Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KERAJAAN TURKI USMANI


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu: Ibu Hj. Laila Ngindana Zulfa, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 9:

Ulil Albab (21106011034)

Munifah (21106011204)

Devi Aulia Marshanda (21106011063)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt karena atas
pertolongan-Nya kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“KERAJAAN TURKI UTSMANI” ini yang merupakan tugas mata kuliah
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad saw, keluarga beliau, para sahabat, serta orang orang yang
mengikutinya hingga akhir zaman nanti
Makalah dengan judul “KERAJAAN TURKI UTSMANI” ini merupakan tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah SEJARAH KEBUDAYAAN
ISLAM yaitu Ibu Hj. Laila Ngindana Zulfa, M.Pd.I. Mengingat pembahasan di
dalam materi yang kami sajikan dalam makalah ini masih banyak kekurangan maka
kritik dan saran sangat kami harapkan demi tercapainya makalah yang lebih baik
lagi.
Semoga makalah yang kami sajikan ini bermanfaat untuk diri kami pribadi dan
teman teman sekalian.

Semarang, 23 Maret 2022

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

Halaman judul ..................................................................................................... i

Kata pengantar .................................................................................................... ii

Daftar isi .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................


B. Rumusan masalah....................................................................................
C. Tujuan. ....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah berdirinya Dinasti Turki Utsmani ..............................................


B. Sultan-sultan Dinasti Turki Utsmani.......................................................
C. Peradaban Islam di Turki ........................................................................
D. Kemunduran Dinasti Turki Utsmani .......................................................

BAB III PENUTUP

E. A.Kesimpulan .........................................................................................
F. B.Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya sejarah. Sejarah merupakan
segala peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi yang dapat
memberikan segala manfaat bagi kehidupan manusia baik itu menjadi sumber
inspirasi, edukatif, maupun sebagai sumber rekreatif bagi setiap manusia.
Khususnya sejarah mengenai peradaban Islam.
Sejarah mengenai peradaban Islam ini memberikan manfaat yang sangat besar
bagi para umat Islam di dunia. Di mana melalui sejarah peradaban Islam terdapat
berbagai cerita atau kronologi mengenai peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan
agama Islam baik itu pada zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, , pada
masa Khulafaurrasyidin, atau para tabi’in dan tabiuttabi’in.
Salah satu yang dikaji dalam sejarah peradaban Islam ialah mengenai kerajaan-
kerajaan yang berdiri sepeninggalan Rasulullah dan para sahabatnya, diantara
kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Utsmani yang berdiri selama
kurang lebih 7 abad lamanya. Kerajaan Turki Utsmani dipimpin oleh banyak
khalifah karena kerajaan ini berdiri dalam waktu yang lama. Banyak peristiwa-
peristiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Turki Utsmani, baik itu
mengenai konflik intern, ekstern, mengenai kejayaan-kejayaan yang diperoleh, para
pemimpinnya, faktor penyebab kemundurannya dan sebagainya. Sehingga perlu
mempelajari mengenai Kerajaan Turki Utsmani.
Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini untuk mengkaji lebih
dalam mengenai kerajaan Turki Utsmani, baik itu mengenai latar belakang
kemunculannya, para pemimpinnya, kejayaan yang diperoleh serta faktor-faktor
yang menyebabkan keruntuhannya.

1
2

B. RumusanMasalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:


1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Utsmani?
2. Siapa-siapa sajakah Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti
Utsmani?
3. Bagaimana peradaban Islam di Turki?
4. Apakah penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Utsmani?

C. TujuanPenulisan

Adapun tujuan penulisan pada makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Utsmani
2. Untuk mengetahui Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Utsmani
3. Untuk mengetahui peradaban Islam di Turki
4. Untuk mengetahui penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Utsmani
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani


Kerajaan Turki Utsmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang
berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa
Mongol menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak
anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke
arah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam
yang berada di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M.
Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir
dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh
assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah
Asia kecil, dan di sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah
Syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam
tersebut, pemimpin orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang
tiba-tiba pasang karena banjir besar, tahun 1228.[1]
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia
Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh
Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya
kepada Sultan Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya
berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.[2]
Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium.[3] Pada waktu itu
bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran
tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan
Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari saudara

1
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 51.
2
. Ibid., h. 52
3
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), h. 130.

