Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BADAN
SUHANDA
1. PENGANTAR...............................................................................................................1
2. SUBJEK DAN OBJEK PPh..............................................................................................1
2.1 Subjek pajak Pajak Penghasilan...............................................................................6
2.2 Jenis Wajib Pajak: Wajib Pajak dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri...........6
2.3 Pengecualian Subjek Pajak.......................................................................................9
3. OBJEK PAJAK PENGHASILAN.....................................................................................10
4. PENGURANGAN ATAS PENGHASILAN BRUTO..........................................................18
5. PELAKSANAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN ORANG & BADAN...................................20
6. PERHITUNGAN PPh ORANG PRIBADI........................................................................22
7. PERHITUNGAN PPh BADAN......................................................................................30
7.1 Subjek & Perhitungan PPh Badan..........................................................................30
7.2 Penghitungan PPh Terutang...................................................................................31
1
PAJAK PENGHASILAN (PPh) WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI (OP) DAN BADAN
1. PENGANTAR
Modul Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan ini, membahas
tentang perhitungan dan pelaksanaan kewajiban pajak penghasilan atas orang
pribadi dan badan. Pembahasan materi dimulai dengan membahas tentang subjek
pajak penghasilan, objek pajak penghasilan, pengurangan atas penghasilan
penghasilan bruto, perhitungan pajak yang terutang dan terakhir membahas tentang
pelaporan pelaksanaan kewajiban pajak penghasilan. Terdapat dua tujuan dalam
pembahasan modul, yang pertama tujuan yang bersifat umum dan khusus. Masing-
masing tujuan tersebut sebagai berikut:
Tujuan umum
Tujuan khusus
Peserta kursus dapat menghitung pajak terutang orang pribadi dan Badan
Pserta kursus diharapakan dapat memahami teknis pelaporan pelaksanaan
kewajiban pajak penghasilan orang dan Badan
Inti pembahasan tentang pajak penghasilan adalah tentang berapa pajak yang harus dibayar.
Terdapat dua hal harus ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan jumlah pajak yang
harus dibayar; pertama siapa subjeknya? dan kedua apakah penghasilan tersebut merupakan
objek pajak atau tidak. Subjek pajak yang sudah memiliki penghasilan yang dapat
dikenakan pajak, disebut dengan Wajib Pajak. Wajib Pajak merupakan subjek yang
2
mempunyai penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan, sehingga harus
melaksanakan kewajiban untuk membayar pajak penghasilan. Subjek yang belum
mempunyai penghasilan yang memenuhi kriteria, maka belum dapat diperlakukan sebagai
Wajib Pajak. Misalkan sebagai karyawan yang sudah mempunyai penghasilan diatas PTKP
maka wajib melaksankan pembayaran pajak. Penentuan pajak terutang merupakan hasil
dari perkalian tarif dengan dasar pengenakan pajak. Dasar Pengenakan Pajak (DPP) disebut
dengan penghasil kena pajak. Penghasilan Kena Pajak setiap WP berbeda-beda, tergantung
jenis dan kondisi WP.
Subjek
Wajib
Siapa Pajak
Objek
PPh
DPP
Jumlah PPh
Terutang
Tarif
3
Kerja yang memuat klaster perpajakan, resmi berlaku dan diundangkan awal
November 2020 dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Penghasilan dividen yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang
diperoleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi atau badan diinvestasikan di
Indonesia dengan jumlah paling sedikit 30% dari laba setelah pajak, serta bagi
WP Badan syaratnya sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia
sebelum DJP menerbitkan surat ketetapan pajak dividen tersebut, tidak
dikenakan pajak penghasilan.
4
Jika dividen dan penghasilan setelah pajak dari suatu BUT di luar negeri
yang diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30% dari jumlah laba setelah
pajak, maka ketentuannya:
Penegasan tentang Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar
Negeri (SPLN). Artinya, baik WNI maupun WNA memiliki kewajiban sama
terkait pajak penghasilan di dalam negeri maupun ketika WNI berada di luar
negeri. Ketentuan ini merupakan perubahan pada Pasal 2 UU PPh.
