RINGAN
No. ICD-10 :
No. ICPC-2 :
Tingkat Kompetensi :
PENDAHULUAN
Kandidosis (sinonim: moniliasis, kandidiasis, thrush) adalah infeksi yang disebabkan oleh
jamur ragi dari genus Candida, terutama spesies C. albicans. C. albicans merupakan
organisme komensal yang berada di saluran pencernaan manusia, saluran kemih dan kulit.
Pada kondisi tertentu, C. albicans menjadi pathogen sehingga dapat menginfeksi kulit dan
membran mukosa maupun area lokal yang dapat mendukung pertumbuhan jamur.
Infeksi kandida ditemukan di seluruh dunia. Kolonisasi kandida di mukosa oral dilaporkan
ditemukan di lebih 40% orang dewasa sehat dengan angka yang tinggi pada wanita hamil
dan orang perokok. Setidaknya 15 dari 200 spesies kandida menyebabkan penyakit pada
manusia. 5-15% wanita usia produktif dilaporkan dilaporkan mengalami kandida
vulvovaginalis (KVV) dengan rekurensi dilaporkan terjadi pada 40-50% pasien.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit yang disebabkan oleh jamur terutama jamur dari spesies Candida.
1. Menganalisis data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis masalah kesehatan kulit pasien.
2. Mengembangkan strategi untuk menghentikan sumber penularan penyakit, patogenesis
dan patofisiologi, akibat yang ditimbulkan serta faktor risiko yang dapat menyebabkan
kelainan kulit ini.
3. Menentukan penanganan penyakit baik klinik, epidemiologis, farmakologis secara
rasional dan ilmiah disertai penerapan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
4. Memilih dan menerapkan strategi pengelolaan yang paling tepat berdasarkan prinsip
kendali mutu, kendali biaya, manfaat dan keadaan pasien serta sesuai pilihan pasien.
5. Mengidentifikasi dan menerapkan pencegahan penyakit dengan melibatkan pasien,
anggota keluarga dan masyarakat untuk mencegah kekambuhan.
DEFINISI
Kandidosis (sinonim: moniliasis, kandidiasis, thrush) adalah infeksi yang disebabkan oleh
jamur ragi dari genus Candida, terutama spesies C. albicans. Istilah kandidosis sering
dipakai di negara Eropa, sedangkan di Amerika Serikat biasa memakai istilah kandidiasis.
Infeksi biasanya bersifat akut, sub akut dan kronis. C. albicans merupakan organisme
komensal yang berada di saluran pencernaan manusia, saluran kemih dan kulit.
Pada kondisi tertentu, C. albicans menjadi patogen sehingga dapat menginfeksi kulit dan
membran mukosa maupun area lokal yang dapat mendukung pertumbuhan jamur.
Manifestasi klinis juga bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang terkena. Infeksi
superfisial terutama menyerang membran mukosa, kulit dan kuku, namun invasi yang lebih
dalam seperti septisemia, endocarditis dan meningitis juga dapat terjadi. Kondisi ini masuk
kedalam topik bahasan mikosis sistemik.
ETIOLOGI
Infeksi kandida ditemukan di seluruh dunia. Kolonisasi kandida di mukosa oral dilaporkan
ditemukan di lebih 40% orang dewasa sehat dengan angka yang tinggi pada wanita hamil
dan orang perokok. Setidaknya 15 dari 200 spesies kandida menyebabkan penyakit pada
manusia. Insiden yang sama dapat terjadi baik pada pria maupun wanita dari segala usia.
Kejadian yang lebih tinggi didapatkan pada bayi, orang tua ataupun anak dengan dermatitis
atopik dan dermatitis seboroik, misalnya kandidiasis oral ditemukan pada 5% bayi dan 10%
orang tua.
Pasien imunokompromais dengan riwayat penggunaan antibiotik dan perawatan di rumah
sakit yang lama juga beresiko mengalami kandidiasis superfisial maupun sistemik. 5-15%
wanita usia produktif dilaporkan dilaporkan mengalami kandida vulvovaginalis (KVV)
dengan rekurensi dilaporkan terjadi pada 40-50% pasien. 75% wanita pernah terkena KVV
setidaknya sekali dalam hidupnya. Pada kandidiasis intertriginosa sering terjadi pada orang
dewasa, namun dapat pula terjadi pada bayi dan anak-anak dengan obesitas. Angka
rekurensinya yang cukup tinggi.
C. albicans merupakan jamur ragi berbentuk oval dengan ukuran 2-6 x 3-9 m yang dapat
membentuk sel “budding”, pseudohifa dan hifa sejati. Hifa diproduksi selama proses invasi
jaringan berlangsung, kendati demikian jamur ragi tanpa hifa juga dapat menyebabkan
penyakit yang lebih invasif terutama infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme non-
albicans. Selain C. albicans, terdapat lebih dari 100 spesies dari genus Candida yang
sebagian besar merupakan organisme komensal pada manusia. Contoh spesies lain Candida
adalah C. tropicalis, C. dubliniensis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaniae, C. zeylanoides dan C. glabrata. Epidemiologi kandidosis
sudah berubah, dimana dahulu C. albicans merupakan spesies yang dominan yang dapat
diisolasi pada sampel klinis, namun pada beberapa negara ditemukan spesies Candida yang
lain yang lebih dominan.
