Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS

DIRUANGAN BOGENVILLE RSUD UNDATA

OLEH :

NUR AISYA

NIM. 2021032071

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Made, S.Kep Ns. Abd.Rahman, S.Kep.,M.H.Kes

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2022
A. KONSEP TEORITIS
1. DEFINISI
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat
kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai
semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer (Idrus Alwi,2016; 438)
Tubercolosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan
dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling
banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi
bakteri tersebut.(Sylvia A.Prince dalam NANDA NIC NOC 2015).
Klasifikasi tuberculosis dari system lama:
1. Pembagian secara patologis :
a. Tubercolusis Primer (chilhood tuberkolusis)
b. Tubercolusis post primer (adult tuberkolusis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkolusis paru (Koch
Pulmonum) aktif, non aktif dan quescent (bentuk aktif yang
menyembuh).
3. Pembagian secara radiologis(luas lesi)
a. Tuberkolusis minimal
b. Moderately advanced tuberkolusis
c. Far advanced tuberkolusis
Klasifiksi menurut American Thoracic Society:
1. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negative, tes tuberculin negatif.
2. Kategori 1 : Terpajan tubercolusis, tapi tidak terbukti ada infeks. Disini
kontak positif, tes tuberculin negatif.
3. Kategori 2 : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin
positif, radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori 3 : Terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Klasifikasi di indonesia di pakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis,dan
makrobiologis :
1. Tuberkolusis paru
2. Bekas tuberkolusis paru
3. Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. TB tersangka yang di obati : sputum BTA (-), tetapi tanda – tanda
lain positif.
b. TB tersangka yang tidak di obati : sputum BTA (-) dan tanda – tanda
lain juga meragukan.
Klasifikasi menurut (WHO 1991 dalam NANDA NIC NOC 2015) TBC
dibagi dalam 4 kategori yaitu :
1. Kategori 1, ditujukan terhadap :
a. Kasus baru dengan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap :
a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukan terhadap :
a. Kasus BTA Negatif dengan kelainan paru yang luas
b. Kasus TB extra paru selain dari yang disebutkan dalam kategori
4. Kategori 4, ditujukan terhadap : TB kronik
2. ANATOMI FISIOLOGI
1) Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares
anterior adalah saluran-saluran didalam rongga hidung. Saluran-
saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum
(rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang
sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan
faring dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk
kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang
berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
esophagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di
belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di depan
bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata,
berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk
ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama
oleh ligamen dan membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9
cm panjangnya trachea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua
bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap
yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakhea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian
kirakira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama
lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah
arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil,
sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-saluran udara ke bawah
sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara
kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir
paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5-1,0 cm. terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding
yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli,sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. (Chris Tanto
( 2015 ).
2) Fisiologi
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan
karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-
paru atau pernafasan ekternal, oksigen diambil melalui mulut dan
hidung pada waktu bernafas, dan oksigen masuk melalui trakea sampai
ke alveoli berhubungan dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alveoli
memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil
oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung dipompakan
ke seluruh tubuh.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat
pernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam
pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2
lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandun
oksigen dari seluruh tubuh masuk kedalam jaringan mengambil karbon
dioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan
eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml
(4,5-5 liter).
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi)
hanya 10 %, kurang lebih 500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal
air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa.
Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria.
Pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan
kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-
ekspirasi,disebut juga penafasan terbalik. (http://makalahcentre.diakses
tgl 22 januari 2017)
3. ETIOLOGI
Penyebab tuberkolusis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah di basmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacteria tubercolusis
yaitu type Human dan tipe Bovin. Basil tipe Bovin berada dalam susu sapi
yang menderita mastitis tubercolusis usus. Basil tipe Human bisa berada di
bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan
orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.Jenis kuman ini
berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob
yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih
menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu daerah apikal
paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.(Wim
de Jong dalam NANDA NIC NOC 2015).
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat
bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus lokal. Penyebaran
melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada orang lain, dimana
infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun tahun (Peate, 2015 ).
Dalam perjalan penyakitterdapat 4 fase :
1. Fase 1 (fase Tubercolusis Primer)
Masuk kedalam paru dan berkembangbiak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase Laten)
Fase dengan kuman yang tidur (bertahun – tahun / seumur hidup) dan
reaktivitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan
bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar
limfa hilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4
Dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke
organ yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru.
4. PATOFISIOLOGI
Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan
yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak
menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di
bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil
tuberculosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri
tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama
maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2015).
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20
hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya,
2015).
Lesi primer paru-paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang
sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain
yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair
lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang
dilepaskandari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial.
Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil
dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan parut
fibrosa(Wijaya, 2015).
Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan
ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah
(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan
memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner).
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam
sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ
tubuh (Wijaya, 2015).
5. PATHWAY TB PARU
Udara tercemar Mycrobacterium
tuberkulosis

