Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN RUMAH SAKIT

PERCOBAAN III
GEL SEBAGAI ANTI AGING

Dosen Pengampu :
Apt. Ana L Yusuf, M.Farm

Disusun Oleh :
Iis Siti N
Tia Listyani
Utari Meilani K
Vega Novayanti E
Vina Ipanka
Yunia Purwati
PROGRAM STUDI D-III FARMASI
STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2022
BAB I
PENDAHULUAN
I. TUJUAN
a. Mahasiswa dapat membuat sediaan gel
b. Mahasiswa dapat mengevaluasi sediaan gel
II. TEORI DASAR
Gel merupakan salah satu bentuk sediaan yang cukup digemari sebagai hand
sanitizer. Pada penelitian ini digunakan carbomer sebagai basis gel karena carbomer
sering digunakan pada sediaan gel topikal. Carbomer memiliki sifat mengiritasi yang
sangat rendah pada penggunaan berulang. Carbomer cocok untuk formulasi sediaan gel
yang mengandung air dan alkohol. Bahan antiseptik yang digunakan dalam formula
sediaan gel biasanya dari golongan alkohol (etanol, propanol, isopropanol) dengan
konsentrasi ± 50% sampai 70% dan jenis disinfektan yang lain seperti klorheksidin,
triklosan (swetman, 2002).
Alkohol sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap
berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi karena
merupakan pelarut organik maka alkohol dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum
pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi
mikroorganisme (swetman, 2002).
Golongan fenol yang digunakan dalam sediaan antiseptik tangan adalah triklosan.
Triklosan memiliki sebagian besar sifat antibakteri (membunuh atau memperlambat)
pertumbuhan bakteri. Triklosan yang paling sering digunakan untuk membunuh bakteri
pada kulit. Kadar triklosan yang dipilih pada penelitian ini adalah 0,5% dan 1% karena
peneliti ingin mengetahui berapa persen daya antiseptik yang dihasilkan dengan
menggunakan formula gel dalam basis carbomer yang mengandung triklosan pada kadar
0,5% dan 1% serta pengujian daya antiseptik dilakukan dengan menggunakan ibu jari.
Untuk menguji sediaan dilakukan tes pada pH, bobot jenis, viskositas dan sifat alir
(swetman, 2002).
suatu bentuk formulasi sediaan yang dapat mempermudah masyarakat
mendapatkan khasiat antijerawat dari umbi Bakung, yaitu dalam bentuk gel.Gel dipilih
karena tidak mengandung minyak sehingga tidak akan memperburuk jerawat, bening,
mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci, juga bentuk sediaan gel
cocok untuk terapi topikal pada jerawat terutama penderita dengan tipe kulit berminyak
(Voigt, 1994).
Gel adalah suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang
tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan
saling diresapi cairan. Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan
sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, cairan ini disebut gel satu fase. Jika massa gel
terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan
sebagai sistem dua fase dan sering pula disebut magma atau susu. Gel dianggap sebagai
dispersi koloid karena masing- masing mengandung partikel-partikel dengan ukuran
koloid (Voigt, 1994).
Gel secara luas digunakan pada berbagai produk obat-obatan, kosmetik dan
makanan,juga pada beberapa proses industri. Dalam bidang pengobatan, gel dapat
digunakan sebagai bahan dasar (pembawa) dalam pembuatan sediaan topikal.
Keuntungan dari gel dibandingkan dengan bentuk sediaan topikal lainnya yaitu
memungkinkan pemakaian yang merata dan melekat dengan baik, mudah digunakan,
mudah meresap, dan mudah dibersihkan oleh air. Penyimpanan gel harus dalam wadah
yang tertutup baik terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk (Voigt, 1994).
Dalam sediaan farmasi, gel digunakan untuk sediaan oral sebagai gel murni, atau
sebagai cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin, untuk obat topical yang langsung
dipakai pada kulit, membran mukosa atau mata, ataupun untuk sediaan dengan kerja yang
lama yang disuntikkan secara intramuskular. Zat pembentuk gel digunakan sebagai
pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral
dan sebagai basis supositoria. Dalam kosmetik, gel digunakan dalam berbagai ragam dan
aneka produk seperti: shampo, sediaan pewangi, pasta gigi dan sediaan untuk perawatan
kulit dan
rambut (swetman, 2002).
Karakteristik gel harus digunakan dengan tujuan penggunaan sediaan. Zat
pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi: inert, aman, tidak bereaksi dengan
komponen farmasi lain. Inkompatibilitas yang potensial dapat terjadi dengan mencampur
obat yang bersifat kation, pengawet, surfaktan dengan senyawa pembentuk gel anionic
(swetman, 2002).
Senyawa polieter menunjukkan antaraksi dengan fenol dan asam karboksilat.
Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat
seperti: padatan yang cukup baik, selama penyimpanan mudah dipecah bila diberikan
daya pada sistem. Tujuan utama penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk
menghasilkan efek terapeutik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Daerah
yang terkena umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat topikal tertentu
seperti emoliens, antimikroba, dan deodorant terutama bekerja pada permukaan kulit saja.
Apabila suatu sistem obat digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari
pembawanya dan berdifusi ke permukaan jaringan kulit, ada 3 jalan masuk yang utama
melalui daerah kantung rambut, melalui kelenjar keringat, dan stratum korneum yang
terletak diantara kelenjar keringat dan kantung rambut (swetman, 2002).
Faktor-faktor dalam penetrasi kulit yaitu pada dasarnya sama dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi absorpsi saluran cerna dengan laju difusi yang sangat tergantung
