Anda di halaman 1dari 11

Otonomi Daerah

MATA KULIAH PENGANTAR ADMINISTRASI PUBLIK

DISUSUN OLEH :

1. Wahyu handayani (20210110200057)


2. Olivia Anggraini P (20210110200074)
3. Gina Dwi Lestari (20210110200070)
4. Chusnul Khotimah (20210110200057)

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TP.2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Otonomi Daerah”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengantar Adminstrasi Publik. Akhirnya kami sampaikan terima kasih atas
perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami. Dengan segala kerendahan hati, kami meminta maaf jika
banyak yang kurang dan kesalahan tutur kata pada makalah ini.

Tangerang Selatan, 2021

1
ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia adalah negara yang menganut bentuk Negara Kesatuan
(unitary) namun hal ini akan berbeda ketika kita lihat dalam sistem pemerintahan
daerah. Negara Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip federalisme seperti
otonomi daerah. Hal ini dapat dilihat utamanya sesudah reformasi. Bentuk
otonomi daerah sebenarnya lebih mirip sistem dalam negara Federal, dimana
pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem federalisme, konsep kekuasaan
asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada di daerah atau bagian,
sedangkan dalam sistem negara kesatuan (unitary), kekuasaan asli atau
kekuasaan sisa itu berada di pusat sehingga terdapat pengalihan kekuasaan
pemerintah dari pusat ke daerah padahal dalam negara kesatuan idealnya semua
kebijakan terdapat ditangan pemerintahan.
Dari hal tersebut utamanya setelah reformasi dan awal dibentuknya
UndangUndang No. 22 tahun 1999 bahkan sampai munculnya Undang-Undang
No. 32 tahun 2004 memunculkan banyak asumsi oleh beberapa kalangan bahwa
otonomi daerah dirasa sangat “rawan” untuk diterapkan dimana celah untuk
munculnya raja-raja baru yang korup di daerah akan semakin luas bahkan
kemungkinan munculnya disintegrasi akan semakin luas. Banyak pihak-pihak
yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan di daerah semakin besar
sehingga sangat mungkin untuk lahirnya praktikpratik korupsi ataupun
penyelewengan terhadap wewenang di daerah tanpa adanya pengawasan dari
pusat karena rumah tangga daerah telah diatur secara otonom oleh daerah.
Namun sebenarnya asumsi tersebut sungguh telah gugur untuk
dipermasalahkan karena walaupun dalam negara Indonesia, jika dilihat dari
bentuknya yang menganut negara kesatuan mengindikasikan bahwa kekuasaan
asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat (sentralistik), namun pada taraf
berjalannya pemerintahan diperlukan sebuah sistem yang dapat mengakomodir
pemerintahan di daerah yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat
dengan daerah dan azas yang paling tepat dan memang telah berkembang di
2
Indonesia sampai saat ini adalah desentralisasi yang di artikan dalam bahasa lain
yaitu “otonomi daerah”, dan azasazas lain yang mendukung seperti
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Selain itu pada hakikatnya
kecenderungan bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan pada saat
awal berdirinya negara Indonesia adalah didorong oleh kekhawatiran politik
pecah belah yang selalu dipergunakan oleh kolonial Belanda untuk memecah
belah negara Indonesia.
Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh
sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi
besarbesaran di tanah air. Namun, perumusan kebijakan otonomi daerah itu
masih bersifat setengah-setengah dan dilakukan tahap demi tahap yang sangat
lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang tuntutan
ketidakpuasan masyarakat di berbagai daerah mengenai pola hubungan antara
pusat dan daerah yang dirasakan tidak adil, maka tidak ada jalan lian bagi kita
kecuali mempercepat pelaksanaan kebijakan otonomi daerah itu, dan bahkan
dengan skala yang sangat luas yang diletakkan diatas landasan konstitusional dan
operasional yang lebih radikal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian otonomi daerah?
2. Bagaimana hakikat otonomi daerah?
3. Bagaimana prinsip otonomi daerah?
4. Apa dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah?
5. Apa tujuan pelaksanaan otonomi daerah?
6. Apa dampak pelaksanaan otonomi daerah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk menjelaskan pengertian otonomi daerah
2. Untuk mengetahui hakikat otonomi daerah
3. Untuk mengetahui prinsip otonomi daerah
4. Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia
5. Untuk mengetahui tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
6. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah).
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian
otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut
Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Otonomi daerah dengan sistem desentralisasi yaitu penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka
negara kesatuan. Desentralisasi mengandung segi positif dalam penyelenggaraan
pemerintahan baik dari sudaut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah
dengan sistem dekonsentrasi adalah peimpahan wewenang dari pemerintahan
kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah
dalam kerangka negara kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan
dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu
mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.

