Anda di halaman 1dari 16

Bab VII

Efektivitas Program
Jaring Perlindungan Sosial
Melalui Rumah Singgah

Efektivitas Program Jaring perlindungan sosial melalui Rumah Singgah didasarkan pada
tingkat korespondensi (korelasi) antara outputs dan outcomes yang diperoleh atau
impacts yang terjadi. Untuk itu dilakukan Evaluasi efektivitas, yang meliputi (1)
pengujian hubungan antara outputs dengan outcomes; (2) klasifikasi tingkat efektivitas
program pelayanan Rumah Singgah; dan (3) identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap efektivitas program.

Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, perlu diketahui dulu manfaat (outcomes)
dari program JPS melalui Rumah Singgah. Manfaat (outcomes) yaitu kegunaan / faedah /
manfaat langsung yang terjadi karena adanya investasi proyek, seperti perubahan sikap
dan perilaku anak jalanan yang lebih baik di rumah singgah, peningkatan prestasi
belajar, peningkatan keterampilan, dan sebagainya. Umumnya juga disebut pencapaian
hasil secara fungsional atau merupakan indikator fungsional dari pencapaian tujuan
spesifik/ khusus (objectives).

Gambaran manfaat rumah singgah (outcomes) menurut pengelola Rumah Singgah


dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 7.1 Indeks kualitas outcomes

Indikator
1. Penurunan lamanya keberadaan anak di jalanan 0.42
2. Kecenderungan kehadiran anak di sekolah
a. SD 0.41
b. SLTP 0.39
c. SLTA 0.33
2. Kecenderungan rata-rata
prestasi belajar anak 0.30
0.25
a. SD
0.19
b. SLTP
0.45
c. SLTA
3. Peningkatan akses anak 0.44
terhadap pelayanan pendidikan dasar 0.48
4. Peningkatan akses anak 0.40
terhadap pelayanan kesehatan dasar 0.36
5. Peningkatan tanggung 0.27
jawab orang tua terhadap anaknya
6. Berkurangnya kebiasaan
buruk
7. Perubahan sikap dan
perilaku
8. Peningkatan peran aktif
masyarakat dalam pelayanan rumah singgah

Berdasarkan indeks outcomes tersebut, jika menggunakan kriteria (>0.5) nampak bahwa
pelayanan Rumah Singgah belum secara signifikan memberikan manfaat bagi anak
jalanan, orang tua dan warga masyarakat sekitarnya. Manfaat Rumah Singgah yang
cukup menonjol dalam hal peningkatan tanggung jawab orang tua (0.48), peningkatan
akses anak terhadap pelayanan pendidikan dasar (0.44), peningkatan akses terhadap
pelayanan kesehatan dasar (0.44) dan penurunan lamanya keberadaan anak di jalanan
(0,42).

Untuk peningkatan kehadiran anak di sekolah dan peningkatan rata-rata prestasi belajar
nampak masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan untuk kegiatan tutorial masih
bertumpu diselenggarakan di Rumah Singgah, padahal tidak semua anak yang
memperoleh beasiswa akses terhadap rumah singgah. Selain itu sistem pemantauan
terhadap kedua indikator tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, karena beban tugas
pekerja sosial yang terlampau berat.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih nyata manfaat Rumah Singgah berikut ini
disajikan hasil evaluasi dampak pelayanan terhadap anak dan orang tua:

Penurunan lamanya keberadaan anak di jalanan

Lama kegiatan di jalanan sebelum responden mengenal rumah singgah untuk semua
kota lokasi studi sebagian terbesar (50%) antara 4-7 jam. Tampaknya rumah singgah
cukup signifikan memberikan pengaruh bagi anak dalam hal lamanya waktu yang
dihabiskan di jalanan. Setelah berada di rumah singgah, responden berada di jalanan
kurang dari 4 jam sebanyak 67,5%, 4-7 jam sebanyak 39,8%, 8-12 jam sebanyak
2,73% dan tidak ada responden yang menghabiskan waktunya di jalan lebih dari 12 jam.
Tabel 7.2 Prosentase Anak Jalanan sebelum dan sesudah mengenal
Rumah Singgah : perbandingan hasil PSSAJ 1999 & Evaluasi
JPS Anjal 2001