pada sifat fisika-kimia obat, dan hanya sedikit tergantung pada zat pembawa, pH, dan
konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit, yakni apakah kulit dalam
keadaan baik atau terluka, umur kulit, daerah kulit yang diobati, ketebalan fase pembatas
kulit, perbedaan spesies dan kelembapan yang dikandung oleh kulit (swetman, 2002).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya
yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut. Gel dibuat dengan peleburan atau
diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel. Polimer-
polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel meliputi gom alam agar, pektin,
tragacanth, serta bahan-bahan sintesis dan semisintesis seperti metilselulosa,
karboksimetilselulosa dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus
karboksil yang terionisasi. Carbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air
dengan adanya suatu zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin
untuk
membentuk suatu sediaan semipadat. Gel juga dapat dibentuk oleh selulosa seperti
hidroksipropilselulosa dan hidroksipropilmetilselulosa (Lachman, 1994).
Viskositas menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin
tinggi viskositas maka makin besar tahanannya sehingga cairan akan semakin sulit
mengalir. Tujuan dari penetapan viskositas adalah untuk mngetahui konsistensi gel. Gel
dibuat dengan peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat
mengembang dari gel. Alat yang digunakan untuk menetapkan viskositas disebut
viakotester RION (swetman, 2002).
Dalam membuat sediaan masalah stabilitas sediaan merupakan masalah yang
harus diatasi pertama kali dan kemudian formulasinya sebagai sediaan minuman
kesehatan yang dapat diterima dengan balk oleh konsumen. Kebenaran khasiat minuman
tersebut semata-mata bergantung pada proses produksinva. Meski sudah banyak orang
melakukan studi ini, tetapi kebanyakan masih dirahasiakan dalam bentuk paten dan
tidak dipublikasikan secara terbuka (Sprowls, 1970).
Gel adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase: padat dan cair.
Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal (seperti jelly), namun pada
rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida (mengalir). Berdasarkan berat,
kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun mereka juga memiliki sifat seperti
benda padat. Contoh gel adalah gelatin, agar-agar, dan gel rambut. Biasanya gel memiliki
sifat tiksotropi (Ing.: thyxotropy) : menjadi cairan ketika digoyang, tetapi kembali
memadat ketika dibiarkan tenang. Beberapa gel juga menunjukkan gejala histeresis.
Dengan mengganti cairan dengan gas dimungkinkan pula untuk membentuk aerosel ('gel
udara'), yang merupakan bahan dengan sifat-sifat yang khusus, seperti massa jenis
rendah, luas permukaan yang sangat besar, dan isolator panas yang sangat baik
(Sprowls,1970).
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar dan saling diresapi cairan. Gel, kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem
semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak
terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Produk gel
mempunyai karakteristik aesthetic positive dan itu sekarang lebih cocok dan lebih
popular pada produk kosmetik perawatan (swetman, 2002).
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya
dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang
disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Makromolekul pada
sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya,
disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil
yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989).
Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuatgel-gel farmasetik meliputi
gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan- bahan sintetis dan
semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan
karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi.
Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan
dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, 1994).
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik
1. Dasar gel hidrofobik, Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel- partikel
anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan
prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
2. Dasar gel hidrofilik, Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri darimolekul- molekul
organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik
pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik
dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan
memiliki stabilitas yang lebih besar .Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen
bahan pengembang, air, humektandan bahan pengawet (Voigt, 1994).
Keuntungan sediaan gel adalah kemampuan penyebarannya baik pada kulit , efek
dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada penghambatan
fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan air yang baik,
pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994).
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan
pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping penggunaan bahan-
bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis ini sangat cocok pemakaian
metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet.
Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapanyaitu untuk
menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik
menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak
menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt, 1994).
HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan sebagai agen
penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid pelindung yaitu dapat
mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau aglomerasi, sehingga
menghambat pembentukan sediment. HPMC melarut sangat lambat dan sulit, metode
yang disarankan sebagai Sediakan air panas, tambahkan air panas lebih dari 80oC
sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas
dan HPMC di sebar merata pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk
dan dinginkan campuran dan tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol
atau minya sebagai peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC
benar-benar larut (Rowe, 2005).
Berdasarkan sifat pelarut yaitu, Hidrogel (pelarut air).Hidrogel pada umumnya
terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan
kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik.
Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan
permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan
kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari
gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak,
elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan
sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang
rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin Organogel (pelarut bukan
air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut
dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan disperse logam stearat
dalam minyak. Xerogel.Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah
diketahui sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa
– sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula
dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh :
gelatin kering, tragakanribbons dan acacia tears, dansellulosa kering dan polystyrene
(Rowe, 2005).
Berdasarkan bentuk struktur gel yaitu Kumparan acak, Heliks, Batang, Bangunan
kartu dan Berdasarkan jenis fase terdispersi Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul
organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak
terlihatadanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalkarbomer) atau dari gom alam (missal
tragakan). Molekul organic larut dalam fasa kontinu.Gel sistem dua fasa, terbentuk jika
masa gel terdiri dari jaringanpartikel kecil yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran
partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai
magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa
kontinu (Rowe, 2005).
Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk
bentuk sediaan obat long – acting yang diinjeksikan secara intramuskular.Gelling agent
biasa digunakansebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid
pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria (Rowe,
2005).
Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk
pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan rambut.Gel dapat
digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke
dalam lubang tubuhatau mata .Keuntungan sediaan gel adalah Untuk hidrogel : efek
pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan elegan; pada
pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat
tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah
dicuci dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Dan Kekurangan sediaan gel adalah Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang
larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat
mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. Penggunaan emolien golongan ester harus
diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi. Untuk
hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih
pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya
matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau
pecah-pecah sehingga tidak semua area
tertutupi atau kontak dengan zat aktif (Voigt, 1994).
komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi
pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi
antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang
antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel
berkurang. Sineresis adalah Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam
massa gel.Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk ma ssa gel yang tegar.
Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya
tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak
menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidr ogle maupun organogel. (Voigt,
1994).
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan
temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu
tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk
larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena
pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation (Sprowls, 1970).
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan
koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi
elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun
diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na- alginat akan segera mengeras dengan
adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya
pengendapan parsial dari alginate sebagai kalsium alginat yang tidak larut (Anief, 2004).
Elastisitas dan rigiditas Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan
nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan
elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat
bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel. Rheologi yaitu Larutan
pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat
aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang
dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran. yang pertama
Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi,
dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang
mempunyai struktur tiga dimensi. yang kedua Inkompatibilitas dapat terjadi dengan
mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan
dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat
kationik tersebut). yang ketiga Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman
dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam formulasi. yang keempat Penggunaan
polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan
terhadap mikroba. yang kelima Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan
bersifat solid tapi sifat soliditas tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga
mudah dioleskan saat penggunaan topikal. dan keenam. Struktur gel dapat bermacam-
macam tergantung dari komponen pembentuk gel. Pemilihan komponen dalam formula
yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat disimpan di bawah
temperature yang tidak terkontrol. ke tujuh, Konsentrasi polimer sebagai gelling agents
harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer
yangdapat
menimbulkan syneresis (Anief, 2004).
Gel yang kadang disebut jelly merupakan system semipadat (massa lembek)
terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel-partikel anorganik yang kecil atau molekul-
molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari atas
jaringan-jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai system dua fase
(misalnya gel alumunium hidroksuda) . dalam system dua fase, jika ukuran partikel dari
fase terdisfersi relatif besar, massa gel kadang dinyatakan sebagai magma ( misalnya
magma bentonit), dimana massanya bersifat tiksotrofik, artinya massa akan mengental
jika didiamkan dan akan mencair kembali jika dikocok. Jika massanya banyak
mengandung air, gel itu disebut jelly (syamsuni,2006).
Gel dapat diberikan untuk penggunaan topikal atau dimasukkan ke dalam lubang
tubuh. Penyimpanan nya disimpan dalam wadah yang tertutup baik, dalam botol mulut
lebar terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk. Pada etiket juga harus tertera “kocok
dahulu” . Dalam FOI ada beberapa gel yaitu gel arci, Tamin dan Gel Antisseborrhoicum
(syamsuni,2006).
Gelatinae Oxydi yang isinya: Gelatin, aqua, gliserin, zincy oxyd. Cara
pembuatannya, ke dalam botol bermulut lebar dimasukkan gelatin dan air dan didiamkan
sebentar agar gelatin mengembang, kemudian dipanaskan di atas tangas air sampai
gelatin larut. Selanjutnya dalam lumping zincy oxydum digerus dengan gliserin dan
setelah rata dimasukkan kedalam botol yang berisi gelatin tadi, aduk sampai rata dan
dingin. Penambahan-penambahannya yaitu bahan padat yang tidak atsiri ditambahkan
bersama dengan gliserin dan ZnO. Bahan padat atsiri ditambahkan bersama gliserin dan
ZnO tetapi ketika mencampur dengan gelatin pada waktu hangat atau dalam keadaan
botol tertutup. Bahan cair atsiri maupun tidak atsiri ditambahkan pada gelatin yang sudah
selesai dan masih hangat. Pemberian tidak boleh tengik, jika dioleskan pada sekeping
kaca atau bahan yang transparan lain, maka gel harus menunjukkan susunan struktur
yang
homogen (syamsuni,2006).
Sediaan gel harus dikocok terlebih dahulusebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas dan hal ini terter pada etiket. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul
organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairansedemikian hingga tidak terlihat
adanya ikatan antara molekul-molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase
tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam
(misalnya tragakan). Sediaan tragakan disebut juga sediaan musilago. Walaupun
umumnya gel-gel ini mengadung air ; etanol ; minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa. Sebagai contoh, minyak dapat dikombinasi dengan resin polietelina untuk
membentuk suatu dasar salep berminyak. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan
secara topikal atau dimasukan kedalam lubang tubuh (Depkes RI, 1995).
Dalam penelitian ini digunakan variasi tiga jenis bahan pembentuk gel yaitu
karbomer, Na CMC dan Na alginate untuk mengetahui bahan pembentuk gel mana yang
dapat menghasilkan sediaan gel yang paling stabil. Tujuan Penelitian adalah membuat
formula gel topical antijerawat yang mengandung ekstrak daun N.oleander yang paling
stabil secara fisik dan kimia (Djajadisastra, 2009).
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium formulasi sediaan gel sebagai berikut :
a. Pembuatan gel berbasis karbomer: Karbomer didispersikan dalam 200 gram air
menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogen. Setelah busa hilang,
ditambahkan larutan NaOH 20% sebanyak 10 ml untuk menetralisir dan diaduk
lagi sampai terbentuk massa gel. Larutan nipagin dalam air panas, larutan
natrium askorbat, dimasukkan dalam massa gel dan terus diaduk dengan mixer sampai
homogen. Lima puluh gram ekstrak didispersikan dalam 50 gram propilen glikol dan 50
gram air, diaduk hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk
dengan kecepatan rendah. Sisa air ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus
diaduk hingga gel homogen, kemudian diisikan ke dalam pot-pot plastik untuk evaluasi
kestabilan sedangkan selebihnya digunakan untuk uji konsistensi, uji viskositas, uji
mekanik dan cycling test (Djajadisastra, 2009).

