Anda di halaman 1dari 3

TUGAS EAS

OPERASI DAN KESELAMATAN MARITIM

“Resume Dampak Covid-19 Terhadap Aktivitas Transportasi Laut”

Mahasiswa :
Abdul Rahman Safaruddin
(04111950030002)

Dosen:
Dr. Eng. I. G. N. Sumanta Buana, S.T., M.Eng.

Departemen Teknik Perkapalan


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2020
Dunia saat ini menghadapi virus jenis baru yang awalnya ditemukan di Wuhan China pada
Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-COV2). Virus ini menyebabkan penyakit Corona Virus Disease-2019 yang disebut Covid-
19 yang telah ditetapkan oleh WHO pada tanggal 12 Februari 2020. Penyebaran Covid-19 pada
manusia ke manusia lainnya melalui tetesan cairan dari mulut dan hidung saat sedang batuk dan
bersin, sehingga penyebarannya sangat cepat. Peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang sangat
cepat dengan signifikan pada daerah wuhan kemudian terjadi penyebaran sampai ke negara-negara
lainnya menyebabkan WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 maret 2020.

Wabah Covid-19 yang saat ini menjadi pandemi pada tingkat resiko ekspansi yang tinggi
di seluruh Dunia, kini telah memiliki efek serius pada ekonomi global. Salah satu dampak serius
yang dialami yaitu perubahan dalam bidang perdagangan internasional yang merupakan
komponen utama ekonomi global. Banyaknya hambatan dan perubahan karena keadaan dan
kegiatan operasi beberapa sektor berhenti menyebabkan tidak stabilnnya operasi Transportasi laut
sesuai rencana. Seperti diketahui Kapal sebagai faktor utama moda transportasi laut yang sangat
penting bagi perdagangan Internasional yang membutuhkan Pelabuhan sebagai fasilitas bongkar
muat penumpang dan kargo kini tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya.

Awal mula tidak stabilnya transportasi laut dapat dilihat pada kapal Diamond Princess
merupakan kapal pesiar yang dioperasikan oleh Princess Cruise. Kapal ini sandar di Pelabuhan
Yokohama dan akan melanjutkan pelayaran pada tanggal 14 Februari 2020, tetapi dilakukan
penundaan karena pihak berwenang Jepang melakukan pemeriksaan pada penumpang dan kru
kapal. Hasil tes menunjukkan 10 orang penumpang di kapal positif Covid-19 sehingga dilakukan
pembatalan pelayaran dan dilakukan karantina kapal selama 14 hari. Adanya kasus ini
menyebabkan beberapa negara melarang kapal pesiar untuk sandar di Pelabuhan negara tersebut.
Hal ini menunjukkan tingkat kewaspadaan beberapa negara terhadap transportasi laut karena takut
akan mengimpor virus melalui penumpang dan kru yang kemungkinan terinfeksi. Oleh karena itu,
beberapa kapal yang sedang berlayar sering mengalami kesulitan menemukan negara dan
Pelabuhan yang mau menerima dan memungkinkan sandar di Pelabuhan.

Dengan kejadian ini, banyak negara yang telah merespon pandemi Covid-19 ini dengan
memberlakukan pembatasan gerak terhadap industri Transportasi laut. Beberapa industri kecil,
menengah atau skala besar tidak dapat melakukan proses pengambilan atau pengiriman komoditas

1
di Pelabuhan karena beberapa Pelabuhan telah melakukan pembatasan tenaga kerja yang
berdampak pada kemacetan barang. Barang yang tergelertak di Pelabuhan dalam waktu yang
cukup lama menciptakan kemacetasn dan menghabiskan ruang serta mengurangi kapasitas barang
yang masuk.

Selain itu, melihat Cina yang merupakan negara berpengaruh terhadap perekonomian
negara kini melakukan pembatasan keluar masuknya barang dari dan atau ke China. Banyaknya
usaha atau pabrik yang tutup di China akibat wabah Covid-19, membuat proses impor dan ekspor
komoditas melalui Kapal menurun drastis. Dampak ini sangat dirasakan oleh Indonesia yang
merupakan mitra dagang China sebagai negara asal impor dan tujuan ekspor nonmigas terbesar
Indonesia. Total ekspor ke China tahun 2019 mencapai USD 25,85 miliar, sedangkan impor
mencapai USD 44,58 miliar. Namun dengan adanya pandemi Covid-19 ini, berdasarkan data
Badan Pusat Statistika (BPS) awal tahun 2020 nilai ekspor non migas turun sebesar USD211,9
juta atau turun 9,15%, nilai impor sebesar USD313,5 juta atau turun 3,14%. Adapun impor
pertanian yaitu minyak kelapa sawit yang sebelumnya 487.000 ton menjadi 84.000 ton. Selain itu,
impor pangan dari segi kebutuhan bawang dari China sebelumnya 583.000 ton menjadi 23.000
ton. Penurunan impor dan ekspor ini sangat berpengaruh terhadap Transportasi laut, dikarenakan
hampir seluruh kegiatan impor dan ekspor dalam jumlah besar menggunakan Kapal, hal ini
berpengaruh terhadap harga komoditas.

Lumpuhnya Industri Transportasi laut ini sangat merugikan Dunia terlebih Indonesia
sebagai negara maritim. Untuk itu, Indonesia harus siap dalam pengolahan Transportasi laut
dengan melakukan beberapa perencanaan aspek-aspek penting. Selain itu, Indonesia harus
mempersiapkan stategi yang baik demi menciptakan Transportasi laut yang unggul kedepannya
untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan terjadi setelah meredahnya pandemi Covid-19.

Anda mungkin juga menyukai