EFEKTIFITAS
EFEKTIFITAS
Efektivitas Program
Jaring Perlindungan Sosial
Melalui Rumah Singgah
Efektivitas Program Jaring perlindungan sosial melalui Rumah Singgah didasarkan pada
tingkat korespondensi (korelasi) antara outputs dan outcomes yang diperoleh atau
impacts yang terjadi. Untuk itu dilakukan Evaluasi efektivitas, yang meliputi (1)
pengujian hubungan antara outputs dengan outcomes; (2) klasifikasi tingkat efektivitas
program pelayanan Rumah Singgah; dan (3) identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap efektivitas program.
Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, perlu diketahui dulu manfaat (outcomes)
dari program JPS melalui Rumah Singgah. Manfaat (outcomes) yaitu kegunaan / faedah /
manfaat langsung yang terjadi karena adanya investasi proyek, seperti perubahan sikap
dan perilaku anak jalanan yang lebih baik di rumah singgah, peningkatan prestasi
belajar, peningkatan keterampilan, dan sebagainya. Umumnya juga disebut pencapaian
hasil secara fungsional atau merupakan indikator fungsional dari pencapaian tujuan
spesifik/ khusus (objectives).
Indikator
1. Penurunan lamanya keberadaan anak di jalanan 0.42
2. Kecenderungan kehadiran anak di sekolah
a. SD 0.41
b. SLTP 0.39
c. SLTA 0.33
2. Kecenderungan rata-rata
prestasi belajar anak 0.30
0.25
a. SD
0.19
b. SLTP
0.45
c. SLTA
3. Peningkatan akses anak 0.44
terhadap pelayanan pendidikan dasar 0.48
4. Peningkatan akses anak 0.40
terhadap pelayanan kesehatan dasar 0.36
5. Peningkatan tanggung 0.27
jawab orang tua terhadap anaknya
6. Berkurangnya kebiasaan
buruk
7. Perubahan sikap dan
perilaku
8. Peningkatan peran aktif
masyarakat dalam pelayanan rumah singgah
Berdasarkan indeks outcomes tersebut, jika menggunakan kriteria (>0.5) nampak bahwa
pelayanan Rumah Singgah belum secara signifikan memberikan manfaat bagi anak
jalanan, orang tua dan warga masyarakat sekitarnya. Manfaat Rumah Singgah yang
cukup menonjol dalam hal peningkatan tanggung jawab orang tua (0.48), peningkatan
akses anak terhadap pelayanan pendidikan dasar (0.44), peningkatan akses terhadap
pelayanan kesehatan dasar (0.44) dan penurunan lamanya keberadaan anak di jalanan
(0,42).
Untuk peningkatan kehadiran anak di sekolah dan peningkatan rata-rata prestasi belajar
nampak masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan untuk kegiatan tutorial masih
bertumpu diselenggarakan di Rumah Singgah, padahal tidak semua anak yang
memperoleh beasiswa akses terhadap rumah singgah. Selain itu sistem pemantauan
terhadap kedua indikator tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, karena beban tugas
pekerja sosial yang terlampau berat.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih nyata manfaat Rumah Singgah berikut ini
disajikan hasil evaluasi dampak pelayanan terhadap anak dan orang tua:
Lama kegiatan di jalanan sebelum responden mengenal rumah singgah untuk semua
kota lokasi studi sebagian terbesar (50%) antara 4-7 jam. Tampaknya rumah singgah
cukup signifikan memberikan pengaruh bagi anak dalam hal lamanya waktu yang
dihabiskan di jalanan. Setelah berada di rumah singgah, responden berada di jalanan
kurang dari 4 jam sebanyak 67,5%, 4-7 jam sebanyak 39,8%, 8-12 jam sebanyak
2,73% dan tidak ada responden yang menghabiskan waktunya di jalan lebih dari 12 jam.