5
Bertempat tinggal di Indonesia;
Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia
Bunyi pasal tentang WNI atau WNA yang jadi subjek pajak luar negeri di UU Cipta
Kerja, tertuang dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, b, c, dan d:
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia atau yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
WNA yang merupakan subjek pajak dalam negeri tidak dikenakan pajak
penghasilan jika tidak memenuhi kriteria tertentu sesuai ketentuan. Ini merupakan
penambahan dalam Pasal 4 tentang PPh pada klaster perpajakan. Dalam Pasal 4 ayat
(1a), bahwa WNA yang telah menjadi SPDN dikenai PPh hanya atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan; memiliki keahlian
tertentu; berlaku selama 4 tahun pajak yang dihitung sejak menjadi SPDN. Tapi
pengecualian pengenaan PPh tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara
mitra. Semua Pasal 4 ayat (1a), ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian
tertentu serta tata cara pengenaan PPh bagi WNA tersebut akan diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan.
Terkait pengelolaan dana setoran BPIH ini merupakan penambahan dalam Pasal 4
tentang PPh pada klaster perpajakan pada huruf o dan p. Dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf o, disebutkan:Dana setoran BPIH dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari
6
pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu,
diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang ketentuannya diatur dalam
PMK. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf p, tertulis: Sisa lebih yang
diterima/diperoleh badan usaha atau lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan PMK
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b. Badan
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Pajak penghasilan merupakan pajak subjektif dan berdasarkan asas domisili. Pajak
penghasilan dikenakan tergantung kondisi subjeknya, antara WP Pribadi dengan WP orang
Pribadi penentuan kapan menjadi WP dan bagaimana menghitung PPh terutang berbeda.
Oleh sebab itu, penting untuk memahami tentang subjek pajak PPh terlebih dahulu.
Pentingnya subjek PPh hal ini, juga tergambar urutan pembahasan pada Undang-undang
Pajak Penghasilan. Terkait ketentuan subjek pajak diatur pada pasal 2 sampai pasal 4. Objek
Pajak penghasil diatur setelah subjek PPh yakni pada pasal 4 sampai pasal 5.
2.2 Jenis Wajib Pajak: Wajib Pajak dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar
Negeri
Subjek pajak dalam negeri atau luar negeri dibedakan berdasarkan domisili bukan
atas kewarganegaraan, desain UUP PPh asas yang digunakan berdasarkan domisili
7
bukan kebangsaan. Oleh sebab itu, WNA dapat diperlakukan sebagai WPDN apabila
memenuhi syarat lama domisili di Indonesia. Pada kondisi yang lain, WNI dapat
saja berstatus WPLN apabila memenuhi syarat domisili yang dipersyaratkan dalam
regulasi.
a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga
negara asing, yang:
2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau . dalam suatu tahun pajak berada
di Indonesia dan b badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; c Warga
Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam persyaratan:
1. tempat tinggal;
8
SUBJEKPAJAK
Objek Pajak
Orang Pribadi
SUBJEK PAJAK Seluruh Penghasilan
DALAM NEGERI Badan
Warisan yang
SUBJEK belum terbagi • Penghasilan dari kegiatan operasi
PAJAK dan harta yang dimiliki/dikuasai
Orang • Penghasilan kantor pusat
Pribadi
SUBJEK PAJAK • Penghasilan lainnya yang diperoleh
LUAR NEGERI sehubungan dengan penghasilan
kantor pusat
BUT
Badan
Ketentuan pasal 2 pada peraturan dirjen pajak yang menyatakan bahwa pekerja
Indonesia yang bekerja di luar negeri besrtatus sebagai WP Luar Negeri. Lebih
lanjut pada pasal 3 ditegaskan bahwa penghasilan diluar negeri yang sudah
dikenakan pajak oleh negara dimana WNI berkerja tidak dikenakan pajak lagi di
Indonesia
9
Perbandingan Kewajiban Pajak; WPDN VS WPLN
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang yang diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal
10
bersama mereka dengan syarat :Bukan warga negara Indonesia; dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut; serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini;
c. laba usaha;
11
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya
12
o. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
p. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
q. p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
r. q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
13
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, atau karena
meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;
f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1 dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak: a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut
diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu; dan/atau b) badan dalam negeri;
2 dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung
kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut: a)
dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut
paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak
atau b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di
Indonesia sebelum ketetapan pajak atas dividen tersebut
sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang- Undang ini;
dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2
merupakan:
14
4. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan penghasilan
setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud
pada angka 2 diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:
c) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan
setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a)
serta atas selisih sebagaimana dimaksud pada huruf b), tidak dikenai Pajak
Penghasilan;
5. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan
setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebesar lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a), berlaku ketentuan:
6. dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya
tidak diperdagangkan di pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan
pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari
pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2;
15
7. pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri tidak melalui
bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri
atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari pengenaan Pajak
Penghasilan dalam hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi
persyaratan berikut:
8. pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7 berlaku
ketentuan:
a) kriteria, tata cara dan jangka waktu tertentu untuk investasi sebagaimana
dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 7;
16
dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka
5 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
i. bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari
koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-
saham,persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau
diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha
yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat
badan pasangan usaha tersebut:
17
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
o.dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus,
dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen
keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
p.sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan yang
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam
bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama
4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai
dana abadi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara
asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, dengan
ketentuan:
a. memiliki keahlian tertentu, dan
b. berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang dihitung
sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima atau
diperoleh warga negara asing sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di
Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar
Indonesia.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak berlaku terhadap warga
negara asing yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga negara asing memperoleh
penghasilan dari luar Indonesia.