3
4

sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira dengan
kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang
berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah
perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan
merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat
kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti
tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun
lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang
diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama
untuk kerajaan Turki Utsmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk
untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki
atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu
dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak
istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey
di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri
dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli
menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol,
sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum
ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon
kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di
wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika
menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal
dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu
dikabulkan oleh Sultan.[4]
Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan
dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan
Utsmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana
ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya

4
. Syafiq A. Mughni, Op . Cit., h. 52.
5

menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa.


Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini
kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah
kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang
sering disebut juga Ustman I.[5]

B. Sultan Turki Utsmani


Raja-raja Turki Utsmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan
menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau
spiritual. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, tetapi tidak
harus putra pertama yang menjadi pengganti sultan terdahulu. Ada kalanya putra
kedua atau putra ketiga dan menggantikan sultan. Dalam perkembangan
selanjutnya pergantian kekuasaan itu juga diserahkan kepada saudara sultan
bukan kepada anaknya. Dengan sistem pergantian kekuasaan yang demikian itu
sering timbul perebutan kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran
antara satu pangeran dengan pangeran yang lalinnya, yang mengakibatkan
lemahnya kekuasaa Utsmaniyyah. sejak zaman Ustman hingga Sulaiman yang
agung dapat dikatakan bahwa para sultannya terdiri dari orang-orang yang kuat,
dapat mengembangkan kerajaannya hingga ke Eropa dan ke Amerika.
Di masa Sulaiman yang bergelar juga al-Qanuni itulah Turki Utsmani
mencapai puncak kejayaannya. Setelah masa itu para sultannya dalam keadaan
lemah, ditambah lagi dengan banyaknya serangan balik dari negeri-negeri Eropa
yang sudah merasa kuat. Akhirnya para penguasa Ustman tidak dapat lagi
mempertahankan kerajaanya yang luas itu dan hilanglah kekuasaannya tahun
1924 ketika Mustafa Kemal Attaturk menghapuskan kekhalifahan untuk selama-
lamanya di bumi Turki dan bergantilah negeri itu menjadi Republik hingga
kini.[6]

5
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 130.
6
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 53.
6

Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang
dari tiga puluh delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi
menjadi lima periode.
a. Periode pertama
Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai
kehancuran sementara oleh serangan Timur. Sultan-sultannya adalah sebagai
berikut:
a. Usman I 1299-1326
b. Orkhan (putera Usman I) 1326-1359
c. Murad ((putera Orkhan) 1359-1389
d. Bayazid I Yildirim (Putera Murad) 1389-1402. [7]
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Ustman mendapatkan
kekuasaannya setelah meningglanya Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II.
Kerajaannya diperkuat dengan menambah wilayah-wilayah yang
dirampasnya dari Bizanthium. Untuk negeri-negeri yang belum ditaklukan di
wilayah Asia Kecil, Ustman mengirim surat kepada mereka untuk memilih
dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk agama islam, membayar jizyah,
atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk dan memeluk agama islam,
sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada pula yang menentang
dan bersekutu dengan tentara Tartar untuk melawannya.
Ustman pun tidak gentar menghadapinya, disiapkan pasukan pilihan
untuk melawan sekutu Tartar yang akhirnya dapat dikalahkannya.[8] Setelah
Ustman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Ustman (raja besar
keluarga Ustman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat
diperluasnya. Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan
kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai
ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M kerajaan Turki Utsmani dapat
menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M),

