Anda di halaman 1dari 36

REFARAT

PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR


Disusun untk memenuhi tugas Kepanitreraan Klinik Madya SMF Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Abepura

Oleh :
Alexander Game
Neng Ulinda
Ririn .S.Bandera
Rita Saleky

Penguji:
dr.Sandra Bulan,Sp.A

SMF ANAK RSUD ABEPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
PAPUA

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah kematian perinatal di 33 propinsi di Indonesia tercatat sebesar 217
kasus.Kematian neonatal dini (0-6 hari) dilaporkan sebesar 142 kasus (78,5%). Proporsi
terbesar kematian pada usia neonatal dini disebabkan oleh gangguan pernapasan
(respiratory disorders), prematuritas dan sepsis. Kematian bayi neonatal lanjut (7-28
hari) tercatat 39 kasus dengan penyebab tersering adalah sepsis neonatorum (20%).1
Faktor kesehatan ibu saat hamil dan bersalin memberikan kontribusi terhadap
kondisi bayi dalam kandungannya. Dari 217 kasus kematian perinatal, 96.8% disebabkan
oleh gangguan kesehatan ibu ketika hamil. Penyakit yang sering dialami ibu hamil pada
bayi yang lahir mati secara berturut-turut adalah hipertensi maternal (24%) dan
komplikasi ketika bersalin (partus macet) sebesar 17.5%. Sedangkan gangguan
kesehatan ibu hamil dari bayi meninggal berumur 0-6 hari adalah ketuban pecah dini
(23%) dan hipertensi maternal (22%).1
Untuk menurunkan jumlah kematian neonatal, Health Technology Assessment
telah menyusun beberapa kajian dengan fokus penanganan ibu hamil dan bayi baru lahir
serta memberikan rekomendasi kepada praktisi klinis, manajemen rumah sakit dan
pengambil kebijakan.Buku panduan ini disusun dengan mengacu kepada rekomendasi
HTA terhadap bayi baru lahir sebagai panduan klinis praktis dalam praktik di rumah
sakit.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan atau masa
gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu. Bayi baru lahir normal
harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke
kehidupan di luar rahim (ekstrauterin). Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi
baru lahir sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan.Perubahan lingkungan
dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kimiawi,
mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan sirkulasi
pada bayi baru lahir normal.Penatalaksanaan dan mengenali kondisi kesehatan bayi baru
lahir resiko tinggi yang mana memerlukan pelayanan rujukan/ tindakan lanjut.Salah satu

1
masalah yang sering ditemukan pada bayi yaitu bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) maupun bayi kurang bulan (BKB )
merupakan masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. BBLR sampai saat
ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena merupakan penyebab kesakitan dan
kematian pada masa neonatal.Menurut SKRT 2001, 29 % kematian neonatal karena
BBLR.
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir
cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan
oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-
keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah hipotermi,
hiperbilirubinemia, hipoglikemi, infeksi / sepsis dan ganguan minum.Dengan banyaknya
penyulit pada BBLR, kita harus dapat mencegahnya mulai dari meningkatkan
pengetahuan ibu tentang BBLR dan langkah – langkah untuk mencegah hal tersebut.
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari.Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar
kenadungan dapat hidup sebaik – baiknya.Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka
kesakitan dan angka kematian neonatus.Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur
satu tahun terjadi pada masa neonatus.Peralihan dari kehidupan intrauterine ke
ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan fungsi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan pustaka


1. Defenisi bayi baru lahir normal
Bayi baru lahir normal (BBLN) adalah bayi yang baru lahir dengan usia
kehamilan atau masa gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu.
Bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim ke
kehidupan di luar rahim. Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir
sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan.Perubahan lingkungan dari
dalam uterus ke luar rahim dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan
termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru
lahir.
Ciri – ciri BBL normal:
 Berat Lahir : 2500 – 4000 gram
 Panjang Badan : 48-52 cm
 Lingkar kepala: 33cm – 35,6 cm
 Lingkar dada: 30cm-38cm
 Frekuensi jantung :120 – 160 kali/menit
 Pernafasan : ± 60-40 kali/menit
 Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
 Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempunah.
 Genitalia: - Perempuan :labia mayora sudah menutupi labia minora
- Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.
 Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
 Refleks morrow atau gerak memeluk bila di kagetkan sudah baik.
 Reflex graps atau menggenggam sudah baik.
 Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan.