PETA KONSEP
Faktor resiko, misalnya umur yang ekstrim, diabetes, obesitas hamil, dan lain-lain
K. atrofik akut
Balanopostitis
dan kronis
kandida
K. hiperplastik
kronis
Angular
cheilitis
FAKTOR RISIKO
1. Umur yang ekstrim
2. Pasien dengan obesitas
3. Diabetes
4. Wanita hamil atau wanita menjelang menstruasi
5. Pasien dengan kondisi imunokompromais: HIV/AIDS, keganasan
6. Penggunaan antibiotik spektrum luas, kortikosteroid dan obat-obatan imunosupresif
dalam jangka waktu yang lama.
7. Gaya hidup (perokok)
8. Pemakaian gigi palsu khususnya untuk kandidiasis oral
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
1. Kandidiasis intertriginosa: umumnya pasien datang dengan keluhan gatal hebat dan rasa
panas pada daerah lipatan kulit seperti aksila, sela pantat, sela paha, sela jari,
retroaurikular dan perianal.
2. Kandida onikia (paronikia kandida): kulit disekitar kuku tampak kemerahan disertai nyeri
pada kuku terutama akibat tekanan/pergerakkan. Dapat asimptomatik, umumnya datang
karena terjadi perubahan warna kuku, kuku tampak mengeras dan tebal. Perlu ditanyakan
riwayat pekerjaan untuk mencari faktor resiko.
3. Kandiasis oral: keluhan seperti sariawan yang nyeri pada lokasi yang terkena disertai
dengan rasa terbakar, kadang dapat disertai perdarahan. Terdapat gangguan persepsi rasa
hingga disfagia. Eritema, fisura dan maserasi yang nyeri pada sudut mulut. Perlu
ditanyakan riwayat penyakit kronis atau kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan
pemakaian obat-obatan imunisupresif terutama pasien dengan riwayat kanker.
4. KVV: duh vagina berwarna putih susu, disertai rasa gatal dan panas di vulva, kadang
terjadi disuria. Keluhan yang hamper sama juga muncul pada balanopostitis kandida,
dimana keluhan biasanya muncul setelah pasien berhubungan seksual.
PEMERIKSAAN FISIK
Gambar 1. Bentuk klasik kandidiasis, tampak papula Gambar 2. Plak eritematosa disertai maserasi
eritematosa yang berkonfluen menjadi plak disertai pada daerah lipatan bawah mamae
satelit papula dan vesikopustul.
2. Kandidiasis yang menyerang sela jari (kandidiasis interdigitalis), atau erosio
interdigitalis blatomycetica umumnya muncul pada jari ke-3 atau sela jari kaki ke-4. Lesi
berupa plak berwarna putih diatas makula eritematosa (Gambar 3) Kondisi ini terjadi
pada pasien yang berkerja di tempat basah dalam waktu yang lama.
3. Kandidiasis popok (sinonim: ruam/dermatitis popok, napkin rash) terjadi pada area kulit
yang lembab/basah pada pantat atau genitalia bayi terutama bagian kulit yang langsung
kontak dengan popok (Gambar 4). Sering terjadi pada bayi usia 9-12 bulan, namun dapat
juga terjadi pada orang dewasa. Terjadi akibat kondisi yang basah berkepanjangan
terutama di daerah popok, misalnya kontak dengan urin atau feses bayi sehingga terjadi
kerusakkan sawar kulit di area sekitarnya. Lesi berupa plak eritematosa dengan satelit
papula hingga pustula Pada acrodermatitis enterophatica atau dermatitis akibat kelainan
defisiensi zinc juga dapat ditemukan infeksi sekunder akibat kandida terutama pada
daerah popok. Pada kondisi ini perlu dilakukan kerokan kulit untuk memastikan adanya
infeksi kandida pada area tersebut.
4. Kandida paronikia muncul berupa eritema pada lipatan kuku bagian proksimal disertai
hilangnya kutikula kuku, lepasnya bagian kuku (onikolisis) atau rusaknya kuku (distrofi
kuku). Kuku tangan lebih sering terkena dibandingkan kuku kaki serta pada bagian
tangan dominan. (Gambar 5). Tampak Beau’s line dengan perubahan warna kuku
menjadi warna coklat atau hijau disepanjang sisi lateral kuku, kuku tidak rapuh dan tidak
terdapat debris di bawah kuku. Kandida paronikia diawali dengan terjadinya parokinia
(infeksi pada kulit di sekitar kuku tangan dan kuku kaki, namun juga dapat langsung
mengenai dasar kuku (nail plate) dan menyebabkan onikomikosis. 5-10% onikomikosis
disebabkan oleh kandida.
