Anda di halaman 1dari 61

Cover

Judul

KAJIAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAMPAK


PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BROMO
TENGGER SEMERU (TNBTS) KABUPATEN PASURUAN
TAHUN 2022

LAPORAN PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pariwisata di berbagai negara telah menjadi salah satu sektor
yang mulai dilirik dan bahkan mulai perhitungkan, tidak terkecuali di
Indonesia. Hal ini didukung dengan devisa Indonesia yang terus
meningkat sehingga membuat pemerintah terdorong untuk
menggencarkan juga mempromosikan pariwisata yang ada dan
berpotensi di Indonesia. Menurut data dari Kementrian Pariwisata
Republik Indonesia, total angka wisatawan mancanegara atau yang
disebut dengan wisman ditahun 2018 menyentuh 15,81 juta
wisatawan dengan penerimaan devisa sebanyak Rp. 229,5 triliun.
Angka tersebut jauh lebih meningkat jika dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya yakni pada tahun 2017 dengan 14,04 juta
wisman dan devisa sebesar Rp. 198,89 Triliun. (Kementerian
Pariwisata, 2018)
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan
salah satu destinasi wisata alam yang banyak diminati oleh
wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara, dan juga
TNBTS ini merupakan taman nasional yang berada di kawasan
Indonesia bagian timur lebih tepatnya di Jawa Timur. Taman
Nasional sendiri merupakan kawasan konservasi yang mempunyai
ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi serta
didayagunakan manfaatnya untuk banyak tujuan seperti untuk
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya,
rekreasi dan pariwisata. Lokasi TNBT ini berada di 4 (empat)
Kabupaten di Jawa Timur yakni Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang. Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sendiri telah ditetapkan

LAPORAN PENDAHULUAN 1
oleh Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 278/Kpts-VI/1997 bahwa
hutan hujan tropis Bromo Tengger Semeru sebagai Taman Nasional.

Sumber: Google, 2021


Gambar 1 1 Peta Kawasan TNBTS

Kawasan konservasi di Indonesia mempunyai bermacam-


macam potensi wisata alam yang menjadi daya tarik bagi para
wisatawan. Wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sendiri
merupakan salah satu kawasan konservasi atau kawasan alam yang
memang dilestarikan di Jawa Timur dimana didalamnya terkandung
banyak obyek wisata menarik yang bisa dinikmati, seperti wisata
melihat matahari terbit (sunrise) di Bukit Pananjakan TNBTS dengan
ketinggian sekitar 2,774 mdpl BPS,2014). Sehingga TNBTS ini masuk
ke dalam wilayah yang menjadi Kawasan Prioritas, terdiri dari wilayah
inti dan kawasan pendukung yang ada di sekitarnya. Wilayah
pendukung tersebut secara administrasi terdiri atas 3 (tiga) Kota dan
4 (empat) Kabupaten, yaitu Kota Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan,
Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo,
dan Kabupaten Pasuruan.

LAPORAN PENDAHULUAN 2
Wisata puncak pananjakan yang merupakan salah satu lokasi
view point yang bagus adalah tujuan utama bagi para wisatawan
untuk menikmati matahari terbit yang berlokasi di Kabupaten
Pasuruan tepatnya di Kecamatan Tosari. Berkat kehadiran kawasan
pariwisata TNBTS ini, tentu aktivitas maupun kegiatan wisata akan
memiliki hubungan dan berdampak terhadap kawasan sekitarnya
dan yang paling merasakannya yaitu masyarakat lokal khususnya
masyarakat Tosari.

Sumber :BPS, 2021


Gambar 1 2 Peta Kecamatan Tosari

Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang


tergabung dalam Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan
Pembangunan (BAKORWIL) Malang yang wilayah kerjanya
menyimpan banyak potensi yang cukup besar seperti pertanian,
perkebunan, perikanan, pendidikan, pariwisata dan budaya. Potensi
tersebut cukup besar dikarenakan wilayah ini memiliki kekayaan
alam yang besar didukung dengan sumber daya buatan (agrowisata,
waduk, dll) dan budaya keagaamaan yang cukup kental. Banyaknya
industri pariwisata yang terdapat di Kabupaten Pasuruan ini

LAPORAN PENDAHULUAN 3
diharapkan bisa menjadi penggerak dalam mempromosikan dan
menjual potensi daerah, kondisi tersebut didukung dengan posisi
Kabupaten Pasuruan yang strategis karena berada pada jalur delta
ekonomi yakni Surabaya-Jember/Banyuwangi/Bali, Surabaya-
Malang, dan Malang- Jember/Banyuwangi/Bali. Disisi lain, dengan
adanya jalur tol Gempol-Pandaan dan tol Gempol-Pasuruan juga
membuat Kabupaten Pasuruan memiliki peluang besar dalam
berkembang khususnya dibidang industri pariwisata karena dapat
memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih meningkatkan potensi-
potensi pariwisata yang dimiliki yang bisa dijadikan investasi daerah.
Dengan kelebihan yang dimiliki Kabupaten Pauruan ini diharapkan
apabila sektor pariwisata meningkat maka sektor lainnya akan
merasakan dampaknya juga. Hal tersebut tentu dapat ditingkatkan
juga dikembangkan dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada
untuk memajukan kegiatan pariwisata daerah sehingga dapat
meningkatkan perekonomian daerah.
Kabupaten Pasuruan sendiri memiliki luas wilayah 147.401,50
hektar dengan 24 Kecamatan, 24 Kelurahan, 341 Desa, dan 1.649
Dusun dengan memiliki penduduk mencapai 1.592 juta jiwa pada
tahun 2019. Kabupaten Pasuruan sebagian besar daerahnya adalah
kawasan pegunungan oleh karena itu kabupaten ini disebut sebagai
City of Mountain.Wilayah Kabupaten Pasuruan terdiri dari dataran
rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian mulai 0 m dpl hingga
lebih dari 1000 mdpl (diatas permukaan laut) dengan kondisi
permukaan tanah yang agak miring ke Timur dan Utara antara 0-3%
dan penduduknya memiliki keanekaragaman penduduk yang
sebagian besar didominasi oleh Suku Jawa. Disisi lain, Kabupaten
Pasuruan kental dengan adat sosial budaya yang masih bisa ditemui
yakni penduduk dengan Suku Tengger dengan sistem kehidupan
yang unik dan memiliki khas tersendiri dalam aktivitas sehari-
harinya yang tentunya banyak mengandung nilai religi dan sejarah.
Suku Tengger ini berdomisili di kawasan Pegunungan Tengger, lebih
tepatnya di Kecamatan Tosari.

LAPORAN PENDAHULUAN 4
Kecamatan Tosari adalah salah satu kecamatan di Kabupaten
Pasuruan yang berada di daerah pegunungan dan perbukitan yang
memiliki ketinggian antara 180-3000m dengan luas wilayah 5,92%
(lihat gambar 2.) dari total wilayah Kabupaten Pasuruan sseluruhnya.
Kecamatan Tosari memiliki 8 Desa diantaranya adalah, Desa Tosari,
Desa Baledono, Desa Wonokitri, Desa Sedaeng, Desa Mororejo, Desa
Ngadiwono, Desa Podokoyo, dan Desa Kandangan dengan Ibukota
kecamatan adalah Desa Tosari yang semuanya masih merupakan
wilayah pedesaan.

Sumber :BPS, 2021

Gambar 1 3 Presentase Luas Desa/Kelurahan terhadap Luas


Kecamatan di Kecamatan Tosari

Kecamatan Tosari merupakan salah satu pintu gerbang wisata


budaya Kabupaten Pasuruan, selain itu wilayah tersebut juga
menjadi kawasan hutan lindung. Sehingga diperlukan adanya
pembangunan sarana prasana fasilitas untuk menarik wisatawan
datang dan menginap. Konsep daya dukung didasarkan pada
pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk

LAPORAN PENDAHULUAN 5
mendukung pertumbuhan suatu organisme. Konsep ini
dikembangkan untuk mencegah kerusakan atau degradasi sumber
daya alam dan lingkungan. Daya dukung dapat berupa daya dukung
ekologis, daya dukung fisik, daya dukung ekonomi, dan daya dukung
sosial. (Bengen, 2002). Tosari sebagai gerbang wisata di kabupaten
Pasuruan masih memiliki beberapa kendala dalam mendukung sektor
pariwisata di Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yaitu
jalannya yang bergelombang. Kurangnya faktor pendukung
peningkatan wisatawan yang berkunjung ke Kawasan TNBTS adalah
kategori aksesibilitas dan amenitas. Aksesibilitas di TNBTS bisa
ditempuh menggunakan berbagai macam moda transportasi. Akses
jalan merupakan keluhan yang sering kali muncul dariwisatawan
karena jalan yang mereka tempuh bergelombang dan kurangnya
penerangan. Pada kategori amenitas, hotel dan tempat makan masih
kurang fasilitas dibanding dari jalur Malang dan Probolinggo.
Sedangkan toilet merupakan hal yang paling banyak dikeluhkan
dikarenakan keberadaannya yang masih sangat minim, berbau tidak
sedap, mahal, dan tidak dipisah antara wanita dan pria. (Nivia, 2020)
Kecamatan Tosari yang letaknya berdekatan dengan lereng
Gunung Bromo ini mempunyai banyak sekali potensi-potensi mulai
dari hasil pertanian, perkebunan, peternakan, hingga pariwisata.
Tidak dapat dipungkiri memang dengan adanya potensi-potensi
tersebut Kecamatan Tosari diusulkan untuk dikembangkan menjadi
destinasi wisata TNBTS’ sendiri memiliki penduduk yang berjumlah
19.153 jiwa yang tersebar di 24 Dusun, 29 Rukun Warga (RW) dan
129 Rukun Tetangga (RT). Lapangan pekerjaan utama penduduk
Kecamatan Tosari adalah sektor pertanian dimana aktivitas usaha
dalam bertani dilakukan secara kelembagaan yang bertujuan untuk
meminimalisir kerugian dalam usaha yang sedang dikelola.
Kecamatan Tosari ini memang dikenal menjadi salah satu kecamatan

