Anda di halaman 1dari 4

Tujuan

1. Mampu mengetahui bagaimana urutan langkah kerja pada uji disinfektan


2. Mampu mengetahui bagaimana urutan langkah kerja pada uji aktivitas metode difusi
3. Mampu membuat kesimpulan dari perbandingan efektivitas alcohol 70% dan 95%
4. Mampu membuat kesimpulan dari data pengamatan uji disinfektan dan uji aktivitas
metode difusi

PEMBAHASAN

Pada video pertama membahas mengenai efektivitas antara alcohol 70% dan alcohol
95%. Perbandingan komponen alcohol ini dinyatakan dalam persen. Alcohol merupakan
denaturan protein, suatu sifat yang terutama memberikan aktivitas antimicrobial pada alcohol.
Alcohol 70% komponennya terdiri dari 70% atau 70 ml alcohol (etil alcohol atau etanol) dan
campuran 30% atau 30 ml volumenya adalah air. Sedangkan alcohol 95% terdiri dari 95 ml
alcohol (etil alcohol atau etanol) dan campuran 5% atau 5 ml volumenya adalah air. Jika di
bandingkan alcohol 70% lebih efektif membunuh bakteri dibanding dengan alcohol 95%. Hal
tersebut disebabkan karena protein pada mikroba akan terdenaturasi karena adanya air. Maka
alcohol 70% ini akan masuk ke dalam mikroba dan merusak susunan protein yang membuat
mikroba mati. Sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Dhirgo Adji (2007: 18) alkohol
yang umum digunakan untuk sterilisasi adalah alcohol dengan konsetrasi 70% karena efektif
memecah protein yang ada dalam mikroorganisme. Alcohol 95% ini memiliki kandungan air
yang sedikit sehingga pekat dan mudah menguap sehingga protein permukaan mikroba akan
menggumpal dan alcohol 95% ini tidak dapat masuk sehingga hanya permukaan mikroba saja
yang rusak tidak dengan dalamnya. Seperti pernyataan sifat dari alcohol atau etanol 95%
menurut Basito (2011: 85) bahwa etanol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-
hari.

Pada video kedua membahas mengenai pengujian koefisien fenol atau efektivitas
desinfektan. Senyawa disinfektan yang digunakan adalah kresol dan dibandingkan dengan
koefisien fenol. Kresol ini merupakan senyawa turnan fenol yang juga dapat dimanfaatkan
menjadi disinfektan. Hal tersebut juga dinyatakan oleh I Dewe K Anom (2019: 291) kresol
atau senyawa 2-metoksi-4- metil-penol yang terdapat pada asap cair sabut kelapa merupakan
salah satu senyawa fenol yang dalam industri untuk membunuh jenis serangga, dan biasa
ditambahkan dalam produk pembersih sebagai desinfektan. Sedangkan, fenol merupakan
bahan kimia yang dapat membunuh mikroorganisme, germisidal kuat yang telah digunakan
dalam jangka waktu panjang. Fenol (C6H5OH) merupakan zat pembaku daya antiseptik
sehingga daya antiseptic dinyatakan dengan koefisien fenol. Diujikan dengan koefisien fenol
karena senyawa fenol ini merupakan disinfektan yang telah lama digunakan dan mampu
membunuh mikroorganisme pada waktu tertentu, maka digunakanlah koefisien fenol ini
sebagai pembanding disinfektan dari senyawa kresol. Selaras dengan pernyataan Almasyhuri
(2018: 15) bahwa koefisien fenol merupakan sebuah nilai aktivitas germisidal suatu
antiseptik dibandingkan dengan efektivitas germisidal fenol. Aktivitas germisidal adalah
kemampuan suatu senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu
tertentu.

Berdasarkan data pada hasil pengamatan yang dilakukan di video kedua pertumbuhan
mikroba dinyatakan negative atau tidak terjadi pertumbuhan mikroba pada konsentrasi fenol
1: 50, 1: 60, dan 1: 70. Kemudian pada konsentrasi 1:80, 1: 90, dan 1: 100 terjadi
pertumbuhan mikroba, namun untuk pengenceran 1: 80 terjadi pertumbuhan mikroba pada
menit ke 5 dan 10 saja pada menit ke 15 tidak terdapat pertumbuhan mikroba. Sehingga nilai
pengenceran tertinggi fenol adalah 80. Sedangkan pada senyawa kresol pertumbuhan bakteri
terjadi pada semua pengenceran 1: 400, 1: 450, dan 1: 500, akan tetapi pada pengenceran 1:
400 pada menit ke 15 tidak terjadi pertumbuhan bakteri. Sehinnga nilai pengenceran tertinggi
desinfektan senyawa kresol ini adalah 400. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsetrasi larutan maka akan semakin kuat untuk membunuh
mikroorganisme. Selaras dengan pernyataan (Ariani, 2015: 498) bahwa efektivitas senyawa
antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama paparannya. Semakin tinggi
konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan efektivitas senyawa antiseptic.

