Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN TONSILITIS DAN PEMBEDAHAN THT

Oleh:

KELOMPOK

1. ALFI SUSTIKARNI PUTRI


2. GOZALI SUKMA
3. HIDAYATUL LAELA
4. RIZKI RAMDANI HIDAYAT
5. SUNDARI
6. ZAHWA FIRA NIZ’AH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN
KEPERAWATAN TONSILITIS DAN PEMBEDAHAN THT”
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai hubungan etika dengan moral, norma dan nilai profesi
perawat. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Mataram, 20 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................................

1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................................2

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................

2.1 Konsep Teori.............................................................................................................3


A. Definisi...............................................................................................................3
B. Etiologi...............................................................................................................4
C. Patofisiologi........................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis...............................................................................................6
E. Pathway..............................................................................................................8
F. Komplikasi..........................................................................................................9
G. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................9
H. Penatalaksanaan..................................................................................................9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................................14
A. Pengkajian........................................................................................................14
B. Diagnose Keperawatan.....................................................................................18
C. Intervensi Keperawatan.....................................................................................19
D. Implementasi Keperawatan...............................................................................31
E. Evaluasi Keperawatan.......................................................................................31

BAB III: PENUTUP.............................................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................32
3.2 Saran.......................................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA

2.3

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis adalah massa jaringan limfoid yang terletak di rongga faring. Tonsil
menyaring dan melindungi saluran pernafasan serta saluran pencernaan dari invasi
organisme patogen dan berperan dalam pembentukan antibodi. Meskipun ukuran tonsil
bervariasi, anak-anak umumnya memiliki tonsil yang lebih besar daripada remaja atau
orang dewasa. Perbedaan ini dianggap remaja atau orang dewasa. Perbedaan ini dianggap
sebagai mekanisme perlindungan bagai mekanisme perlindungan karena anak kecil rentan
terutama terhadap ISPA. (Wong, 2008 : 940) Jika sering trinfeksi, tonsil dapat Jika sering
trinfeksi, tonsil dapat menjadi sumber menjadi sumber infeksi. Dengan berulangnya
infeksi. Dengan berulangnya infeksi, jaringan limfoid dapat menjadi hipertrofi atau
mengecil dan fibrotik. Karena itu tonsil pada anak yang lebih tua dapat besar atau kecil.
Dengan adanya tonsilitis berulang, seringkali jaringan limfoid tonsil membesar. Kadang-
kadang, meskipun  jarang,  jarang, pembesaran pembesaran tonsil menyebabkan
menyebabkan obstruksi obstruksi pada waktu bernapas, bernapas, terutama terutama
malam hari. Kemudian terjadi serangan apnea yang dapat berlanjut terus. Juga terjadi
pembesaran adenoid. Pada keadaan ini, aliran udara tersumbat dan anak kemudian
bernapas dengan mulut. Juga, karena tuba Eustasius tersumbat, dapat terjadi otitis media
atau glue ear,menyebabkan tuli.
Infeksi akut saluran nafas bagian atas pada anak-anak merupakan hal yang sering
dijumpai oleh dokter umum. banyak terdapat antara pengobatan dengan operasi dan
pengobatan medikamentosa pada penyakit-penyakit ini, karena baik pengobatan
medikamentosa ataupun pengobatan dengan operasi ditentukan oleh perubahan fisiologis
yang terjadi selama masa pertumbuhan anak. Sangat diketahui lebih dalam mengenai
fisiologi tonsil dan adenoid. Tonsil dan adenoid membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin waldeyer.
Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe di mulut tuba
eustachii. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan,
melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-
jaringan limfe yang lain, jaringan limfe yang lain, jaringan jaringan limfe pada cincin
waldeyer menjadi hipertrofi pada masa anak-anak dan menjadi atrofi pada masa pubertas.

1
Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatukesatuan, maka pada fase aktifnya,
pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep teori dan konsep asuhan keperawatan tonsillitis?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep tentang tonsillitis sehingga dapat menerapkan dan
mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan tonsilitis dan
mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan medikal bedah dengan
tonsilitis.
b. Tujuan Khusus
o Mampu melakukan pengkajian dan mengidentifikasi data pada asuhan
keperawatan pasien dengan tonsillitis.
o Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan pasien
dengan tonsillitis.
o Mampu membuat rencana tindakan atau intrvensi pada asuhan keperawatan pasien
dengan tonsillitis.
o Mampu melaksanakan tindakan keperawatan atau implementasi pada asuhan
keperawatan pasien dengan tonsillitis.
o Mampu melakukan evaluasi dan pendokumentasian keperawatan pada asuhan
keperawatan pasien dengan tonsillitis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI TONSILITIS


A. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin
waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.
Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Ringgo, 2019).
Tonsilitis akut merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Ramadhan, 2017).
Tonsilitis membranosa termasuk dalam salah satu jenis radang amandel akut yang
disertai dengan pembentukan membran/ selaput pada permukaan tonsil yang bisa
meluas ke sekitarnya (Ramadhan, 2017).
Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai
dengan serangan infeksi yang berulangulang (Nizar, 2016).
Menurut Soepardi (2007) macam-macam tonsilitis yaitu :
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. Hemofilus influenza
merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie,
maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan
tonsil yang sangat nyeri dirasakan klien.
b. Tonsilitis bacterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β hemolitikus
yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokoku viridan, Streptokokus
piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi
tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri

3
Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
diphteriae. Penularannya melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasi.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak
berusia kurang dari 10 tahun frekuensi tertinggi pada usia 2 sampai 5 tahun.
b. Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam
susu sapi.
c. Angina plaut vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin
C.
d. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala
pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah kulit
sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
e. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

B. Etiologi
Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil
berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan
pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus,
sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis. Hal-hal yang dapat
memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman masuk kedalam mulut
bersama makanan atau minuman (Manurung, 2016). Tonsillitis berhubungan juga
dengan infeksi mononukleosis, virus yang paling umum adalah EBV, yang terjadi pada
50% anak-anak (Allotoibi, 2017).

4
C. Patofisologi dan Patogenesis
Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Antigen yang berasal dari
inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil hingga terjadi
perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan oleh virus yang tumbuh di
membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi. Keadaan ini akan semakin berat
jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat peradangan virus sebelumnya.
Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut peradangan lokal primer.
Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh atau bahkan tidak dapat
kembali sehat seperti semula (Fakh, et al., 2016).
Secara patologi terdapat peradangan dari jaringan pada tonsil dengan adanya
kumpulan leukosit, sel epitel yang mati, dan bakteri pathogen dalam kripta.
Fase- fase patologis tersebut ialah:
1.Peradangan biasa daerah tonsil saja
2.Pembentukan eksudat
3.Selulitis tonsil
4.Pembentukan abses peritonsiler
5.Nekrosis jaringan (Adams, et al., 2012)
Karena proses radang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan
parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti
ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil
dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa dengan submandibular
(Soepardi, et al., 2012).
Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita berupa
rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah yang
mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang
menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok an.
Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat
tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak
nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika
peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau
bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan
yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini

5
menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang
kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis merupakan penyakit
yang paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis
kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak
mendapat terapi adekuat. Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor
predisposisi timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan
fisik dan beberapa jenis makanan (Fakh, et al., 2016).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul akan berbeda-beda pada setiap kategori tonsilitis
sebagai berikut. (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
a) Tonsilitis akut
1.Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat dapat meolak
untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise, suhu
tinggi, dan nafasnya bau (Adams, et al., 2012).
2.Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan
adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang
tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di
telinga karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX).
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar sub-
mandibula membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
b) Tonsilitis Membranosa
1.Tonsilitis difteri
a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta
keluhan nyeri menelan.
b. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu. Membran
ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, lanng, trakea dan bronkus dan
dapat menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya,

6
sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemeester's.
2.Tonsilitis Septik Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu sapi, tapi di
Indonesia jarang.
3.Angina Plaut Vincent Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri kepala, badan
lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa
mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula,
dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula
membesar.
c) Tonsilitis Kronik
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal
di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.
Radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang dan berlangsung
lama. Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar sehingga tonsil kiri dan kanan
saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan (Manurung, 2016).
Tonsilitis pada anak biasanya dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat
tidur karena pengaruh besarnya tonsil yang mengganggu pernafasan bahkan
keluhan sesak nafas dapat terjadi apabila pemebesaran tonsil telah menutup jalur
pernafasan (Fakh, et al., 2016).

7
E. Pathway

8
F. Komplikasi
Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam
rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman
streptokokus. Komplikasi yang lain dapat berupa :
a. Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole,
abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan beberapa hari setelah infeksi
akut dan biasanya dis biasanya disebabkan oleh streptococcus group ebabkan oleh
streptococcus group A.
b. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur
spontan gendang telinga.
c. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 mastoid.
d. Laringitis Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus,
bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi.
e. Sinusitis Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi
udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa).
f.Rhinitis Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila perlu kultur resistensi dari swab tenggorokan.
2. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto polos nasofaring lateral, polisomnografi bila
diperlukan.
3. Pasca operasi : pemeriksaan histopatologi jaringan tonsil dan Panduan Praktik
Klinik PP PERHATI-KL −3 atau adenoid (bila dicurigai keganasan)
4. Untuk persiapan operasi : disesuaikan dengan PPK Tindakan operasi yang
dilakukan.

