Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MINGGU KE-4

SOSIOLOGI PETERNAKAN

OLEH:

MARDIAH
I011211155
SOSIOLOGI A1
PENDAHULUAN
 LATAR BELAKANG
Ilmu peternakan adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang
bersangkutan dengan usaha manusia untuk beternak atau mengusahakan
peternakan dari berbagai jenis hewan untuk memperoleh manfaat dari padanya.
Dengan kata beternak yang di sini, digunakan dalam arti yang luas, mengandung
maksud memelihara, merawat, mengatur kehidupan, perkawinan, kelahiran,
penjagaan kesehatan serta pula penggunaannya dari hewan yang diusahakan.
Sedangkan beternak dalam arti sempit (khusus) lebih menitik beratkan pada usaha
untuk mengatur perkembang-biakan ternak, yaitu antara lain mengatur
perkawinannya, memilih bibit ternak yang digunakan, penjagaan terhadap
kemandulan dan terhadap ternak yang sedang bunting. Dari uraian tersebut diatas
dapatlah dikatakan, bahwa memelihara hanya dengan memberikan tempat
(kandang), makanan dan minuman saja belum dapat dikatakan beternak, demikian
pula memelihara ternak hanya dengan jalan melepaskan saja di padang
pengembalaan.

Menurut Undang-Undang no.6/1967, ternak adalah “Hewan piaraan, yang


hidupnya yakni mengenal tempatnya, makanannya dan perkembang-biakannya serta
manfaatnya, diatur dan diawasi oleh manusia, dipellihara khusus sebagai penghasil
bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia”. Jenis-
jenis hewan yang dapat dipelihara untuk diambil manfaatnya disebut hewan piara
dan diantara hewan piara tersebut dapat dijadikan ternak. Namun apabila jumlah
jenisjenis ini dibandingkan dengan jenis-jenis yang ada di dalam alam seluruhnya,
sebenarnya ini tidak seberapa. Rupanya memang terdapat beberapa faktor yang
menentukan, apakah sejenis hewan dapat dijadikan hewan peliharaan atau tidak
(antara lain sifat psychologis).

Hewan-hewan piara asal mulanya adalah hewan-hewan yang hidup liar, yang
sejak jaman purbakala berangsur-angsur dijinakkan. Proses penjinakan ini disebut
“domestikasi”. Domestikasi adalah suatu keadaan (condition) dimana manusia ikut
campur mengawasi/mengontrol secara kontinyu dalam meningkatkan
pemuliabiakan, pemeliharaan dan makanan untuk dapat meningkatkan perubahan
biologis (morphologis, fisiologis atau behavior) seperti yang diharapkan. Sampai kini
proses domestikasi belumlah berakhir, karena masih juga manusia menambah jenis-
jenis hewan piara yang baru seperti rubah misalnya untuk diambil bulunya dan pula
adalah mungkin penjinakkan species hewan-hewan liar yang lain, karena dimilikinya
kelebihan-kelebihan seperti misalnya lebih tahan panas, tahan kekeringan, tahan
penyakit dan mampu memanfaatkan tanaman makanan ternak yang hanya sedikit
bisa dimanfaatkan oleh ternak yang ada sekarang ; misalnya rusa yang terdapat di
Amerika adalah sangat baik untuk kesempatan ini.
PEMBAHASAN

 PELAPISAN SOSIAL

Adanya lapisan-lapisan sosial atau kedudukan-kedudukan yang berbeda-beda


tingkatannya dalam masyarakat telah lama menarik perhatian para ahli ilmu sosial.
Hampir semua bangsa di dunia yang pernah dijajah oleh bangsa lain selama puluhan
atau ratusan tahun mengenal pelapisan sosial (social-stratification) dengan konotasi
yang khusus. Pada hakikatnya pelapisan mengacu pada suatu urutan atau tatanan
yang hierarkis, pengertian seperti “tinggi-rendah”, “unggul-biasa”, atau “superior-
inferioor” selalu tercakup dalam konsep pelapisan sosial. Adapun dalam bidang
peternakan pelapisan sosial terbagi dalam beberapa bagian antara lain Buruh ternak,
Pemilik Ternak, Peternak Sub-sistem, Peternak Komersial, Peternak Kapitalis

Berikut adalah contoh kasus mengenai pelapisan masyarakat dalam bidang yang
tersebut diatas. Contohnya antara lain penelitian mengenai tentang Pengembangan
Peternakan Sapi Perah dan Perubahan Struktur Sosial di Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung ini mengkaji permasalahan mengapa dan bagaimana peternak
sapi perah di Pangalengan masih tetap bertahan hingga sekarang, selain itu
bagaimana penetrasi modernisasi peternakan di Pangalengan berdampak pada
perubahan struktur komunitas peternak sapi perah.