LAPORAN PENDAHULUAN 6
yang masing memegang teguh dalam mempertahankan kebudayaan
lokal daerah Tengger seperti masih rutin melaksanakan upacara adat
istiadat setiap tahunnya. Tidak hanya itu, wilayah yang masih
memegang teguh prinsip mempertahankan kebudayaan lokal adalah
Desa Wonokitri di Kecamatan Tosari. Desa ini menerapkan aturan
larangan bagi masyarakat luar daerah untuk menetap di wilayah
Desa Wonokitri dengan tujuan untuk menjaga kesucian sebagai desa
adat.
Desa Wonokitri terletak di Kecamatan Tosari, Kabupaten
Pasuruan yang merupakan wilayah peyangga Resort PTN Gunung
Penanjakan, Seksi PTN Wilayah I. Masyarakat di Desa Wonokitri
masih memegang teguh adat dan budaya Tengger, disamping itu
Desa ini memiliki banyak sekali potensi diantaranya terdapat Desa
Edelweiss yang merupakan bagian program dari pemberdayaan
masyarakat yang mendukung branding TNBTS sebagai “Land of
Edelweiss” atau “Surga Edelweiss”. Program tersebut sedang
dijalankan di Desa Wonokitri yang masih dalam penggarapan
budidayanya. Taman Edelweiss merupakan gerakan gotong royong
menuju keselarasan antara pengelolah kawasan konservasi
TNBTS dan budaya Tengger (Pratiwi, Muttaqin, & Chanan, 2019).
Selanjutnya yang dijadikan objek kajian dampak sosial ekonomi
adalah Desa Tosari.
Desa Tosari yang terletak di Kecamatan Tosari juga memiliki
banyak potensi seperti memanfaatkan pemukiman mereka untuk
menarik daya tarik wisatawan yang sedang berkunjung ke Bromo
yang disebut “Kampung Kelir”. Kampung Kelir ini dikreasikan dengan
cara melukis mural tembok-tembok rumah penduduk sedemikian
rupa hingga menghasilkan warna warni yang indah ditengah
pemandangan alam yang disuguhkan Gunung Bromo. Kehadiran
Kampung ini sejalan dengan pengembangan potensi wisata TNBTS

LAPORAN PENDAHULUAN 7
dengan harapan agar para wisatawan yang datang ke Gunung Bromo
bisa menikmati pesona yang disajikan Kampung Kelir sebagai
penunjang destinasi wisata para wisatawan.
Disisi lain, kita tahu bahwasannya disekitar kawasan wisata
Gunung Bromo ini terlebih Kecamatan Tosari memiliki potensi
ekonomi yang sangat besar untuk dapat dikembangkan sebagai
sumber-sumber pendapatan penduduk sekitar. Terlebih dengan
dukungan tanah yang subur karena berada didekat Gunung Bromo
dengan suhu yang bisa mencapai 20°C ini dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan sektor pertanian dan agribisnis, terutama
pada hasil sayur dan buah-buahan. Banyaknya pengunjung di
kawasan ini nantinya akan membawa dampak yang baik tentunya
bagi penduduk sekitar guna mengembangkan usaha baik dalam
skala rumah tangga, seperti makanan dan makanan ringan,
cinderamata, transportasi, serta penginapan.
Dalam melaksanakan pelestarian kebudayaan di daerah,
semisal pelestarian kebudayaan daerah Suku Tengger Bromo sabrang
kulon yang ada di Kabupaten Pasuruan, yang mana pemerintah
daerah diwakili oleh SKPD kebudayaan yakni Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Pasuruan bersama dengan Lembaga Adat
diwakili Dukun Adat Suku Tengger Bromo Sabrang Kulon di Desa
Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, melakukan sebuah
kerjasama. Bentuk kerjasama ini merupakan dua konsep yang unik,
artinya manakala keduanya (yang bekerjasama) bisa berperan sebagai
subyek dan sekaligus sebagai obyek. Pemerintah daerah memfasilitasi
organisasi masyarakat atau lembaga adat dalam melaksanakan
pelestarian budaya, jelas pemerintah daerah sebagai obyek dan
lembaga adat menjadi subyek. Sebaliknya bahwa lembaga adat
dipercaya masyarakat untuk mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan masyarakatnya, seperti lembaga adat Suku
Tengger Gunung Bromo sabrang kulon, maka lembaga adat berposisi

LAPORAN PENDAHULUAN 8
sebagai obyek dan pemerintah daerah menjadi subyek, kerjasama
inilah yang disebut dengan Sinergi (Mukhtaromi, 2013).Pemerintah
Daerah Kabupaten Pasuruan juga intens bekerja sama dengan BPBD
Kabupaten Pasuruan dalam mengantisipasi potensi terjadinya
kebakaran lahan dan hutan khususnya pada musim puncak
kemarau diwilayah TNBTS.
Strategi percepatan pembangunan ekonomi di Kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) khususnya di
Kabupaten Pasuruan akan difokuskan dengan menguatkan
infrastruktur dan pengelolaan wisata pada pusat pertumbuhan yang
telah ada, yaitu destinasi wisata Kawasan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (TNBTS). Selain itu perlu ditambahkan penyediaan
infrastruktur yang memperkuat kelancaran di pusat-pusat
pertumbuhan tersebut sehingga diperlukan strategi dengan
pendekatan melalui aspek sosial, ekonomi dan infrastruktur. Pada
aspek ekonomi diperlukan pengembangan pariwisata Kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan sekitarnya yang
didukung pengembangan Agropolitan dan Minapolitan yang
memberikan nilai tambah ekonomi. Pada aspek infrastruktur
diperlukan pengembangan sarana dan prasarana pendukung
perumahan dan permukiman; pengembangan jaringan drainase dan
persampahan; penyediaan air bersih. Keseluruhan strategi ini
ditujukan untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi di wilayah Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS). Hal ini bertujuan untuk menguatkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan
Pembangunan Ekonomi Di Kawasan Gresik - Bangkalan - Mojokerto -
Surabaya - Sidoarjo - Lamongan, Kawasan Bromo - Tengger - Semeru,
Serta Kawasan Selingkar Wilis Dan Lintas Selatan.
Kegiatan ekonomi yang layak menjadi pemicu pertumbuhan di
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) adalah

LAPORAN PENDAHULUAN 9
Pariwisata, baik melalui Pengembangan area inti maupun
pengembangannya di wilayah terpilih BOP TNBTS, juga pada
Pembangunan Bromo Vulcanic Park, Tengger Culture Centre. Oleh
karena itu akan tercipta peluang usaha dan kerja yang tersedia agar
dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat, salah satunya
peningkatan pendapatan masyarakat yang merupakan dampak dari
dilestarikannya kebudayaan suatu daerah yang dapat menarik minat
wisatawan untuk berkunjung.

Adapun pengaruh kemajuan tersebut terhadap perubahan


sosial menurut temuan penelitian dari (Suwantoro, 2004) perihal
manfaat dalam pembangunan pariwisata. Yaitu dalam bidang
ekonomi meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung dan meningkatkan dan
memeratakan pendapatan masyarakat melalui belanja wisatawan
baik langsung maupun tidak langsung melalui dampak berganda
(multiplier effect). Jadi, industri pariwisata mampu mempengaruhi
struktur sosial dari masyarakat dalam bidang ekonomi. Industri
pariwisata di Indonesia tidak hanya berfokus pada wisata alam,
melainkan terdapat juga wisata dengan unsur budaya. Salah satu
contoh wisata budaya di Indonesia adalah wisata budaya Suku
Tengger yang terletak di lereng Gunung Bromo. Suku Tengger
memiliki mitos tersendiri yang dipercaya oleh masyarakatnya. Mitos
di Suku Tengger berfungsi sebagai pengangkat dan merumuskan
kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas, menjalankan
ritual yang ada, dan sebagai kontrol sosial di masyarakat (Manggala,
2019)
Berdasarkan hal tersebut dinamika dari dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata tentu berdampak terhadap
perekonomian masyarakat lokal yang sudah tinggal dan menetap
lama di daerah Kecamatan Tosari untuk menuju daerah tujuan
wisata berupa Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Oleh karena itu

LAPORAN PENDAHULUAN 10
perlu adanya kajian dan analisis terkait dampak pengembangan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terhadap sosial
ekonomi masyarakat Kecamatan Tosari guna untuk mengidentifikasi
faktor yang berdampak terhadap aspek sosial dan menentukan
seberapa besar dampak ekonomi yang dirasakan oleh Masyarakat di
Desa Kecamatan Tosari karena keberadaan pariwisata Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Berdasarkan uraian diatas,
maka perlu adanya “Kajian sosial Ekonomi Masyarakat Dampak
Pengembangan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
Kabupaten Pasuruan”.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam
Penyusunan Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat Dampak
Pengembangan Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) Kabupaten Pasuruan Tahun 2022 adalah
1. Bagaimana dampak sosial ekonomi masyarakat Tosari
karena pengembangan Kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TNBTS)?
2. Apasaja faktor-faktor penghambat dan penunjang
peningkatan secara sosial dan ekonomi dari
pengembangan Kawasan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (TNBTS)?
3. Apa rumusan rekomendasi fasilitas pendukung untuk
mengurangi dampak negatif sosial ekonomi
pengembangan Kawasan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (TNBTS)?
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

Maksud penelitian ini adalah menentukan dampak yang


disebabkan oleh pengembangan Kawasan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru (TNBTS) terhadap masyarakat Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan

LAPORAN PENDAHULUAN 11
Sedangkan tujuan kajian ini adalah:
1. Mengetahui dampak terhadap sosial ekonomi masyarakat
Tosari karena pengembangan Kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
2. Mengetahui faktor-faktor penghambat dan penunjang
peningkatan secara sosial dan ekonomi dari pengembangan
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
3. Merumuskan rekomendasi fasilitas pendukung untuk
mengurangi dampak negatif sosial ekonomi pengembangan
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
1.4. SASARAN
Target atau sasaran kajian ini adalah :
1. Teridentifikasinya dampak terhadap sosial ekonomi
masyarakat Tosari karena pengembangan Kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
2. Teridentifikasinya faktor-faktor penghambat dan penunjang
peningkatan secara sosial dan ekonomi dari pengembangan
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
3. Adanya rekomendasi fasilitas pendukung untuk mengurangi
dampak negatif sosial ekonomi pengembangan Kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

LAPORAN PENDAHULUAN 12
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Konsep Pengembangan Kawasan Pariwisata


2.1.1 Ruang Lingkup Pariwisata
Pariwisata berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 2010
tentang Kepariwisataan, didefinisikan sebagai beragam kegiatan wisata
yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010 – 2025, Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin
yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Lebih lanjut mengenai karakteristik pariwisata, menurut Yoeti
(2008) merupakan aktivitas perjalanan yang dilakukan sementara waktu
dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan
untuk menetap atau mencari nafkah, melainkan hanya untuk memenuhi
rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta tujuan
tujuan lainnya. Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses
kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di
luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai
kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan,
politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti sekedar
ingin tahu, menambahkan pengalaman ataupun untuk belajar.

Menurut Damanik & Weber (2006) pariwisata merupakan


kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan
rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas, pariwisata
telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju
dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Sebagai suatu

LAPORAN PENDAHULUAN 13
aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia,
barang dan jasa yang sangat kompleks, terkait dengan hubungan
kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan
layanan, dan sebagainya.
Untuk menyamakan pemahaman mengenai istilah-istilah dan
pengertian pariwisata, di Indonesia mengacu pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, yang
menyatakan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Gunn (1988) mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi
yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side)
dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa
keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat
tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan
kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana
pengembangan pariwisata. Dari sisi permintaan misalnya, harus dapat
diidentifikasikan segmen-segmen pasar yang potensial bagi daerah
yang bersangkutan dan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi
daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan
penelitian pasar dengan memanfaatkan alat-alat statistik multivariat
tingkat lanjut, sehingga untuk masing-masing segmen pasar yang
sudah teridentifikasi dapat dirancang strategi produk dan layanan yang
sesuai.