b. Pembuatan gel berbasis Na CMC: Na CMC didispersikan dalam 200 gram air
menggunakan mixer kecepatan endah sampai homogen dan terbentuk massa gel. Larutan
nipagin dalam air panas, larutan natrium askorbat, dimasukkan dalam massa gel dan terus
diaduk dengan mixer sampai homogen. Lima puluh gram ekstrak didispersikan dalam 50
gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk hingga homogeny kemudian dicampurkan
ke dalam massa gel dan diaduk dengan kecepatan rendah. Sisa air ditambahkan hingga
tepat 500 gram sambil terus diaduk hingga gel homogen, kemudian diisikan ke dalam
pot-pot plastik untuk evaluasi kestabilan sedangkan selebihnya digunakan untuk uji
konsistensi, uji viskositas, uji mekanik dan cycling test (Djajadisastra, 2009).
c. Pembuatan gel berbasis Na alginat: Na alginate didispersikan dalam 200 gram air
menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogeny dan terbentuk massa gel.
Larutan nipagin dalam air panas, larutan natrium askorbat, dimasukkan dalam massa gel
dan terus diaduk dengan mixer sampai homogen. Lima puluh gram ekstrak didispersikan
dalam 50 gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk hingga homogen kemudian
dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk dengan kecepatan rendah. Sisa air
ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus diaduk hingga gel homogen, kemudian
diisikan ke dalam pot-pot plastik untuk evaluasi kestabilan sedangkan selebihnya
digunakan untuk uji konsistensi, uji viskositas, uji mekanik dan cycling test. Gel
karbomer, Gel Na CMC dan Gel Na alginat yang disimpan pada suhu rendah, suhu
kamar, dan suhu tinggi tetap stabil sampai akhir pengamatan. Uji cycling dan uji mekanik
untuk ketiga formula menunjukkan kestabilan yang baik. Hasil uji cycling yang
dilakukan pada 4o dan 40oC sebanyak 6 siklus menunjukkan tidak terjadi perubahan
fisik. Hasil uji mekanik dengan centrifugal test kecepatan 3800 rpm selama 5 jam juga
menunjukkan tidak terjadi perubahan fisik. Secara keseluruhan hasil pembuatan formula
gel anti jerawat serta uji kestabilannya sudah baik, namun karena ekstrak yang dihasilkan
sulit dihilangkan klorofilnya, maka tampilan gel tetap berwarna hijau. Di sisi lain
kenyataan ini baik juga karena warna hijau alami ini menjadi daya tarik tersendiri yang
mencerminkan bahwa sediaan gel ini benar-benar dimanfaatkan dari bahan alam, namun
tentu saja warna hijau klorofil ini harus dipertahankan stabil sepanjang waktu simpan
(Djajadisastra, 2009).
III. MONOGRAFI ZAT
1. Formulasi Zat Aktif
Kafein (Farmakope Indonesia Edisi V, hal.728)
Pemerian Serbuk putih, bentuk jarum mengkilat, biasanya menggumpal,
tidak berbau, rasa pahit, larutan bersifat netral terhadap kertas
lakmus, bentuk hidratnya mengembang diudara.
Kelarutan Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, sukar latut dalam eter.
Aplikasi dalam Sebagai zat aktif
formula
Rumus molekul C8H10N4O2 (anhidrat)