Laki Perempuan Total


Jumlah
No 2001 1999 2001 1999 2001
Kota Jam di
. 1999 Sblm Ssdh Sbl Ssdh Sblm Ssd
Jalan
m h
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12

< 4 Jam 4.7 40 58.2 0.7 44.2 67.3 2.70 41.1 60.6
4 - 7 Jam 43.2 40.7 35.6 68.3 36.5 21.2 55.75 39.6 31.8
DKI
1 8 - 12 45.2 15.9 6.2 25.2 19.2 11.2 35.20 16.8 7.6
Jakarta
Jam
> 12 6.9 3.4 0 1.4 0 0 4.15 2.5 0
Jam

< 4 Jam 7.1 31.7 68.3 2.1 17.6 64.7 4.60 28.8 67.5
4 - 7 Jam 53.5 46 30.2 40 64.7 35.3 46.75 50.0 31.3
2 Surabaya 8 - 12 33.2 12.7 1.6 56.8 17.6 0 45.00 13.8 1.3
Jam
> 12 6.2 9.5 0 1.1 0 0 3.65 7.5 0
Jam

< 4 Jam 4.2 35.8 77.6 2.8 54.5 84.8 3.50 42.0 80.0
4 - 7 Jam 50.7 49.3 20.9 68.2 45.5 12.1 59.45 48.0 18.0
3 Makassar 8 - 12 43.6 11.9 1.5 24.3 0 3 33.95 8.0 2.0
Jam
> 12 3.1 3 0.0 4.7 0 0 3.90 2.0 0
Jam

< 4 Jam 3.8 21.2 57.7 7.3 18.2 82.8 5.55 20.6 61.9
4 - 7 Jam 32.9 42.3 42.3 42.7 63.6 18.2 37.80 46.0 38.1
8 - 12 50.1 11.5 0.0 45.1 0.0 0.0 47.60 9.5 0.0
4 Bandung
Jam
> 12 13.3 25.0 0.0 4.9 18.2 0.0 9.10 23.8 0.0
Jam

Sumber : Pemetaan dan Survei Sosial Anak Jalanan (Depsos & Unika Atmajaya,
1999)
Evaluasi Dampak Pelayanan JPS melalui Rumah Singgah bagi Kehidupan
Anak Jalanan (Yashinta,
2001)

Waktu yang paling banyak digunakan untuk melakukan aktivitas adalah 05.00-21.00
baik di rumah singgah maupun di jalanan. Aktivitas yang dilakukan di rumah singgah
adalah menonton televisi, tidur, bermain, makan, mandi, kursus, sholat, membaca buku,
belajar, mengaji, berlatih musik, bimbingan dengan pekerja sosial dan membersihkan
rumah singgah. Sementara itu aktivitas yang dilakukan di luar rumah singgah adalah :
sekolah, kegiatan mencari uang (seperti mengamen, menjual koran, berdagang,
mengemis, dan sebagainya), bermain, kursus, belajar, begadang dan pulang ke rumah
orang tua.

Ketika dikonfirmasi kepada orang tua anak, setelah memperoleh bantuan dari rumah
singgah lamanya di jalan berkurang. Sebagian besar (76%) responden menjawab
berkurang, dengan alasan yang beragam, yaitu banyak waktu bermain dan beraktivitas
di rumah singgah, telah mendapat bantuan dari rumah singgah, kebutuhan biaya
sekolah agak terpenuhi, serta menyadari resiko di jalan. Sementara itu sebanyak 15%
menjawab tidak ada perubahan dan sisanya tidak tahu sebesar 9%.
Kegiatan di Rumah Singgah dapat menarik anak dari jalanan

Hasil wawancara dengan pimpinan rumah singgah:

Ks. : Mengenai dampak rumah singgah bagaimana, apakah bisa narik anak-anak dari
jalanan?