H. Penatalaksanaan
Pemberian tatalaksana berbeda-beda setiap kategori tonsillitis sebagai berikut.

9
a. Tonsilitis Akut
1. Tonsillitis viral Pada umumnya, penderita dcngan tclnsilitis akut serta de nram
sebaiknya lirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet ringan (Adams, et al.,
2012). Analgesik, dan antivirus diberikan jika gejala berat (Rusmarjono &
Soepardi, 2016).
2. Tonsillitis bakterial Antibiotika spectrum luas, seperti penisilin, eritromisin.
Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
b. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsillitis difteri Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu
hasil kultur, dengan dosis 20.000 – 100.000 unit tergantung dari umur dan
beratnya penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 – 50 mg/kgBB dibagi
dalam 3 dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari. Antipiretik
untuk simtomatis. Pasien harus diisolasi karena penyakit ini dapat menular.
Pasien istirahat di tempat tidur selama 2 – 3 minggu.
2. Angina Plaut Vincent Antibiotik spectrum luas selama 1 minggu, perbaiki
kebersihan mulut, konsumsi vitamin C dan B kompleks.
c. Tonsilitis Kronis
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.
Tindakan ini dilakukan pada kasuskasus di mana penatalaksanaan medis atau yang
lebih konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis
termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari, dan usaha
untuk mernbersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran
jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi krdnis atau berulang
(Adams, et al., 2012).
 TONSILEKTOMI
Tonsilektomi adalah prosedur operasi pengangkatan tonsil yang dilakukan dengan
atau tanpa adenoidektomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat seluruh
tonsil dan kapsulnya, dengan melakukan diseksi pada ruang peritonsil di antara
kapsul tonsil dan otot dinding fossa tonsil (AAO-HNS 2011)
Indikasi dilakukannya tonsilektomi sebagai berikut (Adams, et al., 2012).
 Indikasi Absolut. Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut
adalah berikut ini:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.

10
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
5. Abses peritonsilaris berulang alau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.
 Indikasi Relatif. Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif.
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil dalam 1 tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
2. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan terapi
antibiotik adekuat.
3. Tonsillitis kronis berulang pada karier streptokokus beta hemolitikus grup A
yang tidak membaik dengan antibiotik.
 Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi sebagai berikut (Adams, et al., 2012).
1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang.
1. Infeksi sistemik atau kronis.
2. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
3. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi.
4. Rinitis alergika.
5. Asma.
6. Diskrasia darah.
7. Ketidakmanpuan yang ullrunr atau kegagalan untuk tumbuh.
8. Tonus olol yang Iemah.
9. Sinusitis. Terapi lokal ditujukan pada kebersihan mulut dengan berkumur
atau obat isap (Rusmarjono & Soepardi, 2016).
 Persiapan: Terdiri atas persiapan Pasien dan Petugas
a. Pasien
1. Penjelasan operasi dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi
2. Ijin Operasi
3. Ijin Pembiusan
4. Konsul : Anestesi
5. Konsul : Kesehatan Anak/ Penyakit Dalam /Kardiologi (atas indikasi)
6. Pemeriksaan laboratorium:
- Pemeriksaan darah tepi lengkap

11
- PT dan APTT
- Atas indikasi: SGOT, SGPT, Ureum dan creatinin darah, Gula darah
sewaktu
7. Pemeriksaan Radiologi:
- Foto Thoraks
8. Puasa 6 jam sebelum operasi
b. Petugas
1. Dokter Spesialis THT-KL yang mempunyai kewenangan klinis
2. PPDS Sp.1 THT-KL yang mempunyai kewenangan klinis sesuai tingkat
kompetensi pendidikannya
3. Perawat Kamar Operasi THT-KL yang mempunyai kewenangan klinis
4. Dokter Spesialis Anestesi yang mempunyai kewenangan klinis
 Prosedur
1. Antibiotik profilaksis intravena diberikan 30 menit sebelum insisi
2. Identifikasi
3. Sign in
4. Time out
5. Pasien terbaring dalam narkose umum di meja operasi
6. Teknik operasi tonsilektomi adalah mengangkat jaringan tonsil yang secara
umum dilakukan dengan insisi mukosa faring dan diseksi tonsil diikuti
dengan hemostasis mengikat pembuluh darah (tehnik operasi dapat
menggunakan cold instrument atau guillotine dissection. Tehnik lain untuk
mengangkat tonsil bersamaan dengan hemostasis dapat dilakukan dengan
electrosurgery/ diathermy, radiofrequency ablation, coblation, harmonic
scalpel, thermal welding, carbon dioxide laser, micro debrider).
7. Tahapan tonsilektomi dengan metode diseksi (Dissection method)
a.Pasien dalam posisi terlentang, kepala ekstensi.
b. Dipasang mouth gag Davis sesuai dengan ukuran rongga mulut pasien.
c.Pole atas tonsil dipegang dengan klem kemudian ditarik kearah medial
d. Lakukan insisi secara tajam antara massa tonsil dan pillar dengan
menggunakan sickle knife mulai dari pole atas tonsil.
e.Selanjutnya insisi dilanjutkan secara gentle.