2.1.2 Komponen Pengembangan Pariwisata


Menurut Lee (2015) Komponen pengembangan pariwisata
terdiri dari 4 atribut atau biasa disebut 4A: attractions (atraksi),
access (aksesabilitas), amenities (amenitas), dan ancillary services
(layanan tambahan). Atraksi pada dasarnya menjadi titik awal sebuah
tempat menjadi tempat wisata sebab menjadi memotivasi wisatawan

LAPORAN PENDAHULUAN 14
untuk mengunjungi destinasi tersebut. Kemudian, amenitas mencakup
berbagai fasilitas dan layanan yang dibutuhkan wisatawan di tempat
tujuan, seperti akomodasi, makanan, dan hiburan. Selanjutnya,
aksesabilitas mengacu pada kondisi ketersediaan transportasi dan
sarana penghubung ke tempat-tempat wisata tujuan. Terakhir, layanan
tambahan merupakan semua fasilitas dan layanan agar terciptanya
industri pariwisata berkelanjutan seperti keberlanjutan kelembagaan
pariwisata, tersedianya organisasi pengelola, tersedianya sistem
informasi dan pemasaran, hingga sistem keamanan yang handal.

2.1.2.A Daya Tarik (Atraksi) Pariwisata


Berkenaan dengan atraksi, PP No.50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
2025, mendefinisikan daya Tarik Wisata sebagai segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Ketiga jenis atraksi tersebut
dapat dijelaskan dalam kelompok sebagai berikut:
A. Wisata Alam
Daya Tarik wisata alam beasal dari keanekaragaman dan keunikan
lingkungan alam baik pada wilayah perairan maupun daratan. Daya
Tarik wilayah perairan dapat meilputi: i) Bentang pesisir pantai ii)
Bentang laut, baik perairan di sekitar pesisir pantai maupun lepas
pantai yang menjangkau jarak tertentu yang memiliki potensi
bahari, iii) Kolam air dan dasar laut. Sedangkan daya Tarik wilayah
daratan dapat berupa: i) Pegunungan dan hutan alam/taman
nasional/taman wisata alam/taman hutan raya; ii) Perairan sungai
dan danau; iii) Bentang alam khusus, seperti gua, batuan karst,
padang pasir, dan sejenisnya.
B. Wisata Budaya
Daya Tarik Wisata Budaya dapat berupa hasil olah cipta, rasa dan
karsa manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya
selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:

LAPORAN PENDAHULUAN 15
i. Wisata budaya yang bersifat tangible, diantaranya:
a. Cagar Budaya
1. Benda Cagar budaya adalah benda alam
dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak
maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-
sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan
manusia, contoh : angklung, keris, gamelan, dan
sebagainya;
2. Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan/atau tidak berdinding dan
beratap;
3. Struktur cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam dan/atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
ruang kegiatan yang menyatu dengan alam,
sarana, dan prasarana untuk menampung
kebutuhan manusia;
4. Situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di
darat dan/atau di air yang mengandung benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau
struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan
manusia atau bukti kejadian pada masa lalu;
5. Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua situs cagar budaya
atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas;
b. Perkampungan tradisional dengan adat dan tradisi
budaya masyarakat yang khas;
c. Museum

LAPORAN PENDAHULUAN 16
ii. Daya Tarik Wisata budaya bersifat tidak berwujud
(intangible), seperti:
a. Kehidupan adat dan tradisi masyarakat dan aktifitas
budaya masyarakat yang khas di suatu area/tempat,
contoh : sekaten, karapan sapi, pasola, pemakaman
Toraja, ngaben, pasar terapung, kuin, dan sebagainya;
b. Kesenian, contoh: angklung, sasando, reog, dan
sebagainya.
C. Wisata Buatan
Daya Tarik Wisata hasil buatan adalah daya tarik wisata khusus
yang merupakan kreasi artifisial (artificially created) dan kegiatan-
kegiatan manusia lainnya di luar ranah wisata alam dan wisata
budaya. Daya tarik wisata hasil buatan manusia/khusus,
selanjutnya dapat dijabarkan meliputi antara lain:
i. Fasilitas rekreasi dan hiburan/taman bertema, yaitu fasilitas
yang berhubungan dengan motivasi untuk rekreasi, hiburan
(entertainment) maupun penyaluran hobi;
ii. Fasilitas peristirahatan terpadu (integrated resort), yaitu
kawasan peristirahatan dengan komponen pendukungnya
yang membentuk kawasan terpadu;
iii. Fasilitas rekreasi dan olahraga;
Ketiga jenis Daya Tarik Wisata tersebut dapat dikembangkan
lebih lanjut dalam
Lebih lanjut, berdasarkan Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 –
2024, atraksi / daya Tarik wisata juga dapat dikelompokan berdasarkan
sub jenis atau kategori kegiatan wisata seperti:
a) Wisata Petualangan (Adventure Tourism);
b) Wisata Bahari (Marine Tourism);
c) Wisata Agro (Farm Tourism);
d) Wisata Kreatif (Creative Tourism);
e) Wisata Kapal Pesiar (Cruise Tourism);
f) Wisata Kuliner (Culinary Tourism);

LAPORAN PENDAHULUAN 17
g) Wisata Budaya (Cultural Tourism);
h) Wisata Sejarah (Heritage Tourism);
i) Wisata Memorial (Dark Tourism), Contoh: Ground Zero World
Trade Centre, Ground Zero Legian Bali, Merapi Pasca Letusan;
j) Wisata Ekologi (Ecotourism/Wild Tourism);
k) Wisata Pendidikan (Educational Tourism);
l) Wisata Ekstrim-Menantang Bahaya (Extreme Tourism), Contoh:
Bercanda Dengan Hiu, Bercanda Dengan Buaya;
m) Wisata Massal (Mass Tourism);
n) Wisata Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi Dan Pameran
(Meeting, Incentive, Convention, And Exhibition Tourism);
o) Wisata Kesehatan (Medical Tourism/Wellness Tourism);
p) Wisata Alam (Nature-Based Tourism);
q) Wisata Religi (Religious Tourism/Pilgrimage Tourism);
r) Wisata Budaya Kekinian (Pop Culture Tourism);
s) Wisata Desa (Rural Tourism);
t) Wisata Luar Angkasa (Space Tourism);
u) Wisata Olahraga (Sport Tourism);
v) Wisata Kota (Urban Tourism); Dan
w) Wisata Relawan (Volunteer Tourism).

2.1.2.B Accessibilities (Aksesabilitas) Pariwisata


Aksesabilitas pada dasarnya merupakan isu konektivitas yang
menghubungkan antara penyelenggara pariwisata dengan
pengunjung/wisatawan. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 – 2024
mendefinisikan aksesabilitas sebagai fasilitas yang dapat
memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar
sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhannya.
Lebih lanjut, aksesablitas parwisata didukung oleh tersedianya
prasarana transportasi yang mencukupi baik secara ekonomi maupun
sosial. Prasarana transportasi ekonomi yang dimaksud berupa jasa

LAPORAN PENDAHULUAN 18
transportasi (mobil, pesawat, ataupun kapal), jalan penghubung, dan
saluran informasi serta media. Disisi lain, prasarana transportasi sosial
merupakan penunjang transportasi seperti petugas operator jasa
transportasi, pelayanan kesehatan dan keamanan.

2.1.2.C Amenities (Amenitas) Pariwisata


Amenitas pada dasarnya merupakan fasilitas yang tersedia di
sekitar obyek wisata yang menunjang atraksi dari pariwisata yang
disediakan (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 – 2024). Beberapa unsur
amenitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Fasilitas (sarana) Pokok Kepariwisataan, adalah perusahaan yang
hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada arus
kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata. Termasuk
dalam kelompok ini adalah travel agent atau tour operator,
perusahaan-perusahaan angkutan wisata, hotel, dan jenis
akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan lainnya serta obyek
wisata dan atraksi wisata;
2) Fasilitas (sarana) pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-
perusahaan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk
rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok
kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para
wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata.
Yang termasuk dalam kelompok ini seperti sarana olahraga dan
lainnya;
3) Fasilitas (sarana) penunjang kepariwisataan adalah perusahaan
yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok dan
berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal pada
suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi yang lebih penting adalah
agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan
uangnya ditempat yang dikunjunginya. Kegiatan yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain coffee shop dan steambath,
souvenir shop dan lain-lain.

LAPORAN PENDAHULUAN 19
2.1.2.D Ancillary Services (Layanan Tambahan) Pariwisata
Layanan tambahan merupakan seluruh penunjang untuk
memperkuat atraksi, amenitas, dan aksesabilitas pariwisata. Meskipun
merupakan komponen terakhir, keberlanjutan pariwisata sangat
tergantung dari komponen ini dikarenakan pengembangan pariwisata
merupakan merupakan upaya terstruktur yang membutuhkan
kerjasama antar komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat.
Kunci utama dari komponen ini adalajh keberadaan tata kelola
kelembagaan yang kuat sebagai mekanisma penegakan aturan serta
acuan seluruh komponen penyelenggara dalam melaksanakan kegiatan
pariwisata. Dalam PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025,
pengembangan kelembagaan pariwisata merupakan upaya terpadu dan
sistematik dalam rangka pengembangan organisasi Kepariwisataan,
pengembangan SDM Pariwisata untuk mendukung dan meningkatkan
kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan di
Destinasi Pariwisata. Dalam hal ini, kelembagaan Kepariwisataan
adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara
terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan
masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme
operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan
perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

2.2 Teori Permintaan dan Penawaran dalam Industri Pariwisata


Dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok
yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem,
yakni : a) permintaan atau kebutuhan; b) penawaran atau pemenuhan
kebutuhan berwisata itu sendiri; c) pasar dan kelembagaan yang
berperan untuk memfasilitasi keduanya; dan d) pelaku yang
menggerakkan ketiga elemen tersebut. Pada Gambar 2.1 dijelaskan
keterkaitan antar keempat unsur tersebut sebagai sistem pariwisata.

LAPORAN PENDAHULUAN 20
Kebijakan pemerintah untuk pariwisata dapat mempengaruhi
adanya permintaan dan penawaran dari pariwisata itu sendiri, sehingga
nantinya dapat mendorong dan mengendalikan produk atau obyek
pariwisata itu sendiri. Dari sisi penawaran melakukan pengembangan
dan pemasaran obyek pariwisata ke pasar maupun pelaku pariwisata,
dan dari sisi permintaan melakukan kegiatan membeli dan
menggunakan barang dan jasa yang ditawarkan obyek pariwisata itu
sendiri.

