Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH : SEMIOTIKA KOMUNIKASI

DOSEN :

TOKO SEMIOTIKA DAN KARYANYA

Oleh kelompok 4

Hasriani Desy Putri Hasan


Stambuk : 06520200297

FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................


i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................
ii
I PENDAHULUAN.................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................
2
II PEMBAHASAN....................................................................................................
3
2.1 Semilogi dan Mitologi Ronald Bathes ..........................................................
3
2.2 The Name - Umberto eco of the Rose..........................................................
3
2.3 Semiotika Revoluisioner dan Semanalisis Julia Kristiva...............................
3
2.4 Superreader Michael Riffaterrre....................................................................
3
III PENUTUP..............................................................................................................
9
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
10

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanda-tanda sebagai objek studi bisa berupa beberapa artefak yang telah
diinterpretasikan secara holistik sebagai sebuah bentuk, gaya, atau genre,
yang dalam istilah cultural studies disebut teks. Dalam semiotik, sebuah teks
merepresentasikan sebuah rangkaian koheren dari signifiers (Thomas, 1995.
Dalam Birowo,2004). Demikian sekilas gambaran tentang apa yang menjadi
perhatian dari penelitian dengan methodologi semiotik. Semiotika berasal
dari kata Yunani: Semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang
mempelajari tentang tanda (sign), berfungsinya tanda, dan produksi makna.
Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Segala
sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena
itu, tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya
peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua
ini dapat disebut tanda.
Semiotika merupakan ilmu tentang tanda – tanda. Semiotika adalah suatu
ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah
perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini,
ditengah – tengah manusia dan bersam – sama manusia. Semiotika pada
dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal.
Mamaknai dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan
penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Semiotik mempelajari
system – system, aturan – aturan , konvensi – konvensi yang
mengungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

3
Semiotika memecah – mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan
menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah
analisis semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan
system pesan dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual
pada isi: ia mengulas cara – cara beragam unsur teks bekerja sama dan
berinteraksi dengan pengetahuan kultural untuk menghasilkan makna
(Astuti, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pandangan Roland Barthes mengenai semoitika komunikasi dalam
bukunya yang berjudul Semiologi dan Mitologi?
2. Apa pandangan Umberto Eco mengenai semiotika komunikasi dalam
bukunya yang berjudul The Name of the Rose?
3. Apa pandangan Julia Kristiva mengenai semiotika komunikasi dalam
karnyanya yang berjudul Semiotika Revolusioner dan Semanalisis?
4. Apa pandangan Micheal Riffaterrre mengenai semiotika komunikasi
dalam teori Superreader?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Semiologi dan Mitologi Roland Barthes.


Roland Barthes 1951-1980 merupakan salah satu ahli semiotika. Namun,
dalam karya-karyanya, Barthes lebih sering memakai istilah semiologi
dibandingkan semiotika. Menurut Hawkes, istilah semiologi biasanya
digunakan di Eropa, sedangkan semiotika dipakai oleh mereka yang berbahasa
Inggris. Akan tetapi, komite internasional di Paris pada bulan Januari 1969
dan Association for Semiotics Studies pada kongres pertamanya pada tahun
1974 memutuskan hanya untuk menggunakan istilah semiotika Sobur, 2004:
13. Menurut Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Tanda- tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
mencari jalan di dunia, di tengah-tengah manusia, dan bersama-sama manusia.
Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify artinya objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dimana objek-objek tersebut hendak
berkomunikasi, namun juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda
Sobur, 2004: 16.
Menurut Barthes terdapat lima kode dalam semiotika, yaitu Sobur, 2004: 65-
66:
1. Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca
untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks.
Kode teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam teks. Kode
teka-teki merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional.
Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu
peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.
2. Kode semik atau kode konotatif banyak menawarkan berbagai sisi. Dalam
proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa
konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan
konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan

5
satuan konotasi, kita menemukan suatu tema dalam cerita. Jika sejumlah
konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu
tokoh dengan atribut tertentu. Barthes menganggap denotasi sebagai
konotasi yang paling kuat dan paling “akhir”.
3. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas
bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural.
Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa
oposisi biner atau pembedaan, baik dalam taraf bunyi menjadi fonem
dalam proses produksi wicara maupun pada taraf oposisi psikoseksual
yang melalui proses. Misalnya, seorang anak belajar bahwa ibunya dan
ayahnya berbeda satu sama lain dan bahwa perbedaan ini juga membuat
anak itu sama dengan satu diantara keduanya dan berbeda dari yang
lain―atau pun pada taraf pemisahan dunia secara kultural dan primitif
menjadi kekuatan dan nilai-nilai yang berlawanan yang secara mitologis
dapat dikodekan. Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat
simbolik seperti ini dapat dikodekan melalui istilah-istilah retoris seperti
antitesis, yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem simbol Barthes.
4. Kode proaretik atau kode tindakanlakuan dianggapnya sebagai
perlengkapan utama teks yang bersifat naratif. Jika Aristoteles dan
Todorov hanya mencari adegan-adegan utama atau alur utama, secara
teoritis Barthes melihat semua lakuan dapat dikodifikasi, dan terbukanya
pintu sampai petualangan yang romantis. Pada praktiknya, ia menerapkan
beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena
kita dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi, kita selalu mengharap
lakuan di-“isi” sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu
teks seperti pemilahan ala Todorov.
5. Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan
acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh
budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa
yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-
hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.

6
2.2 The Name of the Rose by Umberto Eco.
Umberto Eco merupakan filosofer, penulis esai, ahli semiotik, pengkritik
karya sastra, dan penulis novel. Karyanya yang sangat terkenal adalah The
Name of the Rose, sebuah kisah yang memadukan misteri fiktif intelektual,
analisa alkitab, dan teori sastra.
Semiotika Umberto Eco merupakan semiotika yang memiliki sifat eklektif
komprehensif. Menurut kaelan, semiotika Eco merupakan semiotika
kontemporer yang mengintergrasikan teori – teori semiotika sebelumnya. Sisi
positif dari teori – teori diambil untuk diterapkan ke dalam satu teori utuh._
Oleh karenanya, semiotika Eco mengkaji sesuatu secara lebih mendalam.
Semiotika yang dimaksud yaitu signifikasi dan komunikasi.
Pertama, Signifikasi adalah bangunan semiotis mandiri yang dibangun
menggunakan cara abstrak untuk mewujudkannya dan tidak terikat dengan
komunikasi apa pun yang mungkin terjadi. Signifikasi merupakan landasan
utama bagi proses komunikasi. Signifikasi terjadi ketika tujuan atau penerima
sinyal, yang di bawa saluran dari suatu sumber, berupa manusia, karena pada
titik tersebut sinyal dapat merangsang respon interpretif yang menjadi sifat
dasar manusia melalui nalar. Proses signifikasi membutuhkan sebuah sistem
yang disebut kode untuk menggabungkan entitas yang hadir dengan unit yang
tidak hadir. Di dalam sistem kode inilah terdapat istilah-istilah yang
membantu perwujudan signifikasi, seperti: fungsi-tanda, ekspresi dan isi,
denotasi dan konotasi, dan interpretan.
Fungsi tanda adalah suatu unit yang terbentuk oleh kesalingterkaitan antara
bentuk-ekspresi dan bentuk-isi yang jadi komponen tanda. Fungsi-tanda
merupakan nama yang disarankan untuk menggantikan tanda. Fungsi-tanda
memiliki fokus pada kesalingterkaitan antara dua komponen, sedangkan tanda
memiliki fokus pada pembagian dua komponen.
Ekspresi dan isi merupakan penyebutan lain dari penanda dan petanda.
Ekspresi adalah suatu entitas konkret yang hadir sebagai wakil dari suatu
entitas yang tidak hadir. Isi adalah suatu entitas abstrak yang tidak hadir
karena lepas dari pengamatan indera. Masing-masing dari ekspresi dan isi

