Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yosi Bertaria Silaban

NIM. : 7203141026

Kelas. : 1C Pendidikan Ekonomi

Matkul : Filsafat Pendidikan

1. Pendidikan Sepanjang Hayat adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa proses
pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi oleh usia. Tujuan
Pendidikan Seumur Hidup yaitu mengembangkan potensi manusia secara optimal dan
menyelaraskan pendidikan wajib belajar dengan pengembangan kepribadian manusia.
Penerapan Pendidikan Sepanjang Hayat dapat dilakukan pada lingkungan rumah tangga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Melalui proses Pendidikan Sepanjang Hayat
ini, manusia mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara berkesinambungan,
mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, serta mampu mengikuti
perkembangan masyarakat dan budaya untuk menghadapi tantangan masa depan dan
mengubahnya menjadi peluang.
2. Adapun manfaat calon pendidik mempelajari landasan pendidikan diantaranya : Mengetahui
berbagai konsep, prinsip dan teori pendidikan dalam melaksanakan praktek pendidikan.
Mempunyai sikap kritis terhadap pandangan-pandangan teori pendidikan. Memberiakn
kontribusi pada pola pikir dan pola kerja calon pendidikan.
3. Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, efektif
dalam arti dapat menghasilkan lulusan seperti yang direncanakan, efisien dalam arti
pencapaian tujuan yang telah direncanakan dengan menggunakan sumber daya manusia,
waktu, fikiran, dan dana yang sedikit, serta fleksibel dalam arti mudah disesuaikan untuk
mengikuti perubahan kebutuhann masyarakat (Minhaji, 2004). Pada tahun 2004 pemerintah
mulai menerapkan kurikulum baru, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
menggantikan Kurikulum 1994 yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan dan
tuntutan zaman. Selain itu, Kurikulum 1994 juga mempunyai kekurangan, yaitu (1) beban
belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran dan (2) materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena
kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena
kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Mulyasa (2002) menyatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi)
tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Dalam rangka
pelaksanaan KBK, Dirjen Dikdasmen menerbitkan Buku Pedoman Pengembangan Silabus
sebagai acuan dan untuk membantu sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan untuk
mengembangkan silabus dan sistem penilaian. Setiap silabus mata mata pelajaran mencakup
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator (rumusan tujuan pembelajaran), materi
pokok, pengalaman belajar, alokasi waktu, dan sumber bahan pelajaran. Standar kompetensi
adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam suatu mata pelajaran, sedangkan
kompetensi dasar adalah kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki
oleh siswa (Depdiknas, 2004).
Dalam waktu dua tahun, sosialisasi KBK dan Sistem Penialainnya memang belum cukup.
Kebingungan dan kegamangan masih tampak dirasakan oleh guru dan kelompok MGMP
tentang KBK dan Sistem Penilaiannya. Keadaan ini makin “diperparah” dengan
diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) oleh pemerintah melalui
Peraturan Menteri Nomor 22 dan 23 Tahun 2006. Anan (2008) menyatakan bahwa
penyebab berubahnya KBK ke KTSP adalah KBK tidak menunjukkan hasil yang signifikan
karena berbagai faktor sebagai berikut.
1. Konsep KBK belum dipahami secara benar oleh guru.
2. Draft kurikulum yang terus-menerus mengalami perubahan.
3. Belum adanya panduan strategi pembelajaran yang mumpuni (mayoritas masih
berbasis materi), yang bisa dipakai pegangan guru ketika akan menjalankan tugas
instruksional bagi siswanya.
Dengan demikian KTSP sebenarnya KBK yang telah dilaksanakan berdasarkan kurikulum
2004, hanya telah mengalami penyempurnaan dengan tujuan agar kelemahan dan
kekurangan yang terdapat dalam KBK bisa ditanggulangi, baik pada tataran perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.KTSP lebih sederhana dan memberikan keleluasaan guru untuk
berimprovisasi dalam praktik kegiatan belajar dan mengajar. Visi KSTP masih
mengedepankan kompetensi siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah atau sekolah
tertentu.

Pada tahun ajaran baru 2013/2014 pemerintah menetapkan diberlakukannya kurikulum


baru yaitu Kurikulum 2013 menggantikan KTSP. Penyusunan Kurikulum 2013 adalah bagian
dari melanjutkan pengembangan KBK yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, dimana
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati
(Sisdiknas, 2012).
Penyusunan kurikulum 2013 juga menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif
mengacu pada kurikulum 2006 (KTSP) di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i)
konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata
pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan
tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan
secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang
dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter,
metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan)
belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan
sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses
pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka
peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat
pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi
(proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan
(vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan
multi tafsir. Dalam alasan-alasan tersebut ada faktor kompetensi masa depan, dimana
lulusan harus mampu berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mampu mempertimbangkan
segi moral suatu permasalahan. Disini terlihat bahwa lulusan yang lahir dari penerapan
kurikulum berbasis karakter ini dapat menjadi lulusan yang hebat dan mampu bersaing di
dunia internasional jika kurikulum dijalankan dengan baik dan benar oleh semua pihak yang
bersangkutan.
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama, penyusunan
kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari
berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di
depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13
November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012. Ketiga,
pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat.
Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring (on-line) pada laman
http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. Tahap keempat,
dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif.
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa
depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik
beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa
yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun
obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan
pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif,
sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan
di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.

4. Blended learning adalah sebuah kemudahan pembelajaran yang menggabungkan berbagai


cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya pembelajaran, memperkenalkan berbagai
pilihan media dialog antara fasilitator dengan orang yang mendapat pengajaran. Blended
learning juga sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face) dan pengajaran
online, tapi lebih daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial.
Manfaat dari penggunaan e-learning dan juga blended learning dalam dunia pendidikan saat
ini adalah e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk
mengakses pelajaran. Mahasiswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat
pelajaran disampaikan, e-learning bisa dilakukan dari mana saja baik yang memiliki akses ke
Internet ataupun tidak.
E-learning memberikan kesempatan bagi mahasiswa secara mandiri memegang kendali atas
keberhasilan belajar. Pembelajar bebas menentukan kapan akan mulai, kapan akan
menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu.
Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa
menghubungi instruktur, nara sumber melalui email, chat atau ikut dialog interaktif pada
waktu-waktu tertentu. Bisa juga membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di
LMS (Learning Management System).

Anda mungkin juga menyukai