4
2.2 Hakikat Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-
kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat.
Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan
pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana
publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan
untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar
belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran
statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun
pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting
terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)

2.3 Prinsip Otonomi Daerah


Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip
penyelenggaraan otonomi daerah adalah : penyelenggaraan otonomi daerah
dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan
keaneka ragaman daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada
otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Pelaksanaan otonomi daerah yang
luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi
provinsi adalah otonomi yang terbatas. Pelaksanaan otonomi harus sesuai
dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi.
Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan,
mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah. Pelaksanaan
dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah
administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. Pelaksanaan asas tugas pembantuan
5
dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang
disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada
yang menugaskan.
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan
konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam
perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai
perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik
kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah
dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi
otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal
itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah
sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
1. UU No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih
menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan
tangan pemerintahan pusat.
2. UU No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih
menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di
kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga
masih menjadi alat pemerintah pusat.
3. UU No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih
bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada
DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat.
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi
daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah
diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah
menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang
seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya
sebagai pelengkap saja
6. UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah
terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan
6
kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU
No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan
politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses
depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran
pembangunan yang menjadi isu nasional.
7. UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang
menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan
mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

2.4 Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia


Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan
yang kuat, yakni :
1. Undang-undang Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang
Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan
Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian
pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2. Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah
dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang
mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan
lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat.
Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat
tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam
pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan
UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
7
1. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang
dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan
melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat.
3. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom.
Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah
Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai
wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99
kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah
Kota.

2.5 Tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah


Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah)
adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan
perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
• Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat.
• Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
• Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang
No 32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan
untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat
secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan
dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan
di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.
8
2.6 Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dampak positif dalam bidang politik adalah sebagian besar keputusan dan
kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya
campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah
daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang
berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan
golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi
atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di
tingkat pusat.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana
yang tidak sedikit. Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri
jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu
membagi adil dan merata hasil potensi masyarakat. Agar adil dan merata,
diperlukan aturan yang baku.

9
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa otonomi
daerah dibentuk sebagai jalan pintas pemerintah pusat untuk melaksanakan
pengontrolan dan pelaksanaan pemerintahan secara langsung di daerah yang
sesuai dengan karakteristik masing – masing daerah dan kemudian semua
kebijakan atau hukum yang akan dibentuk di daerah tersebut adalah merupakan
bentuk aplikasi langsung terhadap sistem demokratisasi yang mengikutsertakan
rakyat melalui lembaga atau partai politik di daerah. Tujuan daripada pengadaan
kebijakan otonomi daerah adalah untuk pengembangan daerah dan masyarakat
daerah menuju kesejahteraan dengan cara dan jalannya masing – masing.

3.2 Saran
Makalah ini ditulis dengan keterbatasan penulis atas pengalaman dan
ilmu pengetahuan, sehingga makalah ini tercipta jauh dari hasil yang sempurna,
semoga makalah ini bisa bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

http://adityanovista.blogspot.com/2013/12/makalah-pancasila-
hubunganpembukaan.html.

http://bodohtapisemangat.blogspot.com/2015/03/makalah-otonomi-
daerah.html.

10

Anda mungkin juga menyukai