7
memiliki dua komponen yaitu bentuk dan substansi. Komponen bentuk inilah
yang dipakai dalam fungsi-tanda.
Denotasi dan konotasi merupakan nama lain dari (tingkatan) isi. Denotasi
adalah tingkatan pertama dari isi atas dasar konvensi. Denotasi yang ada
dalam signifikasi merupakan isi dari sebuah ekspresi, sedangkan konotasinya
merupakan isi dari fungs tanda. Konotasi adalah tingkatan kedua dari isi yang
terbentuk oleh kode konotatif yang mendasarinya. Cirinya adalah signifikasi
kedua dan seterusnya secara konvensional bersandar pada signifikasi pertama.
Iterpretan adalah sesuatu yang memastikan dan menjamin validitas tanda,
walaupun tidak ada penginterpretasi. Interpretan merupakan fondasi sebuah
system semiotis yang mampu memeriksa dirinya sendiri secara keseluruhan.
Interpretan berbentuk ide yang dapat menjelma menjadi sebuah representasi
baru yang juga memiliki interpretan. Pada titik ini terjadi proses semiosis yang
tak berkesudahan sebagai tempat pencarian kebenaran diarahkan.
Kedua, komunikasi adalah proses perpindahan sebuah sinyal dari sebuah
sumber melalui pengirim dan/atau saluran menuju sebuah penerima dan/atau
tujuan. Komunikasi yang dimaksud melibatkan peran manusia sebagai
penginterpretasi. Oleh karena itu, komunikasi dapat berjalan dengan baik
ketika signifikasi sudah terbentuk melalui konvensi. Dengan kata lain, setiap
aktus komunikasi terhadap atau antar manusia harus mensyaratkan sistem
signifikasi, namun tidak sebaliknya.
Di dalam komunikasi terdapat fungsi-tanda, ekspresi dan isi, denotasi dan
konotasi, dan interpretan. Hal ini menujukkan kepada peralihan dari semiotika
substantif menjadi semiotika pragmatis. Fungsi-tanda berada pada pesan yang
memiliki entitas ganda sebagai hasil akhir komunikasi pertama atau bisa juga
disebut dengan denotasi. Fondasi untuk mendapatkan pesan disebut
interpretan. Konotasi terjadi ketika tujuan melakukan keterangkatan kode
sebagai bentuk respon behavioral. Adapun ekspresi komunikasi berupa
saluran yang memuat sinyal (isi) kiriman dari sumber.

2.3 Semiotika revolusioner dan semanalisis Julia Kristiva.

8
Julia Kristeva lahir pada tahun 1941 di Bulgaria. Pada tahun 1965 pindah dari
Bulgaria ke Paris, kemudian ia masuk ke dalam kehidupan intelektual Paris,
mengikuti seminar Roland Barthes dan terlibat dalam dunia pemikiran
kesastraan. Selain sebagai tokoh semiotika, Julia Kristeva, juga sebagai tokoh
teoretisi feminis.
Kristeva menjadi seorang teoretisi bahasa dan sastra dengan konsepnya yang
khas, yaitu “semanalisis”. semanalis menitikberatkan materialitas bahasa,
suara, irama, dan perwatakan grafiknya dan bukan hanya pada fungsi
komunikatinya. semanalisis adalah sebuah pendekatan terhadap bahasa
sebagai suatu proses penandaan yang heterogen dan terletak pada subjek –
subjek yang berbicara. semanalisis merupakan pengkajian terhadap bahasa
sebagai wacana yang spesifik, bukan sebagai sistem yang berlaku umum.
dalam tesis doktoralnya ia mulai mengembangkan teori tentang semiotika – Le
revolution du langage poetique (Revolusi dalam Bahasa Puisi), disini ia
membedakan semiotika konvensional maupun yang “simbolis” lingkungan
representasi, imaji, dan semua bentuk bahasa yang sepenuhnya terartikulasi.
yang sepenuhnya bersifat tekstual, semiotis dan simbolis, masing – masing
berkorespondensi dengan apa yang disebut sebagai ‘genoteks’ dan ‘fenoteks’.
menurut Kristeva, ‘genoteks’ bukan linguistik,ia hanya sebuah proses.
sedangkan ’fenoteks’ sesuai dengan bahasa komunikasi. Keduanya tidak bisa
berdiri sendiri. Relasi antara ‘genoteks’ dan ‘fenoteks’ lebih kepada tempat
kita biasa membaca teks dan mencari maknanya. Proses ini disebut ‘proses
penandaan’.
genoteks adalah teks yang mempunyai kemungkinan tak terbatas yang
menjadi substratum bagi teks – teks aktual. genoteks mencakup seluruh
kemungkinan yang dimiliki oleh bahasa dimasa lampau, sekarang dan masa
yang akan datang sebelum tertimbun dan tenggelam di dalam fenoteks.
fenoteks adalah teks aktual yang bersumber dari genoteks. fenoteks meliputi
seluruh fenomena dan ciri – ciri yang dimiliki oleh struktur bahasa, kaidah –
kaidah genre, bentuk melismatik yang terkode, idiolek pengarang dan gaya
interpretasi. Jadi, segala sesuatu didalam performansi bahasa yang berfungsi

