Anda di halaman 1dari 5

A.

Tujuan
1. Untuk mengetahui kemampuan zat antibiotic dalam menghambat pertumbuhan
bakteri
2. Mampu menentukan variabel bebas dan variabel terikat mengenai berbagai zat
antibiotik terhadap zona hambat bakteri
3. Mampu mengukur diameter zona hambat bakteri menggunakan kertas hambat
4. Mampu menginterpretasi (membuat kesimpulan) dari data pengamatan
B. Rumusan Masalah
1. Apakah zat yang diujikan mampu menghampat pertumbuhan bakteri?
2. Apa saja yang termasuk ke dalam variable bebas dan variable terikat mengenai
berbagai zat antibiotik terhadap zona hambat bakteri?
3. Bagaimana cara mengukur diameter zona hambat bakteri menggunakan kertas
hambat?
4. Bagaimana kesimpulan dari data pengamatan?
C. Pendahuluan
Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi, menimbulkan penyakit dan
merusak bahan pangan. Senyawa antimikroba adalah zat yang dapat menghambat
pertumbuhan mikrooganisme dan dapat digunakan untuk penelitian pengobatan
infeksi pada manusia maupun hewan. Antimikroba meliputi antifungi, antibakteri,
antiprotozoa dan antivirus. Antibakteri diartikan sebagai bahan yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri sehingga dapat memiliki sifat
menghambat perkembangbiakan bakteri (bakteriostatik) atau sifat mematikan bakteri
(bakterisidal) dalam menghentikan aktivitas sel bakteri (Welmince Bota, 2015: 2).
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan dan
membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif non-toksik terhadap penjamunya
digunakan sebagai agen kemoterapeutik dalam pengobatan penyakit infeksi pada
manusia. Salah satu jenis antibiotik adalah kloramfenikol. Kloramfenikol adalah
antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap beberapa jenis bakteri dan kuman
anaerob (Ronal Dian, 2015: 60).
Akan tetapi penggunaan antibiotik di beberapa negara sebagai bahan aditif
telah dilarang. Hal ini disebabkan adanya residu dari penggunaan antibiotik yang
membahayakan kesehatan manusia sebagai konsumen dari hasil peternakan dan bagi
ternak itu sendiri. Maka perlu diterapkan penggunaan bahan herbal sebagai alternatif
lain yang mengandung senyawa aktif sebagai antiseptik yang efektif sehingga aman
bagi manusia dan ternak (Sudarman, 2017: 9).
Secara umum Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan hasil
pertanian dan tanaman herbal. Sumber daya alam yang dimiliki telah memberikan
manfaat dalam kehidupan sehari-hari disamping sebagai bahan makanan juga
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Penelitian mengenai tanaman ± tanaman herbal
yang memiliki aktivitas antibakteri telah dilakukan untuk mengurangi efek samping
penggunaan bahan kimia dalam produk hasil pertanian dan peternakan termasuk jahe
dan bawang putih (Nurina Rahmawati, 2019: 24).
Salah satu tanaman yang berpotensi dan mudah didapatkan dan ditanam
adalah jahe. Jahe merupakan jenis kelompok rimpang-rimpangan (Famili
Zingiberaceae) dengan nama latin Zingiber officinale. Selama ini tanaman jahe yang
dimanfaatkan adalah bagian rimpangnya dan sebagai bahan baku pembuatan obat-
obatan maupun sebagai bahan tambahan pangan pada masakan (Tim Bina Karya Tani,
2008).
Kandungan senyawa pada tanaman jahe yang dimanfaatkan merupakan hasil
dari proses metabolit sekunder seperti golongan fenol, flavonoid, terpenoid dan
minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe merupakan golongan senyawa bioaktif
yang berpotensi menghambat pertumbuhan dari beberapa bakteri patogen yang dapat
menyebabkan penyakit pada Manusia, bakteri patogen yang paling banyak merugikan
anatara lain bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus (Sari Purbaya, 2018: 29).
Bawang putih dikenal sebagai antibakteri alami. Zat bioaktif yang berperan
sebagai antibakteri dalam bawang putih adalah allicin yang mudah menguap (volatil)
dengan kandungan sulfur. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
bawang putih mampu menghambat bakteri, baik bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Penelitian Prihandani et al. (2015) menunjukkan bahwa bawang putih efektif
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, E.coli, S. typhimurium dan P. aeruginosa
pada konsentrasi 50%, 25% dan 12,5% (T. I. Purwantiningsih, 2019: 2).
Kandungan Allicin diperoleh ketika bawang putih segar dicincang, dipotong,
maupun dikunyah secara langsung. Zat ini juga memiliki potensi sebagai antibakteri
dan telah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari The
University of Edinburgh tahun 1994, yang menemukan bahwa Allicin dapat
membunuh bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Penelitian yang dilakukan oleh
Annisa Indah tahun 2015 di Manado membuktikan bahwa ekstrak bawang putih dan
perasan murni dari bawang putih memiliki potensi antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus. Namun, dari penelitian tersebut belum diketahui konsentrasi
hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum dari air perasan bawang putih
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Shinta Anatasya Pajan, 2016:
78).
Mekanisme kerja antibiotik yaitu membunuh sel bakteri (bakterisidal) dan
menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) salah satunya dengan
penghambatan sintesis dinding sel bakteri sehingga dinding sel menjadi rapuh dan
terjadi lisis sel (Wijo Kongko Kartika Yudha Sujadmiko, 2017: 54).
Aktivitas antimikroba dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode difusi
dan dilusi. Pada metode difusi termasuk di dalamnya metode disk diffusion (tes Kirby
& Bauer), ditch-plate technique, cup-plate technique. Sedangkan pada metode dilusi
termasuk di dalamnya metode dilusi cair dan dilusi padat (Aziz Abdul, 2021: 156).
Metode difusi cakram merupakan cara yang paling sering digunakan untuk
menentukan kepekaan antibakteri terhadap suatu antibiotik. Pada cara ini digunakan
suatu cakram kertas saring (paper disk) yang berfungsi sebagai tempat menampung
zat antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang
telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu
tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Pada umumnya, hasil yang
di dapat bisa diamati setelah inkbuasi selama 18- 24 jam dengan suhu 37oC. Hasil
pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di
sekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri
(Ratina, 2015: 185).
Pada Cakram kertas digunakan suatu kertas cakram saring (paper disc) yang
berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas saring yang
mengandung zat antimikroba tersebut diletakkan pada lempeng agar yang telah
diinokulasi dengan mikroba uji kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu,
sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji yaitu pada suhu 37ºC selama 18-24
jam. Ada 2 macam zona hambat yang terbentuk dari cara kirby bauer. Radical zone
yaitu suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya
pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri diukur dengan mengukur diameter dari zona
radikal. Irradical zone yaitu suatu daerah sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri
dihambat oleh antibakteri, tetapi tidak dimatikan (Hendra Aryani, 2018: 138).
Zona Hambat merupakan tempat di mana bakteri terhambat pertumbuhannya
akibat anti bakteri atau anti mikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar oleh antibiotik. Contohnya:
tetracycline, erytromycin, danstreptomycin. Tetracycline merupakan antibiotik yang
memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara
luas (Pelczar, 1986: 54).