12
f. Kemudian dilakukan diseksi tonsil menggunakan disektor sampai tinggal
pedikel tonsil di pole inferior. Diseksi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan electrosurgery/ diathermy, radiofrequency ablation,
coblation, harmonic scalpel, thermal welding, carbon dioxide laser, micro
debrider.
g. Pedikel di klem dengan Negus Artery Forceps, tonsil digunting.
h. Perdarahan dirawat dengan cara ligasi menggunakan benang Silk 2-0.
i. Hal yang sama dilakukan pada tonsil sisi kontralateral.
j. Dilakukan evaluasi pada fossa tonsil, bila ada perdarahan dilakukan
hemostasis.
k. Mouth gag Davis dilepas
8. Operasi selesai
9. Sign out
 Pasca Prosedur Tindakan
1. Medikamentosa
- Deksametason dosis tunggal intraoperatif injeksi (Rekomendasi A)
- Antibiotika : Amoksisilin Klavulanat selama 3 hari
- Analgetika : Paracetamol atau Metampiron selama 3 hari
2. Evaluasi outcome :
- Tidak ada risiko obstruksi napas yang dapat berisiko mengancam kematian
• Tidak ada perdarahan dan terbentuk fibrin
- Luka operasi tidak infeksi
- Tidak ada dehidrasi
3. Diet : lunak dan dingin 5 hari

13
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena itu pengkajian yang akurat,
lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan
respon individu (Nursalam, 2009 : 26).
Berikut ini adalah pengkajian pada klien dengan karsinoma lidah :
a. Pengumpulan data
1. Identitas
Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No MR, tanggal masuk,
tanggal pengkajian dan ruangan tempat klien dirawat. Data penanggung jawab,
mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan
dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan Klien
- Keluhan Utama
- Riwayat Kesehatan Sekarang
- Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah
menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu
perlu juga dikaji kebiasaan klien.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
- Penyakit-penyakit keluarga perlu diketahui terutama yang menular dam
merupakan penyakit turunan.
3. Data Biologis dan Fisiologis Meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan pantrangan dan
napsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien dengan tonsilitis pola ini
biasanya mengalami gangguan mengunyah dan menelan, sehingga
mengakibatkan berat badan menurun dan anoreksia.
- Pola Eliminasi

14
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji mengenai
frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat berkemih,
sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna
dan bau serta keluhan-keluhan yang dirasakan
- Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur, kebiasaan mengantar
tidur serta kesulitan dalam hal tidur.
- Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan tonslitis biasanya pola
ini tidak ada masalah karena pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
- Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi,
oral hygiene, gunting kuku, keramas).
- Integritas Ego
Gejala : Stress, Perasaan tidak berdaya
Tanda : Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
- Sirkulasi
Tanda : Takikardia, Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan, Nyeri
tekan pada daerah sub mandibula.
Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang dimasukkan melalui
oral, obat-obatan.
Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.

4. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
1) Rambut
Pada klien dengan tonsilitis biasanya pemeriksaan pada bagian rambut tidak
ada masalah, karena biasanya klien mampu untuk mencuci rambut sehingga
rambut klien tampak bersih dan tidak berminyak.
2) Mata

15
Pada klien dengan tonsilitis pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik,
mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3) Telinga
Pada klien dengan tonsilitis tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya
serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di palpasi.
4) Hidung
Klien dengan tonsilitis biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak
ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5) Mulut
 Bibir
Pemeriksaan mulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembaban,
hidrasi, warna, tekstur, simetrisitas, dan adanya ulserasiatau fisura. Bibir
harus lembab, merah muda, lembut dan simetris.
 Gusi
Gusi diinspeksi terhadap inflmasi, perdarahan, retraksi, dan perubahan
warna. Bau napas juga dicatat.
 Lidah
Lidah dorsal diinspeksi untuk tekstur, warna, dan lesi. Papila tipis, lapisan
putih, dan besar berbentuk V pada bagian distal dorsal lidah. Selanjutnya
dibagian permukaan venteral lidah dan dasar mulut lidah.
 Tenggorokan
Pembesaran tonsil, Permukaan kripta tonsil melebar, Detritus pada
penekanan kripta, Arkus anterior atau posterior hiperemis, Pembesaran
kelenjar submandibula
b) Thorak
1) Paru- paru
Inspeksi : dada simetris kiri kanan.
Palpasi : saat di lakukan palpasi tidak teraba massa.
Perkusi : saat diperkusi diatas lapang paru bunyinya normal.
Auskultasi : nafas normal (vesikuler).
2) Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi: ictus cordis tidak teraba.

16
Perkusi: Suara jantung berbunyi normal.
Auskultasi: Reguler, adakah bunyi tambahan/tidak.
d) Abdomen
Inspeksi: abdomen tidak membesar atau menonjol, tidak terdapat luka operasi
tertutup perban.
Auskultasi: Peristaltik normal.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: suara abdomen nya normal (Timpani).
e) Ekstermitas
Klien dengan tonsilitis biasanya ekstremitasnya dalam keadaan normal.
f) Genitalia
Pada klien dengan tonsilitis klien tidak ada mengalami gangguan pada genitalia.

5. Data Penunjang
• Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal pemberian obat.
• Prosedur Diagnostik Medik.
• Pemeriksaan Laboratorium
6. Analisa Data
Proses analisa merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian setelah
dilakukan pengumpulan data dan validasi data dengan mengidentivikasi pola atau
masalah yang mengalami gangguan yang dimulai dari pengkajian pola fungsi
kesehatan (Hidayat, 2008:104).