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :


1) Menganalisis perubahan moda produksi yang terjadi pada komunitas peternak
sapi dalam pengembangan peternakan sapi perah dari masa ke masa dan formasi
sosial yang terbentuk setelah terjadi penetrasi modernisasi peternakan sapi perah di
Pangalengan.
2) Menganalisis dampak pengembangan peternakan sapi perah melalui modernisasi
peternakan terhadap struktur komunitas peternak sapi perah di Pangalengan.
3) Menganalisis perubahan moda produksi berdampak pada keberlangsungan usaha
peternakan sapi perah dengan skala kecil Penelitian ini didasarkan pada paradigma
kritis dan menggunakan metode kualitatif.

Dengan demikian untuk pengumpulan data melalui indepth interview, studi


arsip, dokumen, dan studi pustaka, sedang analisinya digunakan model analisis
interaktif. Dalam upaya memperoleh validitas data yang sebenarnya dapat diyakini,
keabsahan data diuji melalui teknik triangulation data dan metode. Hasil penelitian
menunjukan, bahwa pada pengembangan peternakan sapi perah di Pangalengan
mengalami perjalanan panjang atau periodisasi dimulai pada masa kolonial Belanda
hingga sekarang. Periodisasi tersebut antara lain :
1) periode penjajahan (sebelum tahun 1945).
2) periode perintis (tahun 1945 sampai 1975).
3) periode Kontemporer (tahun 1975 sampai sekarang).
Periodisasi pengembangan peternakan sapi perah mengakibatkan perubahan
modal produksi. Perubahan modal produksi pada usaha peternakan sapi perah
berupa peralihan alat-alat produksi, cara-cara produksi, dan pola-pola hubungan
produksi dari cara-cara produksi tradisonal ke cara produksi yang lebih modern. Hasil
studi mengungkapkan bahwa perubahan moda produksi (kekuatan produksi dan
hubungan produksi) yang diartikulasikan peternakan sapi perah berdampak pada
perubahan struktur komunitas peternak sapi perah.
Periodisasi dalam pengembangan peternakan sapi perah mengungkapkan
bahwa setiap periode akan membentuk formasi sosial. Formasi sosial capitalist
terjadi pada periode penjajahan (sebelum tahun 1945) dan pada periode perintis
(tahun 1945 sampai1975) terbentuk formasi sosial semi-petty commodity serta yang
terjadi pada periode kontemporer (tahun 1975 sampai sekarang) terbentuk formasi
sosial petty commodity. Moda produksi yang dominan di antara moda produksi yang
lain memberikan gambaran dalam suatu komunitas peternak sapi perah pada
periode tertentu. Dominasi moda produksi capitalist pada periode penjajahan
menghasilkan akumulasi modal, polarisasi peguasaan lahan dan ternak, sedangkan
dominasi modal produksi semi-petty commodity pada periode perintis
mengungkapkan bahwa pasar yang dibentuk oleh kolektor (pengumpul susu) dan
kelembagan lokal adalah pasar persaingan sempurna yaitu hanya komoditi produksi
susu, sedangkan periode kontemporer dominasi moda produksi petty commodity
membentuk peternakan sapi perah terbagi dalam stratifikasi peternak yaitu peternak
kelas atas, peternak kelas menengah, dan peternak kelas bawah.
Tipe ekonomi yang berkembang adalah peternak sapi perah sebagai penjual
dan koperasi peternakan adalah sebagai pembeli. Perubahan struktur komunitas
peternak sapi perah terjadi setelah adanya penetrasi modernisasi peternakan di
Pangalengan. Perspektif penetrasi modernisasi adalah kebijakan pemerintah
mengenai pembangunan di berbagai sektor peternakan, pendirian industri
pengolahan susu, dan melalui koperasi (agent of change) yaitu adopsi inovasi
teknologi dalam produksi usaha peternakan sapi perah. Hasil penelitian menunjukan
adanya perubahan struktur komunitas dengan melihat sebelum dan sesudah
penetrasi modernisasi peternakan antara lain pembagian kelas lebih menyebar
sehingga terbentuk peternak kelas atas, peternak kelas menengah, dan peternak
kelas bawah. Selanjutnya buruh ternak terbagi dalam buruh lepas (tidak menginap)
dan buruh tetap (menginap di rumah peternak), selanjutnya perubahan hubungan
sosial terjadi antara peternak dengan peternak, peternak dengan institusi. Dengan
perubahan struktur komunitas tersebut mengakibatkan kemunculan struktur
pekerjaan baru antara lain penyedian pakan ternak baik konsentrat maupun hijauan
di luar dari koperasi dan dibangunnya home industry dalam pengolahan susu.
Kemudian yang selanjutnya adalah contoh studi kasus yang penelitiannya
dilakukan di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang Bogor.
Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor merupakan
wilayah yang cukup baik untuk mengembangkan peternakan sapi perah, dengan
adanya lahan yang masih luas, udara yang masih segar serta potensipotensi lain yang
mendukung keberlanjutan peternakan, maka akan sangat mungkin usaha peternakan
ini untuk berkembang. Namun tidak cukup hanya dengan potensi sumberdayanya
saja yang baik, kualitas sapi perahnya pun harus unggul agar hasil produksinya
berkualitas. Adapun yang lebih penting lagi adalah kualitas sumberdaya manusia
yang mengelolanya, dalam hal ini tentunya peternak sapi perah. Seperti yang
dijelaskan oleh Saragih (2000), bahwa tantangan pengembangan peternakan
semakin berat.
Langsung maupun tidak langsung, keberhasilan pembangunan peternakan
akan berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Tantangan ini akan
semakin berat jika diingat bahwa sektor peternakan tidak hanya dituntut untuk
meningkatkan jumlah produksi saja tetapi juga dituntut untuk menghasilkan produk
yang berkualitas serta variasi yang makin beragam dan murah harganya, sehingga
dapat dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan rendah.Jika di masa lalu jumlah
sumberdaya manusia bisa menjadi salah satu keunggulan komparatif, maka pada
masa yang akan datang jumlah saja tidak memadai lagi tetapi harus juga disertai
dengan kualitas yang tinggi. Berikut beberapa pendekatan teoritis dari kasus ini:

Usaha Peternakan Sapi Perah


Sapi perah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai sapi
yang khusus dipiara untuk menghasilkan susu. Serupa dengan KBBI, Siregar (1996)
yang dikutip oleh Haloho et al. (2013) juga menyebutkan bahwa sapi perah adalah
sapi yang diternakkan terutama sebagai penghasil susu. Menurut Sudono (1999)
yang dikutip oleh Kamiludin (2009), usaha peternakan sapi perah di Indonesia
diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya, yaitu perusahaan peternakan sapi perah
dan peternakan sapi perah rakyat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No :
362/KPTS/TN. 1201511990, usaha perternakan sapi perah rakyat adalah usaha
perternakan yang memiliki total sapi perah di bawah 20 ekor dan perusahaan
perternakan sapi perah adalah usaha perternakan yang memiliki lebih dari 20 ekor
sapi perah. Peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat
disamping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaanya masih tradisional.
Perusahaan perternakan merupakan peternakan yang diselenggarakan dalam suatu
perusahaan komersial dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya dan mempunyai izin usaha serta dalam proses produksinya telah
menggunakan teknologi baru. Selain itu pada perusahaan peternakan biasanya telah
menerapkan hasil penelitian terbaru atau inovasi.
Status Pekerjaan dan Strategi Nafkah Rumah Tangga
Menurut BPS (1976) dalam Suryani (2011), status pekerjaan adalah
kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan.
Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian
livelihood strategy (strategi penghidupan) daripada means of living strategy (strategi
cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi
strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar
daripada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun
sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau
manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan
hidup atau memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi
yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan
kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial,
struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku .

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga


Menentukan tingkat kesejahteraan keluarga atau sebut saja rumah tangga
bukanlah hal yang mudah, karena kesejahteraan erat kaitannya dengan pandangan
dari individu masing-masing (subjektif). Namun banyak cara yang telah dilakukan
oleh beberapa orang/kelompok/ lembaga/pihak-pihak lainnya, agar mampu
menggambarkan tingkat kesejahteraan dalam satu pandangan yang umum,
khususnya pada saat menentukan tingkat kesejahteraan suatu keluarga atau rumah
tangga. kesejahteraan keluarga menurut UU No. 10 Tahun 1992, yaitu keluarga yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antaranggota dan antara keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan.

KESIMPULAN
Dari beberapa contoh studi kasus pelapisan sosial diatas dapat disimpulkan bahwa
pelapisan sosial disebabkan oleh karena terbentuknya kehidupan bersama yang
mulai membentuk lapisan-lapisan masyarakat baik secara ekonomi, mental maupun
fisik. Sistem pelapisan sosial masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan istilah social
stratification. Seorang ahli sosiologi terkemuka juga mengemukakan bahwa sistem
pelapisan masyarakat merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang
hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang
sangat banyak dianggap oleh masyarakatnya berkedudukan dalam lapisan atas. Serta
mereka yang tidak memiliki sasuatu yang berharga, dalam pandangan masyarakat
memiliki kedudukan yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan AH. 2006. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan Pandangan


Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor. Sodality:
Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol. 01, No.02
Agustus 2007.

Mauluddin Mochammad Ali. 2014. Pengembangan Peternakan Sapi Perah dan


Perubahan Struktur Sosial di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Indonesia
DSpace Group. IPB University Scientific Repository. UIN Syarif Hidayatullah
Institutional Repository. Universitas Jember Digital Repository.

Ginting Eliezer. 2016. TRANSFORMASI SOSIAL PETANI DALAM USAHA SAPI


PERAH: KASUS MASYARAKAT DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN
MALANG. Disertasi thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Kamiludin A. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di


Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor. 51 hal.

Anda mungkin juga menyukai