Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM SITOHISTOTEKNOLOGI

DISUSUN OLEH :
NAMA : HANIFA FIDINILAH
NIM :1203090
KELAS : C14

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA

TAHUN 2021/2022
FIKSASI

Sampel : Jaringan Ca Mammae


No. Registrasi : K II. 14. C
Nama Pasien : Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58 tahun
Asal Jaringan : Mammae
Dokter Pengirim : dr. Z
RS Pengirim : RS Panti Waluyo
Larutan Fiksasi : Larutan Formalin 10%

I. Tujuan
1) Mencegah pembusukan jaringan

2) Memadatkan dan mengeraskan jaringan agar mudah dipotong

3) Mencegah kerusakan struktur

4) Mencegah autolisis

II. Prinsip
III. A. Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid di dalam sel karena adanya
penambahan bahan kimia atau pemberian perlakuan fisik sehingga partikel-partikel
tersebut bersifat netral dan membentuk endapan. Koagulasi terjadi pada protein yang
ada di dalam sel. Struktur sel akan menjadi lebih stabil.

B. Presipitasi
Pengendapan secara intrasel akibaat penggumpalan secara parsial yang disebabkan
berkurangnya tingkat kelarutan protein akibat penambahan senyawa kimia sehingga
sel semakin tahan dari kerusakan in/eksternal

IV. Alat dan Bahan


1. Wadah sampel jaringan
2. Botol fiksasi
3. Label
4. Pensil
5. Larutan fiksasi Formalin 10%
6. Kaset

V. Cara Kerja
1. Siapkan botol bermulut lebar yang diisi larutan fiksasi.
2. Cairan yg diperlukan sebanyak 10-20x volume jaringan yang difiksasi, minimal
jaringan yg akan difiksasi terendam sempurna.
3. Masukkan jaringan ke dalam botol.
4. Jika jaringan hasil operasi terlalu besar maka dilakukan lamelisasi agar cairan
fiksasi dapat masuk ke dalam jaringan secara sempurna.
5. Tutup botol fiksasi. Cantumkan nama pasien, umur, no. RM, diagnosaklinis dan
lokasi pengambilan pada badan botol.
6. Tunggu hingga 12-24 jam

VI. Hasil
Sampel tidak autolisis atau membusuk, struktur jaringan tidak rusak, sampel berwarna
putih dan pucat

VII. Kesimpulan
Dari hasil fiksasi yang telah dilakukan dengan menggunakan larutan Formalin 10%
didapatkan sampel tidak autolisis atau membusuk, struktur jaringan tidak rusak,
sampel berwarna putih dan pucat

VIII. Pembahasan
Proses fiksasi biasanya merupakan tahap pertama dalam pembuatan sediaan
histopatologi. Fiksasi adalah berbagai perlakuan yang dapat melindungi struktur sel
dan komposisi biokimianya. Tentu saja kualitas fiksasi adalah kunci untuk semua
tahap selanjutnya yang penting dalam pembuatan sediaan histopatologik, oleh karena
itu pengawetan sel dengan perubahan morfologi yang minimal dan secara kasat mata
tanpa adanya kehilangan molekul sangat penting dalam pengolahan jaringan. Fiksasi
diharapkan dapat melindungi spesimen biologi dari efek denaturasi dehidrasi dan
semua proses pengolahan jaringan. (Ganjali H, 2012)
Fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan proses degeneratif yang dimulai
segera setelah jaringan kehilangan pasokan darah. Proses autolisis akan menyebabkan
jaringan dicerna dengan enzim intraseluler yang dilepaskan ketika membran organel
pecah. Salah satu proses yang harus dicegah adalah bakteri pengurai atau pembusukan
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mungkin sudah ada dalam spesimen.
Kehilangan dan difusi zat terlarut harus dihindari sebisa mungkin dengan cara
presipitasi atau koagulasi atau dengan melakukan cross-linking dengan komponen
struktural tidak larut lainnya. Jaringan harus sebagian besar terlindungi dari efek
buruk pengolahan jaringan termasuk infiltrasi dengan lilin panas, tapi yang paling
penting, jaringan harus mempertahankan reaktivitas untuk pewarnaan dan reagen
lainnya termasuk antibodi dan probe asam nukleat. (Eltoum I et al,2001)
Fiksasi dilakukan secepatnya setelah jaringan di eksisi. Waktu fiksasi optimal
tergantung pada beberapa faktor dan bervariasi tergantung dengan jenis agen fiksatif
yang digunakan, contohnya: ketebalan spesimen jaringan dan sebagian besar fitur
yang disebutkan di atas dari proses fiksasi (suhu, kapasitas buffering, penetrasi zat
fiksatif, rasio volume). (Ganjali H, 2013). Fiksasi berkepanjangan dapat menyebabkan
dari hilangnya reaktivitas antigen, penyusutan dan pengerasan spesimen. (Goldstein
NS et, al 2013)
Adapun karakteristik cairan fiksatif yang baik adalah murah dan mudah didapat,
stabil, aman, mempunyai daya penetrasi yang kuat, dapat memfiksasi secara
keseluruhan, menghambat dekomposisi bakteri dan autolisis, memproduksi kerutan
yang minimal pada jaringan dan bekerja cepat dalam melakukan penetrasi jaringan.
(Rolls G et al, 1994) Formaldehid menjadi fiksatif yang paling mendekati ciri-ciri
tersebut walaupun sampai saat ini belum ada larutan fiksatif yang sempurna. (Grizzle
WE, 2009)
IX. Daftar Pustaka
Eltoum I, Fredenburgh J, Myers RB, Grizzle WE. Introduction to the theory and practice of
fixation of tissues. J Histotechnol. Taylor & Francis; 2001 Sep 18;24(3):173–90
Ganjali H, Ganjali M. Fixation in tissue processing. Int J Farming Allied Sci. 2013;2(18):686–9
Goldstein NS, Ferkowicz M, Odish E, Mani A, Farnaz H. Minimum Formalin fixation time for
consistent estrogen receptor immunohistochemical staining of invasive breast
carcinoma. Am J Clin Pathol 2. 2003;120:86–92
Grizzle WE. Special symposium: fixation and tissue processing models. Biotech Histochem.
2009; 84(5):185–93.
Rolls G, Farmer Veville J HJB. Artifacts in histological and cytological preparations. Scientia
Leica; 1994;21–6.
DEHIDRASI DAN CLEARING

