Anda di halaman 1dari 6

UAS HUKUM PENGANGKUTAN SEMESTER GENAP 2020-2021

Rabu, 30 Juni 2021

Nama : Muhammad Luqman Hakim

NRP : 120119231

KP :A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURABAYA
1. Apa yang dimaksudkan dengan peristiwa kecelakaan kapal dan berikan contohnya!

Jawaban :

Terkait dengan kecelakaan kapal diatur dalam Pasal 245 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2008 tentang Pelayaran yang tertulis : “Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang
dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia
berupa: a. kapal tenggelam; b . kapal terbakar; c. kapal tubrukan; dan d. kapal kandas.”.
dalam kecelakaan kapal tersebut dalam pasal 245 dibagi kedalam beberapa jenis yaitu berupa
kapal tenggelam, kapal terbakar, kapal tubrukan, dan kapal kandas. Adapun contoh
kecelakaan kapal yang sempat ramai di Indonesia yaitu :

Contoh peristiwa kapal tenggelam : KMP.Wimala Dharma pada 7 September 2003, bertolak
dari Pelabuhan Penyeberangan Padang Bai ke Lembar dengan muatan 7 truk besar, 7 truk
sedang, 1 bis besar, 2 mobil pribadi dan 8 sepeda motor serta 125 penumpang dan awak kabin
serta 15 ABK termasuk nakhoda.

Contoh peristiwa kapal kandas : Dharma Kencana VIII pada 14 Oktober 2016, kapal ini
bertolak dari pelabuhan Labuhan Bajo ke Tanjung Merak Surabaya. Ketika dalam posisi
melintasi Pulau Kokotan, kapal mulai mendapatkan getaran. Getaran terjadi karena kapal
menyenggol karang bawah aiir. Kebocoran pada kapal tidak bisa ditanggulangi di ruang
pompa kapal. Akhirnya air segera menggenangi kamar mesin.

2. Apa perbedaan prinsip antara tabrakan kapal dengan bentuk-bentuk kecelakaan


kapal yang lain?

Jawaban :

Pada Pasal 245 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dijelaskan
mengenai berbagai jenis kecelakaan kapal yaitu berupa kapal tenggelam, kapal terbakar,
kapal tubrukan, dan kapal kandas, berikut akan penulis jabarkan mengenai prinsip-prinsip
dan apa yang membedakan tabrakan kapal dengan kecelakaan-kecelakaan kapal yang lain.

- Kapal Tenggelam: adalah suatu kecelakaan kapal yang mana posisi badan kapal
berada dibawah permukaan air, dan biasanya kerugian hanya dialami oleh satu
kapal ini saja. ( tidak merugikan dan tidak berkaitan dengan kapal lain )
- Kapal Terbakar : adalah suatu kecelakaan kapal dimana seluruh atau sebagian
badan kapal mengalamai kebakaran yang biasanya disebabkan dari dalam kapal
itu sendiri , yang mana akibatnya barang-barang bawaan hangus dan rusak.
Biasanya hanya merugikan satu kapal itu saja ( tidak merugikan dan berkaitan
dengan kapal lain )
- Kapal Tubrukan : adalah suatu kondisi dimana kecelakaan terjadi sebab adanya
sentuhan atau benturan antar satu kapal dengan kapal yang lain , dalam hal ini
biasanya kesalahan bisa dari kapal lain, bukan murni kesalahan dari kapal
tersebut. ( merugikan 2 kapal dan berkaitan dengan kapal lain )
- Kapal Kandas : adalah suatu kondisi dimana kecelakaan kapal terjadi sebab badan
kapal menyentuh dengan dasar laut, biasanya pada daerah pantai berpasir yang
sedang surut airnya atau pada kapal yang terjebak dalam pantai berkarang. ( yang
rugi hanya kapal tersebut dan tidak berkaitan dengan kapal lain )

Maka dapat penulis simpulkan bahwa perbedaan prinsip antara tabrakan kapal dengan
kecelakaan lain adalah jika tabrakan kapal, maka hal tersebut bisa menyangkut kapal lain dan
sama-sama merugikan dua pihak. Namun, jika kecelakaan kapal lain seperti kebakaran,
tenggelam, dan kebakaran kapal, maka kecelakaan kapal tersebut hanya merugikan satu
pihak kapal saja dan pastinya kecelakaan disebabkan dari kapal itu sendiri, bukan dari kapal
lain.