7
. Ibid., h. 53.
8
. Ibid., h. 54.
7

Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356 M). Daerah ini
adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani.[9]
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan
keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia
dapat menaklukkan Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh
wilayah bagian Utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi
kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah bessar
pasukan Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani. Pasukan ini
dipimpin oleh Sijisman , raaja Honggaria. Namun Sultan Bayazid 1 dapat
mengahancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut.[10]
Sultan Bayazid naik tahta tahun 1389 dan mendapat gelar Yaldirin dan
Yaldrum, yang berarti kilat karena terkenal dengan serangan-serangannya
yang cepat terhadap lawannya. Ia menaklukkan wilayah-wilayah yang belum
ditundukkan oleh para pendahulunya. Di masanya terjadi perang besar antara
pasukan Utsmani dengan ntentara sekutu Eropa. Bayazid tidak gentar
menghadapi pasukan sekutu di bawah anjuran Paus dan bahkan
menghancurkan pasukan salib.[11]
Ekspansi kerajaan Usmani sempta terhenti beberapa lama. Ketika
ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur
Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara
tahun 1402 M. Tentara Turki Utsmani mengalami kekalahan. Bayazid
bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turrki
Utsmani. Penguasa-penguasa Seljuq di Asia Kecil melepaskan diri dari
genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga
memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera Bayazid saling
berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan

9
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), h. 131.
10
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
196.
11
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 55.
8

Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad


berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan
kekuasaan seperti sediakala.[12]

b. Periode Kedua
Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya
pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah:
a. Muhammad I (Putera Bayazid I) 1403-1421
b. Murad II (Putera Muhammad I) 1421-1451
c. Muhammad II Fatih (Putera Murad II) 1451-1481
d. Bayazid II (Putera Muhammad II) 1481-1512
e. Salim I (Putera Bayazid II) 1512-1520
f. Sulaiman I Qanuni (Putera Salim I) 1520-1566.[13]
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol
dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain saling
berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk
melepaskan diri. Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara putera-
putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun
perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan
saudara-saudarnya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan
perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.[14]
Muhammad baru diakui seluruh wilayah Ustman setelah berjuang kurang
lebih sepuluh tahun. Ia mempunyai strategi yang berbeda untuk menghadapi
semua lawannya.ia membuat perjanjian damai dengan raja-raja Eropa dan
menaklukkan wilayah-wilayah yang menentang satu demi satu. Akirnya
wilayah Ustman dapat disatukan satu demi satu. Integrasi wilayah ini
tampaknya mengejutkan Eropa karena mereka sama sekali tidak menduga
bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah berantakan akibat serangan

12
. Badri Yatim, Loc. Cit., h. 131.
13
. Syafiq A. Mughni, op. Cit., h. 58.
14
. Badri Yatim, Loc. Cit., h. 132.
9

Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan digantikan oleh putranya
Murad II.
Sultan Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak
dihiraukan oleh raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang
paling penting adalah bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri
Honggaria dengan Huynade sebagai pemimpinnya. Serangan-serangan
terhadap dunia Islam membuahkan kemenangan, yang memaksa Murad II
untuk berdamai dengan mereka. Perdamaian dengan sumpah di bawah kitab
suci masing-masing agama itu Injil dan al-Qur’an dikhanati oleh pihak
Kristen. Mereka bernafsu menyerang kembali Ustman tanpa menghiraukan
perjanjian yang telah dibuat belum lama berselang. Sultan Murad yang
semula mengundurkan diri dari panggung politik bangkit keembali guna
menghadapi penghinatan itu. Akhirnya dengan semangat yang tinggi dan
serangan yang dahsyat pasukan Huynade dapat dilumpuhkan dan ia lari ke
Eropa. Sultan Murad II meninggal setelah itu, pada tahun 1451 M, dan
digantikan oeh putranya, Muhammad II.[15]
Sultan Muhammad II naik tahta pada tahun 1451 M dengan mewarisi
kerajaan yang luas. Ia terkenal dengan nama Al-Fatih, sang penakluk atau
pembuka, karena pada masanya Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium
berabad-abad lamanya dapat ditundukkan. Hal itu terjadi pada tahu 1453 M.
Pasukan Utsmani memblokade kota berbenteng kat itu dari segala penjuru
yang akhirnya kota itu dapat ditaklukkan. Gereja Aya Sophia yang terkenal
itu diubah menjadi mesjid dan kebebasan beragama dijamin. Ibu kota Usmani
dipindahkan ke kota itu dari Edirne.[16] Telah berulang kali pasukan muslim
sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu
gagal karena kokohnya benteng di kota tua itu. Dengan terbukannya kota
Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat keerajaan Bizanthium,
lebih memudahkan arus ekspansi Turki Utsmani ke benua Eropa. Dan
wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Utsmani. Karena