KEBIJAKAN
PARIWISATA
PEENAWARAN

PERMINTAAN

PRODUK

PASAR / PELAKU PARIWISATA

Sumber: Damanik dan Weber, 2006

Gambar 2.1. Sistem Kepariwisataan

Permintaan terhadap kegiatan pariwisata didefinisikan sebagai jumlah


total dari orang-orang yang melakukan atau yang berkeinginan melakukan
perjalanan, dengan menggunakan fasilitas dan jasa pariwisata di daerah
tujuan wisata yang jauh dari tempat tinggal biasanya. Permintaan terhadap
kegiatan pariwisata terdiri dari 3 (tiga) kategori pokok :
1. Permintaan aktual atau efektif adalah mengacu pada orang-orang yang
saat ini melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata dan menggunakan
jasa dan fasilitas wisata,

LAPORAN PENDAHULUAN 21
2. Permintaan potensial adalah orang-orang yang memiliki motivasi untuk
melakukan perjalanan tetapi tidak mampu melakukan perjalanan karena
keterbatasan waktu atau adanya kendala keuangan, dan
3. Permintaan tertunda adalah termasuk kategori orang-orang yang dapat
melakukan perjalanan, tetapi mereka belum melakukannya karena
kekurangan informasi, fasilitas atau kombinasi dari keduanya.
Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah
wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya
(produk dan jasa) wisata. Ketersediaan sumberdaya hanya sebagai
pemicu perjalanan. Faktor lain yang turut berperan adalah aksesibilitas
yang semakin mudah pada produk dan obyek pariwisata. Oleh sebab
itu harus ada media yang menghubungkan wisatawan dengan produk
tersebut, yakni akses yang dalam hal ini berupa infrastruktur
transportasi (Mundt, 1998).

Berbeda dengan teori permintaan untuk barang normal yang


menjadikan harga sebagai determinan utama, karakteristik permintaan
pariwisata dipengaruhi oleh elemen bauran pemasaran, termasuk sifat
produk atau jasa, distribusi, strategi promosi, dan tingkat harga itu
sendiri. Namun, penetapan harga dalam hal ini menjadi lebih kompleks
karena terdapat sejumlah strategi unik pada penetapan harga yang
mungkin diterapkan oleh penyedia pariwisata (suppy side), termasuk:
harga prestise; harga penetrasi; penetapan harga berbasis biaya; harga
yang berbeda dan harga yang seragam.
Menurut Yoeti. (2008) Permintaan (demand) dalam
kepariwisataan terdiri dari berbagai macam-macam unsur yang satu
dengan yang lainnya tidak hanya berbeda sifat dan bentuk, tetapi juga
manfaat dan kegunaannya bagi wisatawan. Produk yang dihasilkan
oleh perusahaan industri pariwisata dihasilkan oleh bermacam-macam
perusahaan yang satu dengan yang lain banyak berbeda dan
diperlukan oleh wisatawan pada waktu yang berbeda pula. Permintaan
dalam kepariwisataan tidak hanya terbatas selama masa / periode
perjalanan (tours) dilakukan, tetapi unsur demand yang terpenting

LAPORAN PENDAHULUAN 22
adalah pada saat sebelum perjalanan tersebut diselenggarakan seperti,
ketersediaan informasi, travel documents, tickets, hotel reservations
dan money changers, dan sebagainya yang memerlukan pula
pelayanan yang memuaskan sebelum tours diselenggarakan.
Namun demikian, menrut Camilleri, et al. (2018) yang
menentukan harga sudah sesuai adalah wisatawan itu sendiri. Jika
harga yang ditentukan dirasa tidak mencerminkan nilai yang akan
didapatkan, maka wisatawan tidak akan melakukan perjalanan wisata
tersebut. Selain itu harga yang ditetapkan juga bergantung pada
permintaan konsumen. Pada kurva pemintaan barang normal kurva
berupa garis miring ke bawah kanan. Hal ini menunjukan bahwa saat
harga naik maka kuantitasnya akan turun, sebaliknya jika harga turun
maka kuantitasnya akan naik. Pariwisata masuk ke barang prestise
sehingga kurvanya berbeda dengan barang normal.

Gambar 2. 2 Kurva Barang Normal dan Barang Prestise

Sumber: Camilleri, et al., 2018

Gambar 2.2 menggambarkan kurva permintaan barang normal


dan kurva permintaan barang prestise. Untuk barang prestise kurva
berbentuk miring ke atas. Dimana harga lebih tinggi dianggap sebagai
indikasi bahwa barang berkualitas tinggi dan memberikan nilai yang
lebih. Selain itu, permintaan tidak bergantung pada harga saja.

LAPORAN PENDAHULUAN 23
Pergeseran kurva misalnya peningkatan permintaan dapat disebabkan
oleh berbagai alasan seperti selera pelanggan yang dipengaruhi oleh
variabel lain seperti promosi. Penurunan permintaan juga bisa terjadi
ketika ada produk pengganti. Misalnya wisatawan menemukan moda
transportasi yang lebih murah bagi mereka. (Camilleri, 2018)

Menurut Yoeti (2008) , penawaran (supply) dalam


kepariwisataan meliputi semua unsur yang ditawarkan kepada
wisatawan oleh penyelenggara pariwisata. Ha tersebut mulai dari unsur-
unsur daya tarik alam (nature) dan hasil ciptaan manusia (man-made),
hingga barang-barang dan jasa-jasa (goods & services) yang dapat
mendorong pengnjung ke suatu daerah tujuan wisata.

Supply dalam kepariwisataan mempunyai ciri yang sangat khas.


Pertama, merupakan supply untuk komoditas jasa (Service Supply) di
mana memiliki sifat yang trelatif sulit untuk dipindahkan. Kedua, Supply
sangat kaku (rigid), karena itu sangat sukar menyesuaikan diri (market
clearance). Ketiga, Supply dalam kepariwisataan sangat tergantung
pada persaingan dari supply barang-barang dan jasa-jasa lain.

Implikasi dari keunikan industri pariwisata adalah pada


banyaknya ragam strategi penetapan harga yang dilakukan oleh
penyedia jasa. Pada pemahaman tradisional, penetapan harga merujuk
pada prinsip efisiensi dan profit maximization oleh produsen / penyedia
jasa. Dalam industri pariwisata beberapa pertimbangan disesuaikan
dengan beberapa kondisi sebagai berikut:

A. Prestige Pricing
Strategi ini dilakukan untuk menarik konsumen dengan karakter
hedonic (high-end costumers) dengan cara meningkakan harga dan
kualitas untuk meningkatkan penjualan.
B. Penetration Pricing
Strategi ini dilakukan dengan set harga yang rendah dengan tujuan
penetrasi pasar, merarik konsumen, hingga meningkatkan
penjualan jangka pendek.
C. Volume Pricing

LAPORAN PENDAHULUAN 24
Strategi ini dilakukan dengan penetapan harga berbeda pada
konsumen dengan pembelian dalam jumlah besar. Contohnya
adalah penetapan harga yang lebih rendah pada permintaan
traveling dalam grp yang besar.

2.3 Megatrend Pariwisata


Penyelenggaraan kepariwisataan global beberapa tahun ke
depan diprediksi akan dipengaruhi oleh 10 (sepuluh) tren, yang disebut
Tourism Megatrends. Tren pariwisata ini merupakan hasil kajian yang
dilakukan oleh Howarth HTL (Hotel, Tourism and Leisure) di mana
secara garis besar Tourism Megatrends dapat dilihat dari 2 (dua) sisi
yaitu sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply). Lebih
detail mengenai tren tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sepuluh Tren Pariwisata ke Depan

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL).

Pertama, dari sisi permintaan, tren terbagi menjadi 5 (lima) yaitu


silver hair tourist, generation X & Y, growing middle class, emerging
destination dan political issues and terrorism. Masing-masing akan
dibahas lebih rinci sebagai berikut.

A. Silver Hair Tourist

LAPORAN PENDAHULUAN 25
Berdasarkan Howarth HTL, populasi masyarakat senior (usia lebih
dari 60 tahun) di dunia akan terus meningkat dan diperkirakan akan
memberikan share 21% dari total wisawatan internasional. Hal ini
tentunya mendorong timbulnya segmen pariwisata baru untuk usia
lanjut (senior).

Gambar 2.4 Peningkatan Populasi Masyarakat Senior (Usia >60) di


Dunia

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Beberapa karakteristik dari wisatawan senior, antara lain (i) siap


secara finansial; (ii) harapan hidup yang makin panjang karena
kemajuan ilmu kedokteran; (iii) wisatawan senior memiliki keinginan
yang lebih besar untuk melakukan perjalanan yang disebabkan
karena ketersediaan informasi yang semakin banyak dan mudah
diakses; (iv) berorientasi kepada pengalaman dengan mencoba
destinasi baru namun tidak mengejar kemewahan melainkan
keunikan berwisata; (v) mencari produk pariwisata yang dapat
memberikan kesehatan dan kebugaran dengan alasan medis
maupun spiritual.
B. Generation X & Y

LAPORAN PENDAHULUAN 26
Segmen generasi muda akan berkembang dengan cepat. Generasi
Y atau biasa disebut milenial, diharapkan mewakili 50% wisatawan
di tahun 2025. Fokus para milenial dalam berwisata adalah
eksplorasi, interaksi dan pengalaman emosional. Demi memenuhi
pengalaman tersebut, beberapa akomodasi baru muncul untuk
mengakomodir kebutuhan para milenial ini, yaitu dengan konsep
minimalis dan menarik (eye catching). Pelayanan kepada para
milenial berfokus pada empati dan hubungan pelanggan (customer
relation). Tren ini diharapkan lebih cepat memberikan dampak
positif terhadap pariwisata dengan dukungan percepatan
digitalisasi, karena teknologi merupakan unsur penting bagi para
milenial.