3
2. Penilaian awal dan langkah esensial bayi baru lahir
a. Penilaian awal dilakukan pada bayi baru lahir untuk menilai kondisi bayi
apakah:
 Bayi dinyatakan cukup bulan jika usia gestasinya lebih kurang 36 – 40
minggu. Maturitas bayi mempengaruhi kemampuannya untuk beradaptasi
di luar rahim (uterus)
 Air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium.
 Tinja bayi pada 24 jam pertama kelahiran hingga 2 atau 3 hari berbentuk
mekonium yang berwarna hijau tua yang berada di dalam usus bayi sejak
dalam kandungan ibu. Mekonium mengandung sejumlah cairan amnion,
verniks, sekresi saluran pencernaan, empedu, lanugo dan zat sisa dari
jaringan tubuh.
 Bayi menangis atau bernapas.
 Sebagian besar bayi bernapas spontan. Perhatikan dalamnya pernapasan,
frekuensi pernapasan, apnea, napas cuping hidung, retraksi otot dada.
Dapat dikatakan normal bila frekuensi pernapasan bayi jam pertama
berkisar 80 kali permenit dan bayi segera menangis kuat pada saat lahir.
 Tonus otot bayi baik atau bayi bergerak aktif.
Pada saat lahir otot bayi lembut dan lentur. Otot – otot tersebut memiliki
tonus, kemampuan untuk berkontraksi ketika ada rangsangan, tetapi bayi
kurang mempunyai kemampuan untuk mengontrolnya. Sistem neurologis
bayi secara anatomi dan fisiologis belum berkembang sempurna, sehingga
bayi menunjukkan gerakan – gerakan tidak terkoordinasi, control otot yang
buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas.
 Warna kulit bayi normal.
Perhatikan warna kulit bayi apakah warna merah muda, pucat, kebiruan,
atau kuning, timbul perdarahan dikulit atau adanya edema.Warna kulit bayi
yang normal, bayi tampak kemerah – merahan.Kulit bayi terlihat sangat
halus dan tipis, lapisan lemak subkutan belum melapisi kapiler.
Kemerahan ini tetap terlihat pada kulit dengan pigmen yang banyak
sekalipun dan bahkan menjadi lebih kemerahan ketika bayi menangis.

4
Gambar 1. Bagan Alur Manajemen Bayi Baru Lahir
Sumber: Buku Acuan Pelatihan Klinik Panduan Asuhan Persalinan
Normal.2009

Setelah dilakukan penilaian, apabila bayi baru lahir langsung menangis atau
bernapas spontan dan teratur dilakukan perawatan rutin.2,3
1.Berikan kehangatan
2.Bersihkan jalan napas
3.Keringkan
4.Nilai warna

5
b. Diagnosis bayi baru lahir
Diagnosis bayi baru lahir pada dasarnya berguna untuk mencari atau
mendeteksi sedini mungkin adanya kelainan pada janin. Kegagalan untuk
mendeteksi kelainan janin dapat menimbulkan masalah pada jam – jam
pertama kehidupan bayi diluar rahim. Dengan mengetahui kelainan pada janin
dapat membantu untuk mengambil tindakan serta memberikan asuhan
keperawatan yang tepat sehingga dapat membantu bayi baru lahir sehat untuk
tetap sehat sejak awal kehidupannya.
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi
tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang
bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti
pernapasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks – refleks primitive
seperti menghisap dan mencari putting susu. Bila tidak ditangani secara tepat,
cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan
mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan
spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai
resiko tinggi untuk cacat.
Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR
Score). Pertemuan SAREC tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter
penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut SIGTUNA
(SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus.
Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena
hanya menilai dua parameter yang essensial.
Penilaian derajat vitalitas bayi baru lahir dapat juga digunakan penilaian secara
APGAR. Pelaksanaannya cukup kompleks karena pada saat bersamaan
penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha
napas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. Dari hasil penelitian di Amerika
Serikat nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi
yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang. Dari
lima variable nilai APGAR hanya pernapasan dan denyut jantung yang

6
berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain
lebih merupakan indicator maturitas tumbuh kembang bayi.
Penilaian APGAR skor ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950). Penilaian
APGAR skor ini dilakukan pada menit pertama kelahiran untuk member
kesempatan kepada bayi memulai perubahan kemudian menit ke - 5 serta pada
menit ke - 10. Penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yang rendah
dan perlu tindakan resusitasi. Penilaian menit ke - 10 memberikan indikasi
morbiditas pada masa mendatang, nilai yang rendah berhubungan dengan
kondisi neurologis.