Tabel 7.2 Prosentase Anak Jalanan sebelum dan sesudah mengenal
Rumah Singgah : perbandingan hasil PSSAJ 1999 & Evaluasi
JPS Anjal 2001
< 4 Jam 4.7 40 58.2 0.7 44.2 67.3 2.70 41.1 60.6
4 - 7 Jam 43.2 40.7 35.6 68.3 36.5 21.2 55.75 39.6 31.8
DKI
1 8 - 12 45.2 15.9 6.2 25.2 19.2 11.2 35.20 16.8 7.6
Jakarta
Jam
> 12 6.9 3.4 0 1.4 0 0 4.15 2.5 0
Jam
< 4 Jam 7.1 31.7 68.3 2.1 17.6 64.7 4.60 28.8 67.5
4 - 7 Jam 53.5 46 30.2 40 64.7 35.3 46.75 50.0 31.3
2 Surabaya 8 - 12 33.2 12.7 1.6 56.8 17.6 0 45.00 13.8 1.3
Jam
> 12 6.2 9.5 0 1.1 0 0 3.65 7.5 0
Jam
< 4 Jam 4.2 35.8 77.6 2.8 54.5 84.8 3.50 42.0 80.0
4 - 7 Jam 50.7 49.3 20.9 68.2 45.5 12.1 59.45 48.0 18.0
3 Makassar 8 - 12 43.6 11.9 1.5 24.3 0 3 33.95 8.0 2.0
Jam
> 12 3.1 3 0.0 4.7 0 0 3.90 2.0 0
Jam
< 4 Jam 3.8 21.2 57.7 7.3 18.2 82.8 5.55 20.6 61.9
4 - 7 Jam 32.9 42.3 42.3 42.7 63.6 18.2 37.80 46.0 38.1
8 - 12 50.1 11.5 0.0 45.1 0.0 0.0 47.60 9.5 0.0
4 Bandung
Jam
> 12 13.3 25.0 0.0 4.9 18.2 0.0 9.10 23.8 0.0
Jam
Sumber : Pemetaan dan Survei Sosial Anak Jalanan (Depsos & Unika Atmajaya,
1999)
Evaluasi Dampak Pelayanan JPS melalui Rumah Singgah bagi Kehidupan
Anak Jalanan (Yashinta,
2001)
Waktu yang paling banyak digunakan untuk melakukan aktivitas adalah 05.00-21.00
baik di rumah singgah maupun di jalanan. Aktivitas yang dilakukan di rumah singgah
adalah menonton televisi, tidur, bermain, makan, mandi, kursus, sholat, membaca buku,
belajar, mengaji, berlatih musik, bimbingan dengan pekerja sosial dan membersihkan
rumah singgah. Sementara itu aktivitas yang dilakukan di luar rumah singgah adalah :
sekolah, kegiatan mencari uang (seperti mengamen, menjual koran, berdagang,
mengemis, dan sebagainya), bermain, kursus, belajar, begadang dan pulang ke rumah
orang tua.
Ketika dikonfirmasi kepada orang tua anak, setelah memperoleh bantuan dari rumah
singgah lamanya di jalan berkurang. Sebagian besar (76%) responden menjawab
berkurang, dengan alasan yang beragam, yaitu banyak waktu bermain dan beraktivitas
di rumah singgah, telah mendapat bantuan dari rumah singgah, kebutuhan biaya
sekolah agak terpenuhi, serta menyadari resiko di jalan. Sementara itu sebanyak 15%
menjawab tidak ada perubahan dan sisanya tidak tahu sebesar 9%.
Kegiatan di Rumah Singgah dapat menarik anak dari jalanan
Ks. : Mengenai dampak rumah singgah bagaimana, apakah bisa narik anak-anak dari
jalanan?
Sr. : Kan begini rumah singgah mempunyai aktifitas rutin yang bersama, apakah
kegiatan dinamakan kelompok belajar, konseling terhadap kasus-kasus tertentu
atau mengadakan kegiatan agama bersama yang disebut aktifitas di RS. Nah kita
akan melihat kalau di RS itu mengadakan kegiatan yang dimaksudkan problem
kisah jalanan semakin berkurang jika RS tidak mempunyai aktifitas konkrit
mengenai ya anak jalanan tidak mempunyai aktifitas di RS ya di jalan. Lha ini ke
jawab skenario RS untuk menarik anak- anak jalanan. Itu bika di RS diciptakan
berbagai aktifitas dan macam-macam religi, kesenian dari hari ke hari detik ke detik
diciptakan sedemikian rupa anak dengan sendirinya akan berharap tidak lain ke
terminal apabila tidak ada kegiatan yang seperti itu saja dan pentingnya aktifitas
penjangkauan. Diluar Rumah Singgah mereka hanya mengamen pada waktu
tertentu saja. Kalau di Jakarta yang saya tahu kegiatan pagi sampai sore sudah
diikuti oleh anak karena kegiatannya sudah cukup lama 2 tahun berjalan, bahkan
tahun ke 3 anak datang ke RS itu seperti datang ke gelanggang remaja. Waktu
untuk ke jalan sudah sangat sedikit . Banyak yang malas ke jalan. Kegiatan harus
rutin dan pendekatannya profesional. Oleh karena itu mohon dicatat jadwal
kegiatan RS. Kontribusi RS itu berapa jam sih RS menarik anak-anak, jumlah
anak-anaknya disitu. Apakah keberadaan RS itu mampu menarik anak-anak di
jalanan.