Gambar 2.5 Profil Generasi Z

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Sementara generasi Z atau biasa di sebut iGen, Click and Go


Children dengan rentang usia 6 hingga 20 tahun, diprediksi memiliki
gaya hidup dan lingkungan hidup yang sangat berbeda dengan

LAPORAN PENDAHULUAN 27
generasi Y. Hal tersebut didorong faktor ketersediaan informasi
bagi generasi Z yang lebih tinggi, gaya hidup yang dinamis dan
tingkat pendidikan yang tinggi. Generasi Z terintegrasi penuh
dengan dunia digital dan mengharapkan informasi yang real time,
pesan singkat namun kuat, sebagian besar dikirimkan melalui
gambar, video dan saluran yang memungkinkan untuk berinteraksi.
Generasi Z berbicara menggunakan emoticon yang berfungsi
menggantikan teks atau narasi. Penyedia layanan pariwisata harus
dapat ‘belajar bahasa’ Generasi Z untuk dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan mereka.
C. Growing Middle Class
Kelas menengah meningkat dari 1,8 miliar pada tahun 2009
menjadi 3,2 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 4,9 miliar pada tahun 2030. Peningkatan kelas
menengah ini akan mengubah profl wisatawan. Mayoritas kelas
menengah berasal dari kawasan Asia Pasifk yang mewakili dua per
tiga dari populasi kelas menengah global dan berkontribusi
terhadap 59% konsumsi kelas menengah tahun 2030. Sebaliknya
populasi kelas menengah di Eropa dan Amerika Utara cenderung
stagnan. Kelas menengah memiliki kencenderungan mandiri dalam
berwisata, tidak memerlukan pemandu wisata. Ketika
merencanakan perjalanan wisata, kelas menengah cenderung
menggunakan transportasi ‘low budget’ seperti pesawat dengan
tarif murah, kereta api atau bus. Kecenderungan lain yaitu kelas
menengah meluangkan waktu untuk mencari informasi perjalanan
yang menawarkan potongan harga atau promo.
D. Emerging Destination
Pertumbuhan kelas menengah dan karakteristik kelas menengah
dalam memilih destinasi pariwisata, mendorong berkembangnya
banyak destinasi pariwisata di negara berkembang (Asia, Amerika
Selatan, Mediterania Timur, Eropa Tengah, Eropa Timur, Timur
Tengah dan Afrika). Negara- negara ini memiliki lebih banyak
kunjungan wisatawan daripada destinasi pariwisata di negara maju

LAPORAN PENDAHULUAN 28
(Amerika Utara, Eropa Barat, serta daerah maju di Asia dan
Pasifik). Pada tahun 1950, sebesar 97% kedatangan turis
terkonsentrasi di 15 negara tujuan, namun terjadi penurunan
menjadi 56% di tahun 2009. Saat ini hampir 100 negara menerima
lebih dari 1 juta kedatangan wisatawan per tahun.
E. Political Issues and Tourism
Gejolak politik dapat berdampak terhadap seluruh sektor di dalam
suatu negara, termasuk pariwisata. Kerusuhan politik di Yunani
contohnya, mempengaruhi pariwisata baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Yunani menjadi tujuan wisata yang dihindari (travel
warning) sehingga akan menghilangkan kepercayaan investor di
masa mendatang. Isu terorisme atau peristiwa tragis juga dapat
mengakibatkan kemunduran besar. Dampaknya adalah penurunan
jumlah pengunjung internasional. Teror yang terjadi di Mesir,
Tunisia dan Thailand memiliki dampak negatif langsung terhadap
pariwisata. Selain itu, isu keamanan transportasi yang kadang
menjadi obyek serangan teroris seperti di pesawat, kereta, bandara
juga dipandang penting sehingga petugas meningkatkan
pengamanan yang berdampak pada lamanya prosedur
pemeriksaan barang.

Sementara dari sisi penawaran (supply), tren terbagi menjadi 5


(lima) yaitu technological (r)evolution, digital channels, loyalty v.X.0,
health and healthy lifestyle, dan sustainability. Masing-masing akan
dibahas lebih rinci sebagai berikut.

A. Technology (R)evolution
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi berdampak
pada pariwisata karena membentuk dan mengubah aspek
kehidupan sehari-hari. Teknologi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan. Internet telah mengubah cara
wisatawan mencari dan menjelajahi informasi, memesan dan
berwisata. Penggunaan robot, tampilan interaktif, dan smartphone
ke depannya akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

LAPORAN PENDAHULUAN 29
sektor pariwisata. Selama liburan, wisatawan akan mendapatkan
informasi secara real time tentang program dan kegiatan pariwisata
untuk memberikan pengalaman wisata yang lengkap sehingga
kepuasan wisatwan menjadi lebih besar. Pada akhirnya, hal
tersebut berdampak pada tingkat konsumsi yang meningkat dan
menimbulkan kesetiaan (loyalitas).

Gambar 2.6 Tren Utama Teknologi yang Mempengaruhi Pariwisata

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

B. Digital Channels
Penetrasi internet mendorong dimulai dan diakhirinya kegiatan
liburan dengan internet. Dimulai dari perencanaan liburan,
mengumpulkan ide, memutuskan berlibur kemudian memberikan
liputan perjalanan dan pengalaman selama berlibur. Saat ini,
setelah berlibur, para wisatawan memberikan feedback tentang

LAPORAN PENDAHULUAN 30
pengalaman mereka melalui social media. Pada tahun 2013, 65%
pencarian dimulai dengan menggunakan telepon seluler dan
dilanjutkan dengan komputer.

Gambar 2.7. Tren Kunci Digitalisasi dalam Pariwisata

Sumber: Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know


about The Future of Tourism (Howarth HTL)

Penyelenggara pariwisata diwajibkan memiliki berbagai platform


dan saluran yang mampu menjangkau wisatawan dan melakukan
komunikasi interaktif. Hal tersebut didorong oleh teknologi yang
mengubah kompleksitas persaingan menjadi lebih tinggi.
Keunggulan di sektor digital, akan berpotensi menjadikan suatu
penyelenggara pariwisata lebih baik daripada pesaingnya. Hal
tersebut tentunya menjadi tantangan baru bagi penyelenggara
pariwisata tradisional.
C. Loyalty v.X.0
Program loyalitas (loyalty program) terintegrasi dengan pengalaman
berwisata serta kecepatan dalam merespon lingkungan digital yang
dinamis. Program loyalitas kuno seperti pengumpulan poin yang
dapat ditukarkan dengan hadiah, harus dipikirkan ulang.

LAPORAN PENDAHULUAN 31
Transformasi perubahan loyalitas dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan program tersebut ke dalam keseluruhan
perjalanan wisata sehingga meningkatkan pengalaman ber wisata
mulai dari perencanaan, akomodasi, aktivitas, pengalaman di hotel
dan di tempat tujuan.

Gambar 2.8. Transformasi Program Loyalitas

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Integrasi juga perlu dilakukan antara pemangku kepentingan sektor


pariwisata (seperti operator, penyedia hotel, pemerintah) dengan
melakukan penyelarasan proses bisnis. Untuk memudahkan
integrasi, proses ini dilakukan dengan dukungan digital atau TIK.
Program loyalitas membutuhkan peningkatan teknologi baru ke
bentuk digital seperti aplikasi seluler dan portal online. Penggunaan
alat dan teknik seperti Big Data memungkinkan wawasan yang
lebih mendalam dan relevan (baik secara waktu, layanan maupun
referensi tempat tertentu) sehingga dapat memberikan penawaran
wisata yang tepat.
D. Health and Healthy Lifesye

LAPORAN PENDAHULUAN 32
Gaya hidup sehat merupakan pencegahan dan faktor kunci dalam
peningkatan kesehatan. Kesadaran akan kesehatan semakin tinggi
dan teknologi juga berkembang pesat mendorong munculnya bisnis
pariwisata seperti Spa yang bertujuan untuk pemantauan
kesehatan. Kerjasama terpadu antara sektor kesehatan dan
pariwisata akan membuka ceruk pasar baru dalam health tourism.

Gambar 2.9. Spectrum of Healthy Trends in Tourism

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

E. Sustainability
Pertumbuhan pariwisata yang fenomenal merupakan salah satu
penggerak sosio-ekonomi di seluruh dunia. Selain itu, pariwisata
juga memberi dampak pada pembangunan dunia, kemakmuran dan
kesejahteraan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pariwisata perlu
dijaga keberlangsungannya. Pariwisata berkelanjutan merupakan
pariwisata yang menghormati penduduk setempat dan wisatawan
lain, warisan budaya dan lingkungan. Terdapat 3 (tiga) pilar yang
harus diseimbangkan agar pembangunan pariwisata berkelanjutan

LAPORAN PENDAHULUAN 33
dapat berlangsung dalam jangka panjang yaitu pilar sosial
(community), pilar lingkungan (environment) dan pilar ekonomi
(economy). Pilar pertama yaitu keberlanjutan sosialmengacu pada
isu kesejahteraan masyarakat, aset budaya, partisipasi masyarakat
dan kepuasan wisatawan. Pembangunan pariwisata harus
memperhatian kelestarian situs budaya, situs sejarah dan
bangunan warisan sebagai bentuk penghargaan terhadap
masyarakat sekitar. Serbuan wisatawan dapat berdampak negatif
terhadap keberlangsungan sosial di sekitar destinasi.
Pembangunan berlebihan dapat menyebabkan antipati atau
penolakan penduduk setempat terhadap pariwisata. Pilar kedua
yaitu lingkungan sebagai atraksi utama bagi wisatawan. Tidak
dapat dipungkiri fakta bahwa aktivitas pariwisataberkontribusi
terhadap produksi CO2. Misalnya, kapal pesiar setidaknya
menghasilkan 17% dari total emisi nitrogen oksida, belum termasuk
aliran limbah yang dihasilkan. Pilar ketiga yaitu ekonomi
berkelanjutan dimana pariwisata memberikan manfaat bagi semua
pemangku kepentingan yang terlibat, pendistribusian yang adil,
kesempatan kerja dan peluang penghasilan. Faktor kunci
keberlanjutan ekonomi antara lain peningkatan standar hidup,
ketersediaan waktu rekreasi, pembangunan dan kemakmuran
ekonomi, serta stabilitas politik.