3. Berdasarkan uraian masalah, aspek hukum apa sajakah yang mungkin timbul?
Uraikan alasannya!

Jawaban :

Berdasarkan kasus diatas maka kecelakaan kapal berupa kapal tubrukan, hal tersebut
dapat dibuktikan pada Laporan Kecelakaan Kapal yang disusun oleh Syahbandar pelabuhan
terdekat disimpulkan bahwa penyebab kecelakaan kapal tersebut adalah tsunami yang
menyebabkan ke dua kapal yang berasal dari arah yang berlawanan tidak dapat dikendalikan
yang mengakibatkan terjadinya tabrakan. Dari LKK tersebut dapat disimpulkan adakah
unsur-unsur pelanggaran dari aspek hukum administrasi, hukum pidana, maupun hukum
perdata.
• Aspek hukum administrasi misalnya menyangkut tentang perizinan yang berarti izin-
izin, dokumen-dokumen yang dibutuhkan agar dapat berlayar, dalam hal ini dokumen
diserahkan kepada syahbandar agar mendapat Surat Persetujuan Berlayar. SPB harus
sudah dilengkapi dengan kelayakan laut, kelayakan berlayar, muatan yang tidak
melebihi garis muat, dan jumlah penumpang dan barang. Selain perizinan juga
terdapat kompetensi kewenangan melayarkan kapal dalam hal ini kelayakan nahkoda
dalam mengemudikan kapal serta etika profesi kelautan. Etika profesi kelautan ini
mengenai jumlah penumpang dan barang yang berlebih, khususnya pada acara hari
besar seperti lebaran. Nahkoda berhak menolak untuk mengangkut muatan yang
berlebih. Dalam hal pelanggaran aspek hukum administrasi ini maka syahbandar bisa
merekomendasikan agar perkara ini diteruskan.

• Aspek hukum pidana diatur dalam BAB XIX UU Pelayaran. Apabila unsur pidana
terpenuhi, maka LKK diserahkan kepada penyidik kepolisian. Selanjutnya kepolisian
yang akan menindak lanjuti penuntutan ke pengadilan. Unsur pidana misalnya
menurut pasal 40 UU pelayaran ini yaitu nahkoda tidak bertanggung jawab atas
keselamatan muatannya, yang dapat dikenakan pasal 292 UU No 17 Tahun 2008.
Yang bertanggung jawab atar kesalahan pidana yaitu nahkoda dan/atau pengangkut.
Apabila kesalahan murni dari nahkoda sesuai dengan pasal 247 dan pasal 248 UU
Pelayaran ini maka nahkoda yang mendapat pidana, namun apabila nahkoda telah
melakukan kewajibannya maka dialihkan kepada pengangkut.

Aspek hukum perdata yaitu kecelakaan kapal menimbulkan kerugian benda-benda


maupun kerugian jiwa-jiwa manusia maka yang harus mengganti rugi berdasarkan Pasal 249
UU Pelayaran yaitu tanggung jawab nahkoda, akan tetapi apabila nahkoda dapat
membuktikan bahwa dia telah melakukan kewajibannya dalam persidangan sesuai dengan
Pasal 247 dan Pasal 248 UU pelayaran maka tanggung jawab beralih ke perusahaan pelayaran
yang diatur dalam pasal 41 ayat 1 UU Pelayaran. Apabila tidak dilaksankan aspek pidana
maka dapat melaksanakan gugatan perdata. Gugatan perdata ini dilakukan oleh pihak yang
dirugikan, selanjutnya para pihak dapat melakukan tuntutan ganti rugi berdasarkan Pasal
1365 KUH Perdata, Undang-Undang No 33 tahun 1965 dan Pasal 14 PP No 17 tahun 1965.
4. Siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kapal?