2. Preformulasi Zat Eksipien

a. Carbopol 940 (Rowe et.al., 2009)


Pemerian Carbopol berwarna putih, halus, bersifat asam dan berupa
serbuk yang higroskopis dengan bau yang khas.
Kelarutan Larut dalam air.
Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat
dan elektrolit level tinggi.
Titik lebur Dekomposisi terjadi dalam waktu 30 menit pada suhu 2600 C.
pH 2.7–3.5 untuk 0.5% b/v dispersi berair; pH = 2.5–3.0 untuk 1%
b/v dispersi berair.

b. Propilen Glikol (Rowe et.al., 2009)


Pemerian Tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, cair, dengan
rasa manis, rasa sedikit pedas menyerupai gliserin.
Kelarutan Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan
air, larut pada 1 : 6 bagian eter; tidak larut dengan minyak
atau tetap minyak mineral ringan, tetapi akan larut beberapa
minyak esensial.
Aplikasi dalam Sebagai humektan dengan kadar 1-15%
formula
Titik lebur 69o – 70o
Inkompatibilitas Dengan bahan pengoksidasi seperti kalium permanganate.

c. Trietanolamin (Rowe et.al., 2009)


Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat
dengan sedikit bau amoniak.
Kelarutan Larut dalam air, metanol, karbon tetraklorida, dan aseton.
Aplikasi dalam emulsifying agent.
formula
Rumus molekul C36H70MgO4(BM:591,34)
Sifat Fisika sangat higroskopis, TEA akan berubah warna menjadi
coklat apabila terpapar oleh udara dan cahaya langsung

d. Asam Glikolat (Rowe et.al., 2009)


Pemerian Tidak berbau, kristal agak higroskopis.
Kelarutan Larut dalam air, metanol, etanol, aseton, asam asetat dan
eter.
Aplikasi dalam Sebagai glidan dan lubrikan 1-10%
formula
Keasaman pka = 3,83 pada 25°C
Titik lebur 80°C
Bobot molekul 76,05
Rumus molekul C2H4O3

e. Kalium sorbat (Rowe et.al., 2009)


Rumus Molekul C12H2211, H2O
Pemerian Berbentuk kristal putih atau berbentuk tepung Berbau khas.
Kelarutan Larut di dalam air, Sukar larut di dalam etanol dan Jarak
lebur eter : Antara 1320C dan 1350C, Air tidak lebih dari
0,5 %
Sisa pemijaran tidak lebih dari 0,2 %
Logam berat tidak lebih dari 10 bpj

f. Gliaerin (Rowe et.al., 2009)


Pemerian Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan yang
higroskopis, memiliki rasa yang manis, kurang lebih 0,6
kali manisnya dari sukrosa.
Kelarutan Gliserin praktis tidak larut dengan benzene, kloroform, dan
minyak, larut dengan etanol 95%, methanol dan air.
Aplikasi dalam sebagai humektan dan pelembut.
formula
Rumus molekul C3H8O3
Berat molekul 92,09
Stabilitas Pada suhu 20°C. Gliserin sebaiknya ditempat yang sejuk
dan kering.

g. Aquadest (Rowe et al., 2009)


Pemerian Jernih, tidak berwarna, tidak berasa.
Inkompatibilitas Meta alkali, magnesium oksida, garam anhydrous, bahan
organic dan kalsium karbid.
Penggunaan Sebagai pelarut
BAB II
METODOLOGI

I. ALAT & BAHAN

No Alat Bahan
1 Hot Plat Kafein
2 Viskometer Brookfiled Carbomer 940
3 Timbangan analitik Prolilenglikol
4 Cawan porselin Triethanolamin
5 Batang pengaduk Methyl Paraben
6 Wadah gel Gliserin
7 Gelas Ukur Aquades
8 Sudip
9 Kaca Objek
10 pH Meter
11 Beker Glass
12 Mortir dan Stemper

II. FORMULA
R/ Kafein 3%
Methyl paraben 0,1%
Propilen glikol 5%
Carbopol 940 2%
Gliserin 4%
TEA 0,5%
Aquadest ad 100%
III. FORMULASI YANG AKAN DIBUAT

No Nama Bahan/Zat Kegunaan


1 Kafein Zat aktif
2 Carbomer 940 Gelling agent
3 Prolilenglikol Humektan
4 Triethanolamin Pengatur PH
5 Methyl Paraben Pengawet
6 Gliserin Melembabkan
7 Aquades Pelarut

1). Perhitungan bahan


Untuk formula 100 gram

- Kafein = 3% x 100gr = 3 gr
- Methyl Paraben = 0,1% x 100 gr = 0,1 gr
- Propilen glikol = 5% x 100 gr = 5 gr
- Carbopol 940 = 2% x 100 gr = 2 gr
- Gliserin = 4% x 100 gr = 4 gr
- TEA = 0,5% x 100 gr = 0,5 gr
- Aquadest ad 100gr – (3+0,1+5+2+4+0,5) gram = 85,4 ml

1) Penimbangan bahan
Bahan Ditimbang
Kafein 3 gram
Propilen glikol 5 gram
Carbopol 940 2 gram
Methyl paraben 0,1 gram
Gliserin 4 gram
TEA 0,5 gram
Aquadest 85,4 ml
BAB IV
PROSEDOR KERJA
I. Proses Pembuatan.