17
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Defisit nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
b. Nyeri Akut berhubungan dengan respon inflamasi
c. Hipertermia berhubungan dengan respon inflamasi
d. Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
tonsilektomi.
2. Post operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret
b. Resiko kekurangan volume cairan peredaran yang berlebihan
c. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka
terbuka.

18
C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
HASIL (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Defisit Nutrisi b.d: Setelah diberikan asuhan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama...............jam, Observasi :
□ Ketidakmampuan menelan diharapkan status nutrisi □ Identifikasi status nutrisi
makanan membaik dengan kriteria hasil : □ Identifikasi alergi dan intolersi
□ Ketidakmampuan □ Kekuatan otot mengunyah, makanan
mencerna makanan menelan meningkat □ Identifikasi kebutuhan kalori
□ Ketidakmampuan □ Serum albumin meningkat dan jenis nutrient
mengabsorbsi nutrien □ Ungkapan keinginan untuk □ Identifikasi perlunya NGT
□ Peningkatan kebutuhan meningkat nutrisi meningkat □ Monitor asupan makanan
metabolisme □ Pengetahuan tentang pilihan □ Monitor berat badan
□ Faktor ekonomi (mis: makanan/minuman yang sehat □ Monitor hasil pemeriksaan lab
finansial tidak mencukupi) meningkat Terapiutik :
□ Faktor psikologis (mis: □ Pengetahuan tentang standar □ Lakukan oral hygine
stres, keengganan untuk asupan nutrisi yang tepat □ Berikan medikasi sebelum
makanan) meningkat makan
d.d □ Penyiapan dan penyimpanan □ Fasilitasi menentukan pedoman
Gejala dan Tanda Mayor : makanan/ minuman yang aman diet
□ Berat badan menurun meningkat □ Sajikan makanan secara
minimal 10% dibawah □ Sikap terhadap menarik dan suhu yang sesuai
rentang ideal makanan/minuman sesuai □ Berikan makanan tinggi serat
Gejala dan Tanda Minor : dengan tujuan kesehatan untuk mencegah konstipasi
□ Cepat kenyang setelah meningkat □ Berikan makan tinggi kalori dan
makan □ Perasaan cepat kenyang tinggi protein
□ Kram/ nyeri abdomen menurun □ Berikan suplemen makanan jika
□ Nafsu makan menurun □ Sariawan menurun perlu
□ Bising usus hiperaktif □ Rambut rontok menurun □ Hentikan pemberian makan
□ Otot pengunyah lemah Otot □ Diare menurun melalui NGT bila asupan oral
menelan lemah □ Berat badan membaik dapat ditoleransi
□ Membran mukosa pucat □ Nafsu makan membaik Edukasi :
□ Sariawan □ Bising usus membaik □ Anjurkan posisi duduk, jika
□ Serum albumin turun □ Index massa tubuh membaik perlu
□ Rambut rontok berlebihan □ Tebal lipatan kulit triceps □ Ajarkan diet yang diprogramkan
□ Diare membaik Kolaborasi :
□ Membran mukosa □ Kolaborasi dengan ahli gizi
□ Frekuensi makan membaik

19
DIAGNOSA TUJUAN DAN
INTERVENSI
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Nyeri Setelah diberikan Manajemen Nyeri
akut b.d asuhan Observasi
 Agen pencedera keperawatan  Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis (mis. selama durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
inflamasi, iskemia, ………...... jam diharapkan
 Identifikasi skala nyeri
neoplasma)
Tingkat Nyeri  Identifikasi respons nyeri non verbal
 Agen
pencedera kimiawi menurun dengan  Identifikasi faktor yang memperberat
(mis. kriteria hasil: dan memperingan nyeri
terbakar,  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi pengetahuan dan
 Meringis menurun keyakinan tentang nyeri
bahan kimia iritan)  Sikap protektif menurun  Identifikasi pengaruh budaya
 Agen  Gelisah menurun terhadap respons nyeri
pencedera fisik  Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada
(mis. abses,  Menarik diri menurun kualitas hidup
amputasi,  Berfokus pada diri  Monitor keberhasilan terapi
terbakar, sendiri menurun
terpotong, komplementer yang sudah diberikan
 Diaphoresis menurun
mengangkat  Monitor efek samping
 Mual menurun
berat, prosedur penggunaan analgetik
 Muntah menurun
operasi, Terapeutik
 Frekuensi nadi membaik
trauma,  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Pola napas membaik
latihan fisik mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
berlebihan)  Tekanan darah membaik
 Prose berpikir membaik hypnosis, akupresur, terapi music,
 Focus membaik biofeedback, terapi pijat, aromaterapi
d.d
 Fungsi teknik imajinasi terbimbing, kompres
Gejala dan
Tanda berkemih membaik hangat/ dingin, terapi bermain)
Mayor  Perilaku membaik  Kontrol lingkungan yang memperberat
 Mengeluh nyeri  Nafsu makan membaik rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
 Tampak meringis  Pola tidur membaik pencahayaan, kebisingan)
 Bersikap protektif  Kemampuan  Fasilitas istirahat dan tidur
(mis. waspada, menuntaskan  Pertimbangan jenis dan sumber
posisi menghindari aktivitas meningkat nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri) nyeri
 Gelisah Kontrol Nyeri meningkat Edukasi
 Frekuensi nadi dengan kriteria hasil :  Jelaskan penyebab, periodde, dan
meningkat  Melaporkan
nyeri terkontrol
pemicu nyeri
 Sulit tidur
meningkat  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Kemampuan mengenali  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Gejala dan onset nyeri meningkat  Anjurkan menggunakan analgetik
Tanda  Kemampuan mengenali secara tepat
Minor penyebab  Ajarkan teknik nonfarmakologis
 Tekanan nyeri meningkat untuk mengurangi rasa nyeri
darah meningkat  Kemampuan Kolaboratif
 Pola napas berubah menggunakan teknik  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
 Nafsu non- farmakologis
makan berubah meningkat
 Proses  Keluhan nyeri menurun
 Penggunaan