2.4. Dampak Sosial Ekonomi Kawasan Pariwisata

Undang Undang No. 9 Tahun 2010 tentang kepariwisataan,


mendefinisikan yang dimaksud dengan pariwisata merupakan
berbagai kegiatan wisata yang disertai dengan dukungan fasilitas dan
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,
dan pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025, yang dimaksud dengan
kepariwisataan merupakan seluruh kegiatan yang berhubungan
dengan pariwisata dan berkarakteristik multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan

LAPORAN PENDAHULUAN 34
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat
sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Karakteristik dari sektor pariwisata dijelaskan oleh Yoeti (2008)
adalah kegiatan perjalanan sementara dari tempat tinggal ke tempat
tujuan dan digunakan hanya untuk kegiatan rekreasi dan liburan
untuk memuaskan rasa ingin tahu,bukan untuk tujuan menetap
atau mencari nafkah. Pada dasarnya pariwisata adalah proses
dimana satu orang atau lebihuntuk sementara pergi ke suatu tempat
selain tempat tinggalnya. Berbagai kepentingan, seperti ekonomi,
sosial, budaya, politik, agama, kesehatan, atau kepentingan lain
seperti rasa ingin tahu, pengalaman yang melimpah, belajar,
menentukan kepergiannya.
Dinamik & Weber, (2006) pariwisata adalah kegiatan rekreasi
untuk menjauh dari rumah, melarikan diri dari pekerjaan, atau
mencari suasana yang berbeda. Sebagai suatu kegiatan, pariwisata
telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar negara-negara
maju dan telah menjadi minoritas masyarakat di negara-negara
berkembang. Pariwisata sebagai aktivitas manusia merupakan
fenomena yang sangat kompleks dari pergerakan orang, barang dan
jasa dan dikaitkan dengan hubungan kelembagaan dan pribadi,
kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya.
Gun (1998) mengatakab bahwa pariwisata termasuk dalam
aktivitas ekonomi yang dilihat dari sisi permintaan dan penawaran.
Dimana keberhasilan pengembangan pariwisata oleh suatu daerah
bergantung pada kemampuan perencanaan dalam mengintegrasikan
antara permintaan dan penawaran secara seimbang dalam rencana
pengembangan pariwisata. Misalnya, dari sisi permintaan, penting
untuk mengidentifikasi segmen pasar potensial di setiap daerah dan
elemen menarik dari setiap destinasi wisata. Untuk alasan ini, riset
pasar harus dilakukan dengan menggunakan alat statistik multivariat
canggih sehingga strategi produk dan layanan yang tepat dapat
dirancang untuk setiap segmen pasar yang teridentifikasi.
Lee (2015) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat 4 komponen
dalam pengembangan pariwisata yang sering disebut dengan 4A:
1. Attaction (Atraksi), pada dasarnya merupakan awal
dimana tembat menjadi tempat wisata yang menjadi

LAPORAN PENDAHULUAN 35
motivasi bagi wisatawan untuk berkunjung pada tempat
tersebut.

2. Access (Aksesabilitas), merupakan sesuatu yang mengacu


pada tersedia dan terjaminnya transportaso dan fasilitas
penghubung antara berbagai tempat dengan tempat
wisata.

3. Amenties (Amenitas), merupakan segala sesuatu yang


terdiri dari berbagai fasilitas dan layanan yang akan
dibutuhkan wisatawan di tempat wisata seperti,
transportasi, makanan, dan hiburan.

4. Ancillary Services (Layanan Tambahan), merupakan


keseluruhan fasilitas dan layanan yang disediakan untuk
mewujudkan industri pariwisata berkelanjutan seperti
kelembagaan pariwisata dan tersedianya organisasi
pengelola, tersedianya sistem informasi dan pemasaran,
hingga sistem keamanan yang handal.

Pariwisata merupakan sektor penggerak ekonomi yang dalam


proses perkembangannya berdampak pada bidang sosial ekonomi.
Pengaruh yang ditimbulkan dapat berupa pengaruh positif dan
negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Dalm rangka
mencegah perubahan kearah yang negatif, perencanaan dibutuhkan
beberapa aspek baik mencakup aspek fisik, sosial, ekonomi,
sehinggan sebanyak mungkin masyarakat terlibat dalam rencana
pengembangan pariwisata. Dengan dukungan dari masyarakat maka
dapat mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang
terkait. Hal ini selaras dengan anggapan bahwa pembangunan dan
pengembangan suatu wilayah bergantung pada potensi wilayah yang
dimilikinya (Biantoro & Ma'rif, 2014).
Sosial ekonomi merupakan semuanya yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat antara lain sandang,
pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain lain yang
berkaitan dengan kemampuan seorang tersebut menghasilkan
penghasilan. Dengan pengembangan dalma bidang pariwisata maka

LAPORAN PENDAHULUAN 36
akan terjadi perubaham dalam beberapa aspek di masyarakat seperti
perubahan sosial, moral, agama, bahasa, dan kesehatan. Dalam segi
ekonomi, perubahan yang terjadi seperti adanya perubahan gaya
hidup dari masyarakat yang menuju kea rah yang lebih konsumtif.
Dampak dari sosial pariwisata dapat digambarkan melalui bagan
berikut ini:

Sumber: John Lea (1988)


Gambar 2 4 Dampak Sosial Pariwisata

Dampak dari industri pariwisata dibafi menjadi dua


macam dalam penelitian yang dilakukan oleh Biantoro & Ma’rif
tersebut dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pengaruh langsung

Kegiatan industri pariwisata mampu menyerap tenaga kerja


dan mendorong munculnya berbagai lapangan kerja dan
usaha yang menunjang kegiatan pariwisata.

Meningkatkan perkembangan suatu daerah, karena pada


umumnya daerah wisata terletak di pantai, gunung gunung
dan daerah daerah terpencil yang mempunyai keindahan alam
yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Sehingga kegiatan

LAPORAN PENDAHULUAN 37
ekonomi dapat berkembang dan meluas ke daerah daerah
tersebut.

2. Pengaruh tidak langsung

· Dampak Penggandaan (Multiplier Effect)


Sejumlah uang yang diterima dalam
masyarakat akan menimbulkan beberapa
transaksi yang jumlahnya tergantung pada
kondisi ekonomi.

· Memajukan pasaran produk produk tertentu


karena pariwisata merupakan daya konsumtif
yang dinamis yang dapat mendorong konsumsi
produk produk tersebut.

· Penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak


langsung maupun retrubusi dari karcis tanda
masuk dan parkir kendaraan.

2.5. Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang artinya kekuatan.


Sedangkan pemberdayaan memiliki arti membuat sesuatu menjadi
berdaya atau memiliki kekuatan (Rosmedi & Risyanti, 2006).
Pemberdayaan dalam bahasa inggris disebut sebagai “Empowerment”
yang berasal dari kata “power” yang berarti kekuasaan atau
keberdayaan.
Pengertian pemberdayaan menurut Suhendra, (2016)
merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan dinamis secara
sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara
evolutif dengan keterlibatan semua potensi.
Pemberdayaan menurut Jim Ife merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh individu untuk meningkatkan kekuasaan mereka
karena mereka merasa kurang beruntung (empowerment aims to
increase the power of disadvantage).
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pemberdayaan merupakan suatu usaha atau upaya yang

LAPORAN PENDAHULUAN 38
dilakukan dalam rangka mengembangkan kemampuan dan
kemandirian individu atau masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya. Dengan itu masyarakat dapat tahu potensi dan
masalah yang dihadapinya dan mampu untuk menyelesaikannya
(Hermansyah, 2009). Sedangkan pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya untuk mempersiapkan masyarakat bersamaan
dengan usaha umtuk memperkuat kelembagaan masyarakat agar
mampu untuk mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan
kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan
(Sumaryadi, 2005). Definisi lain dari pemberdayaan masyarakat
menurut Sumaryadi adalah dengan sebagai berikut:
1. Membantu pengembangan manusiawi yang autentik dan
integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin
perkantoran, masyarakat adat yang terbelakang, kaum
muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita
yang didiskriminasikan/dikesampingkan.

2. Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat


tersebut secara sosial ekonomis sehingga mereka dapat
lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidup mereka, namun sanggup berperan serta dalam
pengembangan masyarakat. Dari pendapat tersebut maka
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat
yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Menurut Mubarak, (2010) pemberdayaan masyatakat


merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan suatu
komunitas dengan tujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat
mereka dalam melaksanakan hak – hak dan tanggung jawab mereka
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan Suetomo, (2011)
mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu
pendekatan yang memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih
luas pada masyarakat untuk mengelola dan berperan aktif dalam
kegiatan pembangunan.

LAPORAN PENDAHULUAN 39
Terdapat tiga tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat
menurut Rahmadani, Hakim, & Setiawati, (2019) yaitu meningkatkan
kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan
mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat
ditingkatkan tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk
berusaha, kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk
mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih banyak
lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat.
Menurut Fahruddin, (2012) mengatakan bahwa pemberdayaan
masyarakat dapat dilakukan dengan upaya berikut ini:
1. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang.

2. Empowering, yaitu meningkatkan kapasitas dengan


memperkuat potensi serta daya yang dimiliki oleh
masyarakat.

3. Protecting, yaitu melindungi kepentingan dengan


mengembangkan sistem perlindungan bagi masyarakat
yang menjadi subjek pengembangan.

Kabupaten Pasuruan merupakan kabupaten yang terdiri dari


24 Kecamatan, 34 Desa, dan 24 Kelurahan. Dimana dari setiap
wilayahnya memiliki sumber daya dan potensi yang berbeda beda dan
melimpah. Khusunya di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari yang
merupakan daerah yang masuk dalam wilayah Gunung Bromo yang
memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah sehingga bisa
menjadi daerah dengan sektor unggulan dalam bidang pariwisata.
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan payung hukum dalam
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa pasal 126, bertujuan
memampukan desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu
kesatuan tata kelola pemerintahan desa, kesatuan tata ekonomi dan
lingkungan Serta kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan desa
dan lembaga adat, perhatian secara khusus pemerintah diberikan

LAPORAN PENDAHULUAN 40
dengan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan pembangunan ekonomi tertera pada ayat 1
pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu pemberdayaan
masyarakat dan desa juga dimuat secara khusus dalam Rencana
Strategis Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten
Pasuruan pada Tahun 2018 – 2023 yang disusun dalam agendan
RPJMD dalam rangka mewujdukan visi Pemerintah Daerah
Kabupaten Pasuruan yang akan dicapai sampai pada akhir tahun
perencanaan yaitu pada Tahun 2023.

LAPORAN PENDAHULUAN 41
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1. LINGKUP KEGIATAN


Kajian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan
(pengumpulan data) dan tahap analisis.

1. Tahap Persiapan (Pengumpulan Data)


Pengumpulan data dan informasi terkait kondisi terkini dan
berbagai permasalah pengembangan destinasi wisata
pendudkung wisata Bromo tengger Semeru di kabupaten
Pasuruan melalui survei literatur dan instansional dan survei
lapangan.

● Survei Literatur dilakukan untuk mendapatkan teori-teori


yang berkaitan dengan potensi dan pengembangan wisata
terpadu;
● Survey Instansional dilakukan untuk mendapatkan dokumen
yang dibutuhkan. Pada tahap ini, data sekunder digunakan
untuk melakukan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi
potensi dan kondisi saat ini terkait wisata BTS dan
pendukungnya;
● Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer
terkait potensi, permasalahan, sarana dana sarana
pendukung pengembangan daerah wisata pendukung BTS
yang selanjutnya akan di analisa secara mendalam.
2. Tahap Analisis
Tahapan ini merupakan penilaian terhadap berbagai keadaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan dan
metode serta teknis analisis studi yang dapat
dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara
praktis. Analisis dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, yaitu :

● Analisis deskrtptif kuantitatif mengenai dampak terhadap

LAPORAN PENDAHULUAN 42
sosial ekonomi masyarakat Tosari karena pengembangan
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS);
● Analisis identifikasi permasalahan faktor-faktor penghambat
dan penunjang peningkatan secara sosial dan ekonomi dari
pengembangan Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS).