9
untuk komunikasi, representasi, dan ekspresi dan segala sesuatu yang dapat
diperbincangkan yang membentuk jalinan nilai – nilai budaya, yang secara
langsung berhubungan dengan alibi – alibi ideologis disuatu zaman.

2.4 Superreader Micheal Riffaterrre.


Dikatakan oleh Riffaterre bahwa bahasa puisi berbeda dari pemakaian bahasa
pada umumnya. Puisi menyatakan konsep dan sesuatu secara tidak langsung,
puisi mengatakan sesuatu untuk makna sesuatu yang lain. Oleh karena itu,
perbedaan empiris antara puisi dan non-puisi berada pada cara teks puisi
membawakan makna. Karena itulah, penting untuk memahami koherensi dan
deskripsi tentang struktur makna puisi (Riffaterre, 1978: 1).
Pembacaan dua tingkat (heuristik dan hermeneutik) Riffaterre dalam teori
semiotikanya tidak jauh berbeda dari teori semiotik sebelumnya, seperti
halnya semiotika Rolland Barthes. Yang menjadi distingsi antara keduanya,
pembacaan dua tingkat dalam semiotika Rolland Barthes berakhir pada
identifikasi prinsip (ideologi) yang bekerja dalam sebuah teks, sedangkan
pembacaan Riffaterre masih berlanjut. Dalam teorinya, Riffaterre berasumsi
bahwa suatu teks merupakan mosaik kutipan dan menyerupakan penyerapan
dari teks lain yang ia sebut dengan istilah hipogram, sedangkan teks yang
menyerapnya ialah teks transformasi. Dengan metode intertekstual
(membandingkan) antara teks hipogram dan teks transformasi akan didapatkan
makna hakiki. Metode interteks ini berkaitan erat dengan perangkat
pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca. Menurutnya, seorang pembaca
haruslah menjadi superreader.
Riffaterre membangun teori semiotikanya berdasarkan pada empat poin,
antara lain:
5. Asumsi Ketidaklangsungan Ekspresi
Riffater menyadari bahwa seiring berjalanya waktu, sebuah karya akan
mengalami perubahan, sehingga ketidaklangsungan ekspresi ini nantinya
akan menjelaskan sebuah maksud karya sesuai dengan penjelasan yang
lain.21 Riffaterre juga mengasumsikan sebuah karya satra merupakan