15
. Syafiq A. Mughni, Loc. Cit., h. 58-59.
16
. Ibid., h. 59.
10

ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini bahkan sampai ke pintu
gerbang kota Wina, Austria.[17]
Sultan Muhammad mengembangkan wilayahnya lebih lanjut setelah
penaklukan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Sultan meninggal tahun 1481
dan diganti oleh putranya Bayazid II.
Berbeda bengan ayahnya Bayazid II lebih memnetingkan kehidupan
tasawuf daripada perang di medan laga. Kelemahannyaa di bidang
pemerintahan yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan
Sultan itu tidak begitu ditaati oleh rakyatnya, termasuk putera-puteranya.
Bahkan terjadi perselisihan yang panjang antara mereka. Akhirnya Sultan
Bayazid II mengundurkan diri dari pemerintahan tahun 1512 dan digantikan
oleh puteranya Salim I.
Berbeda dengan ayahnya Sultan Salim I memiliki kemampuan
memerintah dan memimpin peperangan. Maka pada saat pemerintahannya
wilayah Ustman bertambah luas hingga menembus Afrika Utara. Syria dapat
ditaklukan dan Mesir yangg diperintah oleh kam Mamalik ditundukkan pada
tahun 1517 M. Gelar khalifah yang disandang oleh al-Mutawakkil ‘ala Allah,
salah seorang keturunan Bani Abbas yang selamat daris serangan bangsa
Mongol 1235 M dan pada saat itu yang berada di bawah proteksi Mamluk,
diambil alih oleh Sultan. Dengan demikian sejak masa Sultan Salim para
sultaan Utsmani menyandang juga gelar khalifah. Walaupun sangat sebentar
sekali berkuasa Sultan Salim sangat berjasa membentangkan wilayahnya
hingga mencapai Afrika Utara, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh
para pendahulunya. Ia meninggal tahun 1520 dan digantikan oleh anaknya
Sulaiman I.[18]
Pada masa Sultan Sulaiman I ini terjadilah zaman keemasan bagi
kerajaan Turki Utsmani. Wilayahnya mencapai kawasan yang luas, meliputi
daratan Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan

17
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
196.
18
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59.
11

Asia hingga ke Persia. Serta meliputi lautan Hindia, laut Arabia, laut Merah,
Lut Tengah dan Laut Hitam. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan dari segala
Sultan, raja diraja, pemberi anugrah mahkota bagi raja-raja dan bayang-
bayang Allah di muka bumi. Ia membuat dan memberlakukan Undang-
undang di wilayahnya sehingga ia disebut al-Qanuni, pembuat Undang-
undang. Orang Barat menyebutnya sebagai Sulaiman yang agung, The
Magnificent. Ia wafat taahun 1566 dan digantikan oleh putranya Salim II. Di
masa anaknya inilah mulai tampak kemunduran kerajaan Utsmani sedikit
demi sedikit.

c. Periode Ketiga
Periode ini ditandai dengan kemampuan Utsmani untuk
mempertahankan wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Namun
kemunduran segera terjadi. Dalam masa kemunduran Turki Utsmani setelah
Sulaiman terdapat beberapa Sultan yang berkuasa berturut-turut sebagai
berikut:
a. Salim II (Putera Sulaiman I) 1566-1573
b. Murad III (Putera Salim II) 1573-1596
c. Muhammad III (Putera Murad III) 1596-1603
d. Ahmad I (Putera Muhammad III) 1603-1617
e. Mustafa I (Putera Ahmad I) 1617-1618
f. Usman II (Putera Ahmad I) 1618-1622
g. Mustafa I (Yang kedua kalinya) 1622-1623
h. Murad IV (Putera Ahmad I) 1623-1640
i. Ibrahim I (Putera Ahmad I) 1640-1648
j. Muhammad IV (Putera Ibrahim I) 1648-1687
k. Sulaiman III (Putera Ibrahim I) 1687-1691
l. Ahmad II (Putera Ibrahim I) 1691-1695
m. Mustafa II (Putera Muhammad IV) 1695-1703.[19]