3.2. KELUARAN
Keluaran yang diharapkan dari rangkaian kegiatan kajian ini adalah
suatu hasil kajian dan analisa komprehensif sampai dengan rekomendasi
bagi penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Pasuruan dalam upaya
merencanakan strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar
kawasan Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan.

3.3. LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Pasuruan meliputi wilayah
Kecamatan Tosari yang terdiri dari 8 (delapan) desa yakni Desa Baledono,
Desa Kandangan, Desa Mororejo, Desa Ngadiwono, Desa Podokoyo, Desa
Sedaeng, Desa Tosari, dan Desa Wonokitri.

3.4. PENDEKATAN PENELITIAN


Jenis penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan data-data kuantitatif dan intepretasi dari berbagai jenis
publikasi data. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian korelatif,
dimana berupaya menghubungkan data-data yang ada untuk menjawab
kaitannya dengan berbagai fenomena yang dihadapi.

3.5. JENIS DAN SUMBER DATA


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode
survey, Focus Group Discussion (FGD), in depth interview kepada nara
sumber yang antara lain terdiri dari:

LAPORAN PENDAHULUAN 43
1. Dinas yang terkait, antara lain: Bappeda, Dinas parawisata, Dinas
Pekerjaan Umum dan Bina Marga, Dinas Pertanian dan lain
sebagainya.
2. Pelaku pariwisata dan masyarakat di lokasi penelitian.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait
dengan kebutuhan data sebagai berikut,
Tabel 3.1 Kebutuhan Data Sekunder dan Sumber Data
No Kebutuhan Data Sumber Data
1 Data kependudukan pada lokasi perencanaan BPS, Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil, Dinas
Tenaga Kerja
2 Data penggunaan lahan pada lokasi Dinas Pekerjaan Umum
perencanaan, termasuk pemanfaatan wilayah dan Bina Marga, Dinas
BTS oleh masyarakat pelaku wisata. Perhubungan
3 Data sarana prasarana wilayah : prasarana jalan,
Dinas Pekerjaan Umum
sarana transportasi, air bersih, listrik, sistem
dan Bina Marga, Dinas
telekomunikasi, sarana pengelolaan air limbah,
Perhubungan
dan sistem pengelolaan persampahan.
4 Data sector ekonomi pendukung pariwisata :
hotel/penginapan/homestay, rumah makan / Dinas Pariwisata, Dinas
restoran, pusat oleh-oleh, destinasi wisata, Industri, Dinas Koperasi
atraksi wisata, usaha mikro/kecil, usaha ekonomi dan Usaha Mikro
kreatif dan perbankan/jasa keuangan.
5 Data kelembagaan pendukung pariwisata : desa
wisata, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), jasa
Dinas Pariwisata
guide, travel agent, kelompok budaya, event
budaya dan wisata.
6 Data dampak social, budaya, ekonomi dan
lingkungan akibat pengembangan pariwisata di Dinas Pariwisata
wilayah BTS dan sekitarnya.
7 Data potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi
kreatif, usaha mikro dan kecil, serta sektor
Dinas Pariwisata
pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-
oleh, guide dan masyarakat pelaku wisata).
8 Data spasial atau peta (skala 1 : 5.000 atau 1 :
25.000) : peta kondisi eksisting wilayah
perencanaan, peta pengembangan wilayah
Bappeda
perencanaan, peta dasar (wilayah perencanaan),
peta rencana tata guna lahan (RTRW), dan peta
jaringan jalan
Sumber : Hasil Pemikiran, 2020

LAPORAN PENDAHULUAN 44
3.6. ANALISA DATA

Dalam menjawab berbagai rumusan masalah yang telah


dikemukakan pada bab pendahuluan, Analisa data yang digunakan
adalah sebagai beriut:

No Rumusan Masalah Analisa Data


Analisa deskriptif yang
digunakan untuk
Bagaimanakah dampak terhadap
mendeskripsikan temuan-
sosial ekonomi masyarakat Tosari temuan di lapangan, dan
karena pengembangan Kawasan mengintrepetasikan
1 analisis data yang
Taman Nasional Bromo Tengger
dilakukan. Penyajian
Semeru (TNBTS) hasil analisis ini dapat
berupa deskripsi umum,
matriks, bagan, dan
bentuk penyajian lainnya.
Analisa matriks SWOT untuk
mengidentifikasi
Apa sajakah faktor-faktor
masalah, peluang dan
penghambat dan penunjang
tantangan akibat
peningkatan secara sosial dan
2 pengembangan
ekonomi dari pengembangan
dpengembangan
Kawasan Taman Nasional Bromo
Kawasan Taman
Tengger Semeru (TNBTS).
Nasional Bromo Tengger
Semeru (TNBTS).
Matrik QSPM untuk menyusun
strategi dan arah
Bagaimana strategi dan arah kebijakan serta
rekomendasi fasilitas pendukung rekomendasi
untuk mengurangi dampak pengembangan untuk
3 negatif sosial ekonomi mengurangi dampak
pengembangan Kawasan Taman negatif pengembangan
Nasional Bromo Tengger Semeru Kawasan Taman
(TNBTS). Nasional Bromo
Tengger Semeru
(TNBTS).
Dari tabel diatas, penjelasan masing – masing analisa data adalah sebagai
berikut

LAPORAN PENDAHULUAN 45
1. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan temuan-temuan


di lapangan, dan mengintrepetasikan analisis data yang dilakukan.
Penyajian hasil analisis ini dapat berupa deskripsi umum, matriks,
bagan, dan bentuk penyajian lainnya. Analisis deskriptif digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai bentuk kegiatan di sektor parawisata
dan berbagai kelembagaannya.

Analisis Deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai


subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari
kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian
hipotesis. Sekalipun penelitian yang dilakukan bersifat inferensial,
sajian keadaan subjek dan data penelitian secara deskriptif tetap perlu
diketengahkan lebih dahulu sebelum pengujian hipotesis dilakukan.
Penyajian hasil analisis deskriptif biasanya berupa frekuensi dan
persentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan chart
pada data yang bersifat kategorikal, serta berupa statistik-statistik
kelompok (antara lain mean dan varians) pada data yang bukan
kategorikal.

Penyajian persentase dan proporsi memberikan gambaran


mengenai distribusi subjek menurut kategori-kategori nilai variabel.
Oleh karena itu, analisis ini didasarkan pada distribusi frekuensi.
Secara visual, penggunaan tabel frekuensi dan grafik sangat
membantu memahami keadaan data yang disajikan. Penyajian
persentase dapat dijadikan lebih informatif dengan menyertakan
variabel lain ke dalam tabel-silang yang sudah ada sehingga menjadi
sebuah tabel tiga-jalan.

2. Analisa QSPM

Dalam upaya merumuskan dan menyusun strategi pengembangan


wisata di Kawasan BTS dan wilayah pendukung di Kabupaten Pasuruan,
peneliti akan menggunakan model perumusan strategi yang dikembangkan
oleh F.R. David. Seperti yang dikemukakan Umar (2008:31), menurut teori

LAPORAN PENDAHULUAN 46
manajemen strategis, strategi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan
tugas. Strategi-strategi tersebut adalah strategi generik (generic strategy)
yang akan dijabarkan menjadi strategi utama/induk (grand strategy). Strategi
induk ini selanjutnya dijabarkan menjadi strategi tingkat fungsional, yang
sering disebut dengan strategi fungsional.
Masih menurut Umar (2008:32), dalam menganalisis strategi
organisasi, perlu diketahui bahwa bentuk strategi akan berbeda-beda antar-
industri, antar-organisasi, dan antar-situasi. Terdapat beberapa model
perumusan strategi generik dan strategi utama, yaitu model Wheelen dan
Hunger, model Michael P. Porter, dan model F.R. David. Kegiatan ini akan
menggunakan model F.R. David. Berdasarkan model ini penentuan strategi
utama dilakukan melalui tiga tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan
matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk
matriks-matriks itu telah sesuai dengan segala ukuran dan tipe organisasi,
sehingga dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam
mengidentifikasi, megevaluasi, dan memilih strategi-strategi yang paling
tepat. Tahapan dalam model F.R. David yang akan digunakan dalam kegiatan
ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Tahap 1: THE INPUT STAGE

Matriks EFE Matriks IFE

Tahap II: THE MATCHING STAGE

Matriks SWOT Matriks IE

Tahap III: THE DECISION STAGE

QSPM

Sumber: Umar (2008)


Gambar 3.1. Tahapan Model Strategi F.R. David
Perangkat atau alat analisis dalam setiap tahapan tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut.
a. Matriks External Factor Evaluation (Matrik EFE)

LAPORAN PENDAHULUAN 47
Matriks EFE digunakan untuk membuat perencanaan strategis yang
dapat meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, hukum, teknologi, dan persaingan serta
berbagai bidang eksternal di mana organisasi berada, serta data eksternal
relevan lainnya. Menurut Umar (2008), tahapan kerja matriks EFE, yaitu:
1. Daftar critical success factors untuk aspek eksternal mencakup perihal
peluang (opportunities) dan ancaman (treaths) bagi suatu organisasi
dalam hal ini pemerintah daerah yang terkait dengan pengembangan
wisata BTS dan wilayah pendukung.
2. Penentuan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala
yang lebih tinggi dari yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.
3. Pemberian rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang
memiliki nilai:
1. 1 = di bawah rata-rata 2. 3 = di atas rata-rata
3. 2 = rata-rata 4. 4 = sangat bagus
Rating mengacu efektivitas strategi organisasi. Dengan demikian nilainya
didasarkan pada kondisi yang ada.
4. Pengalian nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skor critical success factor.
5. Penjumlahan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi organisasi
yang dinilai. Nilai skor total 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi
merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang
ada dan menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara
itu, skor total 1,0 menunjukkan bahwa organisasi tidak memanfaatkan
peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman
eksternal.
Tabel 3.1. Matiks EFE
Faktor Strategi Rating
Bobot (A) Skor (A x B)
Eksternal (B)
Kekuatan:
1

LAPORAN PENDAHULUAN 48
2
:
n
Kelemahan:
1
2
:
n
Total

Sumber: David (2004)


b. Matriks Internal Factor Evaluation (Matrik IFE)
Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang bersifat
meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang ada
terkait pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung. Data dan
informasi aspek internal dapat digali dari beberapa fungsional organisasi,
misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem
informasi, dan produksi. Menurut Umar (2008), tahapan kerja matriks IFE,
yaitu:
1. Daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang mempunyai
dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk aspek
internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
2. Penentuan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala
yang lebih tinggi dari yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata jawaban.
3. Pemberian rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang
memiliki nilai:
1 = di bawah rata-rata 3 = di atas rata-rata
2 = rata-rata 4 = sangat bagus
Jadi rating mengacu pada kondisi organisasi, sedangkan bobot mengacu
pada kriteria yang telah disepakati.
4. Pengalian nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skornya.