Peningkatan akses anak terhadap pelayanan pendidikan dasar, kecenderungan kehadiran anak
di sekolah dan kecenderungan rata-rata pretasi belajar anak
Sementara itu dalam memanfaatkan buku bacaan dan fasilitas belajar lainnya di
rumah singgah sebanyak 50% responden menyatakan memanfaatkannya, sedangkan
sisanya 32% mengatakan tidak ada buku bacaan dan fasilitas belajar serta 18%
responden tidak memanfaatkannya.
Bantuan kesehatan juga diberikan oleh rumah singgah, baik yang diberikan secara
langsung (biasanya untuk penyakit-penyakit ringan yang bisa diatasi dengan obat
umum-yang bisa dibeli di warung/toko obat/apotik) maupun tidak langsung melalui kerja
sama dengan Puskesmas atau klinik pengobatan. Jenis penyakit yang paling sering
diderita responden dalam 1 bulan terakhir adalah penyakit kulit (31%) dan infeksi
saluran pernafasan (15%).
Peningkatan keterampilan
Bentuk bantuan lain yang diberikan melalui rumah singgah adalah pelatihan
keterampilan. Jenis pelatihan keterampilan sangat bervariasi, namun yang paling
banyak diikuti oleh responden adalah mengemudi, komputer dan teknik
memberdayakan potensi. Secara umum dapat dikatakan bahwa responden selalu hadir
mengikuti pelatihan.
Gambar 7.3 Membuat layangan hias
Salah satu kegiatan proyek adalah pemberian uang pengganti penghasilah saat anak
binaan mengikuti pelatihan. Besar uang yang diberikan cukup bervariasi, berkisar antara
Rp 2.500,- sampai dengan Rp 180.000,- . Besar uang tersebut pada umumnya tidak
sesuai dengan penghasilan responden apabila mencari uang di jalanan (84%), namun
tampaknya mereka rela meninggalkan jalanan untuk mengikuti pelatihan keterampilan.
Kebiasaan menggunakan
obat terlarang, masih
dilakukan oleh sebagian kecil
responden di DKI Jakarta
dan Surabaya. Demikian juga
dengan kebiasaan
menggunakan narkotika dan
sejenisnya serta kebiasaan
mencuri/mencopet.
Hubungan seks bebas
merupakan salah satu
Gambar 7.5 Bimbingan mental bagi anak kebiasaan buruk yang terjadi
di Rumah Singgah di kalangan anak jalanan.
Dari hasil studi, diperoleh
bahwa kebiasaan ini masih dilakukan responden di DKI Jakarta, Surabaya dan
Bandung, dan sama sekali tidak dilakukan oleh responden di Makassar. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa responden sudah banyak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan
buruk, meskipun masih terdapat sebagian kecil yang melakukan.
Adanya perubahan sikap dan perilaku anak setelah mendapatkan bimbingan sosial di
rumah singgah diakui oleh sebagian besar orang tua (84%). Paling tidak terdapat
perubahan sikap dan perilaku responden sebelum dan sesudah memperoleh pelayanan
dari rumah singgah. Hal ini diakui oleh responden anak jalanan dan orang tua.
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini, antara lain: mengalihkan kegiatan dari
kegiatan di jalanan, menambah wawasan, bergembira dan banyak teman, bertambah
pengalaman, dan penyegaran/ memperoleh hiburan. Pada kesempatan ini, pekerja
sosial dapat memanfaatkan kegiatan ini untuk memantau perubahan sikap dan perilaku
anak.