Gambar 5. K. paronikia. A. Paronikia kronik menunjukkan lipatan kuku proksimal yang eritem
dan edema disertai onikolisis dan distrofik kuku ringan. B. Paronikia yang mengalami inflamasi
berat yang menyebar ke dasar kuku
5. Kandidiasis oral
a. Kandidiasis pseudomembran akut. Sering disebut sebagai “thrush’. Pada
permukaan mukosa esofagus terdapat dasar yang eritematosa dan putih susu yang
melekat terlihat pada bentuk kandidiasis oral pseudomembran akut (Gambar 6). Lesi
muncul berupa plak multifokal berwarna putih-kekuningan yang mengenai mukosa
mulut meliputi lidah, mukosa bukal, palatum mole, palatum durum dan faring. Plak
putih dapat dikerok dengan mudah menggunakan kasa dan akan meninggalkan area
eritem hingga perdarahan pada lesi yang dikerok tadi yang merupakan penanda khas
kelainan ini. Kondisi ini sering dikaitkan dengan kelainan imunodefisiensi seperti
HIV/AIDS dan pasien kanker yang mendapatkan terapi imunosupresif, namun juga
didapatkan pada bayi sehat atau pada orang-orang yang menggunakan kortikosteroid
inhalasi.
c. Kandidiasis atrofik kronik. Diduga perluasan dari kandidiasis atrofik akut sehingga
gambarannya tidak jauh berbeda. Pasien yang memakai gigi palsu sering mengalami
kandidiasis bentuk ini. Hal ini disebabkan karena gigi palsu yang kurang sesuai akan
menyumbat mukosa oral sehingga aliran saliva akan terganggu, dengan demikian akan
menyebabkan pertumbuhan candida yang berlebih. Adanya iritasi akibat gesekan
antara mukosa mulut dan gigi plasu menyebabkan kerusakan sawar mukosa. Lesi
berupa area eritematosa dan edematosa. Lokasi lesi terbatas pada mukosa oral tempat
kontak dengan gigi palsu (Gambar 7). Tipe ini dibagi menjadi 3 stadium. Stadium 1
terbatas pada area lokal, ditandai dengan perdarahan seperti ptekiae (lesi bintik-bintik)
disertai inflamasi lokal. Pada stadium 2 tampak lesi eritema pada mukosa tempat
kontak dengan gigi palsu. Stadium 3 lesi eritema berada di tengah palatum durum atau
dengan hiperplasia papilari pada mukosa oral tempat kontak gigi palsu.
e. Kheilitis angular (Keilitis kandida). Nama lain: stomatitis angular atau perleche,
penanda khas tipe ini adalah patch eritematosa disertai fisura bahkan ulserasi
disepanjang komisura mulut/sudut bibir (Gambar 9). Pada umumnya bilateral,
disertai dengan gejala nyeri dan perih pada fisura. Dapat terjadi bersamaan dengan
infeksi S. aureus. Kondisi ini juga sering ditemukan pada orang yang mempunyai
kebiasaan menjilat/menggigit bibir atau pada orang usia lanjut dengan kulit kendur
pada bagian komisura mulut, penggunaan gigi palsu dengan oklusi yang salah juga
merupakan faktor resiko terjadi nya kelainan ini.
b. Balanopostitis kandida. Balantis merupakan infeksi pada batang penis sedangkan postitis
merupakan infeksi pada prepusium. Lesi berupa papula atau papulopustula rapuh pada batang
penis atau bagian sulkus koronarius penis. Papula kecil muncul beberapa jam setelah
berhubungan seksual, lalu berubah menjadi pustula/vesikula putih dan pecah yang pada
akhirnya meninggalkan area yang mengelupas. Lesi berat dapat meluas ke skrotum, paha dan
seluruh area inguinal (Gambar 11)
Pada fasilitas kesehatan tingkat pertama: pemeriksaan potasium hidroksida (KOH) 10-20%
dari kerokan kulit, duh tubuh, vesikula, pustula, pus dan krusta yang diletakan di gelas objek.
Ditutup dengan kaca kecil lalu dipanaskan diatas api kecil (tidak sampai mendidih). Pada
sediaan mikroskopis langsung terlihat sel ragi polimorfik yang berbentuk bulat/lonjong,
berukuran 2-6 x 4-9 m; blastospora (sel ragi yang sedang bertunas, germ-tube, hifa atau
pseudohifa (untaian sel tunas yang memanjang), dapat pula ditemukan klamidospora.
Pada kandidiasis oral dan KVV, terlihat budding yeast cell dengan atau tanpa pseudohifa
(seperti untaian sosis) atau hifa. Adanya hifa menunjukkan infeksi bersifat kronis. Jika
penyebabnya C. non-albicans, budding yeast lebih sukar ditemukan dan memerlukan
pembesaran yang lebih besar.
Pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut:
1. Swab tenggorokan/vagina untuk dilakukan kultur dengan media agar Saboraud.
2. Biopsi jaringan
3. Kultur darah jika curiga kandidiasis sistemik
DIAGNOSIS KLINIS
1. Kandidiasis kutis
Dapat mengenai segala usia, daerah yang sering terkena adalah lipatan kulit yang lembab
dan mudah mengalami maserasi, misalnya sela paha, ketiak, sela jari, infra mamae, atau
sekitar kuku. Lesi berupa bercak eritematosa, berbatas tegas, basah, bersisik, disertai
papula hingga vesikula/pustula atau dinamakan lesi satelit
2. Kandidiasis paronikia
Tampak perubahan warna kuku, kuku tampak tebal dan mengeras hingga terjadi
onikolisis. Kulit disekitar kuku tampak merah dan bengkak. Nyeri pada kuku disertai
retraksi kutikula sampai lipat kuku proksimal, jika berat dapat disertai pus.
3. Kandidiasis mukosa
a. Kandidiasis oral
1) Kandidiasis pseudomembran akut: plak multifokal berwarna putih-kekuningan
yang mengenai mukosa mulut meliputi lidah, mukosa bukal, palatum mole,
palatum durum dan faring. Plak putih dapat dikerok dengan mudah menggunakan
kasa dan akan meninggalkan area eritem hingga perdarahan pada lesi yang dikerok
tadi yang merupakan penanda khas kelainan ini.
2) Kandidiasis atrofik akut: patch eritematosa, simetris, batas tidak teratur. Terdapat
atrofi lidah, papilla lidah menipis dan tertutup pseudimembran. Lokasi yang sering
terkena adalah di daerah palatum, mukosa bukal hingga lidah bagian dorsal.
3) Kandidiasis atrofik kronis: mukosa palatum tempat kontak gigi palsu terlihat
edematosa, bersifat kronis dan dapat bersamaan terjadi dengan keilitis angularis.
4) Kandidiasis hiperplastik: mulai dari bercak putih yang tidak teraba hingga plak
kasar yang melekat di lidah, palatum atau mukosa bukal hingga melibatkan
komisura labial. Plak sifatnya melekat dan tidak dapat dilepaskan, untuk
membedakan dengan kandidiasis pseudomembran akut.
5) Keilitis angularis: patch eritematosa disertai fisura yang mengalami maserasi
hingga ulserasi disepanjang komisura mulut/sudut bibir.
b. Kandidiasis area genitalia
1) KVV: duh vagina berwarna putih susu/krim keju, disertai rasa gatal, panas dan
disuria. Tampak plak berwarna putih dengan dasar eritematosa pada dinding vagina
yang dapat meluas hingga labia dan perineum.
2) Balanopostitis kandida: papula dan papulopustula tampak pada batang penis/sulkus
koronarius. Kulit penis tampak merah yang muncul setelah berhubungan seksual.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kandidiasis Kulit
a. Dermatitis seboroik
b. Skabies
c. Tinea korporis (dermatofitosis)
d. Impetigo
e. Eritrasma
f. Intertrigo bakterial
g. Dermatitis kontak alergi dan iritan
h. Dermatitis atopik
i. Folikulitis bacterial
j. Herpes zoster
2. Kandidiasis Oral
a. Herpes simpleks virus
b. Oral hairy leukoplakia
c. Eritema multiforme
d. Stomatitis aftosa
3. Paronikia/onikomikosis
a. Tinea unguium (infeksi kuku akibat jamur dermatofit)
b. Paronikia bacterial akut
c. Herpetic whitlow
d. Karsinoma sel skuamosa
4. Kandidiasis Vulvovaginitis
a. Trikomoniasis vaginalis
b. Bakterial vaginosis
c. Infeksi vagina non-spesifik
d. Gonorea akut
5. Balanopostitis
a. Infeksi bakteri
b. Herpes simpleks
c. Liken planus
d. Psoriasis
SARANA PRASARANA
Pemeriksaan sediaan menggunakan KOH 10-20% dari kerokan kulit maupun duh tubuh dapat
dilakukan oleh dokter umum di fasilitas kesehatan tingkat pertama
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
Bagan alur
KANDIDIASIS
Mukokutan Diseminata
Klinis Tidak
sesuai ? Diagnosis banding
Edukasi Terapi
Topikal Sistemik
TERAPI FARMAKOLOGIS
Penatalaksanaan Kandidiasis
Topikal Sistemik
1. Lesi basah: dikeringkan dengan 1. Flukonazol 50 mg/hari atau
kompres larutan kalium 150 mg/minggu, 2 minggu
permanganat 1/5000, larutan 2. Itrakonazol 100-200 mg, 2
Burowi 20-30 menit beberapa kali minggu
sehari 3. Ketokonazol 200mg/hari, 2
2. Krim imidazol (mikonazol 2%, minggu
ketokonazol 2%, klotrimazol 1%),
Kulit 2-4 minggu
3. Bedak nistatin atau ketokonazol
selanjutnya untuk pencegahan
4. Kandidiasis popok: zinc oxide
paste dengan mikonazol krim
0,25%. Hidrokortison 1% ointment
2x/hari juga dapat diberikan dalam
jangka pendek
Paronikia 1. Larutan klotrimazol 1%, 4x/hari 1. Flukonazol 150 mg/minggu,
2. Haloprogin/mikonazol dengan sampai sembuh
cara oklusi 2. Ketokonazol 1x200mg, sampai
3. Larutan timol 4% dalam alkohol sembuh
absolut/kloroform
Kandidiasis 1. Itrakonazol dosis denyut
kuku (2x200 mg/hari selama 1
minggu, istirahat 3 minggu)
sebanyak 2 denyut untuk kuku
tangan dan 3-4 denyut untuk
kuku kaki atau 200 mg/hari
selama 2 bulan untuk kuku
tangan dan minimal 3 bulan
untuk kuku kaki.