Masuk lewat jalan napas

Menetap dijaringan paru

alveolus

Terjadi reaksi
Pengeluaran zat plrogen endogen inflamasi/peradangan
oleh sel neutrofit atau makrofag

Terjadi konsolidasi Sel goblet di bronkus meningkat


Pembentukan interleoken 1 pembentukan torbekel gohn
Akumulasi secret berlebih pada airway
Konvensi menjadi prostagladin Infeksi primer
Penurunan Penurunan
Simulasi hipotalamus posterior Imunitas baik suplai o2 kemampuan
batuk efektif
Proses penyembuhan dan Mekanisme
Set point meningkat pada pembentukan kompleks kompensasi Secret sulit di
termoregulator gohn tubuh/memenuhi keluarkan
kebutuhan o2
Bakteri dorman pada paru
Hipertermi Ketidakefektifan
Frekuensi
bersihan jalan
Mengaktivasi sitem imun pernafasan
nafas
sebagai respon terhadap infeksi meningkat
Penurunan berat badan
kuman M.TB
dypsnea
Ketidakseimbangan nutrisi Katabolisme meningkat
kurang dari kebutuhan
Ketidakefektifan
tubuh
Ancaman kematian pola nafas

Stressor meningkat
Mengaktifkan Ketidakseim
RAS ( reticulo bangan
Kerusakan membrane Ansietas activity system) antara suplay
alveolar
dan
Kurangnya kebutuhan
pengetahuan o2 jaringan
REM menurun (rapid eye
Menurunnya permukaan Imunitas menurun
movemen
efek paru
Terbekel gohn pecah
Alveolus mengalami Pasien terjaga
konsuliidasi dan eksuidasi Aktivasi M.TB
Gangguan pola tidur
Difusi o2 dan co2 Infeksi sekunder
menurun Metabolisme ATP
M.TB menyebabkan system menurun
sekunder pada pernafasan
Gangguan pertukaran
gas Energy
pleura menurun