Sr. : Kan begini rumah singgah mempunyai aktifitas rutin yang bersama, apakah
kegiatan dinamakan kelompok belajar, konseling terhadap kasus-kasus tertentu
atau mengadakan kegiatan agama bersama yang disebut aktifitas di RS. Nah kita
akan melihat kalau di RS itu mengadakan kegiatan yang dimaksudkan problem
kisah jalanan semakin berkurang jika RS tidak mempunyai aktifitas konkrit
mengenai ya anak jalanan tidak mempunyai aktifitas di RS ya di jalan. Lha ini ke
jawab skenario RS untuk menarik anak- anak jalanan. Itu bika di RS diciptakan
berbagai aktifitas dan macam-macam religi, kesenian dari hari ke hari detik ke detik
diciptakan sedemikian rupa anak dengan sendirinya akan berharap tidak lain ke
terminal apabila tidak ada kegiatan yang seperti itu saja dan pentingnya aktifitas
penjangkauan. Diluar Rumah Singgah mereka hanya mengamen pada waktu
tertentu saja. Kalau di Jakarta yang saya tahu kegiatan pagi sampai sore sudah
diikuti oleh anak karena kegiatannya sudah cukup lama 2 tahun berjalan, bahkan
tahun ke 3 anak datang ke RS itu seperti datang ke gelanggang remaja. Waktu
untuk ke jalan sudah sangat sedikit . Banyak yang malas ke jalan. Kegiatan harus
rutin dan pendekatannya profesional. Oleh karena itu mohon dicatat jadwal
kegiatan RS. Kontribusi RS itu berapa jam sih RS menarik anak-anak, jumlah
anak-anaknya disitu. Apakah keberadaan RS itu mampu menarik anak-anak di
jalanan.

Sumber : Wawancara dengan pimpinan Rumah Singgah Puspa Mentari, Surabaya

Peningkatan akses anak terhadap pelayanan pendidikan dasar, kecenderungan kehadiran anak
di sekolah dan kecenderungan rata-rata pretasi belajar anak

Pengaruh program beasiswa terhadap kehadiran responden di sekolah dapat dilihat


dari jumlah hari responden masuk sekolah. Meskipun tidak terlalu signifikan, namun
program ini memberikan pengaruh. Sebelum menerima bantuan beasiswa sebanyak
Gambar 7.1 Kegiatan bermain dan rekreasi di Bangun Pertiwi Surabaya dan
Yayasan Ar-Rufi Bandung
22% responden yang masuk sekolah selama 6 hari per minggu, sedangkan sesudahnya
menjadi 28%. Data yang mendukung adalah kecenderungan kehadiran mereka dari
sebelum dan sesudah menerima bantuan beasiswa, yaitu tidak ada informasi (38%),
tetap (32%) dan 18% meningkat.

Pengaruh bantuan beasiswa lainnya relatif sama dengan pengaruh dari


tutorial/bimbingan belajar, yaitu adanya perubahan perilaku spesifik, antara lain: lebih
bersemangat, giat dan rajin belajar/sekolah dan beribadah, meningkat prestasi, percaya
diri, sabar, sopan dan penurut, berpenampilan bersih dan rapi, serta variasi dari
beberapa perilaku tersebut. Prosentase tertinggi dari semua kota lokasi studi adalah
rajin dan semangat belajar dan sekolah. Mereka lebih bersemangat karena merasa
tenang karena tidak lagi memikirkan biaya sekolah, khususnya membayar SPP.

Kegiatan tutorial/bimbingan belajar merupakan salah satu kegiatan yang


diselenggarakan oleh rumah singgah, meskipun frekuensi pelaksanaannya masih relatif
rendah. Sebanyak 59% responden menyatakan tidak ada kegiatan tutorial. Sebanyak
13% mengikuti tutorial dengan frekuensi sekali seminggu dan hanya 2% yang
menyatakan frekuensinya 6 kali seminggu. Kegiatan tutorial biasanya disesuaikan
dengan kebutuhan belajar anak (seperti saat ujian, ulangan umum atau pekerjaan
rumah yang suli). Pengaruh kegiatan ini belum begitu tampak, karena belum ada
evaluasi belajar (rapor). Namun kecenderungannya sebanyak 248% prestasi
belajarnya cenderung meningkat, sebanyak 23% tetap bahkan 1.9% responden yang
justeru cenderung menurun, sementara 52% responden tidak memberikan informasi.
Hal ini sejalan dengan pernyataan orang tua anak, yaitu anak mengalami peningkatan
(61%), tidak ada peningkatan prestasi (10%) dan sisanya menjawab tidak tahu (29%).

Sementara itu dalam memanfaatkan buku bacaan dan fasilitas belajar lainnya di
rumah singgah sebanyak 50% responden menyatakan memanfaatkannya, sedangkan
sisanya 32% mengatakan tidak ada buku bacaan dan fasilitas belajar serta 18%
responden tidak memanfaatkannya.

Perubahan pola perilaku makan

Tambahan makanan merupakan bagian dari pelayanan rumah singgah. Meskipun


sebagian besar (26%) responden biasa makan 3 kali dan 2 kali sehari (18.5%), namun
sebagian lainnya hanya makan sekali sehari (7%). Pada umumnya makanan berasal
dari orang tua (24%), sebanyak 11% harus mencari sendiri, dan 8% responden makan
dari rumah singgah. Khusus di Surabaya, terdapat sebanyak 2.5% yang memperoleh
makanan dari “Hoyen/Oyen”, yaitu mencari sisa makanan, seperti di Mc Donald dan
Delta Plaza. Mereka biasa mencari makanan tersebut pada malam hari, setelah sisa-
sisa makanan dari restoran yang dikumpulkan oleh restoran dikeluarkan, sebelum
diangkut ke sampah. Bagi yang memperoleh makanan dari rumah singgah, biasanya
mereka memasak sendiri, terutama nasi, sedangkan untuk lauk atau sayurnya yang
sangat sederhana, kadangkala mereka memasak sendiri namun kadangkala membeli
atau berupa nasi bungkus dari warung yang sudah ditunjuk. Saat-saat tertentu mereka
mendapatkan “rejeki” nasi bungkus dari para dermawan, yang memberikannya di
jalanan.

Frekuensi penerimaan tambahan makanan yang responden peroleh bervariasi dari


sekali hingga 14 kali seminggu. Namun rata-rata adalah sekali seminggu (10%). Pada
umumnya rumah singgah tidak memberikan tambahan makanan kepada beberapa anak
saja sesuai dengan pedoman proyek, namun dana yang ada digunakan untuk memberi
makan sehari-hari untuk sejumlah anak yang memerlukannya. Meskipun makanan yang
diberikan dengan menu yang sederhana, namun sebagian besar dari responden
mengatakan melalui rumah singgah mereka dapat makan lebih teratur.

Peningkatan akses anak terhadap pelayanan kesehatan dasar

Bantuan kesehatan juga diberikan oleh rumah singgah, baik yang diberikan secara
langsung (biasanya untuk penyakit-penyakit ringan yang bisa diatasi dengan obat
umum-yang bisa dibeli di warung/toko obat/apotik) maupun tidak langsung melalui kerja
sama dengan Puskesmas atau klinik pengobatan. Jenis penyakit yang paling sering
diderita responden dalam 1 bulan terakhir adalah penyakit kulit (31%) dan infeksi
saluran pernafasan (15%).

Perbandingan kondisi kesehatan responden


antara sebelum dan sesudah memperoleh
bantuan kesehatan dari rumah singgah tidak jauh
berbeda. Namun paling tidak bantuan kesehatan
yang diberikan oleh rumah singgah sangat
bermanfaat bagi responden. Setidaknya apabila
mereka sakit dapat memperoleh pengobatan
gratis. Sebanyak 74% responden menyatakan
tidak lagi mengalami kesulitan untuk berobat jika
sakit.

Hasil pembuktian silang terhadap responden orang Gambar 7.2 Pemeriksaaan


tua, dinyatakan bahwa kebutuhan pelayanan kesehatan oleh salah seorang
kesehatan dapat dipenuhi di rumah singgah (56%). Dokter yang peduli di Yayasan
Alasan yang dikemukakan sesuai dengan Nanda Dian Surabaya
pendapat anak. Menurut mereka, terpenuhinya
kebutuhan kesehatan, karena jika anak sakit mendapat obat dari rumah singgah, ada
bantuan kesehatan, ada biaya pengobatan, kalau sakit dibawa ke Puskesmas, serta
setiap dua bulan sekali ada pemeriksaan kesehatan.

Peningkatan keterampilan

Bentuk bantuan lain yang diberikan melalui rumah singgah adalah pelatihan
keterampilan. Jenis pelatihan keterampilan sangat bervariasi, namun yang paling
banyak diikuti oleh responden adalah mengemudi, komputer dan teknik
memberdayakan potensi. Secara umum dapat dikatakan bahwa responden selalu hadir
mengikuti pelatihan.
Gambar 7.3 Membuat layangan hias

Meskipun sebagian dari responden telah


memiliki keterampilan yang cukup
bervariasi, namun sebagian besar lain
mereka mengatakan bahwa belum
pernah mengikuti kursus apa-apa atau
tidak memiliki keterampilan apapun.
Setelah mengikuti pelatihan
keterampilan pada umumnya
keterampilan yang dimiliki menjadi
bertambah atau bahkan memiliki
keterampilan baru.
Gambar 7.4 Program alih profesi
Perubahan perilaku spesifik sebagai menjadi petugas pembersih lingkungan,
pengaruh pelatihan keterampilan belum Bangun Pertiwi Surabaya
terlalu menonjol, namun sebagian
responden mengatakan lebih disiplin, lebih percaya diri, rajin, lebih dapat berkomunikasi
dengan lancar, lebih kreatif, tidak minder, serta lebih giat mencari uang/menjalankan
usahanya.

Salah satu kegiatan proyek adalah pemberian uang pengganti penghasilah saat anak
binaan mengikuti pelatihan. Besar uang yang diberikan cukup bervariasi, berkisar antara
Rp 2.500,- sampai dengan Rp 180.000,- . Besar uang tersebut pada umumnya tidak
sesuai dengan penghasilan responden apabila mencari uang di jalanan (84%), namun
tampaknya mereka rela meninggalkan jalanan untuk mengikuti pelatihan keterampilan.

Berkurangnya kebiasaan buruk


Dampak lain dari rumah singgah terhadap kehidupan responden dapat dilihat dari
perubahan pada kebiasaan-kebiasaan mereka yang biasanya dianggap identik dengan
kebiasaan buruk. Sebanyak 73% responden mengatakan mereka tidak merokok atau
tidak merokok lagi. Juga kebiasaan ngelem, mayoritas responden (96%) tidak ngelem.
Sedangkan kebiasaan memeras/ngompas/malak, sebanyak 94% mengatakan tidak
melakukan kebiasaan tersebut.

Sementara itu, untuk kebiasaan bertengkar/berkelahi, mayoritas (80%) responden juga


mengatakan tidak melakukannya lagi. Namun, di DKI Jakarta dan Surabaya (27% dan
22.5%) masih melakukannya. Gambaran yang sama berlaku untuk kebiasaan berjudi
dan minum minuman keras. Sementara itu di Makassar tidak ada yang melakukan
kedua kebiasaan tersebut.

Kebiasaan menggunakan
obat terlarang, masih
dilakukan oleh sebagian kecil
responden di DKI Jakarta
dan Surabaya. Demikian juga
dengan kebiasaan
menggunakan narkotika dan
sejenisnya serta kebiasaan
mencuri/mencopet.
Hubungan seks bebas
merupakan salah satu
Gambar 7.5 Bimbingan mental bagi anak kebiasaan buruk yang terjadi
di Rumah Singgah di kalangan anak jalanan.
Dari hasil studi, diperoleh
bahwa kebiasaan ini masih dilakukan responden di DKI Jakarta, Surabaya dan
Bandung, dan sama sekali tidak dilakukan oleh responden di Makassar. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa responden sudah banyak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan
buruk, meskipun masih terdapat sebagian kecil yang melakukan.

Perubahan sikap dan perilaku

Adanya perubahan sikap dan perilaku anak setelah mendapatkan bimbingan sosial di
rumah singgah diakui oleh sebagian besar orang tua (84%). Paling tidak terdapat
perubahan sikap dan perilaku responden sebelum dan sesudah memperoleh pelayanan
dari rumah singgah. Hal ini diakui oleh responden anak jalanan dan orang tua.

Setelah mendapat pembinaan,


anak menjadi antara lain:
sudah teratur, baik, disiplin,
lebih terkontrol, sabar, mulai
menabung, rajin (pulang ke
rumah orang tua, belajar,
membersihkan rumah dan
mandi) penurut, sholat dan
mengaji, mandiri, sopan dan
mengenal tata krama, terbuka,
lebih percaya diri (berani
Gambar 7.6 Kegiatan mengenang jasa
pahlawan di Yayasan Nanda Dian Surabaya
tampil), bertanggung jawab, ceria, serta berkurang kebiasaan-kebiasaan buruk (seperti:
liar, membolos, merokok, berjudi dan minum minuman keras) dan berkurang kegiatan di
jalanan.

Salah satu kegiatan yang


diharapkan mendorong
semakin cepatnya terjadi
perubahan sikap dan perilaku
yang lebih baik, yaitu kegiatan
sosialisasi dan rekreasi.
Jenis kegiatan tersebut antara
lain: bimbingan belajar dan
mental kerohanian (termasuk
mengaji dan buka puasa
bersama), berkemah, rekreasi,
berenang, bermain bola,
konsultasi dan olah raga.
Gambar 7.7 Kegiatan Sholat Idul Adha Prosentase terbanyak (31%)
bersama anak jalanan, diprakarsai oleh adalah rekreasi. Anak diajak
Pondok Sadar Surabaya rekreasi ke tempat-tempat
pariwisata: kebun binatang,
pemandian umum, pantai dan pegunungan.

Manfaat yang diperoleh dari kegiatan ini, antara lain: mengalihkan kegiatan dari
kegiatan di jalanan, menambah wawasan, bergembira dan banyak teman, bertambah
pengalaman, dan penyegaran/ memperoleh hiburan. Pada kesempatan ini, pekerja
sosial dapat memanfaatkan kegiatan ini untuk memantau perubahan sikap dan perilaku
anak.

Peningkatan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya

Kegiatan lain dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh rumah singgah adalah
reunifikasi keluarga, dengan tujuan untuk menyatukan anak jalanan dengan
keluarganya, dengan kata lain kegiatan ini dimaksudkan untuk dapat mendorong anak
jalanan bertemu dengan keluarganya dan sebaliknya. Namun demikian sebagian besar
(62%) responden mengatakan bahwa kegiatan tersebut tidak mendorong mereka untuk
bertemu dengan keluarganya. Di Surabaya, sebanyak 57.5% mengatakan bahwa
kegiatan tersebut mendorong mereka untuk bertemu dengan keluarganya.
Gambar 7.8 Bimbingan sosial dan kewirausahaan bagi orang tua anak di Rumah Singgah
Lentera Surabaya

Hubungan responden dengan keluarganya sebelum dan sesudah kegiatan ini


berada diantara dua kutub baik/ harmonis hingga acuh tak acuh. Bagi yang merasakan
manfaat kegiatan reunifikasi keluarga, mengatakan bahwa hubungan mereka yang
semula biasa-biasa saja, agak renggang, kurang komunikasi/ bertemu, ku-rang
harmonis, kurang perhatian, jarang pulang, bahkan cuek, ber-tengkar dan bertentangan,
menja-di: baik, komunikasi lancar dan lebih baik, akrab, harmonis, orang tua mulai
memperhatikan, orang tua bersikap terbuka, saling memperhatikan, sering bertemu dan
sering pulang. Namun bagi yang tidak merasakan manfaat kegiatan tersebut,
mengatakan bahwa mereka tetap tidak diperhatikan, dan tetap malas untuk bertemu
dengan orang tua.

Gambaran mengenai frekuensi pertemuan antara responden dengan orang tuanya


adalah sebagian besar dari responden (82.5%) bertemu dengan orang tuanya setiap
hari (terutama di Makassar) karena mereka tinggal bersama dengan orang tuanya.
Sementara itu sebanyak 12% responden yang bertemu dengan orang tua tidak setiap
hari. Namun yang cukup memprihatinkan adalah terdapat sebanyak 5% responden yang
tidak pernah bertemu lagi dengan orang tuanya.

Setelah diselenggarakan kegiatan reunifikasi, diakui oleh sebagian orang tua (52%)
bahwa anaknya lebih sering bertemu. Sebagian responden (44%) lain merasa tidak
memiliki kontak atau informasi tentang keberadaan anaknya. Hanya sebagian kecil
responden (4%) mengakui merasa jarang berhubungan dengan anaknya.

Pandangan dan peran aktif masyarakat dalam pelayanan rumah singgah

Untuk mengetahui peningkatan peran aktif masyarakat dilakukan survai terhadap


warga masyarakat yang tinggal di sekitar rumah singgah, yaitu mereka yang tinggal di
samping kiri, kanan, depan dan belakang, pengurus RT dan warga yang tidak jauh dari
rumah singgah. Pada umumnya (49%) responden menyatakan bahwa warga
masyarakat peduli, warga masyarakat kurang peduli (42%) dan sebanyak 7%
responden menyatakn masyarakat sangat peduli. Kepedulian mereka dilatarbelakangi
oleh adanya keinginan pengurangan anak jalanan. Sedang selebihnya menyatakan
bahwa warga masyarakat tidak peduli terhadap upaya-upaya penanganan anak jalanan.
Bagaimana pendapat responden tentang kepedulian pemerintah terhadap upaya
penanganan anak jalanan, dapat digambarkan bahwa: pemerintah sangat peduli (25%)
responden, pemerintah peduli (47%), sebanyak 23% menyatakan kurang peduli dan
selebihnya hanya sebanyak 5% responden yang menilai pemerintah tidak peduli
terhadap penanganan anak jalanan.

Harapan Seorang Pekerja Sosial (Ti.)

“Saya cenderung pada yang disampaikan tadi, jadi ada central-central tapi khusus
untuk pendidikan, kesehatan dan seperti yang telah saya pelajari, di rumah singgah itu
bukan berarti anak-anak itu menjadi tergantung, maksudnya kita itu jangan
mengandalkan dari luar terus, saya sudah sampaikan kepada LKMD, pak lurah. Saya
ada data anak wilayah Bungur yang dapat bantuan dari rumah singgah mereka dapat
bantuan selama dua tahun, datanya jelas sudah ada, andaikata bantuan dari rumah
singgah ini sudah ada apakah masyarakat setempat ini tidak bisa membentuk suatu
badan yang membantu anak-anak yang ada dikelurahan, jadi biar dikelolka sendiri
untuk masyarakat sehingga masalah sosial yang ada di masyarakat akan ditangani
oleh masyarakat setempat. Andaikata anak-anak ini saya minta jadi anak asuhnya
seperti di tempat lain, apakah tidak lebih baik jika orang-orang setempat yang
membantu mereka. Kita akan datang dengan tokoh-tokoh setempat, kita
menggunakan data dari masyarakat juga untuk masyarakat sendiri”.

Sumber : FGD di Rumah Singgah Puspa Mentari, Surabaya

Berkaitan dengan penyataan responden tentang kepedulian pemerintah tersebut,


sebanyak 50% responden memberikan alasan bahwa adanya rumah singgah
merupakan bukti dari kepedulian pemerintah terhadap anak jalanan. Di sisi yang lain,
sebanyak 28% responden menyatakan bahwa rumah singgah, motivasi, bimbingan tidak
jalan, pendapat ini nampaknya memberikan dukungan kepada pernyataan kurang peduli
dan atau tidak peduli terhadap upaya-upaya penanganan anak jalanan oleh pemerintah.
Sementara itu sebanyak 13% responden menyatakan jawaban yang bervariasi namun
pada intinya mereka menaruh harapan munculnya kepedulian pemerintah terhadap
upaya-upaya penanganan anak jalanan. Pendapat mereka tertuang dalam berbagai
ungkapan agar anak dapat merasakan pendidikan, ada tanggung jawab dan
sebagainya.

Lebih lanjut ditanyakan kepada responden bahwa apakah responden pernah


memberikan bantuan sosial kepada anak jalanan, mayoritas dari responden (52%)
mengatakan pernah memberikan bantuan (kecuali di DKI Jakarta yang mayoritas 51%
tidak pernah memberikan bantuan). Bantuan yang diberikan antara lain berupa alat olah
raga, bimbingan mental (12%), dukungan moril (penyuluhan) dan keamanan, pakaian
bekas, makanan dan sepatu, ceramah dan pengajian, makanan (20%)dan uang. Pada
umumnya responden memberikan bantuan langsung kepada anak jalanan, tidak melalui
rumah singgah. Hal ini sejalan dengan pernyataan mereka (58%) bahwa mereka tidak
pernah memberikan bantuan sosial kepada rumah singgah.

Sementara itu, sebagian responden (41%) lainnya yang menyatakan memberikan


bantuan kepada rumah singgah berupa: alat mainan (catur), makanan, lemari, buku
pelajaran, dukungan moral dan diskusi tentang solusi anak jalanan, peralatan
dapur/rumah tangga, pakaian bekas, makanan buka puasa, pengamanan, saran dan
nasehat serta uang.

Jawaban responden mengenai sumber sosial di lingkungan tempat tinggalnya yang


dapat dimanfaatkan rumah singgah untuk memberikan pelayanan kepada anak jalanan
sangat beragam yaitu: klinik, donatur, fasilitas RT/RW, PKK, Panti Asuhan, mainan dan
pelajaran, meja kursi, partisipasi masyarakat, pemerintah, Puskesmas, sekolah, remaja
mesjid, Karang Taruna, sarana ibadah, sarana olah raga, Polsek, tokoh masyarakat
serta sebagian lainnya menyatakan tidak tahu.

Pandangan tentang peranan sosial masyarakat dan pemerintah

Pandangan responden mengenai tingkat peranan sosial dari unsur-unsur masyarakat


dalam menangani masalah anak jalanan di lingkunan responden, menunjukkan petugas
rumah singgah sangat jelas dipandang memiliki peranan yang tinggi (91%) terhadap
penanganan anak jalanan. Demikian juga dengan peranan warga sekitar rumah singgah
(77%) dan pengurus RT/RW (76%). Namun, kelompok pemuda/Karang Taruna,
organisasi sosial/paguyuban, kepolisian, aparat kecamatan dan PKK/organisasi wanita
hanya memiliki peranan yang rendah (36%).

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut nampak bahwa Rumah Singgah dapat memberikan
manfaat bagi anak dan orang tua, walaupun dalam beberapa hal masih belum optimal.
Untuk dampak terhadap lingkungan sekitar, belum dapat diidentifikasi secara akurat,
karena pelayanan di Rumah Singgah selama ini lebih terfokus pada anak dan orang tua,
sehingga tanggapan dari warga sekitarnya lebih mencerminkan interaksi secara alamiah
dengan pengelola Rumah Singgah atau anak-anak jalanan.

Untuk memberikan gambaran hubungan antara outputs dengan outcomes dari


pelayanan Rumah Singgah disajikan dalam gambar berikut ini:
.7

.6

.5

.4

.3
outcomes

.2

.1
.2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1.0

outputs
Gambar 7.9 Hubungan antara outputs dengan outcomes pelayanan Rumah
Singgah

Berdasarkan uji korelasi Pearson, diketahui bahwa ada hubungan positif yang nyata
antara outputs dengan outcomes pelayanan Rumah Singgah ( r = 0.497, p=0.009),
artinya semakin tinggi outputs, semakin tinggi outcomes pelayanan Rumah Singgah. Hal
ini berarti ada corespondensi antara hasil pelayanan secara kuantitatif dengan hasil-
hasil secara kualitatif, seperti yang telah dipaparkan secara terinci dari setiap kegiatan
yang telah diselenggarakan.

Hal ini perlu menjadi perhatian, karena pemantauan tentang perubahan sikap dan
perilaku penerima pelayanan belum didasarkan pada indikator perkembangan fungsi
sosial dengan metode yang reliabel, maka hasil pengujian di atas baru dapat
mencerminkan manfaat dari Rumah Singgah menurut pengelola Rumah Singgah dan
evaluasi peneliti. Perlu diciptakan sistem pemantauan secara terukur dari setiap
perubahan sikap perilaku penerima pelayanan, misalnya dengan menggunakan Goals
Attainment Scalling (GAS). Metode tersebut dapat menunjukkan outcomes secara lebih
akurat, namun tetap tidak mengabaikan keunikan dari setiap individu penerima
pelayanan.
a. Social Safety Net bagi anak terlantar di panti sosial
- Profil Anak Terlantar dan Kondisi Panti Sosial
- Kebijakan Nasional Penanganan Masalah Anak
Terlantar
- Efisiensi Program SSN melalui Panti Sosial
- Efektivitas Program SSN melalui Panti Sosial

Anda mungkin juga menyukai