2. Flukonazol dosis denyut 1x150
mg 1 kali/minggu hingga klinis
membaik, biasanya 6-9 minggu
Kandidiasis 1. Nistatin suspensi oral: 1. Ketokonazol 200-400 mg/hari
oral 4-6ml (400.000-600.000 U), selama 2-4 minggu. Kasus
4x/hari setelah makan kronis perlu waktu 3-5 minggu
Bayi: 200.000 U, 4x/hari 2. Itrakonazol 100-200 mg/hari,
Perlu 10-14 hari untuk kasus selama 2 minggu
akut/beberapa bulan untuk 3. Flukonazol 100 mg/hari selama
kasus kronis. 5-14 hari atau 200 mg dosis
2. Solusio gentian violet 1-2%, tunggal (3 mg/kgBB/hari)
2x/hari selama 3 hari 4. Vorikonazol 50 mg dan 200
(menyebabkan mulut menjadi mg, kehamilan kategori D
warna biru) obat off label yang disetujui
3. Mikonazol gel oral FDA, alternatif kasus
kandidiasis oral kronis dan
Dewasa: 10 ml (2 sendok teh = tidak sembuh dengan
250 mg), 4x/hari pengobatan standar lainnya.
Anak-anak: > 6th (4x5 Dosis: 200mg/12 jam selama 14
ml/hari), 2-6 th (2x5 ml/hari), hari atau sampai 7 sesudah
<2 th (2x2,5 ml/hari) gejala sembuh
dibiarkan selama mungkin didalam 5. Posakonazol 2x100 mg/hari
mulut, terapi diteruskan sampai 2 hari pertama, 100mg/hari untuk 13
gejala hilang. hari berikutnya. Diberikan
4. Kheilosis kandida: kombinasi krim untuk kasus yang resisten
anti jamur dan kortikosteroid dapat dengan flukonazol. Kasus
membantu refrakter 2x400 mg/hari
selama 3 hari, 2x400 mg/hari
selama 25-28 hari. Diberi
Bersama dengan makanan.
KVV Indikasi: wanita hamil, KVV akut, 1. Ketokonazol 2x200 mg/hari
KVV ringan-sedang tanpa komplikasi. selama 5-7 hari
Untuk vaginitis: 2. Itrakonazol 200 mg/hari selama
1. Nistatin supositoria vagina 1 tablet 2 hari atau 200 mg/hari selama
(100.000 U), setiap malam selama 3 hari atau 2x100 mg/hari
14 hari selama 2 hari atau 2x200 mg
2. Amfoterisin B supositoria tablet 50 selang sehari 8 jam sesudah
mg, setiap malam selama 7-12 hari. makan atau 600 mg hanya satu
Aman untuk wanita hamil maupun hari (3x200 mg/hari, yang
bayinya. Dapat dikombinasikan terbaik)
dengan tetrasiklin 100 mg untuk
meningkatkan aktivitas amfoterisin
B
3. Klotrimazol tablet vagina. 1 tablet
100 mg setiap malam selama 7 hari
atau 2 tablet (@100 mg) setiap
malam selama 3 hari atau 1 tablet
500 mg dosis tunggal pada malam
hari
Untuk vulvitis:
1. Nistatin krim, dioleskan selama 2
minggu
2. Derivat imidazol, naftitin,
siklopiroksinamin dan haloprogin
krim di oleskan selama 2 minggu
3. Kondisi parah: krim hidrokortison
1-2,5% selama 3-4 hari,
dilanjutkan dengan krim anti jamur
Balanopostitis 1. Krim nistatin dioleskan selama 2 Flukonazol 150 mg dosis tunggal
kandida minggu
2. Krim imidazol (mikonazol,
klotrimazol, dioleskan pagi-malam
selama 1 minggu.