Sampel : Jaringan Ca Mammae


No. Registrasi : K II. 14. C
Nama Pasien : Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 58 tahun
Asal Jaringan : Mammae
Dokter Pengirim : dr. Z
RS Pengirim : RS Panti Waluyo
Larutan Fiksasi : Larutan Formalin 10%

I. Tujuan
Dehidrasi : Mengeluarkan air dari dalam jaringan sehingga wakt embedding parafin
dapat menyusup sempurna ke dalam jaringan
Clearing : Menggantikan larutan Alkohol/ Aceton dengan larutan yang dapat
melarutkan lilin/ parafin yang akan dimasukkan dalam jaringan.
II. Prinsip
Dehidrasi :Air dan cairan fiksatif dikeluarkan dari dalam jaringan dengan
menggunakan larutan alkohol/ aceton
Clearing :Alkohol/ aceton di dalam jaringan digantikan oleh larutan Xylol/
benzol/ pertamax.
III. Alat dan Bahan
a.Wadah dehidrasi dan clearing
b. Aceton
c.Pertamax
d. Kaset
IV. Cara Kerja
Dehidrasi
1. Kaset yang berisi jaringan dipindahkan dari cairan fiksasif kemudian dimasukkan
kedalam Alkohol 95%, didiamkan selama 20 menit.
2. Pindahkan ke Alkohol 95%, diamkan selama 20 menit
3. Pindahkan ke Alkohol absolute , diamkan selama 20 menit
4. Pindahkan ke Alkohol absolute , diamkan selama 40 menit
5. Pindahkan ke Alkohol absolute , diamkan selama 60 menit
Clearing
1. Kaset yang berisi jaringan yang telah terdehidrasi dipindahkan dari Alkohol
absolute
2. Kemudian dimasukkan ke dalam larutan Xylol I, diamkan selam 30 menit
3. Pindahkan ke Xylol II, diamkan selama 30 menit
Pindahkan ke Xylol III, diamkan selama 30 menit
V. Harga Normal
Jaringan berwarna abu – abu atau pucat, tekstur lunak dan rapuh
VI. Hasil
Konsistensi jaringan : Lunak dan rapuh
Warna jaringan : Abu-abu pucat
VII. Kesimpulan
Dari hasil dehidrasi dan clearing yang telah dilakukan dengan menggunakan larutan
Alkohol dan Xylol didapatkan sampel jaringan yang lunak dan rapuh serta jaringan
berwarna abu-abu pucat maka terdehidrasi dan terclearing sempurna
VIII. Pembahasan
Jaringan yang telah terfiksasi masih mengandung air. Kandungan air harus
dihilangkan terlebih dahulu karena air tidak dapat bercampur dengan cairan parafin
atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Proses mengeluarkan
seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan dinamakan Dehidrasi. Penarikan air
keluar dari sel atau jaringan dilakukan dengan cara merendam jaringan dalam bahan
kimia yang berfungsi sebagai indikator (Penarik air) yang secara progresif
konsentrasinya meningkat. Pengeluaran air dilakukan harus secara bertahap agar tidak
merusak struktur jaringan sehingga hasil dari dehidrasi ini didapatkan jaringan yang
tidak mengandung air sama sekali. (Pratiwi, 2015)
Cara dehidrasi paling umum adalah dengan memasukkan jaringan selama
beberapa saat dalam rangkaian larutan alkohol secara bertahap dimulai dari
konsentrasi rendah hingga konsentrasi tinggi. Beberapa larutan dehidrasi yang dapat
digunakan adalah ethanol, buthanol, methanol, aceton. (Subowo, 2009) (Suvarna,
2013)
Clearing adalah suatu proses yang dilakukan setelah tahapan dehidrasi yang
berfungsi untuk membuat jaringan menjadi jernih dan transparan. Medium
penjernihan ini akan menjernihkan atau mentransparankan jaringan agar dapat
terwarnai dengan baik dan memperlihatkan warna sesuai dengan warna pewarnaannya
dan juga sebagai perantara masuknya jaringan kedalam parafin. (Mukawi, 1989)
Clearing agent yang digunakan harus dapat membersihkan sisa-sisa alkohol pada
celah-celah jaringan dari proses dehidrasi sehingga jaringan dapat menerima media
