Anda di halaman 1dari 3

Nama : Novita Deska Putri

NPM : 1834020199
Kelas : V A
Mata Kuliah : Manajemen Resiko
Tugas : Ujian Tengah Semester

Jawaban
1. Resiko Likuiditas
Resiko Likuiditas adalah resiko yang muncul akibat kesulitan menyediakan
uang tunai dalam jangka waktu tertentu. Contohnya: jika suatu pihak tidak
dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak
tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya,
tetapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai,
maka Aset tersebut dikatakan tidak likuid.
Resiko Pasar
Risiko pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang
disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali
perusahaan. Risiko pasar sering disebut juga sebagai risio yang menyeluruh,
karena sifat umumnya adalah bersifat menyeluruh dan di alami oleh seluruh
perusahaan. Contohnya krisis ekonomi dunia tahun 1930-an, krisis ekonomi
Indonesia 1997 dan 1998, coupd’tat yang terjadi di Filipina pada saat presiden
Marcos di ambil alih oleh kekuatan People Power hingga Corazon Aquino
menjadi presiden, Amerika Serikat pada kasus Subrime Mortgage 2007,
Thailand pada saat Bank Sentral Thailand melakukan devaluasi Bath yang
menyebabkan terjadinya kegoncangan pada ekonomi Thailand secara
keseluruhan, perang Teluk yang menyebabkan beberapa Negara  di kawasan
Timur Tengah seperti Irak  dan Kuwait mengalami kegoncangan ekonomi, dan
berbagai kasus yang menyeluruh lainnya.

2. Risiko kredit dapat dipengaruhi atau dipicu oleh risiko lainnya seperti risiko pasar,
risiko operasional, dan risiko stratejik. Sementara itu, risiko kredit juga
dapat berdampak terhadap risiko lain seperti risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko
kepatuhan, dan risiko hukum.
Penerapan manajemen resiko kredit :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tentang penerapan


manajemen risiko kredit dalam meminimalisir kredit bermasalah pada PT. BPR SAN
Bandarejo Simpang Empat dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh PT.
BPR SAN Bandarejo Simpang Empat dalam menangani terjadinya kredit bermasalah.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
penerapan manajemen risiko kredit yang meliputi pengawasan aktif dewan komisaris
dan direksi, kebijakan, prosedur dan penetapan limit, proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan sistem Informasi manajemen risiko kredit, serta sistem pengendalian
intern untuk meminimalisir kredit bermasalah pada PT. BPR SAN Bandarejo
Simpang Empat telah dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan adanya penelitian ini,
menyarankan agar bank dapat menjaga independensi staf kredit dan meningkatkan
proses pemantauan kredit serta dilakukannya penyelamatan kredit untuk mencegah
kemungkinan timbulnya kerugian lebih lanjut atas suatu kredit yang tidak lancar
melalui pengelolaan hubungan dengan debitur. Sedangkan penyelesaian kredit
bermasalah ditempuh dengan cara melakukan klaim asuransi, penghapusbukuan, dan
lelang agunan.

3. Kasus ini memiliki indikasi pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur manajemen


risiko kredit/pembiayaan pada Bank Danamon, khususnya prinsip 5C, point collateral.
Pada point collateral seharusnya Bank tidak bisa memberikan pembiayaan melebihi
dari nilai jaminan/agunan yang dijaminkan oleh debitur. Sedangkan pada kasus ini
nasabah tidak memberikan jaminan sehingga ketika terjadi wanprestasi, maka pihak
bank tidak mempunyai back-up. Sejalan dengan permasalahan yang di alami nasabah
tersebut, bank menawarkan solusi dengan menyepakati pengurangan jumlah angsuran
menjadi Rp. 650.000/bulan dan memperpanjang jangka waktu pembiayaan. Akan
tetapi disini bank melakukan pelanggaran kebijakan prosedur kredit/pembiayaan lagi,
yakni prinsip 5C khususnya point character. Seharusnya penilaian kepribadian calon
debitur dengan cara melihat langsung kehidupan sehari-hari seseorang/ calon debitur
harus diterapkan dengan maksimal guna menghindari wanprestasi. Karena
pelanggaran tersebut menyebabkan nasabah dengan mudah tidak melaksanakan
kewajibannya untuk melunasi pinjaman yang sudah diberikan oleh bank. Kemudian
selanjutnya, pihak bank masih melakukan pelanggaran Kebijakan Prosedur Risiko
Kredit/Pembiayaan yang ditetapkan oleh bank itu sendiri, yakni prinsip 5C, terkhusus
point Capacity. Dalam prosedur yang telah ditetapkan oleh bank, seharusnya bank
mampu melakukan penilaian terhadap nasabah, khususnya kewajiban nasabah pada
pihak lainnya. Hal tersebut merupakan salah satu point penting yang harus
dipertimbangkan oleh pihak bank. Sementara pada kasus ini, bank terindikasi
melakukan pelanggaran karena nasabah ternyata sedang terbelit hutang, akan tetapi
pihak bank tetap mengucurkan kredit tersebut bahkan tanpa agunan. Jika Kebijakan
Prosedur Risiko Kredit dilakukan dengan baik dan benar, maka seharusnya pihak
bank dapat mengetahui bahwa kredit/pembiayaan yang diajukan oleh nasabah Titin
Setyani memiliki risiko yang tinggi.

4. a. 2% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 20.000.000

b. 60% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 600.000.000

Anda mungkin juga menyukai