Jawaban :

Tanggung jawab pengangkut diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17


Tahun 2008 tentang Pelayaran yang tertulis : ”(1) Perusahaan angkutan di perairan
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang
diangkutnya. (2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau
perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. Berdasarkan pasal diatas ketika
penumpang menaiki kapal milik perusahaan angkutan diperairan maka penumpang
mengadakan suatu perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati oleh pihak
penumpang dan pihak perusahaan angkutan di perairan. Dalam hal tanggung jawab yang
dimaksud pada pasal diatas terdapat pada Pasal 41 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran yang tertulis : ” (1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a. kematian atau lukanya
penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c.
keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau d. kerugian pihak
ketiga”. Berdasarkan ketentuan pasal diatas dapat diperoleh bahwa tanggung jawab
pengangkut akibat dari pengoperasian kapal diwajibkan untuk mengasuransikan tanggung
jawabnya tersebut. Apabila perusahaan pengangkutan tidak melaksanakan ketentuan pasal
41 ayat 3 di atas, maka pengangkut dapat dijatuhkan sanksi yang ditentukan sesuai dengan
Pasal 292 UU No. 17 tahun 2008. Berdasarkan kasus diatas terkait siapa yang bertanggung
jawab atas terjadinya kecelakaan kapal menurut penulis tidak ada, karena dalam hal ini kedua
pengangkut mengalami kecelakaan kapal bukan karena kesalahan pengangkut, namun
karena faktor alam (tsunami) yang dapat disebut sebagai Force majeure sehingga tidak ada
penggantian biaya kerugian (Pasal 1245 KUH Perdata). Selain itu jika pengangkut dapat
membuktikan bahwa kerugian bukan disebabkan oleh kesalahannya, pengangkutdapat
dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya sesuai dengan penjelasan penulis
diatas.
5. Bagaimana penyelesaian ganti rugi terhadap korban sesuai kasus di atas?
Jawaban :
Bentuk kerugian diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran yang tertulis : ” (1) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa: a. kematian atau lukanya
penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c.
keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau d. kerugian pihak
ketiga. (2) Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, huruf c, dan huruf d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di
perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya.(3) Perusahaan
angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.”. Berdasarkan kasus diatas maka
kecelakaan kapal tubrukan diatur dalam Bab ke 6 KUHD Pasal 534 hingga Pasal 544 huruf
a. Hal ini berbeda karena melibatkan lebih dari 2 pihak, sesuai dengan Pasal 534 KUHD
tertulis : “Jika terjadi suatu penubrukan dimana tersangkut sebuah kapal laut, maka tanggung-
jawab mengenai kerugian yang diterbitkan kepada kapal-kapal dan kepada orang-orang atau
barang yang berada dikapal, diatur oleh ketentuan-ketentuan dalam bab ini. Yang dinamakan
penubrukan ialah tabrakan atau penyentuhan antara kapal-kapal satu sama lain.”.
Selanjutnya Pasal 535 KUHD tertulis : “Apabila penubrukan disebabkan karena suatu
kejadian yang tak disengaja, atau disebabkan karena keadaan memaksa, atau pula apabila ada
keragu-raguan tentang sebab-sebabnya penubrukan itu, maka segala kerugian dipikul oleh
mereka yang menderitanya.”. Berdasarkan pasal tersebut maka kecelakaan kapal tubrukan
karena faktor alam dalam hal ini Force majeure/Overmact yang diatur dalam Pasal 1244 dan
pasal 1245 KUHPerdata, maka tidak ada ganti rugi.

Anda mungkin juga menyukai