19
. Ibid., h. 60.
12

Pada akhir kerajaan Sulaiman I kerajaan Utsmani berada di tengah-


tengah dua kekuatan Monarki Austria di Eropa dan keerajaan Shafawi di
Asia. Selama periode ini Usmani mencapai kemenangan dibeberapa negara
di Eropa. Di Asia sistem Feodal memungkinkan munculnya penguasa-
penguasa lokal yang diberi gelar pasya. Mereka ditemukan diperbatasa Persia
dan Kurdistan, dan juga di Syria. Melemahnya kerajaan Usmani pada awal
periode ini sebagian besar disebabkan oleh alasan domestik. Selama abad ke-
16 sudah tampak bahwa Usmani hanya bisa bertahan dengan perang yang
terus menerus, sekarang keadaan itu harus disesuaikan dengan kondisi aman.
Pengganti Sulaiman tidak sesuai dengan tuntutan kondisi itu. Sultan
Muhammad II, Usman II, dan Muhammad IV sering menyertai pasukan
dalam ekspedisi, tetapi Murad IV adalah Sultan terakhir yang
mempertahankan tradisi ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat
langsung dalam administrasi negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh
tradisi kebesaran.
Namun ini tidak menyelamatkan pembunuhan Ustman II pada tahun
1628 dan pemakzulan Ibrahim pada tahun 1648 dan Muhammad IV pada
tahun 1688. Bahkan para penguasa dan jendral memainkan peran lebih
penting dalam pemerintahan, seperti Mehmed Saqoli Pasya di bawah Salim
II, Sinan Pasya di bawah Muhammad II, Murad Pasya dan Khalil Pasya di
bawah Ahmad I dan Ustman II. Di samping itu beberapa kelompok lain
bersaing dalam mengatur negara, seperti korps Janissari, Sipahi, lingkaran
istana dan ulama’ dengan instuisinya syaikh al-islam. Murad IV adalah satu-
satunya sultan yang sanggup menekan pengaruh kelompok-kelompok itu. Ia
bahkan berhasil meningkatkan kekuatan militer baru, Segban, berasama-sama
Janissari. Sekalipun terdapat gejolak keagamaan dari sebagian masyarakat
melawan orang-oarangg kristen, para negarawan itu menunjukkan sikap yang
sangat toleran.
Ada pemberontakan agama yang dilakukan oleh masyarakat kelas
bawah di Asia Kecil, dan ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan lama
13

abad ke-13 dan ke-14 tidak seluruhnya lenyap. Pada tahun 1599 muncul
gerakan Qara Yaziji dan Urfa, pada tahun 1606 pemberontakan Qalender
Oghlu di Sharukhan, yang sempat beberapa tahun menguasai wilayah yang
luas di Anatolia Barat, sampai dihancurkan oleh Murad Pasya; pada tahun
1623-1628 terjadi pemberontakan Abaza yang melawan Janissari. Di
Anatolia timur ada gerakan pemisahan diri di bawah seorang Kurdi bernama
Janbulat di Syiria Utara.[20]

d. Periode Keempat
Periode ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan
kerajaan dan pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-
sultannya adalah sebagai berikut:
a. Ahmad III (Putera Muhammad IV) 1703-1730
b. Mahmud I (Putera Mustafa II) 1730-1754
c. Usman III (Putera Mustafa II) 1754-1757
d. Mustafa III (Putera Ahmad III) 1757-1774
e. Abdul Hamid (Putera Ahmad III) 1774-1788
f. Salim III (Putera Mustafa III) 1789-1807
g. Mustafa IV (Putera Abd. Al-Hamid I) 1807-1808
h. Mahmud II (Putera Abd. Al-Hamid II) 1808-1839. [21]

Selama abad ke-18 tanda-tanda kemunduran kerajaan Turki semakin


tampak. Sebab-seba kemunduran itu terdapat dalam kondisi politik. Dampak
masa transisi dari penaklukan ke masa damai dimanfaatkan oleh kekuatan-
kekuatan asing, seperti Austria dan Rusia. Sistem administari tetap sama
selama periode ini. Dalam hampir semua bidang otoritas pemerintah pusat
kehilangan pengaruhnya. Pada awal abad ke-18 hal ini belum begitu tampak.
Konstantinopel masih merupakan ibukota yang cemerlang di mana istana
Ahmad III memberikan contoh sebuah kehidupan yang mewah . pada periode