Siapkan mortir panas, masukan carbomer 940 lalu tambahkan aquadest (suhu 80°C),
diamkan selama 30 menit lalu diaduk hingga terbentuk massa gel

Masukan Trietanolamin (TEA) ke dalam carbomer 940 yang telah dikembangkan, aduk
hingga homogen

Siapkan bekerglass, campurkan propilenglikol dan gliserin aduk sampai homogen,


kemudian ditambahkan metil paraben (sebelumnya dilarutkan dengan aquadest suhu 80°C)

Campuran di dalam bekerglass di masukan kedalam ke dalam mortir (basis gel) , aduk
hingga homogen

Larutkan kafein dalam beaker glass ke dalam aquadest suhu 80°C, aduk homogen hingga
larut

Masukan larutan kafein ke dalam campuran basis gel secara perlahan-lahan, aduk sampai
homogen

Sisa aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit aduk sampai homogen.

Sediaan gel yang didapat disimpan pada wadah yang tertutup rapat
II. Data Hasil Evaluasi

No Jenis Evaluasi Standar Hasil Uji Kesimpulan


(√/X)
1 Uji organoleptik Gel biasanya jernih
dengan Konsistensi
setengah padat (Ansel,
1989).
2 Uji homogenitas Sediaan diambil pada 3
titik sampling yang
3 Uji PH Uji pH sediaan gel diukur
dengan menggunakan Stik
pH Berbeda dan dioleskan
pada kaca transparan. Jika
tidak ada butiran kasar
maka sediaan uji
Dinyatakan homogen
(Nikam, 2017).universal
dengan cara dicelupkan ke
Dalam sampel gel. Nilai
pH sediaan yang
Memenuhi kriteria pH
kulit dan tidak Mengiritasi
yaitu pH 4,5-6,5 (Okuma
dkk., 2015; Nikam, 2017).
4 Uji daya sebar Memenuhi syarat yaitu 5-7
cm (Yusuf dkk., 2017).
5 Uji daya lekat Syarat daya lekat Yaitu
lebih dari 1 detik (Yusuf
dkk., 2017).
6 Uji viskositas Viskositas gel yang baik
sebesar 2000 – 4000 cps
7 Uji Resistensi
Panas
8 Uji Sineresis Semakin tinggi angka
sineresis menunjukkan gel
Tidak stabil secara fisik
terhadap penyimpanan
pada suhu 10oC (Syaiful,
2016)
9 Cycling Tes Salah satu cara
mempercepat Evaluasi
kestabilan adalah dengan
cycling test. Uji cycling
test ini dilakukan
sebanyak 6 siklus. Sediaan
gel disimpan Pada suhu
dingin ± 4°C selama 24
jam lalu Dikeluarkan dan
ditempatkan pada suhu ±
40°C, proses ini dihitung 1
siklus (Dewi, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2004), Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Halaman 52-79.
Ansel C. Howard. (1989). Introduction to Pharmaceutical dosage forms.
Philadelphia : Lea and Febiger. Pages 502-506.
Depkes R.I. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 7-8.
Djajadisastra, J. (2009). Formulasi Gel Topikal Dari Ekstrak Nerii Folium Dalam Sediaan
Anti Jerawat. Depok : Universitas Indonesia. Halaman 3-7.
Lachman, L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga . Jakarta : UI Press.
Halaman 496-499.
Rowe, R. C. (2005). Handbook Of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London
: Pharmaceutical Press. Page 234-247.
Sprowls, J. B. (1970). Prescription Pharmacy. Philadelphia : Lippincot Company.
Pages 55-61.
Sweetman, S. C. (2002). Martindale The Complete Drug Reference Thirt- third
Edition. London : Pharmaceutical Press. Page 143-153.
Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : EGC. Halaman 63-78.
Voigt, R.(1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Industri. UI Press : Jakarta.
Halaman 355-373.

Anda mungkin juga menyukai