D. Daftar Pustaka

Abdul, A., & Qonitah, F. (2021). ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF FENNEL LEAVES


ETHANOL EXTRACT (FOENICULUM VULGARE MILL) AGAINST
PSEUDOMONAS AERUGINOSA. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, 7(2), 154-162.

Ariyani, H., Nazemi, M., Hamidah, H., & Kurniati, M. (2018). Uji Efektivitas Antibakteri
Ekstrak Kulit Limau Kuit (Cytrus hystrix DC) Terhadap Beberapa Bakteri. JCPS
(Journal of Current Pharmaceutical Sciences), 2(1), 136-141.

Azkiyah, S. Z. (2020). Pengaruh Uji Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe Terhadap


Pertumbuhan Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Secara In Vitro. Jurnal
Farmasi Tinctura, 1(2), 71-80.

Bota, W., Martosupono, M., & Rondonuwu, F. S. (2015). Potensi Senyawa Minyak Sereh
Wangi (citronella oil) dari Tumbuhan Cymbopogon nardus L. sebagai Agen
Antibakteri. Prosiding Semnastek.

Dian, R., & Budiarso, F. (2015). Uji resistensi bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari
plak gigi terhadap merkuri dan antibiotik kloramfenikol. eBiomedik, 3(1).

Pajan, S. A. (2016). Potensi antibakteri air perasan bawang putih (Allium sativum L)
terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Pharmacon, 5(4).

Purbaya, S., Ls, A., & Jasmansyah, A. W. (2018). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe var. Sunti) Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus Dan Escherichia coli. J kartika Kimia, 1(1), 29-34.

Purwantiningsih, T. I., Rusae, A., & Freitas, Z. (2019). Uji In Vitro Antibakteri Ekstrak
Bawang Putih sebagai Bahan Alami untuk Celup Puting. Sains Peternakan: Jurnal
Penelitian Ilmu Peternakan, 17(1), 1-4.
Rahmawati, N., Sudjarwo, E., & Widodo, E. (2014). Uji aktivitas antibakteri ekstrak herbal
terhadap bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of
Animal Science), 24(3), 24-31.

Rastina, R., Sudarwanto, M., & Wientarsih, I. (2015). AKTIVITAS ANTIBAKTERI


EKSTRAK ETANOL DAUN KARI (Murraya koenigii) TERHADAP Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas sp. Jurnal Kedokteran Hewan-Indonesian
Journal of Veterinary Sciences, 9(2).

SUJADMIKO, W. K. K. Y. (2017). Resistensi antibiotik amoksisilin pada strain


Lactobacillus plantarum B1765 sebagai kandidat kultur probiotik. UNESA Journal of
Chemistry, 6(1).

Anda mungkin juga menyukai