Keterangan 0 1 2
A Apperance Seluruh tubuh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
(warna kulit) biru /pucat Ekstremitas biru kemerahan
P Pulse Tidak Ada < 100×/menit >100×/menit bayi
(laju Jantung) terlihat bugar
G Grimance Tidak bereaksi Gerakan Sedikit Reaksi Melawan
(Refleks)
A Activity Lumpuh Ekstremitas Fleksi Gerakan aktif
(Tonus Otot) Sedikit
R Respiration Tidak ada Lambat Menangis Kuat
(usaha bernapas)

Prosedur penilaian APGAR


 Pastikan pencahayaan baik
 Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dengan cepat & simultan.
Jumlahkan hasilnya
 Lakukan tindakan dengan cepat & tepat sesuai dengan hasilnya
 Ulangi pada menit kelima
 Ulangi pada menit kesepuluh
 Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai

7
Penilaian
 Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
 Nilai tertinggi adalah 10
 Nilai 7-10 menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan baik
 Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang & membutuhkan
tindakan resusitasi
 Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius & membutuhkan
resusitasi segera sampai ventilasi

Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa,
walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus.
Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan
atau tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk
membantu bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan
stimulasi yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan
meningkatkan resiko kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi
yang mengalami apnu sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernapasan
buatan, semakin lama bayi memulai pernapasan spontan. Penundaan dalam
melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat
keterlambatan pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah bahwa semakin
lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan terjadinya
kerusakan otak.
Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah
tali pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu melalui pernapasan
spontan yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara
progresif menjadi asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan
awal dan mencegah asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi
yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya (Saifuddin,2009).

8
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah
penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus ada
setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut
harus mampu untuk memulai resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif
dan kompresi dada. Orang ini atau orang lain yang datang harus memiliki
kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara komplit, termasuk melakukan
intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila dengan
mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan
alat resusitasi.
Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus.
Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan
mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki
pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu,
bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok
hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga
mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan
bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan
informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari
penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan
penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada
bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat
darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi
bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed
consent. Lebih baik lagi apabila informed consent dimintakan sebelumnya apabila
diperkirakan akan memerlukan tindakan.
Oleh karena itu untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua bayi
perlu penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah dilakukan dengan
benar dan efektif sebelum ke langkah berikutnya. Secara garis besar pelaksanaan
resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal.

9
Berikut ini akan ditampilkan diagram alur untuk menentukan apakah
terhadap bayi yang lahir diperlukan resusitasi atau tidak.
Algoritma Resusitasi Neonatal

Sumber: New algorithm for 6th.edition (Prambudi, 2013).

10
Langkah-langkah resusitasi neonatus
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan melihat.
 Apakah bayi cukup bulan?
 Apakah bayi bernapas atau menangis?
 Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

1. Langkah awal dalam stabilisasi


(a) Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam
keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan
eksplorasi seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi
menjadi hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan
merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan seperti
penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar panas
pada bayi kurang bulan dan BBLR.
Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat.

(b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya


Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu
agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan
mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan
ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
(c). Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah
aspirasi adalah dengan melakukan penghisapan mekoneum sebelum lahirnya
bahu (intrapartum suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa senter
menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek yang bermakna dalam
mencegah aspirasi mekonium.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada
keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam

11
cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus
otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkahlangkah pemasangan
laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter
penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa
mekoneum.

(d). Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi


yang benar

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan
memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah
posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas
adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau
ekstremitas bayi.

Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua
rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan
apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau
dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang
waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu
nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.

12
2. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
 Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
 Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan
tekanan ventilasi harus sesuai.
 Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
 Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut. Nafas pertama
setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O. Setelah nafas pertama,
membutuhkan: 15-20 cm H2O. Bayi dengan kondisi atau penyakit
paru-paru yang berakibat turunnya compliance, membutuhkan: 20-40
cm H2O. Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon
yang mempunyai pengukuran tekanan.
 Observasi gerak dada bayi: adanya gerakan dada bayi turun naik
merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru
mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada
bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan
paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu
tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks.
 Observasi gerak perut bayi: gerak perut tidak dapat dipakai sebagai
pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin disebabkan
masuknya udara ke dalam lambung.
 Penilaian suara nafas bilateral: suara nafas didengar dengan
menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru
merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
 Observasi pengembangan dada bayi: apabila dada terlalu berkembang,
kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada
kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab
berikut: perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat,
dan tidak cukup tekanan. Apabila dengan tahapan diatas dada bayi
masih tetap kurang berkembang sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakea dan ventilasi pipa-balon (Saifuddin, 2009).

