d. Panduan OAT standar diperuntukkan bagi pasien TB RR dan TB MDR di Faskes TB-
RO dan Faskes TB-RO Rujukan. Berdasarkan durasi pengobatan, panduan OAT
standar dibedakan menjadi:
Panduan OAT standar konvensional (20-26 bulan)
Panduan OAT standar jangka pendek (9-11 bulan)
e. Panduan OAT individual diperuntukkan bagi pasien TB pre XDR dan TB XDR.
Panduan individual merupakan kombinasi OAT lini pertama, lini kedua dan OAT
jenis baru. Tatalaksana TB resisten obat memakai panduan individual dilaksanakan di
Faskes TB-RO Rujukan. Durasi pengobatan menggunakan OAT individual untuk
pasien TB pre-XDR dan TB XDR minimal 24 bulan.
f. Panduan OAT standar dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji kepekaan M.
tuberculoasis menjadi panduan individual yang ditetapkan oleh dokter terlatih di
Faskes TB-RO Rujukan.
g. Panduan individual juga diberikan untuk pasien yang memerlukan OAT suntuk lini
kedua (grup B) sehingga dikhawatirkan mengurasi efikasi panduan OAT yang
diberikan.
4. Inisiasi pengobatan pada anak dilakukan secara rawat inap di RS rujukan/sub rujukan TB
MDR selama 2 minggu.
5. Piridoksin ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin dengan dosis 10 mg untuk
setiap 50 mg sikloserin dan pada penderita HIV.
6. Berikan obat dalam dosis tinggi jika memungkinkan.
7. Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan berat badan.
8. Penggunaan kortikosteroid sama dengan pada TB sensitif obat dan pada SPI
9. Berikan dukungan, konseling dan edukasi pada orang tua/pengasuh anak tentang efek
samping obat, lama pengobatan, dan pentingnya kepatuhan minum obat pada setiap
kunjungan.
AZT atau d4T + 3TC + EFV 1. AZT atau d4T + 3TC + ABC
2. AZT atau d4T + 3TC + NVPa
Sesudah terapi TB selesai alihkan ke Lanjutkan panduan sesudah terapi TB selesai
panduan lini pertama AZT/d4T + 3TC +
NVP atau EFV untuk efikasi lebih baik
Catatan:
Tidak ada interaksi obat antara NRTI dan rifampisin
Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV sebesar 25%
Obat TB lain tidak ada yang berinteraksi dengan ARV
Pada pengobatan TB, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus digunakan dalam
panduan pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan pertama pengobatan. Pergantian
terapi TB dari rifampisin ke non rifampisin dalam masa pemeliharaan tergantung pada
kebijakan dokter yang merawat.
Prinsip pengobatan TB RO anak pada dengan HIV sama dengan pengobatan TB RO pada
anak tanpa HIV. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan TB RO pada anak dengan
HIV:
1. Prognosis TB RO pada anak dengan HIV lebih jelek.
2. Efek samping obat TB RO pada anak dengan HIV lebih sering terjadi.
3. Jika anak belum mendapatkan ARV maka ARV mulai diberikan minimal 2 minggu
setelah pemberian obat TB RO.
4. Jika anak sudah diberikan ARV maka obat TB RO segera diberikan.
5. Waspada terhadap terjadinya Sindrom Pulih Imun (SPI).
Sindrom Pulih Imun (SPI) atau Immune reconstitution inflamatory syndrome merupakan
kumpulan gejala atau manifestasi klinis akibat respons imun yang meningkat secara bertahap
berbagai infeksi maupun antigen non infeksius setelah pemberian ARV fase inisial. Organisme
yang paling sering menyebabkan SPI adalah Mycrobacterium tuberculosis. SPI dikenal juga
dengana istilah reaksi paradoksikal. Immune reconstitution inflamatory syndrome umumnya
terjadi pada pemberian OAT bersama-sama ARV selama 3 bulan pertama, umumnya terjadi pada
bulan pertama. SPI timbul akibat membaiknya sistem imun akibatnya membaik respon CMI
dalam melawan kuban TB dan dapat timbul karena perbaikan gizi. Gejala dapat berupa demam,
pembesaran kelenjar getah bening atau tuberkuloma.
Faktor resiko terjadinya SPI pada pasien TB adalah:
1. Rentang waktu yang pendek antara mulainya ARV setelah pengobatan TB dimulai
(shorter delay between comencing tuberculosis treatment and ART)
2. CD 4 yang rendah
3. Viral load yang tinggi
4. Cepatnya penurunan viral load setelah terapi ARV
5. TB disseminata
Pengobatan TB tetap dilanjutkan pada pasien dengan SPI. Pemberian kortikosteroid dapat
dipertimbangkan. Jika ada keraguan, maka pasien dapat dirujuk ke tingkat layanan yang lebih
tinggi.