KONSELING DAN EDUKASI
MONITORING PENGOBATAN
Evaluasi klinis dan laboratoris dapat diulang setelah 7-14 hari. Evaluasi klinis meliputi adanya
perbaikan gejala atau berkurangnya keluhan pasien. Perlu dievaluasi efek samping pemberian
pengobatan topikal seperti dermatitis kontak alergi, maupun efek samping sistemik ketokonazol oral
berupa kerusakan liver dan disfungsi adrenal. Pada pengobatan dengan ketokonazol jangka panjang
mungkin diperlukan pemeriksaan laboratorium darah untuk melihat fungsi liver
KRITERIA RUJUKAN
Bila dengan pengobatan yang dianjurkan tidak mengalami perbaikan (kasus refrakter), pada
kandidiasis derajat berat atau pada pasien dengan kondisi imunokompromomais berat.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi kandidiasis paling sering adalah infeksi sekunder atau reaksi Id candida
(suatu reaksi alergi non infeksi terhadap infeksi jamur yang jauh dari fokus infeksi)
2. Keluhan disfagia pada kasus kandidiasis oral dapat menyebabkan penurunan nutrsi
sehingga terjadi penurunan kualitas hidup
3. Leukoplakia dapat menjadi karsinoma sel skuamosa walaupun jarang.
4. Kandidiasis oral jika tidak tertangani dengan baik dapat meluas kebagian yang lebih
dalam, menjadi kandidiasis esofagus
5. Terapi profilaksis kandidiasis oral dapat diberikan pada bayi pengobatan antepartum
ibu dengan KVV atau pada dewasa: flukonazol 50-100mg/hari, 1-2 minggu atau
flukonazol 150 mg/minggu.
6. Pada KVV, kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat akan meyebabkan
penyakit dapat relaps kembali
7. KVV rekuren/kronis dapat menyebabkan dispareunia yang kronis hingga menganggu
hubungan suami-istri.
8. Infeksi kandida dapat menyebabkan kegagalan multiorgan akibat terjadinya syok septik
atau penyebaran hematogen akan menyebabkan terjadinya perluasan ke oragan lain yang
dinamakan kandidemia. Organ yang sering terkena adalah liver, limfa, ginjal, jantung dan
selaput otak.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, bergantung pada adanya faktor predisposisi dan derajat keparahan
penyakit. Kandidiasis interdigitalis dengan faktor predisposisi sering berkontak dengan air
dapat sembuh spontan jika faktor predisposisi dihilangkan. Buruknya kepatuhan minum obat
akan menyebabkan penyakit relaps kembali.
PENCEGAHAN
1. Menghilangkan atau meminimalkan faktor predisposisi
2. Pada kandidiasis popok dapat diberikan pelindung / barrier ointment pada kulit yang
tertutup popok (berupa pasta zinc oxide, petrolatum). Diulang pengolesannya setiap
mengganti popok.
3. Untuk kandidiasis oral, gigi palsu dapat direndam menggunakan cairan antiseptik
klorheksidin glukonat 2% atau larutan hipoklorit 0,1%.
4. Kumur-kumur menggunakan suspensi klorheksidin glukonate 0,12% minimal 2x sehari.
5. Pada KVV sebaiknya menghindari faktor predisposisi seperti pemakaian
antibiotik/kortikosteroid yang lama dan mengurangi kegemukan
6. Pada pasien HIV/AIDS, pengobatan anti retroviral (ARV) harus tetap diberikan secara
efektif untuk mencegah kekambuhan. Obat profilaksis dapat diberikan setelah terapi
ARV dianggap maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahronowitz I, Leslie K, 2019. Yeast Infections. In: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, et
al, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 9th Ed. New York: McGraw
Hill Medical. 2952-64.
2. James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA, Neuhaus IM, 2020. Disease Resulting
From Fungi and Yeast. Andrews’ Diseases of the Skin Clinical Dermatology. 13th Ed.
Edinburgh: Elsevier. 291-323
3. Hay RJ, Ashbee HR. 2016. Fungal Infection. In: Griffiths C, Barker J, Bleiker T,
Chalmers R, Creamer D, editors. Rook’s Textbook of Dermatology 9th Ed. UK: Willey-
Blackwell. Chapter 32.
4. Bhesania AH, Narayankhedkar A, 2017. Vulvovaginal candidosis, Int. J. Curr. Microbiol.
App. Sci; 6(1): 240-50
5. Millsop JW, Fazel N, 2016. Oral candidiasis, Clinics in Dermatology, 34: 487-94
6. Perdoski. 2017. Kandidosis/Kandidosis. Panduan Praktik Klinis. Bagi Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta.
7. Ramali LM, 2013. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. In: Bramono K, Suyoso S,
Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatofitosis Superfisialis.
Pedoman Untuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran, 2nd Ed. Jakarta: FKUI; 100-119
8. Suyoso S, 2013. Kandidiasis Mukosa. In: Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali
LM, Widaty S, Ervianti E, editors. Dermatofitosis Superfisialis. Pedoman Untuk Dokter
dan Mahasiswa Kedokteran, 2nd Ed. Jakarta: FKUI; 120-148.