13
c. Melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir normal
Dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir lakukan pemeriksaan fisik pada bayi.
Ketika melakukan pemeriksaan fisik pada bayi lahir normal hal - hal yang
harus diperhatikan oleh petugas adalah informasikan prosedur terlebih dahulu
pada orang tua, gunakan tempat yang hangat dan bersih untuk pemeriksaan,
cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan, gunakan sarung tangan dan
bertindak lembut pada saat menangani bayi, lepaskan pakaian hanya pada
area yang diperiksa, untuk mencegah kehilangan panas, lakukan prosedur yang
mengganggu seperti menguji refleks pada tahap akhir, lakukan secara cepat
untuk menghindari stress pada bayi. Petugas dapat melihat, mendengarkan dan
merasakan tiap – tiap daerah yang akan diperiksa yang dimulai dari kepala dan
berlanjut secara sistematik menuju kaki. Jika ditemukan faktor resiko atau
masalah, petugas dapat meminta bantuan yang memang diperlukan. Rekam dan
catatlah hasil pengamatan setiap hasil pemeriksaan dan setiap tindakan yang
diperlukan lebih lanjut
Tujuan Pemeriksaan Fisik pada bayi baru lahir
 Mengidentifikasi riwayat kesehatan bayi
 Mengobservasi karakteristik bayi
 Memperkirakan usia gestasi
 Mengkaji perilaku bayi
 Mengkaji integritas neuromuscular
 Mengidentifikasi masalah kesehatan
 Merencanakan tindakan
 Menggunakan hasil pengkajian untuk mengajarkan orang tua tentang
bayinya.

14
Langkah –langkah dalam pemeriksaan fisik pada bayi :
 Pemeriksaan umum, Pemeriksaan umum dilakukan pada bayi baru
lahir adalah pengukuran Anthopometri yaitu pengukuran lingkar
kepala yang dalam keadaan normal berkisar 33 – 35 cm, lingkar dada
30,5 – 33 cm, panjang badan 45 – 50 cm, berat badan bayi 2500 gram
– 4500 gram
 Pemeriksaan tanda – tanda vital. Suhu tubuh, nadi, pernapasan bayi
baru lahir bervariasi dalam berespon terhadap lingkungan.
1. Suhu tubuh
Pada saat lahir suhu tubuh bayi hampir sama dengan suhu tubuh
ibunya. Namun demikian bayi memiliki sedikit lemak, luas
permukaan tubuh yang besar dan sirkulasi pernapasan yang belum
sempurna, sehingga bayi mudah jatuh dalam kondisi hipotermi.
Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara 36,5 derajat
celcius - 37,5 derajat celcius pada pengukuran diaksila.
2. Nadi
Denyut nadi bayi tergantung dari aktivitas bayi. Nadi dapat
menjadi tidak teratur karena adanya rangsangan seperti menangis,
perubahan suhu yang tiba – tiba. Denyut nadi bayi yang normal
berkisar 120 – 140 kali permenit.
3. Pernapasan,
Pernapasan pada bayi baru lahir tidak teratur kedalaman,
kecepatan, iramanya. Pernapasannya bervariasi dari 30 sampai 60
kali permenit. Pernapasan juga dipengaruhi oleh aktivitas bayi
seperti menangis, serta perubahan suhu yang tiba-tiba.
4. Tekanan darah,
Tekanan darah bayi baru lahir rendah dan sulit untuk diukur secara
akurat. Meskipun tidak secara rutin diukur pada waktu lahir,
tekanan darah yang dilakukan dengan ultrasonografi Doppler
merupakan metode yang paling akurat pada bayi. Metode ini
mengukur sistolik dan diastolik serta tekanan arteri rata – rata
tekanan darah pada waktu lahir adalah 80/46mmHg.