20
. Ibid., h. 62
21
. Ibid., h. 63.
14

ini pula terjadi perkembangan literatur yang pesat diluar lingkaran ulama’.
Kelas baru sastrawan muncul yang menjadi cikal bakal lahirnya kelas
menengah intelektual yang bermula pada awal abad ke-19. Demikian juga
lahir pelukis-pelukis baru sejak tahun 1727. Kelas baru dari fungsionaris ini
adalah budak-budak sultan. Hanya di bawah Muhammad II posisi mereka
diatur dengan cara yang lebih liberal.dalam situasi pemerintahan itu Janissari
dan Sipahi yang disisplin mereka sekarang mengedor beberapa kali
memberontak. Pemberontaka Janissari yang dipimpin oleh Patrona Khalil
pada tahun 1730 yang menyebabkan hilangnya tahta Ahmad III, tampaknya
lebih ditujkan untuk melawan aristokrasi baru itu.
Setelah Ahmad III kehidupan di istana menjadi lebih tenang. Kelas
penguasa dan para sultan mulai menyadari kelemahan kerajaan dan berusaha
mengatasinya dengan cara memperkenalkan pembaharuan militer. Salim III
melaksanakan pembaharuan militer, tetapi sangat sedikit yang
mendukungnya. Intitisi pasukan baru yang menyebabkan pemberonrakan
Janissari yang didukung oleh para ulama’. Mahmud II akhirnya
mempertimangkan reformasi yang lebih terencana. Ia akhirnya mengambil
kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain dalam melaksanakan pembaharuan
selain melakukan pembunuhan massal terhadap Janissari, tindakan itu benar-
baenar terjadi di Konstantinopel pada 16 Juni 1826.[22]
Pada saat yang sama tarekat Bektassyyiyah ditindas. Lemahnya kerajaan
pusat telah menjadi karakterr kerajaan Usmani pada abad ke-18. Aljazair,
Tunisia, dan Tripoli diperintah oleh para Bey secara turun-temurun. Mesir
diambil alih oleh Ali Bey. Di Anattholia pada tahun 1739 ada pemberontakan
yang berbahaya dari Syari Beg Oghlu. Di Mesopotamia dan Iraq kondisinya
juga demikian. Di syiria kaum Druze memiliki amirnya sendiri dan daerah
pantai dikuasai oleh Jazzar Pasya dari Akka.

22
. Ibid., h. 64-65
15

e. Periode Kelima
Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari
negara di bawah pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah:
a. Abdul Majid I (Putera Mahmuud II) 1839-1861
b. Abdul Aziz (Putera Mahmud II) 1861-1876
c. Murad V (Putera Abd. Majid I) 1876-1876
d. Abdul Hamid II (Putera Abd. Majid I) 1876-1909
e. Muhammad V (Putera Abd. Majid I) 1909-1918
f. Muhammad IV (Putera Abd. Majid I) 1918-1922
g. Abdul Majid II (1922-1924), hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang
akhirnya diturunkan pula dari jabatan khalifah. Turki Usmtani di hapus
oleh Kemal Attaturk dan Turki menjadi negara nasiona Republik Turki.[23]
Pada periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih
merupak aplikasi dari Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus
berlanjut sehingga secara bertahap wilayah Usmani semakin berkurang. Pada
tahun 1865 Turki kehilangan Serbia, dan dua kerajaan kecil di Danube. Pada
tahun 1878 Serbia, Montonegro dan Rumania lepas dari Usmani, sedang
Bulgaria menjadi semiindependen. Di kawasa Caucasia Turki kehilangan
Qars dan Batum. Inggris mencaplok Cyprus dan Mesir. Burgaria merdeka dan
Bosnia dan Herzegovina diambil oleh Austria. Kemudian Tripoli jatuh
ketangan Italia.
Selama abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik.
Namun, karena keterlibatan Turki dalam perang Dunia menyebabkan
kehilangan beberapa wilayah di Asia. Konstantinopel sendiri diduduki oleh
pasukan sekutu. Kemunduran politik ini pada akhirnya mengentarkan
turunnya sultan Muhammad VI pada tahun 1922 dan kemudian hilangnya
kerajaan Usmani.[24]