9. Sawitri, Zulkarnain I, Hutomo M. 2012. In: Pedoman Diagnosis Terapi. Surabaya. RSUD
Dr. Soetomo/Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
PITIRIASIS VESIKOLOR
No. ICD-10 :
No. ICPC-2 :
Tingkat Kompetensi :
PENDAHULUAN
Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh
Malassezia sp. (sebelumnya dikenal dengan Pityrosporum). Bersama dengan dermatofitosis
dan kandidiasis, digolongkan dalam dermatomikosis superfisial. Telah diidentifikasi 14
spesies genus Malassezia, 11 diantaranya merupakan organisme komensal kulit manusia.
Organisme ini bersifat dimorfik lipofilik, biasanya berada di lapisan teratas stratum
korneum.
Selain menyebabkan pitiriasis versikolor, jamur ini juga menyebabkan folikulitis
malassezia, serta dikaitkan dengan peningkatan kondisi inflamasi dermatitis seboroik,
dermatitis atopik. Malassezia sp. tidak menyerang batang rambut, kuku maupun membran
mukosa, tetapi telah dilaporkan adanya infeksi paru dan sistemik pada bayi yang mendapat
terapi lipid intravena jangka panjang.
Prevalensi pitiriasis versikolor di daerah tropis dapat mencapai 60%, sedangkan di daerah
subtropik atau daerah dengan empat musim prevalensi cenderung lebih rendah hingga di
bawah 1%. Di antara penyakit dermatomikosis superfisialis, insiden pitiriasis versikolor di
beberapa rumah sakit di Indonesia pada tahun 2009-2011 lebih rendah dari dermatofitosis
tetapi lebih tinggi dari kandidiasis kutis.
Istilah ‘versikolor” untuk menggambarkan warna lesi yang bervariasi, dapat hipopigmentasi,
hiperpigmentasi atau eritema (hingga warna merah salmon). Perubahan pigmentasi kulit
disebabkan beberapa mekanisme. Lesi hipopigmentasi disebabkan karena jamur ini
memproduksi asam azeleat (suatu asam dikarboksilat) dan metabolit triptofan (pityriacitrin
dan pityrialactone) yang menghambat enzim tirosinase (enzim yang diperlukan pada proses
sintesis melanin). Mekanisme lainnya adalah efek sitotoksik langsung pada melanosit.
Melanosom yang diproduksi tampak abnormal, kecil dan sedikit melanin, serta tidak
ditransfer ke keratinosit. Penyebab lesi hiperpigmentasi belum jelas, tetapi didapatkan
peningkatan melanosom, ukuran melanosom yang besar, dan penebalan stratum korneum.
Pitiriasis versikolor disebut juga tinea versikolor, panu, liver spots, dermatomycosis
furfuracea,tinea flavea, liver spots, chromophytosis.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit pitiriasis versikolor.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
DEFINISI
Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial, bersifat ringan dan kronik, yang
disebabkan oleh Malassezia sp., ditandai dengan makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi
atau eritema, dengan skuama halus di atasnya, terutama menyerang badan bagian atas.
ETIOLOGI
Malassezia globosa merupakan spesies tersering penyebab pitiriasis versikolor, diikuti oleh
Malassezia restricta dan Malassezia sympodialis. Spesies lainnya yang dikaitkan dengan
pitiriasis versikolor adalah M. furfur, M. obtusa, dan M. Slooffiae. Organisme ini adalah
flora normal kulit manusia. Koloni jamur paling banyak berada di badan bagian atas, kepala,
fleksura, yaitu area yang banyak terdapat kelenjar sebasea. Malassezia sp. bergantung pada
trigliserida sebum pejamu karena tidak memiliki enzim pembentuk lemak endogen.
Faktor predisposisi untuk terjadinya pitiriasis versikolor bervariasi, tetapi faktor lingkungan
dan kerentanan individu pejamu merupakan hal terpenting. Pada kondisi yang mendukung,
organisme ini akan berubah dari bentuk ragi (yeast) ke bentuk miselia yang bersifat patogen
dan menginvasi stratum korneum.
PETA KONSEP
Pitiriasis versikolor
FAKTOR RISIKO
Sering timbul pada iklim tropis dan mengenai orang yang banyak berkeringat. Usia remaja
dan dewasa muda lebih sering terserang karena pada saat itu produksi sebum mencapai
puncaknya. Beberapa keadaan telah dihubungkan dengan penyakit ini, misalnya sindroma
Cushing dan malnutrisi. Faktor genetik yang poligenik mungkin berpengaruh pada
kerentanan individu terhadap pitiriasis versikolor. Hal ini cenderung mempengaruhi awitan
penyakit yang lebih muda pada pasien laki-laki, penyakit yang lebih lama dan tingkat
rekurensi yang tinggi. Penggunaan produk perawatan kulit yang mengandung minyak juga
dihubungkan dengan penyakit ini.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Keluhan berupa adanya bercak pada kulit, dapat berwarna putih, kecoklatan atau merah,
disertai gatal ringan atau tanpa gatal, pada daerah leher, dada, punggung, atau lengan atas.