20
berpikir terganggu analgesic menurun
 Menarik diri

21
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
HASIL (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Ansietas b.d Setelah diberikan asuhan Reduksi ansietas
□ krisis situasional keperawatan Observasi
(histerektomi atau selama………….. □ Identifikasi saat tingkat
kemoterapi), diharapkan : ansietas berubah (mis, kondii,
□ ancaman terhadap Tingkat Ansietas menurun waktu, stressor)
konsep diri, perubahan Dengan kriteria hasil : □ Identifikasi kemampuan
dalam status kesehatan, □ Verbalisasi kebingungan mengambil keputusan
□ stres, menurun □ Monitor tanda-tanda ansietas
□ kurang terpapar informasi □ Verbalisasi khawatir akibat (verbal dan nonverbal)
kondisi yang dihadapi Terapeutik
menurun □ Ciptakan suasana
□ Perilaku gelisah menurun terapeutik untuk
□ Perilaku tegang menurun menumbuhkan kepercayaan
□ Keluhan pusing menurun □ Temani pasien untuk
□ Anoreksia menurn mengurangi kecemasan, jika
□ Palpitasi menurun memungkinkan
□ Diaphoresis menurun □ Pahami situasi yang membuat
□ Tremor menurun ansietas
□ Pucat menurun □ Dengarkan dengan penuh
□ Konsentrasi membaik perhatian
□ Gunakan pendekatan yang
□ Pola tidur membaik
tenang dan meyakinkan
□ Frekuensi pernapasan
□ Tempatkan barang
membaik
pribadi yang
□ Frekuensi nadi membaik
memberikan kenyamanan
□ Tekanan darah membaik □ Motivasi mengidentifikasi
□ Kontak mata membaik situasi yang memicu
□ Pola berkemih membaik kecemasan
□ Orientasi membaik □ Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
□ Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi, yang ungkin dialami,
□ Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
□ Anjurkan keluarga untuk
tetap bersam apasien, jika
perlu,
□ Anjurkan melakukan
tindakan yang tidak
kompetitif sesuai kebutuhan
□ Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
□ Latih kegiatan
pengalihan untk

22
mengurangi ketegangan
□ Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
□ Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika perlu

23
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
HASIL (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Risiko Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan Manajemen Cairan
Cairan keperawatan selama Observasi :
...................... jam, □ Monitor status hidrasi (mis.
Faktor risiko : diharapkan frekuensi nadi,kekuatan nadi,
□ Prosedur pembedahan akral, pengisian kapiler,
mayor Keseimbangan Cairan kelembaban mukosa, turgor
□ Trauma/perdarahan meningkat dengan kulit, tekanan darah)
□ Luka bakar kriteria hasil : □ Monitor berat badan harian
□ Apheresis □ Asupan cairan □ Monitor berat badan sebelum
□ Asites meningkat dan sesudah dialysis
□ Obstruksi intestinal □ Output urin □ Monitor hasil pemeriksaan
□ Peradangan pancreas meningkat laboratorium (mis.
□ Penyakit ginjal dan □ Membrane mukosa hematocrit, Na, K, Cl, berat
kelenjar lembab meningkat jenis urine, BUN)
□ Asupan makanan □ Monitor status
□ Disfungsi intestinal
meningkat hemodinamik (mis,MAP,
□ Edema menurun CVP, PAP, PCWP jika
□ Dehidrasi menurun tersedia)
□ Asites menurun Terapiutik :
□ Konfusi menurun □ Catat intake – output dan
□ Tekanan darah hitung balance cairan 24 jam
membaik □ Berikan asupan cairan, sesuai
□ Frekuensi nadi kebutuhan
membaik □ Berikan cairan intravena, jika
□ Kekuatan nadi perlu
membaik Kolaborasi :
□ Tekanan arteri rata- rata □ Kolaborasi pemberian
membaik diuretic, jika perlu
□ Mata cekung
membaik
□ Turgor kulit membaik
□ Berat badan membaik