15
 Pemeriksaan fisik secara sistematik (head to head)
Pemeriksaan fisik secara sistematik pada bayi baru lahir dimulai dari :
1. Kepala
Raba sepanjang garis sutura dan fontanel, apakah ukuran dan
tampilannya normal. Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi
preterm, moulding yang buruk atau hidrosefalus. Pada kelahiran
spontan letak kepala, sering terlihat tulang kepala tumpang tindih yang
disebut moulding atau moulase. Keadaan ini normal kembali setelah
beberapa hari sehingga ubun –ubun mudah diraba. Perhatikan ukuran
dan ketegangannya. Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang
besar dapat terjadi akibat prematuritas atau hidrosefalus, sedangkan
yang terlalu kecil terjadi pada mikrosefali. Jika fontanel menonjol, hal
ini diakibatkan peningkatan tekanan intracranial, sedangkan yang
cekung dapat terjadi akibat dehidrasi. Terkadang teraba fontanel ketiga
antara fontanel anterior dan posterior, hal ini terjadi karena adanya
trisomi 21.
Periksa adanya trauma kelahiran misalnya : caput suksedaneum,
sefalhematoma, perdarahan subaponeurotik/ fraktur tulang tengkorak.
Perhatikan adanya kelainan congenital seperti : anensefali, mikrosefali,
kraniotabes dan sebagainya.
2. Telinga
Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya pada bayi cukup
bulan, tulang rawan sudah matang. Daun telinga harus berbentuk
sempurna dengan lengkungan yang jelas dibagian atas. Perhatikan
letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears)
terdapat pada bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre – robin).
Perhatikan adanya kulit tambahan atau aurikel hal ini dapat
berhubungan dengan abnormalitas ginjal.
3. Mata
Hipertelorisme okular, mata dengan jarak lebar, jarak lebih dari 3 cm
antara kantus mata bagaian dalam dapat dideteksi. Periksa jumlah,

16
posisi atau letak mata. Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi
mata yang belum sempurna. Periksa adanya glaukoma kongenital,
mulanya akan tampak sebagai pembesaran kemudian sebagai
kekeruhan pada kornea. Katarak congenital akan mudah terlihat yaitu
pupil berwarna putih. Pupil harus tampak bulat.Terkadang ditemukan
bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang dapat mengindikasikan
adanya defek retina. Periksa adanya trauma seperti palpebra,
perdarahan konjungtiva atau retina, adanya secret pada mata,
konjungtivitis oleh kuman gonokokus dapat terjadi panoftalmia dan
menyebabkan kebutaan. Apabila ditemukan epichantus melebar
kemungkinan bayi mengalami sindrom down.
4. Hidung dan mulut
Bibir bayi baru lahir harus kemerahan dan lidahnya harus rata dan
simetris.Bibir dipastikan tidak adanya sumbing, dan langit – langit
harus tertutup.Refleks hisap bayi harus bagus, dan berespons terhadap
rangsangan. Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan
lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. Bayi harus bernapas dengan hidung,
jika melalui mulut harus diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan
napas karena atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung atau
ensefalokel yang menonjol ke nasofaring.
Periksa adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah, hal
ini kemungkinan adanya sifilis congenital. Periksa adanya pernapasan
cuping hidung, jika cuping hidung mengembang menunjukkan adanya
rangsangan pernapasan.
5. Leher
Ukuran leher normalnya pendek dengan banyak lipatan tebal. Leher
berselaput berhubungan dengan abnormalitas kromosom.Periksa
kesimetrisannya. Pergerakannya harus baik. Jika terdapat keterbatasan
pergerakan kemungkinan ada kelainan tulang leher. Periksa adanya
trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus
brakhialis. Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya

17
pembengkakan. Periksa adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugularis. Adanya lipatan kulit yang berlebihan di bagian belakang
leher menunjukkan adanya kemungkinan trisomi 21
6. Dada
Kontur dan simetrisitas dada normalnya adalah bulat dan simetris.
Payudara baik pada laki – laki maupun perempuan terlihat membesar
karena pengaruh hormone wanita dari darah ibu. Periksa kesimetrisan
gerakan dada saat bernapas. Apabila tidak simetris kemungkinan bayi
mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia
diafragmatika. Pernapasan yang normal dinding dada dan abdomen
bergerak secara bersamaan.Tarikan sternum atau interkostal pada saat
bernapas perlu diperhatikan.
7. Bahu, lengan dan tangan
Gerakan normal, kedua lengan harus bebas bergerak, jika gerakan
kurang kemungkinan adanya kerusakan neurologis atau fraktur.
Periksa jumlah jari. Perhatikan adanya polidaktili atau sidaktili.
Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu buah
berkaitan dengan abnormalitas kromosom, seperti trisomi 21. Periksa
adanya paronisia pada kuku yang dapat terinfeksi atau tercabut,
sehingga menimbulkan luka dan perdarahan.
8. Perut
Bentuk, penonjolan sekitar tali pusat pada saat menangis, perdarahan
tali pusat. Perut harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan
dengan gerakan dada saat bernapas. Kaji adanya pembengkakan, jika
perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia diafragmatika, perut
yang membuncit kemungkinan karena hepato-splenomegali atau tumor
lainnya. Jika perut kembung kemungkinan adanya enterokolitis
vesikalis, omfalokel atau duktus omfaloentriskus persisten.
9. Kelamin
Pada wanita labia minora dapat ditemukan adanya verniks dan
smegma (kelenjer kecil syang terletak di bawah prepusium mensekresi