Defisiensi pengetahuan pleoritis


Kelemahan umum

Nyeri dada
Intoleransi aktivitas
Nyeri akut

6. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik (Wijaya, 2015):
a. Gejala respiratorik, meliputi;
1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling seringd ikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia, dan lain-lain.
4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura
rusak.
b. Gejala sistemik, meliputi:
Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
Gejala sistemik lain: Gejala sistemik lain ialah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbulnya menyerupai gejala pneumonia/tuberkulosis paru termasuk
insidius.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan dengan
tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu (Black, 2015):
1) Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M.
Tuberkulosis pada stadium aktif.
2) Ziehlneelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk BTA.
3) Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi
tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
4) Chest X-ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal
dibagian paru-paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik
atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih
berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
5) Histlogi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urin dan
CSF, serta biopsy kulit): positif untuk M. Tuberkulosis.
6) Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-
sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
7) Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya
infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat
ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.
8) ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa
kerusakan paru paru.
9) Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.
10) Darah:leukositosis, LED meningkat.
11) Tes fungsi paru-paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC
meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit
pleura
8. PENATALAKSANAAN
1) Pencegahan
a) Pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi
promosi kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan
pada host, agent dan lingkungan, contohnya :
i. Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis ( agent )
bertujuan mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh
agent tuberculosis yaitu mycobacterium tuberculosa serendah
mungkin dengan melakukan isolasi pada penderita tuberculosa
selama menjalani proses pengobatan.
ii. Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan
tuberkulosa seperti meningkatkan kualitas pemukiman dengan
menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar
matahari dapat masuk kedalam rumah.
iii. Meningkatkan daya tahan tubuh pejamu seperti meningkatkan
status gizi individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi
anak.
iv. Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah
dengan bukan penderita karena bisa menyebabkan penularan.
v. Meningkatkan pengetahuan individu pejamu ( host ) tentang
tuberkulosa definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit
tuberculosis paru seperti imunisasi BCG dan pengobatan
tuberculosis paru.
b) Pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi
diagnosa dini dan pencegahan yang tepat untuk mencegah
meluasnya penyakit, untuk mencegah proses penyakit yang lebih
lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan
ini ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita
( suspect ) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa ( masa
tunas ), contohnya :
i. Pemberian obat anti tuberculosis ( OAT ) pada penderita
tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti
isoniazid atau rifampizin.
ii. Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan
melakukan diagnosa, pemeriksaan sputum ( dahak ) untuk
mendeteksi BTA pada orang dewasa.
iii. Diagnosa dengan tes tuberculin.
iv. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
v. Melakukan foto thorax.
vi. Libatkan keluarga sebagai pengawas minum obat anti
tuberkulosa.
c) Pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan
mencegah jangan sampai mengalami kecacatan atau kelainan
permanent, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau
mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk
mencegah efek fisik, psikologis dan sosialnya.
i. Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis
dan berjenjang.
ii. Berikan penanganan bagi penderita yang mungkir terhadap
pengobatan.
iii. Kadang-kadang perlu dilakukan pembedahan dengan
mengangkat sebagian paru-paru untuk membuang nanah atau
memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang
belakang.
2) Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis
adalah eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan
mencegah terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa
neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus,
pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai
ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan,
nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat
diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman
(persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi
demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warnam
merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus
diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi
cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism
obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah
hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah
nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan
gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan,
buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
3) Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan
mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk
memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip
granulomatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru
stadium lanjut menurut Depkes RI yaitu:
1) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari
lobus akibat retraksi bronchial
2) Bronkiektaksis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
3) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti tulang, otak, sendi dan ginjal
4) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
5) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
6) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
(Padila, 2015 )

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang
dilakukan yaitu
1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis
kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan
status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas,
batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari
pengonbatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita
oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis
paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang
kembali aktif.
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru
yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke
bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang
ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,
nafsu makan menurun.
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita
TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur
dan istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi
karena penyakit menular.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual
akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa
mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
b. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit
menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a) inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b) Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
c) Perkusi      : Suara ketok redup.
d) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang
mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur
dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang


tertahan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveoler kapiler
d. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisiologis
(pleoritis)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
f. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
3. Intervensi Keperawatan

No. DIAGNOSIS INTERVENSI


KEPERAWATAN SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk efektif
nafas tidak efektif keperawatan selama ...x24 (I.01011)
berhubungan jam didapatkan Bersihan 1. Identifikasi kemampuan
dengan sekresi jalan nafas (L.01001) batuk
yang tertahan dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya retensi
1. Batuk efektif sputum
2. Produksi sputum 3. Atur posisi semi
berkurang fowler/fowler
3. Mengi tidak ada 4. Pasang perlak dan bengkok
4. Dispnea tidak ada dipangkuan pasien
5. Frekuensi nafas normal 5. Buang sekret pada tempat
6. Pola nafas normal sputum
6. Jelaskan tujuan batuk
efektif
7. Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, keluarkan dari mulut
dan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
8. Anjurkan tarik nafas dalam
sebanyak 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan
kuat setelah nafas dalam ke
3
10. Kolaborasi dalam
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI
pemberian ekspektoran

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Managemen jalan napas


efektif tindakan ....x24 jam Pola (I.01011)
berhubungan Napas membaik dengan 1. Monitor pola napas
dengan hambatan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas
upaya napas 1. Ventilasi semenit 3. Monitor sputum (jumlah,
meningkat warna, aroma)
2. Kapasitas vital 4. Pertahankan kepatenan
meningkat jalan napas dengan head-
3. Tekanan ekspirasi tilt dan chin-lift
meningkat 5. Posisikan semifowler an
4. Tekanan inspirasi fowler
meningkat 6. Berikan minum hangat
5. Dispnea menurun 7. Berikan fisioterapi dada
6. Penggunaan otot bantu bila perlu
napas menurun 8. Lakukan pengisapan lendir
7. Kedalaman napas kurang dari 15 detik
membaik 9. Berikan oksigen, jika perlu
10. Anjurkan asupan cairan
2000 mil/hari jika tidak
kontra indikasi
11. Ajarkan teknik batuk
efektif
12. Ajarkan diet yang
diprogramkan
13. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI

3. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi


pertukaran gas selama ...x24 jam , maka (I.01014)
berhubungan pertukaran gas meningkat, 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan perubahan dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya
membran alveoler 1. Dispnea menurun napas
kapiler 2. Bunyi napas tambahan 2. Monitor pola napas
menurun 3. Monitor kemampuan batuk
3. Gelisah menurun efektif
4. Pola napas membaik 4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray torax
11. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
12. Dokumentasian hasil
pemantauan
13. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
14. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI
4. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (1.08238) :
berhubungan keperawatan selama ...x24 1. Identifikasi lokasi,
dengan agens jam didapatkan Tingkat karakteristik, durasi,
pencedera Nyeri (L.08066) adekuat frekuensi, kualitas dan
fisiologis dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
(pleoritis) 1. Keluhan nyeri (4) 2. Identifikasi respon non
2. Gelisah (4) verbal
 4 = cukup menurun 3. Berikan teknik non
3. Frekuensi nadi (4) farmakologi untuk
4. Pola nafas (4) mengurangi rasa nyeri
5. Tekanan darah (4) (teknik relaksasi nafas
 4 = cukup membaik dalam, membaca istighfar)
4. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
6. Kolaborasi pemberian
analgesik

5. Intoleransi Setelah diberikan intervensi Manajemen Energi (1.05178)


aktivitas selama …x24 jam maka 1. Kaji faktor yang membuat
berhubungan Toleransi Aktifitas klien lemah
dengan meningkat, dengan kriteria 2. Monitor TTV
ketidakseimbangan hasil: 3. Memilih aktivitas yang
antara suplai dan 1. Klien dapat beraktivitas membuat klien dapat
kebutuhan oksigen rutin secara mandiri melakukannya
2. Daya tahan tubuh klien 4. Monitor lokasi dan sumber
membaik/ stabil ketidak nyamanan/ nyeri
3. Pemulihan energi yang di alami klien saat
beraktivitas
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI
setelah istirahat 5. Monitor asupan makanan
klien
6. Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan
7. Berikan kegiatan
pengalihan untuk
meningkatkan rileksasi :
Nafas dalam
6. Hipertermia Setelah dilakukan intervensi 1. Temperature
berhubungan keperawatan selama ...x24 regulation (pengaturan
dengan proses jam maka termoregulasi suhu)
penyakit dengan kriteria hasil : a. Monitor suhu
1. Berkeringat saat panas minimal tiap 2 jam.
(5) b. Rencanakan
2. gemetaran saat dingin monitoring suhu
(5) secara kontinyu.
3. Tingkat pernafasan (5) c. Monitor nadi dan
RR.
d. Monitor warna dan
suhu kulit.
e. sesuaikan suhu yang
sesua dengan
kebutuhan pasien.
f. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi.
g. Tingkatkan cairan dan
No. DIAGNOSIS INTERVENSI
KEPERAWATAN SLKI SIKI
nutrisi.
h. Berikan antipiretik
jikaperlu.
i. Gunakan kasur yang
dingin dan mandi air
hangat untuk perubahan
suhu tubuh yang sesuai.
2. Manajemen demam
a. Monitor suhu secara
kontinue
b. Monitor
keluaran cairan
c. Monitor warna kulit
dan suhu
d. Monitor
masukan dan
keluaran.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, Bahar A(2014). Tuberkulosis paru.Dalam : Aru W,Sudoyo B S,Idrus


A,Marcellus S,Siti S,ed.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-6 Jilid I.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,pp : 863-71.
Amin HN & Hardhi K (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC_NIC. Jilid 3. Jogjakarta: MediAction Publishing
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2015). Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Singapore: Elsevier.
Corwin E.J., 2013. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC,Jakarta.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta; Kemeterian
Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
PDPI (2011). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis diIndonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Smeltzer, Suzanne C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 2
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report
2015.Switzerland. 2015.

Anda mungkin juga menyukai