24
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
HASIL (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Risiko Infeksi Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama Observasi
………...... jam diharapkan
Faktor Risiko: □ Monitor tanda dan gejala
□ Penyakit Kronis (mis. Tingkat Infeksi menurun infeksi local dan sistemik
Diabetes mellitus) dengan kriteria hasil: Terapeutik
□ Efek prosedur invasif □ Kebersihan tangan □ Batasi jumlah
□ Malnutrisi meningkat
pengunjung
□ Peningkatan paparan □ Kebersihan badan
organisme pathogen □ Berikan perawatan kulit pada
meningkat
lingkungan area edema
□ Demam menurun
□ Ketidakadekuatan (normal 36.5-37oC) □ Cuci tangan sebelum dan
pertahanan tubuh primer: □ Kemerahan menurun sesudah kontak dengan
• Gangguan peristaltic pasien dan lingkungan pasien
□ Nyeri menurun
• Kerusakan integritas □ Pertahanakan teknik aseptic
□ Vesikel menurun
kulit pada pasien berisiko tinggi
□ Cairan berbau busuk
• Perubahan sekresi Edukasi
menurun
Ph □ Jelaskan tanda dan gejala
□ Sputum berwarna hijau infeksi
• Penurunan kerja
menurun □ Ajarkan cara mencuci
siliaris
• Ketuban pecah lama □ Drainase purulent tangan dengan benar
• Ketuban pecah menurun □ Ajarkan etika batuk
sebelumnya □ Piuria menurun □ Ajarkan cara memeriksa
• Merokok □ Periode malaise menurun kondisi luka atau luka operasi
• Statis cairan tubuh □ Periode menggigil □ Anjurkan meningkatkan
□ Ketidakadekuatan menurun asupan nutrisi
pertahanan tubuh □ Letargi menurun □ Anjurkan meningkatkan
sekunder □ Gangguan kognitif asupan cairan
• Penurunan menurun Kolaborasi
hemoglobin □ Kadar sel darah putih □ Kolaborasi pemberian
• Imununosupresi membaik (normal 9000- antibiotik
• Leukopenia 30000 sel/mm) □ Kolaborasi pemberian
• Supresi respon □ Kultur darah membaik imunisasi jika perlu
inflamasi □ Kultur urine membaik
□ Vaksinasi tidak adekuat □ Kultur sputum membaik
□ Kultur area luka
membaik
□ Kultur feses membaik
□ Nafsu makan membaik

25
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
HASIL (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
Penyebab Ssetelah dilakukan intervensi Observasi
selama □ Identifkasi penyebab
□ Dehidrasi
….x…… jam, maka hipertermia
□ Terpapar lingkungan hipertermi (mis. dehidrasi
menurun dengan keriteria hasil
panas o Menggigil menurun terpapar lingkungan panas
□ Proses penyakit (mis. penggunaan incubator)
o Tidak tampak kulit yang
Infeksi dan kanker) □ Monitor suhu tubuh
□ Ketidaksesuaian
memerah
o Tidak ada kejang □ Monitor kadar elektrolit
pakaian dengan suhu
lingkungan o Tidak tampak □ Monitor haluaran urine
□ Peningkatan laju Akrosianosis Terapeutik
metabolissme o o Konsumsi oksigen □ Sediakan lingkungan yang
Respon trauma menurun dingin
□ Aktivitas berlebih □ Longgarkan atau lepaskan
o Piloereksi menurun
□ Penggunaan incubator pakaian
o Idak tampak pucat
Gejala dan tanda
o Tidak terdapat takikardia □ Basahi dan kipasi permukaan
a. Mayor Subyektif
o Tidak tampak takipnea tubuh
Tidak tersedia
Obyektif o Tidak terdapat □ Berikan cairan oral
□ Suhu tubuh diatas nilai bradikardia □ Ganti linen setiap hari atau
normal o Tidak ada hipoksia lebih sering jika mengalami
b. Minor o Suhu tubuh membaik hiperhidrosis (keringat
Subyektif Tidak berlebih)
o Suhu kulit membaik
tersedia □ Lakukan pendinginan
o Kadar glukosa membaik
Obyektif eksternal (mis. selimut
□ Kulit merah
hipotermia atau kompres
□ Kejang
dingin pada dahi, leher, dada,
□ Takardi
abdomen,aksila)
□ Tachipnea
□ Hindari pemberian antipiretik
□ Kulit terasa hangat
atau aspirin
Kondisi Klinis
Terkait □ Batasi oksigen, jika perlu
□ Proses infeksi Edukasi
Hipertiroid □ Anjurkan tirah baring
□ Stroke Kolaborasi
□ Kolaborasi cairan dan
□ Dehidrasi
elektrolit intravena, jika perlu
□ Trauma
□ Prematurita
Regulasi Temperatur
□ Monitor tekanan darah,
□ frekuensi pernafasan dan
nadi.
□ Monitor suhu tubuh anak

26
tiap dua jam, jika perlu.
□ Monitor warna dan suhu
kulit.
□ Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat.
□ Kolaborasi pemberan
antipiretik, jika perlu.