23
. Ibid., h. 66.
24
. Ibid., h.67.
16

C. Peradaban Islam di Turki


Sejak masa Usman bin Ertaghrol yang dianggap pembina pertama kerajaan
Turki Usmani ini dengan nama imperium Ottoman timbullah kemajuan dalam
berbagai bidang agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam
bidang ekspansi agama Islam ke Eropa.
1. Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin kerajaan Utsmani pada masa-masa pertama adalah
orang-orang yang kuat sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan
cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Utsmani hingga
mencapai masa keemasannya itu bukan semata-mata karena keunggulan
politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung
keberhasilan tersebut.[25]
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi
dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjat dengan Eropa. Ketika
itu pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang
baik, taktik dan strategi tempur Utsmani berlangsung tanpa halangan berarti.
Namun tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar
ini dilanda kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa
dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan
tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan
megadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya
dalam bentuk mutassi personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan
perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan
sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan
prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah
yang dapat mengubah negara Utsmani menjadi mesin perang yang paling

25
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
200.
17

kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negara-
negara non-muslim.[26]
Di samping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang
dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau militer
Thaujjah. Angkatan lautpun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang
besar dalam perjalanan ekspansi Turki Utsmani. Pada abad ke-16 angkatan
laut Turki Utsmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki
Utsmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang
sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya
jaringan pemerintah yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang
luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-
A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-
Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan
negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan undang-undang
(qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi
pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di
ujung namannya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Kemajuan
dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki
Usmani menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa
kejayaannya.[27]

2. Bidang Ilmu Pengetahuan


Peradaban Turki Usmani merupaka perpaduan bermacam-macam
peradaban, diantaranya adalah peradaban Persia, mereka banyak mengambil

26
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 134.
27
.Samsul Munir Amin, Op. Cit.,h. 201.
18

pelajaran-pelajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja.


Organisasi pemerintahan dan kemilitera banyak mereka serap dari
Bizantium. Sedangkan ajaran tentang perinsip-perinsip ekonomi, sosial
kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang Turki
Utsmani yang terkenal sbagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi
dengan bangsa asing utnuk menerima kebudayaan luar.[28]
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kkemiliteran sementara dalam
bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena
itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan
terkemuka dari Turki Usmani.[29]

3. Bidang kebudayaan
Dinasti Utsmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi
peradaban yang cukup maju. Pada zaman kemajuannya. Dalam bidang
kebudayaan Turki Utsmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti
yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke-17, muncul
penyair yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya
dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di
hati para Sultan.
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana
Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi
Musahif Mstafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Dalam
bidang sastra prosa Kerajaan Utsmani melahirkan dua tokoh terkemuka
yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari smeua penulis
adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji
Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya
Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah
seorang penyair yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang

28
. Ibid., h. 202.
29
. Badri Yatim, op. Cit., h. 136.
19

dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M).adapun di


bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya
bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti mesjid Al-Muhammadi atau
Majid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan
masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja.[30]
Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak
dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung maka, jembatan, saluran air,
villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah bangunan di
bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.[31]

4. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar
dalam lapangan sosial dan politk. Masyarakat digolong-golongkan
berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat
sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu ulama
mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan
masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang
memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi
masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan bisa tidak
berjalan.
Pada masa Turki Utsmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat
yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua
tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi
mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari,
sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat
Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi
Jenissari Bektasyi.[32]

30
. Samsul Munir Amin, Op. Cit.,h. 202.
31
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 136.
32
. Ibid., h. 136.
20

Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam,


tafsir dan hadis boleh dikatakan tiak mengalami perkembangan yang berarti.
Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab)
keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya,
begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu
mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintah
kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Hunus Al-
Hamidiyah, yang mengupas tentang masalah ilmu kalam, untuk
melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu agama
dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya
menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya
klasik.[33]
Bagaimanapun kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama
dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi
kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujuka ke Eropa Timur
yang belum masuk ke dalam wilayah kekuasaan dan agama islam. Akan
tetapi karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam hal-
hal yang bersifat fisik pekembangannya jauh di bawah kemajuan politik,
maka bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukan itu, akhirnya
melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak
banyak yang memeluk agama Islam.[34]

