Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bripda Rahmat Zarkasih Londa

Hari / Tanggal : Selasa / 15 Maret 2022


Tempat : Bintauna

PENERAPAN HUKUM MELALUI MEKANISME RESTORATIVE JUSTICE


DALAM ORGANISASI POLRI

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang biasa kita kenal dengan sebutan
Polri Merupakan salah satu Lembaga Hukum Negara yang dipimpin langsung oleh
Kapolri dan bertanggung jawab langsung dibawah Presiden. Dimana Polri adalah
sebuah lembaga Negara atau aparat penegak hokum yang berfungsi untuk memelihara
keamanabn dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan untuk masyarakat dalam usaha untuk
menjaga keamanan Negara.

Dalam bidang penegakan hukum yang berkaitan dengan penanganan tindak


pidana, Polri digunakan oleh pemerintah sebagai sebuah lembaga penyidik utama yang
mengurusi setiap kejahatan secara umum dengan tujuan untuk menciptakan keamanan
di dalam negeri. Hal ini telah diatur dalam KUHAP. Pasal 16 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 sudah menyatakan tentang Kepolisian Republik
Indonesia dan kewenangannya. Lalu, apa saja kewenangan Polri itu?

1. Polri berhak untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan


penyitaan terhadap semua orang yang bisa dicurigai sebagai pelaku
pelanggaran hukum.

2. Polri berhak untuk melarang setiap orang berusaha meninggalkan atau


memasuki tempat kejadian perkara ketika adanya penyidikan.

3. Polri juga berhak untuk membawa orang yang disangka sebagai saksi atau
terdakwa kepada penyidik dalam usaha untuk penyelidikan.

4. Polri dapat menanyakan, memeriksa tanda pengenal diri, melakukan


pemeriksaan dan penyitaan surat terhadap orang yang sedang dicurigai.

Keempat poin tersebut dapat memberikan penjelasan kepada kita bahwa Polri
memmiliki memiliki wewenang yang sangat besar serta sensitive dalam mekanisme
penegakan hukum itu sendiri. Dimana seorang anggota Polri diberikan kewenagnan
untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan terhadap
semua orang yang bisa dicurigai sebagai pelaku pelanggaran hukum, serta berhak juga
untuk membawa orang yang disangka sebagai saksi atau terdakwa.

Polri sendiri dalam melaksanakan mekanisme hukum tentunya tidak sembarang


dalam mengeksekusi proses hukum tersebut, karena semuanya telah jelas diatur dalam
KUHAP Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dan juga
melalui PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) ini merupakan penyempurnaan dan
penyesuaian dengan pekembangan hukum, termasuk aturan yang berhubungan
dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pasca putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015, sekaligus sebagai pengganti Perkap
14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, yang telah dicabut
berdasarkan Peraturan Polri (perpol) Nomor 06 tahun 2019 tentang Pencabutan
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana.

Pada tanggal 19 Agustus 2021, Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo,
M.Si. menandatangani Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08
Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif,
tercatat dalam Berita Negara Republik Indonesia tahun 2021 Nomor 947. Dimana
Perkap ini bertujuan untuk menyelesaikan tindak pidana dengan melibatkan pelaku,
korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama
mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan bukan pembalasan.

Artinya keadilan restoratif tidak semata-mata menerapkan keputusan tentang


siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam sistem peradilan pidana yang bersifat
permusuhan/perlawanan (adversarial system), proses keadilan restoratif mencari suatu
fasilitas dialog antara segala pihak yang terdampak oleh kejahatan termasuk korban,
pelaku, para pendukungnya, dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini melibatkan
suatu proses dimana semua pihak yang berisiko dalam kejahatan tertentu secara
bersama-sama berusaha untuk menyelesaikan secara kolektif bagaimana menangani
setelah terjadinya kejahatan dan implikasinya di masa depan.

Polri sendiri sudah melaksanakan mekanisme Keadialan Restoratif ini sudah


cukup lama dengan mengacu kepada perkembangan dan berbagai hukum masyarakat
yang tumbuh, sehingga sejak tahun 2016 upaya untuk melegalkan Restorative Justice
ini dilakukan oleh seluruh jajaran Kepolisian sampai pada tanggal 19 Agustus 2021
Agustus 2021, Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. menandatangani
Perkap tersebut. Yang memberikan landasan hukum implementasi bagi Polri dalam
Melaksanakan Mekanisme Restorative Justice ini.

Indonesia sendiri pada saat ini sedang mengalami over loot warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Negara, tentunya ini merupakan PR bersama bagi seluruh
jajaran dan anggota Polri dalam melaksanakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, memang Aktivitas Kriminalitas tidak akan pernah usai dari muka bumi ini.
Namun, penuhnya kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Indonesia itu sendiri berjalan
lurus dengan menurunnya kemampuan Polri dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Penulis sendiri berpendapat bahwa mekanisme hukum melalui jalur Restorative
Justice merupakan salah satu solusi dari penuhnya kapasitas warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan, karena mekanisme hukum yang dijalankan akan diselesaikan dengan
jalur mediasi, serta tidak lagi diselesaikan melalui Keputusan Sidang. Namun, perlu
dipertimbangkan bahwa tidak semua Tindak Pidana atau setiap Laporan dari masyarat
dapat diselesaikan dengan mekanisme ini, sebagai contoh seperti Pembunuhan,
radikalisme dan Terorisme, yang terpenting adalah pelaksanaannya dapat memberikan
kepastian hukum bagi para pencari keadilan (korban) dan merasakan sendiri
kebermanfaatan hukum dan keadilan hukum.

Sebab, pada hakikatnya Keadilan restoratif merupakan sistem peradilan pidana


yang berusaha mendengarkan, menenteramkan pihak-pihak yang dirugikan oleh suatu
konflik dan untuk memulihkan, sejauh mungkin hubungan yang retak ke arah yang
benar dan adil di antara pihak-pihak yang berlawanan, yang berfokus pada pemecahan
masalah melalui mediasi, konsiliasi, dialog dan restitusi, untuk secara timbal balik
memperbaiki kerugian sosial dan kemungkinan menyatakan rasa penyesalan dan
pemaafan.

Penulis sendiri sebagai anggota Polri dapat merasakan kebermanfaatan dari


proses hukum melalui mekanisme Restorative Justice itu sendiri, dimana proses
Penyelidikan dan Penyidikan dari anggota Polri diganti dengan mekanisme Restorative
Justice, penuluis berpendapat bahwa melalui mekanisme ini juga dapat memberikan
kemudahan dalam melaksanakan tugas sebagai penegak hukum yang penting dapat
tercapainya serta terwujudnya kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

Hal tersebut dikembalikan lagi tinggal bagaimana seorang anggota Polri tersebut
melaksanakan dan mengeksekusi mekanisme Restorative Justice itu sendiri, apakah
sudah mampu mewujudkan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan hukum tersebut?
Sebab, berdasarkan pengalaman yang dilihat penulis masih ada juga korban dari suatu
Tindak Pidana yang bersepakat dengan tersangka untuk Tindak Pidana tersebut
diselesaikan dengan cara mediasi yang dalam hal ini merupakan mekanisme dari
Restorative Justice, dapat merasakan terwujudnya kepastian dan kebermanfaatan
hukum. Namun, belum merasakan keadialan dari hukum itu sendiri.

Contoh kasus

Anda mungkin juga menyukai