LAPORAN PENDAHULUAN 49
5. Penjumlahan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi organisasi
yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5; jika nilainya di bawah 2,5 maka
menandakan bahwa secara internal adalah lemah. Sedangkan nilai yang
berada di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Matriks EFE
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Matiks IFE
Rating
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Skor (A x B)
(B)
Kekuatan:
1
2
:
n
Kelemahan:
1
2
:
n
Total

Sumber: David (2004)

Matriks SWOT
Matriks Strength-Weaknesses-Opportunities-Threat (SWOT) merupakan
matching tool yang penting untuk membantu mengembangkan empat tipe
strategi, yaitu strategi SO (Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-
Opportunity), strategi ST (Strength-Threat), dan strategi WT (Weakness-
Threat). Keempat tipe strategi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
● Strategi SO (Strength-Opportunitiy), strategi ini menggunakan kekuatan
internal pemerintah daerah untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
pemerintah daerah.
● Strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal pemerintah daerah terkait

LAPORAN PENDAHULUAN 50
pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung dengan memanfaatkan
peluang-peluang eksternal.
● Strategi ST (Strength-Threat), melalui strategi ini pemerintah daerah
berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-
ancaman eksternal.
● Strategi WT (Weakness-Threat), strategi ini merupakan taktik untuk
bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari
ancaman.

Stengths-S Weaknesses-W
IFAS 1. 1.
2. 2.
Catatlah kekuatan- Catatlah kelemahan-
Kosong 3. 3. kelemahan internal
kekuatan internal
. organisasi . organisasi
EFAS . .
9. 9.
10. 10.
Opportunities-O Strategi SO Strategi WO
1. 1. 1.
Catatlah peluang- Daftar kekuatan Daftar untuk memperkecil
2. peluang eksternal 2. untuk meraih 2. kelemahan dengan
3. yang ada 3. keuntungan dari 3. memanfaatkan keuntungan
peluang yang ada dari peluang yang ada
. . .
. . .
9. 9. 9.
10. 10. 10.
Treaths-T Strategi ST Strategi WT
1. 1. 1. Daftar untuk memperkecil
Catatlah ancaman- Daftar kekuatan
2. ancaman eksternal 2. untuk menghindari 2. kelemahan dan
menghindari ancaman
ancaman
3. yang ada 3. 3.
. . .
. . .
9. 9. 9.
10. 10. 10.

LAPORAN PENDAHULUAN 51
Gambar 3.2. Contoh Matriks SWOT
Sedangkan unsur-unsur yang diperhatikan dalam menggunakan
SWOT pada kegiatan ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.3.Beberapa unsur dan variabel dalam Analisis SWOT Parawisata


Unsur Variabel

Atraksi Alam Lokasi, jumlah, mutu, masalah, dan daya


tarik

Atraksi budaya Lokasi, jenis, jumlah, mutu, masalah,


daya tarik

Dampak Lingkungan yang Perubahan lingkungan fisik, ekologis,


Potensial daya dukung

Aksesibilitas Daya angkut, akses, mutu, frekuensi,


ongkos

Pasar Daerah asal, tipe perjalanan, tipe


kegiatan

Usaha Jasa Mutu, kesesuaian dengan pasar, masalah


lain

Informasi Wisata Mutu peta, buku panduan wisata,


pemaparan, akurasi dan autensitas
informasi

Promosi Efektivitas advertensi, publisitas,


kehumasan, insentif, moda promosi

Organisasi dan Kelembagaan Organisasi terkait, hubungan kerja,


kemitraan, teamwork pengembangan
wisata BTS dan wilayah pendukung

Komitmen Pelaku Wisata Dukungan dari berbagai sektor, sikap


publik dan masyarakat lokal terhadap
pengembangan wisata BTS dan wilayah

LAPORAN PENDAHULUAN 52
Unsur Variabel

pendukung

Sumber: Gunn dalam Damanik dan Weber (2006)

Matriks Internal-Eksternal (IE)


Sebagaimana dikemukakan David (2004 : 300), matriks IE
memosisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel, seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 3.3. Matriks IE didasari pada dua dimensi
kunci, yaitu total rata-rata tertimbang IFAS pada sumbu x dan total rata-rata
tertimbang EFAS pada sumbu y. Pada sumbu x, total rata-rata tertimbang dari
1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah
menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Demikian pula dengan
sumbu y, total rata-rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai
dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah
tinggi.

4,0 Kuat 3,0 II


Rata-rata 2,0 III
Lemah 1,0

I Grow and Build Hold and


Kuat
Maintain
Grow and Build
3,0
V VI
Rata-rata
IV Hold and Harvest or
2,0
Maintain Divestiture
Grow and Build
Lemah
VIII IX
1,0
VII Harvest or Harvest or
Divestiture Divestiture
Hold and
Maintain

LAPORAN PENDAHULUAN 53
Sumber: David (2004)
Gambar 3.3. Matriks IE
Matriks IE (Gambar 3.3) dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang
memiliki implikasi strategi yang berbeda, yaitu:
1. Sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan
(grow and build). Strategi-strategi yang sesuai adalah strategi intensif
(market penetration, market development, dan product development) atau
strategi terintegrasi (backward integration, forward integration, dan
horizontal integration).
2. Sel III, V, VII dapat dikendalikan dengan strategi jaga dan pertahankan
(hold and maintain). Strategi yang umum yang digunakan adalah market
penetration dan product development.
3. Sel VI, VIII, IX rekomendasi yang umum diberikan adalah menggunakan
strategi tuai atau divestasi (harvest or divestiture).
Matriks Quantitative Strategies Planning (QSPM)
Menurut David (2004:308), QSPM adalah alat yang
direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan
strategi alternatif secara objektif, berdasarkan key success factors internal
dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Teknik ini termasuk dalam
tahap III dari kerangka kerja analisis perumusan strategi. Teknik ini secara
objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik.
QSPM menggunakan input dari analisis tahap I dan hasil pencocokan
dari analisis tahap II, untuk menentukan secara objektif di antara alternatif
strategi. Mekanismenya yaitu penggabungan matriks EFE, matrik IFE yang
membentuk tahap I; dengan matriks SWOT, matriks IE yang membentuk
tahap II. Hasil dari penggabungan ini akan menghasilkan informasi yang
dibutuhkan untuk membuat QSPM.
Secara konsep, seperti yang dikemukakan David (2004:309), QSPM
menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa
jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau
diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set
alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari setiap faktor
keberhasilan kunci internal dan eksternal. Jumlah set alternatif yang

LAPORAN PENDAHULUAN 54
dimasukkan dalam QSPM tidak dibatasi, tetapi hanya strategi dalam set yang
sama dapat dievaluasi satu sama lain.
Keunggulan QSPM adalah bahwa set strategi dapat dievaluasi secara
bertahap atau bersama-sama. Selain itu teknik ini menyusun stategi untuk
mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses
keputusan. Dengan demikian teknik ini dapat meminimalkan kemungkinan
terabaikannya suatu faktor kunci atau pemberian bobot yang tidak sesuai.
Walaupun pengembangan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan
subjektif, perumusan keputusan kecil selama proses akan memperbesar
kemungkinan bahwa keputusan strategis final adalah yang terbaik bagi
organisasi. QSPM dapat dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe
organisasi (organisasi kecil/besar, berorientasi laba/nirlaba).
Di sisi lain, QSPM juga memiliki keterbatasan. Seperti alat analisis
untuk memformulasikan strategi lainnya, QSPM juga membutuhkan intituitive
judgement yang baik. Metode ini selalu membutuhkan penilaian intuitif dan
asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik membutuhkan
keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun telah didasarkan pada
informasi yang objektif. Keterbatasan lainnya yaitu metode ini hanya dapat
bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang
mendasari penyusunannya.
Komponen-komponen utama dari suatu QSPM terdiri dari  factors,
strategic alternative, weights, attractiveness score, total atractiveness score,
dan sum total atracctiveness score (David, 2004). Matriks QSPM disajikan
pada Tabel 3.4, sedangkan penjelasan mengenai langkah-langkah
pengembangan suatu QSPM adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4. QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix)


Faktor-Faktor Sukses Kritis Bobot Alternatif Strategi

LAPORAN PENDAHULUAN 55
Strategi I Strategi II Strategi III

AS TAS AS TAS AS TAS

Peluang

Ancaman

Kekuatan

Kelemahan

Jumlah Total Nilai Daya Tarik

Sumber: David (2004)


Tahap 1 : Pembuatan daftar peluang, ancaman, kekuatan, dan
kelemahan organisasi di kolom sebelah kiri QSPM.
Informasi tersebut diambil dari matriks IFAS dan EFAS.
Tahap 2 : Pemberian bobot pada masing-masing external and
internal critical success factor. Bobot tersebut sama dengan
bobot pada IFAS matrix dan EFAS matrix.
Tahap 3 : Pengevaluasian matrik pada stage 2 dan identifikasi
strategi alternatif yang pelaksanaannya harus
dipertimbangkan organisasi. Catatlah strategi-strategi ini di
bagian atas baris QSPM.
Tahap 4 : Penetapan Attractiveness Score (AS) untuk setiap strategi
berdasarkan peran faktor tersebut terhadap setiap alternatif
strategi. Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 =
agak menarik, 3 = secara logis menarik, 4 = sangat
menarik.
Tahap 5 : Penghitungan Total Attractiveness Score (TAS) dengan
mengalikan bobot dengan AS.
Tahap 6 : Perhitungan jumlah seluruh TAS untuk setiap alternatif
strategi. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS
dari alternatif strategi yang tertinggilah yang menunjukkan
bahwa alternatif strategi itu menjadi pilihan utama. Nilai
TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini

LAPORAN PENDAHULUAN 56
menjadi pilihan terakhir.

LAPORAN PENDAHULUAN 57
Gambar 3.5. Alur Kegiatan
JADWAL KEGIATAN

Bulan

No Kegiatan Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan
2 Penyusunan Laporan
Pendahuluan
3 Seminar Laporan Pendahuluan
(Diskusi)
4 Pengumpulan Data (primer dan
sekunder)
5 Kompilasi dan tabulasi data
6 Penyusunan Laporan Kemajuan/
Fakta Analisa
7 Seminar Laporan Kemajuan/
Fakta Analisa (Diskusi)
8 Penyusunan Draft Laporan Akhir
9 Seminar Draft Laporan Akhir
(Diskusi)
10 Penyusunan Laporan Akhir
11 Penyelesaian Kegiatan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN 88
4.1 Deskripsi dan Profil Kecamatan Tosari

Instrumen Survey Lapang

LAPORAN PENDAHULUAN 89

Anda mungkin juga menyukai