18
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan
Pajak Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
diatur
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
19
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha
kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan
limbah industri,yang ketentuan dan syarat-syaratnya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
h. Pajak Penghasilan;
20
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
WajibPajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
Perhitungan pajak penghasilan baik orang pribadi atau badan pada prinsipnya sama
yakni atas tambahan kemampuan ekonomis.
21
Perhitungan Pajak Terutang; Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak
Bagi Orang Pribadi yang memilih menggunakan pembukuan dikenakan tarif Pasal
17 UU PPh yang berlaku progresif berdasarkan jumlah penghasilan yang
diterima, yang dirincikan sebagai berikut:
Kredit Pajak
Kredit Pajak merupakan pajak yang telah dibayarkan kepada pihak lain, sehingga dapat
diperlakukan sebagai pengurang dari jumlah pajak terutang dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Kredit Pajak tidak berlaku untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya
bersifat final. Kredit pajak dapat berupa PPh yang dibayar sendiri maupun PPh yang
dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam negeri. Artinya, pajak yang
telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh wajib pajak
maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain dapat dikreditkan terhadap
22
pajak yang terutang pada akhir tahun pajak. Kredit Pajak PPh meliputi beberapa jenis
yaitu :
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dibandingkan kredit
pajaknya, maka nilai kekurangan pembayaran tersebut dikenal dengan istilah PPh
Kurang Bayar (PPh Pasal 29). Nilai kekurangan inilah yang harus dibayarkan oleh wajib
pajak ke kas negara sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.
Sebaliknya, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih
kecil dibandingkan kredit pajaknya, setelah dilakukan pemeriksaan, maka kelebihan
tersebut dikenal dengan istilah PPh Lebih Bayar (PPh Pasal 28A). Kelebihan
pembayaran pajak tersebut dapat dilaporkan ke Kantor Pajak dan akan dianggap
sebagai permohonan dari Wajib Pajak untuk meminta pengembalian kelebihan pajak
(restitusi) atau atas kelebihan pembayaran pajak tersebut wajib pajak dapat memilih untuk
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
Pada dasarnya terdapat tiga mekanisme perhitungan PPh OP yang dibedakan berdasarkan
jumlah penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang
dilakukan, yaitu:
1. Mekanisme Umum
23
dihitung dengan mengurangkan penghasilan bruto dengan 1) biaya yang diperbolehkan
sebagai pengurangan penghasilan bruto dan kedua dikurangkan dengan PTKP, seperti
tergambar secara ringkas pada gambar...
Bagi orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan, maka akan dikenakan PPh
yang bersifat final sesuai dengan tarif dan ketentuan yang ditetapkan pada PP 23 tahun
2018.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto ini bisa digunakan oleh Wajib Pajak yang:
- Peredaran usaha bruto kurang dari Rp. 4,8 Milyar dalam satu tahun.
- Hanya melakukan pencatatan (tidak melakukan pembukuan).
- Menyampaikan Surat Pemberitahuan kepada DJP untuk menggunakan
NPPN sebagai metode perhitungan PPh OP.
1 Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
24
2 Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari.
3 Olahragawan.
4 Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5 Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6 Agen iklan.
7 Pengawas atau pengelola proyek.
8 Perantara.
9 Petugas penjaja barang dagangan.
10 Agen asuransi.
11 Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
25
a) 1. Biaya jabatan; biaya jabatan merupakan pengurang yang diperoleh bagi pegawai
tetap yang menerima penghasilan dari pemberi kerja. Biaya jabatan ditetapkan
sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan maksimum Rp 6 juta/tahun.
2. Biaya pensiun, bagi pegawai yang sudah pensiun dan menerima pensiun secara
teratur dikenakan biaya pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan
maksimum Rp 2,4 juta/tahun.
b) Zakat dan sumbagan keagamaan lainnya, pengeluaran terkait sumbangan
keagamaan dalam bentuk nama dan nama apapun dapat dikurangkan pada
penghasilan bruto sepanjang pada lembaga atau badan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
c) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), PTKP bukan merupakan pengeluaran yang
dilakukan secara tunai maupun tidak tetapi semacam perkiraan yang ditetapkan
peraturan tentang biaya untuk kebutuhan hidup WP dan keluarga. Penghasilan tidak
kena pajak ditetapkan berdasarkan status WP. Berikut jumlah PTKP untuk WP dan
tanggungannya. Berikut tarif PTKP sesuai PMK 101/2016 yang masih berlaku
hingga PTKP 2021:
4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam
garis keturunan lurus, termasuk anak angkat sebesar Rp4.500.000, dimana
maksimal tiga orang dalam setiap keluarga.
Keluarga kandung yang di maksud dalam poin empat adalah orang tua kandung,
saudara kandung dan anak. Sedangkan yang di maksud keluarga semenda adalah
mertua, anak tiri, dan ipar.
26
Gambar 2: Pengurang yang diperbolehkan untuk WP Orang Pribadi
Biaya Jabatan
Lima (5) persen dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 per tahun
Biaya pensiun: Lima (5) persen dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000
per tahun
Iuran Pensiun
4,75 % dari Gaji Pokok ditambah dengan tunjangan keluarga (khusus
PNS/TNI/Polri)
Zakat
Zakat atau sumbangan keagamaan lainnya kepada lembaga/badan yang
ditetapkan pemerintah
Terdapat tiga jenis kondisi WP Orang Pribadi; WP yang hanya mempunyai satu sumber
penghasilan dengan jumlah penghasilan sampai Rp 60 juta rupiah, dan diatas 60 juta dan
terakhir yang mempunyai lebih dari satu sumber penghasilan termasuk terdapat usaha.
27
Pelaporan PPh OP
Wajib Pajak Orang Pribadi wajib melaporkan penghasilan, harta dan kewajiban mereka
setahun sekali dalam bentuk formulir SPT Tahunan ke KPP. Periode pelaporan SPT PPh
Orang Pribadi adalah dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember dan harus dilaporkan ke
KPP sebelum tanggal 31 Maret pada tahun berikutnya.
● Formulir SPT 1770 yang digunakan untuk WP Orang Pribadi yang mempunyai
penghasilan:
28
Ilustrasi SPT
SPT 1770 S
29
SPT 1770
30
7. PERHITUNGAN PPh BADAN
31
Subjek Pajak Badan (PPh Badan)
Subjek pajak Badan atau subjek PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang
diberikan kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun
tahun dan disetor ke kas negara. Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang termasuk dalam pengertian Badan
adalah sebagai berikut:
32
penghasilan bruto dengan biaya-biaya yang diperbolehkan sebagaimana diatur pada
Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penghasilan yang dipotong dengan Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak
termasuk dalam ketentuan ini. Tarif pajak final diatur dalam aturan tersendiri
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah telah menurunkan tarif PPh Badan dari sebelumnya sejak tahun
2020. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penurunan
Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan
Terbatas, tarif PPh badan diturunkan. Beleid ini dikeluarkan untuk melaksanakan
Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No. 2/2020 tentang Penertapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2020 tentang: Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi
COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-
33
Undang. Selama ini tarif PPh Badan normal adalah 25% dari Penghasilan Kena
Pajak. Melalui beleid baru ini, tarif PPh Badan turun secara bertahapm yakni:
Tapi penurunan tarif PPh Badan lebih rendah 3% bagi Perusahaan Tbk ini ada
syaratnya, yaitu:
34
Contoh SPT PPh Badan
35
36
37
38