Setelah di dapatkan nilai pengenceran tertinggi fenol adalah 80 dan nilai pengenceran
tertinggi disinfektan adalah 400. Kemudian di hitung koefisien fenol nya adalah 5. Maka
dinyatakan bahwa senyawa kresol pada pengenceran 400 efektif membuhnuh mikroba karena
memiliki nilai koefisien fenol > 1, yaitu bernilai 5. Sesuai dengan pernyatan Handi Suyono
(2021: 75) koefisien fenol yang diterapkan adalah uji disinfektan, dengan persyaratan
minimal skor 1, menggunakan metode sesuai SNI 1842:2019.

Pengujian kepekaan antibiotik dapat dilakukan dengan metode difusi atau dilusi. Pada
uji di video tiga digunakan metode difusi dengan membuat sumuran dari suspensi bakteri
Staphylococcus aureus dan di uji dengan antibiotik chloramphenicol. Hasil menunjukan
terbentuk empat zona hambat yang memiliki diameter tertentu. Diameter zona hambat
tersebut dapat diukur dengan menggunakan jangka sorong. Kemudian ke empat sumuran
yang terbentuk diberikan antibiotic dengan konsentarasi yang berbeda dan menyebabkan
diameter zona hambat berbeda pula. Semakin besar diameter zona hambatnya maka respon
hambatan dari antibiotic chloramphenicol ini semakin kuat. Hal tersebut sesuai dengan teori
Ruhana Afifi (2018: 15) bahwa konsentrasi antimikroba mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, semakin tinggi konsentrasi antimikroba maka semakin besar pula jumlah
mikroba yang dihambat pertumbuhannya atau zona hambatnya.

KESIMPULAN

Dari pengamatan diatas maka dapat disimpulkan:

1. Pada pengujian disinfektan diawali dengan pengenceran larutan fenol dan kresol,
kemudian hasil pengenceran diberikan suspense bakteri dan diamati dalam rentan
waktu 5, 10, dan 15 menit yang kemudian dihitung koefisien fenolnya.
2. Pada pengujian aktivitas metode difusi agar dilakukan dengan cara membuat sumuran
dengan diameter tertentu pada media agar yang sudah ditanami bakteri.Antibiotik
diinokulasikan ke dalam sumuran tersebut dan diinkubasikan. Zona jernih yang
terbentuk di sekitar cakram atau sumuran merupakan indikator penghambatan
antibiotik terhadap pertumbuhan mikroba.
3. Dari data pengamatan video 1 dapat dinayatakan bahwa senyawa kresol efektif
membunuh bakteri pada konsentrasi pengenceran 1: 400 karena memiliki koefisien 5
atau ≥ 1. Dari data pengamatan video 2 dapat dinyatakan bahwa antibiotic
chloramphenicol efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
yang dipengaruhi oleh konsentrasi antibiotic. Semakin tinggi konsentrasi antimikroba
maka semakin besar pula jumlah mikroba yang dihambat pertumbuhannya atau zona
hambatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afifi, R., Erlin, E., & Rachmawati, J. (2018). Uji anti bakteri ekstrak daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap zona hambat bakteri jerawat
Propionibacterium acnes secara in vitro. Quagga: Jurnal Pendidikan dan
Biologi, 10(01), 10-17.
Suyono, H., & Wihanto, L. (2021). ALCOHOL-BASED ANTISEPTIC SOLUTIONS
ARE INEFFECTIVE IN INHIBITING PATHOGENIC FUNGI. JURNAL WIDYA
MEDIKA, 7(2), 70-79.

Anom, I. D. (2019). PEMBUATAN ASAP CAIR SABUT KELAPA SEBAGAI


BAHAN PENGAWET KAYU PADA KELOMPOK TANI KELAPA DI DESA
KAMANGTA KECAMATAN PINELENG. ABDIMAS: JURNAL PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT, 12(3), 287-292.

Sundari, D., & Almasyhuri, A. (2019). Uji Aktivitas Antiseptik Ekstrak Etanol Daun
Sirih (Piper betle Linn.) dalam Obat Kumur terhadap Staphylococcus aureus secara
in Vitro. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 10-18.

Ariani, A., Setiani, O., & Joko, T. (2015). EFEKTIVITAS DOSIS DESINFEKTAN
FENOL TERHADAP ANGKA KUMAN PADA LANTAI RUANG RAWAT INAP
RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG. Jurnal Kesehatan Masyarakat
(Undip), 3(1), 492-500.

Adji, D., & Larashanty, H. (2007). Perbandingan efektivitas sterilisasi alkohol 70%,
inframerah, otoklaf dan ozon terhadap pertumbuhan bakteri bacillus subtilis. Jurnal
Sain Veteriner, 25(1).

Anda mungkin juga menyukai