10
wujud dari suatu gagasan yang disampaikan dengan cara lain dengan
mempertimbangkan unsur estetikanya. Menurutnya, hal tersebut terjadi
oleh beberapa faktor, yaitu penggantian arti (displacing of meaning),
penyimpangan arti (distorting of meaning), penciptaan arti (creating of
meaning).
6. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik
Pembacaan heuristik merupakan pembacaan berdasarkan struktur
kebahasaan atau disebut dengan pembacaan semiotik tingkat pertama.
Pembacaan heuristik dapat berupa penerangan bagian bagian dari sebuah
karya sastra secara berurutan. Pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan
karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua. Pembacaan
hermeneutik merupakan pembacaan ulang sesudah pembacaan heuristik
dengan memberikan konvensi sastranya.
7. Matrix, model dan varian
Kata kunci dari serangkaian teks disebut matrix. Matrix ialah konsep
abstrak yang tidak pernah teraktualisasi dan tidak muncul dalam teks.
Matrix dapat berupa kata, frase, klausa atau kalimat sederhana. Model
adalah pembatas derivasi tersebut sebagai bentuk aktualisasi dari matriks
yang dapat berupa kata atau kalimat tertentu. Model kemudian
diekspansikan ke dalam varian-varian sehingga susunan sebuah teks
menjadi utuh.
8. Hipogram
Hipogram merupakan teks yang menjadi latar penciptaan sebuah teks baru.
Hipogram merupakan landasan bagi penciptaan karya yang baru, mungkin
dipatuhi atau mungkin juga disimpangi oleh pengarang. Untuk mencari
hipogram dari sebuah teks, Riffaterre menggunakan konsep matrix. Matrix
yaitu kata kunci atau intisari dari serangkaian teks. Ia merupakan konsep
abstrak yang tidak pernah teraktualisasi dan tidak muncul dalam teks.
Matriks dapat berupa kata, frase, klausa, atau kalimat sederhana. Menurut
Riffaterre hipogram ada dua macam, yaitu hipogram potensial dan
hipogram aktual. Hipogram potensial tidak tereksplisitkan di dalam teks,

11
tetapi harus diabstraksikan dari teks. Adapun hipogram aktual berupa teks
nyata, kata, kalimat, peribahasaa atau seluruh teks.

12
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Menurut Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Tanda- tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
mencari jalan di dunia, di tengah-tengah manusia, dan bersama-sama manusia.
Semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
humanity memaknai hal-hal things.
Semiotika Umberto Eco merupakan semiotika yang memiliki sifat eklektif
komprehensif. Menurut kaelan, semiotika Eco merupakan semiotika
kontemporer yang mengintergrasikan teori – teori semiotika sebelumnya. Sisi
positif dari teori – teori diambil untuk diterapkan ke dalam satu teori utuh._
Oleh karenanya, semiotika Eco mengkaji sesuatu secara lebih mendalam.
Semiotika yang dimaksud yaitu signifikasi dan komunikasi.
Kristeva menjadi seorang teoretisi bahasa dan sastra dengan konsepnya yang
khas, yaitu “semanalisis”. semanalis menitikberatkan materialitas bahasa,
suara, irama, dan perwatakan grafiknya dan bukan hanya pada fungsi
komunikatinya. semanalisis adalah sebuah pendekatan terhadap bahasa
sebagai suatu proses penandaan yang heterogen dan terletak pada subjek –
subjek yang berbicara. semanalisis merupakan pengkajian terhadap bahasa
sebagai wacana yang spesifik, bukan sebagai sistem yang berlaku umum.
Riffaterre menjabarkan teorinya yang dinamakan superreader. Awalnya, teori
semiotika Riffaterre khusus digunakan untuk menganalisis puisi, namun
dalam perkembangannya teori ini juga dapat digunakan untuk menganalisis
karya sastra lain. Adapun pemaknaan sastra dalam semiotika Riffaterre itu
berupa (1) ketidaklangsungan ekspresi puisi (karya sastra) yang disebabkan
oleh penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting
of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning), (2) pembacaan
heuristik dan hermeneutik atau retroaktif, (3) matrik, model, dan varian, (4)
hipogram atau hubungan intertekstual.Dalam semiotika Riffaterre

13
pertentangan antara meaning (arti) dan signifiance (makna) memainkan
peranan yang sangat penting.

14
DAFTAR PUSTAKA
Siti Fatimah Fajrin, 2019 ,Semiotika Michael Camille Studi Analisis Alquran
Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 223, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, Indonesia.
Hompila, 2012, Review novel "the name of the rose" karya Umberto Eco,
kaskus.co.id.
https://pdfslide.tips/documents/semanalisis-julia-kristeva.html.
https://text-id.123dok.com/document/dzxv3e4yr-semiologi-dan-mitologi-roland-
barthes.html

15

Anda mungkin juga menyukai