Kegiatan lain dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh rumah singgah adalah
reunifikasi keluarga, dengan tujuan untuk menyatukan anak jalanan dengan
keluarganya, dengan kata lain kegiatan ini dimaksudkan untuk dapat mendorong anak
jalanan bertemu dengan keluarganya dan sebaliknya. Namun demikian sebagian besar
(62%) responden mengatakan bahwa kegiatan tersebut tidak mendorong mereka untuk
bertemu dengan keluarganya. Di Surabaya, sebanyak 57.5% mengatakan bahwa
kegiatan tersebut mendorong mereka untuk bertemu dengan keluarganya.
Gambar 7.8 Bimbingan sosial dan kewirausahaan bagi orang tua anak di Rumah Singgah
Lentera Surabaya
Setelah diselenggarakan kegiatan reunifikasi, diakui oleh sebagian orang tua (52%)
bahwa anaknya lebih sering bertemu. Sebagian responden (44%) lain merasa tidak
memiliki kontak atau informasi tentang keberadaan anaknya. Hanya sebagian kecil
responden (4%) mengakui merasa jarang berhubungan dengan anaknya.
“Saya cenderung pada yang disampaikan tadi, jadi ada central-central tapi khusus
untuk pendidikan, kesehatan dan seperti yang telah saya pelajari, di rumah singgah itu
bukan berarti anak-anak itu menjadi tergantung, maksudnya kita itu jangan
mengandalkan dari luar terus, saya sudah sampaikan kepada LKMD, pak lurah. Saya
ada data anak wilayah Bungur yang dapat bantuan dari rumah singgah mereka dapat
bantuan selama dua tahun, datanya jelas sudah ada, andaikata bantuan dari rumah
singgah ini sudah ada apakah masyarakat setempat ini tidak bisa membentuk suatu
badan yang membantu anak-anak yang ada dikelurahan, jadi biar dikelolka sendiri
untuk masyarakat sehingga masalah sosial yang ada di masyarakat akan ditangani
oleh masyarakat setempat. Andaikata anak-anak ini saya minta jadi anak asuhnya
seperti di tempat lain, apakah tidak lebih baik jika orang-orang setempat yang
membantu mereka. Kita akan datang dengan tokoh-tokoh setempat, kita
menggunakan data dari masyarakat juga untuk masyarakat sendiri”.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut nampak bahwa Rumah Singgah dapat memberikan
manfaat bagi anak dan orang tua, walaupun dalam beberapa hal masih belum optimal.
Untuk dampak terhadap lingkungan sekitar, belum dapat diidentifikasi secara akurat,
karena pelayanan di Rumah Singgah selama ini lebih terfokus pada anak dan orang tua,
sehingga tanggapan dari warga sekitarnya lebih mencerminkan interaksi secara alamiah
dengan pengelola Rumah Singgah atau anak-anak jalanan.
.6
.5
.4
.3
outcomes
.2
.1
.2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1.0
outputs
Gambar 7.9 Hubungan antara outputs dengan outcomes pelayanan Rumah
Singgah
Berdasarkan uji korelasi Pearson, diketahui bahwa ada hubungan positif yang nyata
antara outputs dengan outcomes pelayanan Rumah Singgah ( r = 0.497, p=0.009),
artinya semakin tinggi outputs, semakin tinggi outcomes pelayanan Rumah Singgah. Hal
ini berarti ada corespondensi antara hasil pelayanan secara kuantitatif dengan hasil-
hasil secara kualitatif, seperti yang telah dipaparkan secara terinci dari setiap kegiatan
yang telah diselenggarakan.
Hal ini perlu menjadi perhatian, karena pemantauan tentang perubahan sikap dan
perilaku penerima pelayanan belum didasarkan pada indikator perkembangan fungsi
sosial dengan metode yang reliabel, maka hasil pengujian di atas baru dapat
mencerminkan manfaat dari Rumah Singgah menurut pengelola Rumah Singgah dan
evaluasi peneliti. Perlu diciptakan sistem pemantauan secara terukur dari setiap
perubahan sikap perilaku penerima pelayanan, misalnya dengan menggunakan Goals
Attainment Scalling (GAS). Metode tersebut dapat menunjukkan outcomes secara lebih
akurat, namun tetap tidak mengabaikan keunikan dari setiap individu penerima
pelayanan.
a. Social Safety Net bagi anak terlantar di panti sosial
- Profil Anak Terlantar dan Kondisi Panti Sosial
- Kebijakan Nasional Penanganan Masalah Anak
Terlantar
- Efisiensi Program SSN melalui Panti Sosial
- Efektivitas Program SSN melalui Panti Sosial