18
bahan yang seperti keju) pada lekukan. Labia mayora normalnya
menutupi labia minora dan klitoris. Klitoris normalnya menonjol.
Menstruasi palsu kadang ditemukan, diduga pengaruh hormon ibu
disebut juga psedomenstruasi. Normalnya terdapat umbai himen. Pada
bayi laki-laki rugae normalnya tampak pada skrotum dan kedua testis
turun kedalam skrotum. Meatus urinarius normalnya terletak pada
ujung glands penis. Epispadia adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan kondisi meatus berada dipermukaan dorsal. Hipospadia
untuk menjelaskan kondisi meatus berada dipermukaan ventral penis.
10. Ekstremitas atas dan bawah
Ekstremitas bagian atas normalnya fleksi dengan baik, dengan gerakan
yang simetris. Refleks menggenggam normalnya ada.Kelemahan otot
parstial atau komplet dapat menandakan trauma pada pleksus
brakhialis. Nadi brakhialis normalnya ada. Ekstremitas bagian bawah
normalnya pendek, bengkok dan fleksi dengan baik. Nadi femoralis
dan pedis normalnya ada
11. Punggung
Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya tanda-
tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan atau cekungan,
lesung atau bercak kecil berambut yang dapat menunjukkan adanya
abnormalitas medulla spinalis atau kolumna vertebra.
12. Kulit
Verniks (tidak perlu dibersihkan karena adanya untuk menjaga
kehangatan tubuh bayi), warna, pembengkakan atau bercak-bercak
hitam, tanda – tanda lahir. Perhatikan adanya lanugo, jumlah yang
banyak terdapat pada bayi kurang bulan.
13. Refleks
Refleks berkedip, batuk, bersin, dan muntah ada pada waktu lahir dan
tetap tidak berubah sampai masa dewasa. Beberapa refleks lain
normalnya ada waktu lahir, yang menunjukkan imaturitas neurologis,
refleks – refleks tersebut akan hilang pada tahun pertama. Tidak
adanya refleks – refleks ini menandakan masalah neurologis yang
serius.

19
 Perawatan Tali Pusat
Tali pusat pada umumnya diklem dengan forsep bedah segera setelah lahir.
Lebih baik jika membiarkan bayi menangis dengan baik beberapa kali sebelum
melakukan klem tali pusat supaya bayi mendapatkan darah tambahan dari
plasenta. Tambahan darah tersebut dapat mencegah anemia defisiensi besi pada
tahun pertama kehidupan. 4 Kajian sistematik yang dilakukan oleh The Cochrane
Library terhadap 7 studi RCT, menunjukkan bahwa penundaan klem tali pusat
(waktu maksimum penundaan adalah 120 detik) berhubungan dengan transfusi
akibat anemia yang lebih rendah (3 studi, 111 bayi, Risiko Relatif (RR) 2.01,
95% Interval Kepercayaan (IK) 1.24 - 3.27) atau tekanan darah rendah (2 studi,
58 bayi; RR 2.58, 95% IK 1.17 - 5.67) dan lebih sedikit perdarahan
intraventrikular (5 studi, 225 bayi; RR 51.74, 95% IK 1.08 - 2.81) dibandingkan
klem lebih dini.5
Tali pusat diklem 3-4 cm dari permukaan perut bayi, setelah bayi dikeringkan
dan dinilai maka forseps dapat diganti dengan klem tali pusat atau pengikat tali
pusat steril. Setelah persalinan, tunggul tali pusat masih basah dan lembut
sehingga merupakan tempat tumbuh yang ideal untuk bakteri. Setelah
diklemselama 6 jam, seharusnya tunggul tali pusat mengering dan tidak ditutup
dengan perban. Jika tali pusat tetap lembut dalam 24 jam atau menjadi basah dan
berbau menusuk, maka tali pusat dirawat dengan “surgical spirits” setiap 3 jam.4

20
Gambar . Proses pelepasan tali pusat

Kajian sistematik yang dilakukan oleh Cochrane menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan bermakna insidens infeksi antara pemberian triple dye; klorheksidin; bubuk
salisilat; bubuk green clay; bubuk katoxin; dan fusin dibandingkan dengan perawatan tali
pusat kering/plasebo. Studi menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan menggunakan
antibiotik atau antiseptik pada perawatan tali pusat dibandingkan dengan perawatan
kering. Selain itu didapatkan bahwa rata-rata waktu pelepasan tali pusat pada: perawatan
kering adalah 9 hari, bubuk 7 hari, alkohol 11 hari sedangkan antibiotik 12 hari.6
Kunjungan rumah untuk perawatan tali pusat di negara berkembang harus dilakukan
lebih sering, sehingga pelepasan tunggul tali pusat yang lebih cepat akan menurunkan
kunjungan dan biaya perawatan postnatal.7

21
 . Inisiasi Menyusu Dini
Rooming-in dalam 24 jam memperbesar kesempatan untuk terjadi bonding dan
optimalisasi inisiasi menyusu dini. Selama memungkinkan, ibu dan bayi harus tetap
disatukan selama rawat inap di RS.Untuk menghindari pemisahan yang tidak perlu,
penilaian bayi baru lahir setelah periode postpartum idealnya dilakukan di kamar ibu.
Suatu RCT menunjukkan bahwa wanita multipara yang bayinya dirawat di ruang terpisah
memiliki rerata volume ASI yang lebih rendah secara bermakna daripada wanita yang
roomin-in dengan bayinya (Kruskal-Wallis, H = 14.68, nilai p= 0.0021). Gambaran ini
juga tampak pada wanita primipara, hanya saja perbedaannya tidak bermakna secara
statistik (Kruskal-Wallis, H = 4.77, nilai p=0.19). Disebutkan pula bahwa rooming-in
pada wanita multipara berhubungan dengan peningkatan rerata volume ASI sebanyak 149
ml.8
Bayi-bayi dengan usia kehamilan 34-36 minggu atau lebih, dapat memenuhi semua
kebutuhannya langsung dari ASI. Berdasarkan hasil penelitian refleks hisap dengan
EMG, diketahui bahwa refleks hisap yang efektif baru timbul pada bayi dengan usia
kehamilan 34 minggu.9

Oleh sebab itu, bila memungkinkan bayi baru lahir diletakkan pada payudara ibu segera
setelah dikeringkan dan dilakukan penilaian pada menit pertama karena:10
1. Penelitian menunjukkan bahwa semakin cepat bayi baru lahir dilekatkan pada
payudara ibu, semakin besar keberhasilan ibu dalam menyusui. Hal ini didukung
oleh suatu studi yang menunjukkan bahwa ibu yang bayinya menghisap dalam 2
jam pertama postpartum memiliki volume ASI yang lebih banyak secara
bermakna pada hari keempat daripada yang tidak. Rerata volume ASI adalah 284
ml (SE:14 ml) dan 184 ml (SE:27 ml) dengan nilai p=0.0006. Bayi yang menyusu
dalam 2 jam pertama pasca persalinan memiliki berat badan yang lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan bayi yang tidak menyusu yaitu 3547.9 g (SE =
62.3) versus 3290.5 g (SE =88.7) (ANOVA F 1,75 = 4.98, nilai p value =
0.0286.8 Stimulasi puting dengan penghisapan dapat mempercepat kala tiga
dengan mempercepat oksitosin maternal yang merangsang kontraksi uterus.

22
2. Meyakinkan ibu bahwa bayi dalam keadaan sehat.
Berikut ini langkah-langkah melakukan IMD yang dianjurkan:10
1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.
2. Disarankan juga tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan, karena
akan mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk mencari puting susu
ibu.
3. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.
4. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua
tangannya.
5. Tali pusat dipotong lalu diikat.
6. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak
dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. (Gambar 3)
7. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu
sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu.
8. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. (Gambar 4)

3. Kontak Kulit & Menyusu Sendiri penting bagi ibu bayi karena:10
1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari
payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia).
(Gambar 5)
2. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit
ibunya, dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu.
Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus
bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan. (Gambar 6)
3. Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam
pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi tidur dalam
waktu lama. (Gambar 7)
4. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih
stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian
energi. (Gambar 8)

23
5. Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari
susu manusia, misalnya susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan
fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.
6. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif
dan akan lebih lama disusui.
7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan
sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran
hormon oksitosin.

Proses menyusui bayi pertama kali dilakukan oleh ibu dalam 1 jam pertama pasca
persalinan. Pada persalinan dengan tindakan misalnya seksio sesaria, proses IMD tetap
dapat dilakukan.
Dalam keadaan asfiksia, bayi diperbolehkan tidak mendapat IMD. Dalam keadaan ini
bayi memerlukan pertolongan segera untuk life saving.

24
Inisiasi Menyusu Dini

Gambar 3. Verniks kaseosa Gambar 4. Diberi topi

Gambar 5. Kontak kulit ke kulit Gambar 6. Breast crawl

Gambar 7. Bonding crawl Gambar 8. Ibu dan bayi lebih tenang

Sumber: www.promkes.com

25
 Pemberian Profilaksis Konjungtivitis Neonatorum
Konjungtivitis neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi baru lahir yang
terjadi dalam bulan pertama kehidupan, dengan manifestasi klinis berupa eritema
dan edema pada kelopak mata dan konjungtiva palpebra, sekret purulen dengan
gambaran satu atau lebih sel polimorfonuklear (PMN) pada pewarnaan Gram,
yang dilihat dengan minyak emersi, dari apus konjungtiva.11

Konjungtiva bayi baru lahir steril, namun segera terkolonisasi oleh berbagai
mikroorganisme baik patogen atau nonpatogen. Konjungtiva bayi rentan
terinfeksi, tidak hanya karena rendahnya kadar agen nonbakterial dan protein
(lisozim dan imunoglobulin A dan G), juga karena lapisan film air mata (tear
film) dan alirannya baru terbentuk.12

Isenberg (1995) menemukan 4 faktor risiko perinatal terhadap konjungtivitis


neonatorum yaitu vaginitis maternal, terdapat mekonium pada kelahiran,
persalinan pada lingkungan nonsteril, dan endometritis pascapersalinan.13
Yetman dan Coody (1997) mengemukakan faktor risiko lain yaitu ketuban pecah
dini/premature rupture of membrane (PROM), penyakit menular seksual (yang
positif maupun suspek), trauma lokal pada mata sewaktu persalinan.14

Terdapat 2 tipe konjungtivitis neonatorum, yaitu aseptik dan septik .15 Tipe aseptik
(konjungtivitis kimia) disebabkan oleh penggunaan tetes mata argentin nitrat
untuk profilaksis.Tipe septik disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. 16
Mayoritas penyebab nya adalah infeksi Chlamydia trachomatis disusul oleh
Neisseria gonorrhea dengan mekanisme penularan selama persalinan melalui jalan
lahir dari ibu yang terinfeksi. Perbandingan manifestasi klinis dapat dilihat pada
tabel 1.11 Gonokokus merupakan agen penyebab infeksi yang paling virulen, dan
merupakan penyebab tersering kebutaan pada tahun pertama kehidupan –
sehingga memerlukan profilaksis pada bayi baru lahir.11

26
 Pemberian Profilaksis Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir
Permasalahan pada Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK) adalah
terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-50% yang umumnya
terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu sampai 6 bulan, dengan akibat
angka kecacatan 30-50%. Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun
1990-2000 menunjukkan terdapatnya 21 kasus PDVK, 17 kasus (81%)
mengalami komplikasi perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19%.
(Catatan Medik IKA-RSCM, tahun 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama
kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K
seperti, obat antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital,
fenitoin, karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis
vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada
bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan vitamin
K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki
kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu
sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L).
Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi
dan diare
kronik. 13,14,15,16,17
International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal
Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk24 (tahun 1999) dan
Isarangkura dkk (Thailand, 1989) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik
secara oral maupun IM sama efektif. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan
pemberian berulang 3 kali daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila
diberikan dalam dosis 2 mg dari pada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang
diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K
IM.17

27
 Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Waktu pemeriksaan bayi baru lahir adalah sebagai berikut:2
Bayi lahir di fasilitas kesehatan Bayi lahir dirumah
1. Baru Lahir , 1. Baru lahir, setelah IMD,
Setelah IMD, pemberian pemberian vitamin K1 dan
vitamin K1 dan salep / tetes salep / tetes mata antibiotic
mata antibiotik.
2. Usia 6-12 jam 2. Sebelum bidan meninggalkan
bayi
3. Dalam 1 minggu pascalahir 3. Dalam 1 minggu pasca lahir,
dianjurkan dalam 2-3 hari dianjurkan dalam 2-3 hari.
4. