Anda di halaman 1dari 4

Anna Nurjanah

(18/437423/PSP/06579)

Literature Review

Pentingnya Pembentukkan Brand dengan Strategis

Dalam mengembangkan suatu usaha baik berupa produk maupun jasa, brand menjadi
salah satu hal yang paling krusial. Identitas produk atau jasa dapat dikenal, dipahami atau
bahkan digunakan secara terus menerus berawal dari pengenalan konsumen ataupun target
usaha terhadap brand. Semakin kuat brand tersebut maka semakin besar potensi loyalitas
konsumen terhadapnya. Oleh karena itu, strategi pengelolaannya sering kali menjadi prioritas
dari suatu perusahaan baik yang baru maupun yang sudah bertahan lama, meskipun
eksekusinya harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Kata brand sendiri didefinisikan oleh The American Marketing Association dalam
Kotler (2009) sebagai suatu nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi di
antaranya, yang digunakan untuk mengidentifikasi produk maupun jasa dari sebuah penjual
ataupun sekumpulan penjual dan untuk memberikan diferensiasi dengan kompetitornya.
Secara lebih sederhana brand merupakan identitas yang melekat pada suatu produk ataupun
jasa yang dijajakan oleh perusahaan. Untuk dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan
dari brand maka perusahaan harus terlebih dahulu memahami unsur yang ada di dalamnya.

Fill (2009) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua tipe atribut utama yang
melekat pada suatu brand yakni intrinsik dan ekstrinsik. Atribut intrinsik merujuk pada
fungsi karakteristik dari sebuah produk seperti bentuk, penampilan maupun kapasitas secara
fisik. Sedangkan atribut ekstrinsik merujuk pada merk atau brand itu sendiri, komunikasi
pemasaran, pengemasan, harga dan mekanisme yang memungkinkan konsumen untuk
membentuk asosiasi yang memberikan makna pada brand tersebut. Pembeli pada umumnya
menggunakan atribut ekstrinsik untuk membantu mereka membedakan antara satu brand
dengan brand lainnya. Karena atribut ekstrinsik merupakan atribut yang terlihat dan mudah
dikenali oleh target konsumen suatu brand. Jika kedua atribut dari suatu brand dapat melekat
di benak konsumen dengan kuat, maka dapat memberikan keuntungan yang besar bagi
perusahaan.

Dalam pelaksanaannya, proses pembentukkan brand yang kuat menurut Kotler (2009)
adalah sains sekaligus seni. Hal ini membutuhkan perencanaan yang hati-hati, komitmen
jangka panjang, rancangan yang kreatif dan eksekusi secara pemasaran yang strategis. Brand
yang kuat dapat menciptakan loyalitas konsumen dan menanamkan kebaikan pelayanan
maupun produk pada benak konsumen. Untuk itu, suatu brand harus memiliki nilai tersendiri
yang dapat membantu pelanggan dalam mengingat informasi terkait produk atau merek
tersebut atau biasa dikenal dengan istilah brand equity atau ekuitas merek.

Suatu brand memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang positif ketika konsumen
bereaksi lebih baik terhadap cara pemasaran produk yang diidentifikasi. Sebaliknya, sebuah
merek memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang negatif jika konsumen bereaksi
kurang menguntungkan terhadap aktivitas pemasaran untuk merek dalam keadaan yang sama.

Kotler menyebutkan bahwa terdapat tiga komposisi dari brand equity berbasis
konsumen yakni pertama brand equity timbul dari perbedaan dalam respons konsumen. Jika
tidak ada perbedaan antara suatu brand dengan brand lainnya maka brand suatu produk pada
dasarnya hanyalah komoditas, dan persaingan mungkin hanya akan didasarkan pada harga.
Kedua, perbedaan dalam respons adalah hasil dari pengetahuan brand konsumen. Dalam hal
ini termasuk semua pikiran, perasaan, gambar, pengalaman, dan keyakinan yang terkait
dengan brand. Brand harus menciptakan asosiasi merek yang kuat, menguntungkan, dan unik
dengan pelanggan, seperti halnya Toyota (keandalan), Hallmark (peduli), dan Amazon.com
(kenyamanan). Ketiga, brand equity tercermin dalam persepsi, preferensi, dan perilaku yang
terkait dengan semua aspek pemasaran merek. Brand yang lebih kuat menghasilkan
pendapatan yang lebih besar. (Kotler, 2009, p. 244)

Untuk mendapatkan posisi-posisi tersebut pada masyarakat secara menyeluruh maka


diperlukan proses branding. Proses pembentukkan suatu brand atau branding bisa
didefinisikan sebagai metode pemisahan dan penentuan posisi sehingga pelanggan dapat
mengenali dan memahami apa arti suatu merek, dengan kaitannya terhadap merek lain.
Namun pada praktiknya, tidak semua merek memilih untuk berbeda. Salah satu alasannya
keuntungan strategis yang bisa didapat oleh merek-merek baru yang lebih kecil untuk
menghubungkan diri mereka dengan brand yang memimpin pasar. (Fill, 2009, p. 367)

Berdasarkan hal tersebut, maka branding memiliki strategi yang berbeda-beda untuk
dapat memenangkan hati target sasarannya. Fill (2009) dalam perspektif strategisnya
menyebutkan bahwa keberadaan brand memainkan setidaknya tiga peran signifikan. Secara
umum, mereka dapat digunakan untuk mempertahankan pangsa pasar atau sekelompok
merek dengan melindungi posisi yang sudah mapan. Mereka dapat digunakan untuk
menyerang merek pesaing dan memenangkan pangsa pasar atau mereka dapat memberikan
cara untuk mencegah pesaing potensial memasuki pasar. Dengan kata lain, mereka bertindak
baik sebagai penghalang masuk pasar atau sebagai bantuan untuk retensi pelanggan. Agar
peran strategis ini dapat tercapai, ada tiga elemen yang perlu diperhatikan. Ini adalah
integrasi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan diferensiasi dan memberikan nilai
tambah.

Sedangkan Kotler (2009) menjelaskan pendapat yang berbeda. Ia menyebutkan bahwa


proses manajemen merek secara strategis memiliki empat tahapan utama yakni pertama,
mengidentifikasi dan membangun positioning merek. Kedua, merencanakan dan menerapkan
pemasaran merek. Ketiga, mengukur dan menafsirkan kinerja merek. Keempat,
menumbuhkan dan mempertahankan penawaran nilai merek dengan positioning merek.

Berdasarkan upaya-upaya di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembentukkan


brand merupakan suatu proses yang kompleks. Karena karakteristik khalayak yang beragam,
maka harus dipetakan terlebih dahulu target mana yang akan disasar dan kesan apa yang
ingin ditanamkan pada benak sasaran. Setelah itu, barulah serangkaian strategi pembentukkan
brand dapat dilaksanakan pada kalangan tersebut. Meskipun tidak mudah, pelaksanaannya
penting untuk tetap dilakukan. Selain untuk menjaga eksistensi brand di tengah persaingan
pasar yang semakin sengit, seklaigus memenangkan hati pelanggan.
Daftar Pustaka

Fill, C. (2009). Marketing communications: interactivity, communities and content.


Harlow:Pearson Education
Kotler, P. (2009). Marketing management: A south Asian perspective. Pearson Education
India

Anda mungkin juga menyukai