27
DIAGNOSA
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
NO KEPERAWATAN
HASIL (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Resiko tidak efektif bersihan Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen Jalan Napas
jalan nafas berhubungan keperawatan selama o Monitor pola napas
dengan penumpukan sekret ………...... jam diharapkan
(frekuensi, kedalaman,
Tingkat Infeksi menurun usaha napas)
Definisi: Ketidakmampuan dengan kriteria hasil: o Monitor bunyi napas
membersihkan sekresi atau 1. Status pernapasan:
tambahan (mis. gurgling,
obstruksi dari saluran napas kepatenan jalan napas.
mengi, wheezing, ronkhi
untuk mempertahankan o Frekuensi pernafasan kering)
bersihan jalan nafas. (5) tidak ada deviasi o Monitor sputum (jumlah,
Batasan Karakteristik: dari kisaran normal.
warna, aroma)
□ Batuk yang tidak efektif o Irama pernafasan (5)
o Pertahankan kepatenan
□ Dispnea tidak ada deviasi dari
jalan napas dengan head
□ Gelisah kisaran normal.
tilt dan chin lift (jaw
□ Kesulitan verbalisasi o Kedalaman inspirasi(5) thrust) jika curiga trauma
□ Mata terbuka lebar tidak ada deviasi dari servikal
□ Ortopnea
kisaran normal. o Posisikan semi fowler atau
□ Penurunan bunyi nafas
o Kemampuan untuk fowler f. Berikan minum
mengeluarkan secret (5) hangat
□ Perubahan frekuensi nafas
tidak ada deviasi dari o Lakukan fisioterapi dada
□ Perubahan pola nafas
kisaran normal.
□ Sianosis o Lakukan penghisapan
o Suara nafas tambahan
□ Sputum dalam jumlah yang lender kurang dari 15 detik
(5) tidak ada.
berlebih o Lakukan hiperoksigenasi
o Pernafasan cuping
□ Suara napas tambahan sebelum penghisapan
hidung (5) tidak ada endotrakeal
□ Tidak ada batuk Faktor
o Penggunaan otot bantu o Keluarkan sumbatan
yang berhubungan
nafas (5) tidak ada. benda padat dengan forsep
Lingkungan
o Batuk (5) tidak ada. Mcgill
□ Perokok
□ Perokok pasif. o Berikan oksigen
□ Terpajan asap o Anjurkan asupan cairan
Obstruksi jalan nafas 2000 ml/hari jika tidak
kontraindikasi
□ Adanya jalan napas buatan
o Ajarkan teknik batuk
□ Benda asing dalam jalan
efektif
napas
o Kolaborasi pemberian
□ Eksudat dalam alveoli
bronkodilator,
□ Hyperplasia pada dinding
ekspektoran, mukolitik
bronkus
2. Latihan Batuk Efektif
□ Mucus berlebih
o Identifikasi kemampuan
□ Penyakit paru obstruktif

28
kronis batuk
□ Sekresi yang tertahan o Monitor adanya retensi
sputum
Spasme jalan napas o Monitor tanda dan gejala
Fisiologi infeksi saluran napas
□ Asma o Monitor input dan output
□ Disfungsi neuromuscular cairan (mis. jumlah dan
karakteristik)
□ Infeksi
o Atur posisi semi fowler
□ 4. Jalan napas alergik
atau fowler
o Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
o Buang secret pada tempat
sputum
o Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
o Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik ditahan selama 2
detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
o Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
o Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3 l.
o Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3. Terapi Oksigen
o Monitor kecepatan aliran
oksigen
o Monitor posisi alat terapi
oksigen
o Monitor aliran oksigen
secara periodic
o dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
o Monitor efektifitas terapi

29
oksigen (mis oksimetri,
analisa gas darah)
o Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
o Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
o Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
o Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
o Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
o Bersihkan secret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
o Pertahankan kepatenan jalan
napas
o Siapkan danatur peralatan
pemberian oksigen
o Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
o Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
o Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
o Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen di rumah
o Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
o Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur

30
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam tindakan keperawatan, yaitu
persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam, 2009 : 127).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yan
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan penulis berdasarakan beberapa pengertian diatas, Tonsilitis adalah
peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cicin waldeyer. Penyebaran
infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua
umur, terutama pada anak (Ringgo, 2019). Tonsilitis akut merupakan peradangan pada
tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang terjadi dalam waktu kurang
dari 3 minggu (Ramadhan, 2017). Indikasi untuk tonsitektomi dulu dan sekarang tidak
berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi
tonsitektomi pada saat ini. Terakhir dapat dicegah bila seorang pasien selalu menjaga
personal hygene dan pola makan.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan Diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan
memahami te memahami tentang penyakit tonsilitis ntang penyakit tonsillitis dan
mengaplikasikan/menerapkan asuhan keperawatan pada pasien tonsilitis ada pasien
tonsilitis dengan baik dengan baik dan benar. Semoga perpustak Semoga perpustakaan
lebih melengkapi lit aan lebih melengkapi literatur bacaan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai