagai
kofaktor enzim sehingga dapat mengatur proses metabolisme, juga bersifat essensial yang
artinya tidak semua organisme dapat memproduksinya (Black, 2015). Biotin merupakan salah
satu jenis vitamin yang larut dalam air, biasa disebut vitamin H, yang termasuk dalam vitamin
B komplek (Bonjour,1991). Umumnya, mikroba memiliki kemampuan beradaptasi masing-
masing dengan melakukan berbagai metabolisme terhadap substrat yang ada di
lingkungannya (Black, 2015). Lactobacillus plantarum dan Saccharomyces cerevisiae
merupakan contoh bakteri yang keduanya memiliki peran penting dalam proses fermentasi
makanan, namun memiliki transporter dan proses metabolisme yang berbeda satu sama lain
(Wuryanti, 2016). Pada praktikum ini, Lactobacillus plantarum dan Saccharomyces cerevisiae
ditumbuhkan pada lingkungan mengandung biotin dan diuji secara kuantitatif untuk
menentukan pengaruh biotin terhadap respon pertumbuhannya. Salah satu contoh
pengaplikasian dari praktikum ini adalah meningkatkan produksi biomassa Aspergillus niger
melalui penambahan Vitamin (biotin) (Wuryanti, 2016).

2. Tujuan
1. Menentukan turbiditas L. plantarum akibat perbedaan konsentrasi biotin pada
waktu 0, 18, dan 36 jam.
2. Menentukan mol asam L. plantarum akibat perbedaan konsentrasi biotin pada
waktu 0, 18, dan 36 jam.
3. Menentukan turbiditas S. cerevisiae akibat perbedaan konsentrasi biotin pada waktu
0, 18, dan 36 jam.
4. Menentukan mol asam S. cerevisiae akibat perbedaan konsentrasi biotin pada waktu
0, 18, dan 36 jam.
3. Hipotesis
1. Semakin tinggi konsentrasi biotin, semakin tinggi turbiditas L. plantarum, namun
seiring waktu turbiditasnya menurun.
2. Semakin tinggi konsentrasi biotin, semakin tinggi mol asam yang dihasilkan oleh L.
plantarum, namun seiring waktu mol asam yang diproduksi menurun.
3. Semakin tinggi konsentrasi biotin, semakin tinggi turbiditas S. cerevisiae yang
ditunjukkan oleh hasil pengukuran OD seiring waktu.
4. Semakin tinggi konsentrasi biotin, semakin tinggi mol asam yang dihasilkan oleh S.
cerevisiae seiring waktu.
4. Cara kerja
A. Cara Kerja untuk kultur L. plantarum
1. Penyiapan Inokulum Kultur L. plantarum

Kultur L. plantarum

• Dilakukan aktivasi dengan menginokulasi 2-4 oose kedalam 25 mL PTT


selama 24 jam pada suhu 37oC
• Disubkultur 10% di 50 mL PTT
• Diinkubasi 16-18 jam di 37oC
• Disubkultur 10% di 50 mL PTT
• 5 mL kultur dimasukkan kedalam falcon
• Disentrifugasi 4000g 10 menit
• Didekantasi

Hasil Inokulum

2. Inokulasi dan inkubasi

Kultur L. plantarum

• Diberi larutan fisiologis steril 10 mL dan diresuspensi


• Dimasukkan 0,2 mL ke dalam masing-masing tabung perlakuan L1-L10
• Inkubasi 24 jam 37 oC tanpa dishaker

Hasil Inkubasi

Keterangan perlakuan:
3. Pengamatan Turbiditas

1 ml sampel

• Dimasukan kedalam kuvet dan diukur turbiditasnya pada serapan 400 nm


dengan blanko medium steril
• Dilakukan secara triplo pada waktu inkubasi 0, 18, dan 36 jam

Hasil Pengamatan

4. Pengamatan Mol Asam

1 ml sampel umur 36 jam

• Dimasukan kedalam Erlenmeyer 100 mL, diencerkan dengan 9 mL akuades.


• Ditambahkan 3 tetes PP
• Dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga warna larutan berubah agak
kemerahmudaan

Hasil Pengamatan

B. Cara Kerja untuk kultur S. cerevisiae


1. Penyiapan Inokulum Kultur S. cerevisiae

Kultur S. cerevisiae

• Dilakukan aktivasi dengan menambahkan 1-2 oose kultur dalam 25 mL medium


PDB, ditumbuhkan selama 24 jam di dalam shaker (untuk aerasi) 20 oC
• Disubkultur 10% di 50 mL PDB
• Diinkubasi 18-24 jam dalam shaker
• 5 mL kultur dimasukan dalam falcon
• Disentrifugasi 4000g 10 menit
• Didekantasi
• Pellet dicampur 5 mL akuades steril.
• Disentrifugasi (diulangi 2x)

Pelet bersih
2. Inokulasi dan Inkubasi

Pelet S. cerevisiae dalam falcon

• Diberi akuades steril 5 mL, diresuspensi


• Dimasukkan 0,2 mL masing-masing ke dalam tabung S11-S20
• Inkubasi 24 jam 30oC tanpa dishaker

Hasil Pengamatan

Keterangan perlakuan:

3. Pengamatan Turbiditas

1.5 ml sampel

• Dimasukan kedalam kuvet dan diukur turbiditasnya pada serapan 400 nm


dengan blanko medium steril
• Dilakukan secara triplo pada waktu inkubasi 0, 18, dan 36 jam

Hasil Pengamatan

4. Pengamatan Mol Asam

1 ml sampel umur 36 jam

• Dimasukan kedalam Erlenmeyer 100 mL, diencerkan dengan 9 mL akuades.


• Ditambahkan 3 tetes PP
• Dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga warna larutan berubah agak
kemerahmudaan

Hasil Pengamatan
5. MSDS
6. Studi literatur
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Faktor tersebut
meliputi aspek fisik dan kimia seperti pH, suhu, keberadaan oksigen, tekanan hidrostatik,
tekanan osmotik, kelembaban dan radiasi (Black, 2015). Selain itu, nutrisi yang dibutuhkan
dalam jumlah banyak seperti karbon, nitrogen, belerang dan fosfor hingga berbagai unsur
hara mikro seperti vitamin dan mineral berperan penting dalam pertumbuhan mikroba
(Madigan, 2018). Adaptasi sel dalam menghadapi keadaan nutrisi terbatas juga menjadi
penting. Terdapat mikroba yang memiliki kemampuan yang baik dalam mengambil nutrisi
dari luar sel, yang mampu mensintesis suatu zat yang dibutuhkan dalam sel, dan yang mampu
mengendalikan laju penggunaan nutrien tertentu agar dapat tetap hidup walau dalam
keadaan kurang nutrisi, permeabilitas membran juga menjadi penting dalam pertumbuhan
bakteri terutama dalam kemampuan transpor nutrien ke dalam sel (Black, 2015). Interaksi
antar mikroba baik dalam maupun diluar spesiesnya juga menjadi salah satu faktor yang
memengaruhi pertumbuhan mikroba (Black, 2015).
Kecukupan nutrisi yang perlu dipenuhi agar mikroba dapat tumbuh dengan baik berkaitan
erat dengan rasio jumlah karbon yang dikonsumsi terhadap pengurangan komponen
nitrogen (Sobieszuk &Szewczyk, 2005). Pada praktikum ini, digunakan PDB yang termasuk
medium umum yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kebanyakan mikroba (Reynolds,
2021). C:N yang nilainya 12 pada PDB mampu mendukung pertumbuhan fungi dan ragi
(Strickland & Rousk, 2010). Potato Dextrose Broth (PDB) dapat diperoleh melalui pelarutan
26.5g bubuk PDB menggunakan 1 L air distilasi, kemudian diaduk, dipanaskan, lalu
disterilisasi menggunakan panas lembab dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
(Makky et al., 2021). PDB memiliki pH bersifat asam yang dapat mencegah pertumbuhan
dari bakteri. Pertumbuhan pada medium PDB diindikasikan dengan turbiditas yang diukur
melalui pengukuran OD (Power & Johnson, 2009).
PTT atau Pantothenate culture biasa digunakan untuk menentukan konsentrasi asam
pantotenat dan garamnya pada bakteri Lactobacillus plantarum. Pantothenanate Medium
mengandung nutrisi dan beberapa vitamin yang bersifat esensial dalam proses kultivasi L.
plantarum. Umumnya Nutrisi dalam PTT terkandung nutrien antara lain asam amino,
karbohidat, basa nitrogen, garam, dan vitamin, tetapi tidak mengandung asam pantotenat
(Power & Johnson, 2009). Pada percobaan, medium dimodifikasi menjadi mengandung
asam pantotenat dan tanpa vitamin biotin. Penambahan vitamin dengan konsentrasi
yang spesifik dapat mengakibatkan pertumbuhan sel yang dapat diukur secara turbiditas
(Wuryanti, 2016).
Secara umum, metabolisme dapat didefinisikan sebagai seluruh proses kimiawi yang terjadi
pada makhluk hidup. Metabolisme sendiri terbagi menjadi dua, yang pertama yakni
anabolisme yang merupakan reaksi untuk mensintesis atau pembentukan molekul yang
kompleks dari molekul-molekul yang lebih sederhana, dan prosesnya memerlukan energi.
Anabolisme dibutuhkan dalam pertumbuhan, reproduksi, dan perbaikan struktur sel.
Metabolisme lain adalah katabolisme, atau proses pemecahan molekul kompleks menjadi
molekul yang lebih sederhana sehingga dapat digunakan kembali sebagai building blocks.
Proses ini melepas energi, dan dibutuhkan sebagai sumber energi bagi makhluk hidup dalam
melakukan kegiatan seperti pergerakan, transpor, atau sintesis molekul kompleks (Black,
2015).
Biotin yang umum dikenal sebagai vitamin H atau vitamin B7 merupakan suatu vitamin B-
kompleks yang larut dalam air. Biotin merupakan kofaktor yang berperan dalam transfer CO2
dalam beberapa enzim karboksilase. Struktur biotin terdiri atas cincin tetrahidroimidizalon
yang menempel dengan cincin tetrahidrotiofen, dan cincin asam valerat menempel pada
salah satu atom di cincin tetrahidrotiofen. Pada sel, biotin berikatan dengan biotin carboxyl
carrier protein (BCCP) melalui biotin protein ligase. Biotin sendiri merupakan koenzim pada
enzim-enzim karboksilase yang berperan dalam mengkatalisis berbagai reaksi metabolisme
pada transfer karbon dioksida. Biotin memiliki peranan penting pada sintesis asam lemak,
katabolisme asam amino rantai bercabang, dan dalam proses glukoneogenesis (Trüeb, 2016).
Biotin ini membentuk ikatan kovalen dengan gugus amino epsilon dari residu lisin dalam
enzim karboksilase, reaksi biotinilasi melibatkan ATP dikatalisis oleh enzim yang bernama
holokarboksilase sintase (Medicine LibreTexts, 2020). Pada makanan, biotin terdapat pada
kacang kedelai, telur, ikan salmon, susu, dan lain-lain. Karena fungsinya sebagai komponen
pada enzim, biotin sangat esensial bagi reaksi-reaksi metabolisme, dan menjadi suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi (Mock, 2017)
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri Gram-positif yang tergolong dalam bakteri asam
laktat, dan umum digunakan dalam industri pangan sebagai starter probiotik. Bakteri asam
laktat sendiri umum digunakan dalam fermentasi makanan, terutama untuk mencegah
pembusukan produk makanan seperti daging, sayuran, buah-buahan, dan susu. Bakteri asam
laktat dapat mengubah karbohidrat dengan cepat menjadi asam laktat dan asam organik
lainnya yang menyebabkan pengasaman produk makanan (Wegkamp et al., 2010).
Berdasarkan alur metabolisme L. plantarum, folat, biotin dan piridoksamin tergolong sebagai
senyawa yang penting untuk pertumbuhan. Biotin juga pada kasus ini penting untuk
mensintesis asam lemak pada bakteri asam laktat. Uptake biotin memiliki berbagai
mekanisme, antara lain terdapat metode yang tidak bergantung pada suhu, pH, metabolisme
sel dan penghambatan oleh iodoasetat; sedangkan metode lainnya bergantung dengan
faktor-faktor tersebut (Waller & Lichstein, 1965).
Saccharomyces cerevisiae juga salah satu mikroba yang umum perannya dalam fermentasi
makanan maupun industrial. S. cerevisiae memperoleh biotin melalui protein transpor pada
membran selnya, yakni VHTI atau Vitamin H Transporter-I melalui mekanisme proton-biotin
symport. Impor biotin pada S. cerevisiae ini bergantung pada suhu, pH, dan tingkat
intraseluler. Suhu optimum untuk pengambilan biotin adalah pada 30C dengan pH optimal
3,8 hingga 4. Kelompok enzim pada S. cerevisiae yang bergantung pada kehadiran biotin
dalam medium adalah karboksilase piruvat (Pyc1 dan Pyc2), karboksilase asetil-koenzim A
(CoA), urea amidolyase (Dur1 dan Dur2), dan kofaktor sintetase aminoasil-tRNA Arc1 (Bracher
et al., 2017)
7. Prediksi hasil eksperimen
1. Gambar prediksi grafik peningkatan turbiditas mikroba terhadap konsentrasi biotin pada saat 0
jam, 18 jam, dan 36 jam.
a. L. plantarum
Ideal:

Grafik empiris hasil literatur:


Nilai OD

18 jam 36 jam
Pada hasil pengamatan L. plantarum, nilai OD menunjukkan tren naik hingga didapat nilai
tertinggi pada 18 jam, terlihat tren bahwa pada jam ke-36 turbiditas akan menurun. Hal ini
dapat disebabkan oleh biotin yang terus menurun pada medium dan mungkin habis.
b. S. cerevisiae
Ideal:

Grafik empiris hasil literatur:


Nilai OD

S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20
18 jam 36 jam

Nilai pertumbuhan tertinggi ditunjukkan pada pengamatan jam ke-36. Pertumbuhannya


meningkat seiring waktu dari 0 jam sampai 36 jam.
2. Gambar perbandingan hasil titrasi antara mikroba dengan berbagai konsentrasi biotin.
a. L. plantarum
Mol asam

Mol asam yang dihasilkan memiliki tren naik kemudian turun di satu titik konsentrasi
karena kadar vitamin yang berkurang.

b. S. cerevisiae
Mol asam

Mol asam yang dihasilkan cenderung stagnan kemudian sedikit menunjukkan tren naik.
8. Hasil pengamatan dan pembahasan
1. Turbiditas
2. Mol Asam
9. Kesimpulan dan saran
10. Daftar pustaka
Black, Jacquelyn G. (2015). Microbiology Principles and Explorations 8th edition. Arlington, VA :
John Wiley & Sons. pp. 115, 156-165
Bonjour, J. P., 1991, “Biotin. In: Handbook of Vitamins”, Marcel Dekker, Inc New York, page:
393-427
Bracher, J. M., de Hulster, E., Koster, C. C., van den Broek, M., Daran, J.-M. G., van Maris, A. J.
A., & Pronk, J. T. (2017). Laboratory Evolution of a Biotin-Requiring Strain for Full Biotin
Prototrophy and Identification of Causal Mutations. Applied and Environmental
Microbiology, 83(16), e00892-17
Cappuccino, James G., & Welsh, Chad T. (2019). Microbiology : a laboratory manual (12thed.).
New York : Pearson Education, Inc. pp. 104, 337-339
Fitri Nur Rica, F. N. R., Roosmarinto, R., & Budi Martono, B. M. (2019). PERBEDAAN JUMLAH
ANGKA KUMAN UDARA SEBELUM DAN SESUDAH PENGGUNAAN DUA ULTRAVIOLET
TUBE DI RUANG LABORATORIUM BAKTERIOLOGI JURUSAN ANALIS
KESEHATAN (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Madigan, M. T., Martinko, J. M., & Parker, J. (2018). Brock Biology of Microorganisms. Upper
Saddle River, NJ: Prentice Hall/Pearson Education. pp. 144
Makky, E. A., AlMatar, M., Mahmood, M. H., Ting, O. W., & Qi, W. Z. (2021). Evaluation
of the Antioxidant and Antimicrobial Activities of Ethyl Acetate Extract of
Saccharomyces cerevisiae. Food technology and biotechnology, 59(2), 127–136
Medicine LibreTexts. (2020). Vitamin B7 (Biotin). Retrieved from
https://med.libretexts.org/Courses/Dominican_University/DU_Bio_1550%3A_Nutrition
_(LoPr sto)/7%3A_Vitamins/7.3%3A_Water_Soluble_Vitamins/Vitamin_B7_(Biotin) on
10 February 2022.
Mock, D.M. (2017). Biotin: From Nutrition to Therapeutics. The Journal of Nutrition, 147(8):
1487- 1492
Power, D. A., & Johnson, J. A. (2009). Difco™ & BBL™ manual. Manual of Microbiological Culture
Media, 359-60.
Sobieszuk, Paweł & Szewczyk, K. 2006. Estimation of (C/N) Ratio for Microbial Denitrification.
Environmental Technology. 27. 103-8
Strickland, M. S., & Rousk, J. 2010. Considering fungal: Bacterial dominance in soils–methods,
controls, and ecosystem implications. Soil Biology and Biochemistry, 42(9), 1385–1395
Trüeb, Ralph M. (2016). Serum Biotin Levels in Women Complaining of Hair Loss. International
Journal of Trichology, 8(2): 73–77
Waller, J. R., & Lichstein, H. C. (1965). Biotin transport and accumulation by cells of
Lactobacillus plantarum. II. Kinetics of the system. Journal of Bacteriology, 90(4)
Wang, Xin., Cia, Kang., Yang, Xiaojing., & Tang, Chao. (2019). Growth strategy at microbes on
mixed carbon sources. Nature communications, 10(1): 1-7
Wegkamp, A., Teusink, B., De Vos, W. M., & Smid, E. J. (2010). Development of a minimal
growth medium for Lactobacillus plantarum. Letters in Applied Microbiology, 50(1), 57–
64
Wuryanti, W. (2016). Pengaruh penambahhan biotin pada media pertumbuhan terhadap
produksei sel Aspergillus niger. Bioma:Berkala Ilmiah Biologi, 10(2): 46-50

Anda mungkin juga menyukai