D. Kemunduran Turki Utsmani


Setelah Sultan Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai
memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat
besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Suliaman Al-
Qanuni digan ti oleh Sultan Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi
pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani dengan armada laut kristen yang

33
. Samsul Munir Amin, Op. Cit., h. 204.
34
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 137-138.
21

terdiri dari angkatan lau Spanyol, Bundukia, Sri Paus dan sebagian kapal para
pendeta Malta yang dipimpn oleh Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini
Turki Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut
musuh. Baru pada masa sultan berikutnya Sultan Murad III, Tunisia dapat direbut
kembali.[35] Pada masa Sultan Murad III (1574-1595) Kerajaan Usmani pernah
berhasil menyerbu Kaukasia dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577 M),
merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan Georgia,
mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia
pada tahun 1593 M.
Namun karena kehidupan moral Sultan yang kurang baik menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh
para sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III, dalam siatuasi yang kurang
baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Utsmani. Sesudah Sultan Ahmad I
(1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I. Karena
gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam,
mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II.
Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid seorang Sultan
yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine
II dari Rusia yang diberi nama perjanjian Kinarja, isinya yaitu kerajaan Utsmani
harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan
memberi izin kepada armada Rusia untuk melintas selat yang menghubungkan
Laut Hitam dan laut puith, dan kerajaan Utsmani mengakui kemerdekaan
Kirman.[36]
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Utsmani selama
dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-
tanda membaik sampai abad ke 19 M. Oleh karena itu satu persatu negeri-negeri
di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya

35
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
205.
36
. Ibid., h. 206.
22

negeri-negeri Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang


memberontak terhadap kekuasaan kerajaan Utsmani, tetapi juga beberapa daerah
di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.[37]
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami
kemunduran, diantaranya adalah:
1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu
negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administari pemerintahan kerajaan Utsmani tidak beres. Di pihak lain para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga
mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ni tentu
menyedot potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun
Negara.
2. Heterogenitas penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Utsmani menguasai
wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz,
dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan Bulgaria,
Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah
yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras,
etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan
tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan
yang teratur.
3. Kelemahan para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan
Utsmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian
terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau.
Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin
lama menjadi semakin perah.
4. Budaya Pungli (korupsi), pungli merupakan perbuatan yang sudah umum
terjadi dalam kerajaan Utsmani, setiap jabata yang hendak diraih oleh
seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini

37
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 166.
23

mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat


semakin rapuh.
5. Pemberontakan tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Utsmani
banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat
dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan
tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali.
6. Merosotnya ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti pereekonomian
negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat besar
untuk biaya perang.
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan Utsmani
kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya
mengutamakan penegmbangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak
diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak
sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.[38]
Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan kerajaan Utsmani ini
menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki
daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Utsmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[39]

38
. Ibid., h. 167.
39
. Samsul Munir Amin, op.cit., h. 209.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan pada penyusunan makalah ini yaitu:


1. Dinasti Utsmani di Turki merupakan kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama
hampir 7 abad lamanya (1290-1924 M) dan merupakan kerajaan besar, kerajaan
Utsmani didirikan oleh Usman I Putra Ertohul bangsa Turki dari kabilah Oghus
yang mula-mula mendiami daerah Mongol dan daerah utara China
2. Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang dari
tiga puluh delapan sultan, sejarah kekuasaan mereka di bagi menjadi lima
periode.
3. Dinasti Turki mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam
bidang ekspansi atau perluasan agama islam, dalam bidang kemiliteran dan
pemerintahan, dalam segi budaya, sastra dan arsitek bangunan, dalam bidang
keagamaan, sedangakan dalam bidang ilmu pengetahuan tidak mengalami
kemajuan yang berarti
4. Turki Utsmani mengalami masa kemunduran yang disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu wilayah kekuasaan yang sangat luas, heterogenitas penduduk,
sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Utsmani diperintah oleh sultan-
sultan yang lemah baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya.,
maraknya budaya pungli (korupsi), pemberontakan tentara jenissari,
merosotnya ekonomi, dan terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan
teknologi.

24
DAFTAR PUSTAKA

• Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.


• Mughni, Syafiq A.. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos.
• Yatim, Badri. 2001. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

25

Anda mungkin juga menyukai