infiltrasi. Pada proses clearing yang tidak adekuat maka akan berpengaruh juga pada
proses infiltrasi yang tidak adekuat dimana jaringan yang terbentuk lembek. Pada
proses ini larutan yang umum digunakan yaitu xylol. (Anthony L, 1987)
Bahan atau reagen pembening yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut:
1. chloroform
2. benzene/benzol
3. xylene/xylol
4. cedar wood oil
5. benzil benzoat
6. methyl benzoat
Chloroform
Chloroform merupakan clearing agent yang paling sering dipakai, karena sifatnya
yang “toleran” artinya jaringan tidak menjadi keras dan rapuh. Sifat ini tak dipunyai
oleh benzene dan xylene. Jaringan biasanya dibeningkan dalam waktu semalam
Kekurangan chloroform adalah titik akhirnya yaitu saat jaringan telah menjadi bening
dan transparan yang tak dapat terlihat dengan jelas oleh mata. Untuk mengatasi hal ini
jaringan sebaiknya direndam dalam chloroform untuk jangka waktu yang lebih
panjang dari yang sebenarnya, sehingga seluruh alkohol diyakini telah keluar dari
jaringan dan jaringan telah sempurna diresapi oleh chloroform. Kekurangan lainnya
adalah chloroform harganya ebih mahal dari xylene dan benzene tetapi lebih murah
dari cedarwood oil.
Benzene/Benzol dan Xylene
Benzene dan xylene merupakan clearing agent yang cukup cepat. Masa kerja
benzene lebih sedikit lambat dari xylene, tetapi tidak membuat jaringan menjadi
serapuh bila menggunakan xylene. Potongan kecil dapat dibuat menjadi bening dalam
waktu ½ - 1 jam, sedangkan yang lebih tebal (5mm) telah menjadi bening dalam
waktu 2-4 jam. Benzene saat ini sudah jarang dipakai karena sifat karsinogeniknya
Benzyl benzoat
Benzyl benzoat merupakan clearing agent yang lambat penetrasinya sehingga
dibutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama.
Cedarwood oil
Cedarwood oil merupakan zat pembening termahal dari semua clearing agent
tetapi merupakan clearing agent terbaik, karena sifatnya yang tidak mengeraskan
jaringan, sehingga nantinya jaringan sangat mudah untuk diiris tipis dengan
mikrotom. Jaringan dapat direndam dalam clearing agent ini untuk waktu yang lama
bahkan hingga berbulan-bulan tanpa menjadi keras dan rusak. Pembeningan oleh
cedarwood oil ini sangat baik tidak hanya untuk jaringan yang halus tetapi juga untuk
jaringan yang keras seperti kulit dan jaringan ikat padat.
Methyl benzoate
Methyl benzoat merupakan clearing agent yang mempunyai daya penetrasi lebih
cepat dari benzyl benzoat. Kekurangan dari zat clearing ini adalah mudah menjadi
rapuh/keras sehingga menyulitkan pengirisan dengan mikrotom.
IX. Daftar Pustaka
Anthony L Mescher. 2017. Histologi Dasar Junqueira. Jakarta: EGC.
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah Mikroteknik. Prodi Biologi Fak Saind dan Teknologi
UIN. Syarif Hidayatullah : Jakarta
Mukawi, T. Y., 1989, Tekhnik Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan Sitologi,
Laboratorium Instalasi Patologi Anatomi Universitas Padjajaran Rumah sakit Dr.
Hasan Sadikin, Bandung
Pratiwi, H. C. dan A. Manan. 2015. Teknik dasar histologi pada ikan gurami
(Osphronemus gouramy). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2): 153- 158
Subowo. Imunobiologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Sagung Seto ; 2009
Suvarna, K. S., Layton, C., dan Bancroft, J. D. 2012. Bancroft’s Theory and Practice
of Histological Techniques E-Book. Elsevier Health Sciences

Anda mungkin juga menyukai