PEMERIKSAAN FISIK
Lesi awal berupa makula berbatas jelas, kadang sedikit eritema, dengan skuama halus
(furfurasea) di atasnya. Skuama yang minimal dapat dilihat lebih jelas dengan menggores
lesi kulit dengan ujung kuku atau kuret (tanda Besnier) atau dengan meregangkan kulit
(tanda Zireli). Selanjutnya, akan tampak bercak luas berkonfluen atau bercak tersebar
dengan skuama di atasnya. Area tersering pada leher, dada, punggung, lengan atas, kadang-
kadang dapat mengenai kulit kepala, perut dan area sekitar lipatan paha.
Lesi hipopigmentasi lebih tampak pada orang berkulit gelap, dan dapat menetap beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah pengobatan. Lesi hiperpigmentasi lebih tampak pada
orang berkulit terang.
Pemeriksaan dengan lampu Wood pada lesi menunjukkan fluoresensi kuning-hijau/kuning
keemasan.
A B
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20% dari sediaan kerokan kulit menunjukkan hifa/
miselia pendek dan bentuk spora bulat berkelompok berbentuk ‘spaghetti and meatballs’
atau ‘bananas and grapes’. Kadang ditemukan bentuk spora oval. Bila skuama sangat
sedikit, pengambilan dapat dengan menggunakan selotip. Adanya bentuk miselium
memastikan diagnosis. Elemen jamur dapat diperjelas dengan penambahan tinta biru-hitam
Parker pada KOH (campuran 1:1 dengan KOH 20%).
Pemeriksaan KOH menunjukkan hifa pendek-pendek dan spora (‘spaghetti and meatball’)
Kultur bukan pemeriksaan rutin untuk konfirmasi infeksi Malassezia karena diperlukan
media dengan lemak tertentu, misalnya modifikasi Dixon, yang cukup rumit dan kebutuhan
setiap spesies berbeda.
Pemeriksaan histopatologi hanya dilakukan pada kasus yang meragukan atau
menyingkirkan penyebab lain. Pewarnaan dengan PAS (periodic acid Schiff) menunjukkan
proses inflamasi ringan dan struktur jamur (blastokonidia dan hifa) pada stratum korneum.
DIAGNOSIS KLINIS
Algoritma diagnostik
DIAGNOSIS BANDING
1. Vitiligo
2. Pitiriasis alba
3. Morbus Hansen
4. Kloasma
5. Sifilis sekunder
6. Dermatitis seboroik
7. Pitiriasis rosea
8. Eritrasma
9. Tinea korporis/ dermatofitosis
SARANA PRASARANA
Lampu Wood.
Cairan KOH 10-20%.
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
TERAPI FARMAKOLOGIS
MONITOING PENGOBATAN
Perlu diperhatikan efek samping kontak alergi atau iritan akibat pengobatan topikal, maupun
efek samping ketokonazol oral berupa kerusakan liver dan disfungsi adrenal.
KRITERIA RUJUKAN
Bila dengan pengobatan yang dianjurkan tidak mengalami perbaikan.
KOMPLIKASI
Tidak ada komplikasi.
PROGNOSIS
Penyakit ini bersifat kronik bila tidak diobati. Sering terjadi rekurensi setelah diobati, apapun
pengobatan pertamanya, terutama pada individu yang memiliki faktor risiko kuat.
Depigmentasi residual tanpa skuama dapat menetap selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah kekambuhan :
Sampo selenium sulfida atau sampo ketokonazol secara periodik, atau itrakonazol 2x200 mg
sehari tiap bulan selama 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Radiono S, Suyoso S, Bramono K. Pitiriasis Versikolor. (2013). Dalam : Ervianty E,
Suyoso S, Widaty S, Indriatmi W, Bramono K, Ramali RM, editor. Dermatomikosis
superfisialis. (Edisi ke-2). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Panduan Praktik Klinik. (2017). Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia. Jakarta.
3. Ahronowitz I dan Leslie K. Yeast Infections. (2019). Dalam : Kang S, Amagai M,
Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS, editor. Fitzpatrick’s
Dematology. (Edisi ke-9). New York: Mc Graw-Hill.
4. James WD, Elston DM, Treat JR, Rosenbach MA, Neuhaus IM, editor. (2020). Andrews’
Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. (Edisi ke-13). Philadelphia: Elsevier.
5. Hay RJ dan Ashbee HR. (2016). Fungal Infections. Dalam : Griffiths CEM, Barker J,
Bleiker T, Chalmers R, editor. Rook’s Textbook of Dermatology. (Edisi ke-9). Oxford :
Blackwell Publishing, Ltd.
6. Camargo-Sánchez KA, Toledo-Bahena M, Mena-Cedillos C, Ramirez-Cortes E,
Toussaint-Caire S, Valencia-Herrera A, Salazar-García M, Bonifaz A. (2019). Pityriasis
Versicolor in Children and Adolescents: an Update. Current Fungal Infection Reports.
https://doi.org/10.1007/s12281-019-00360-8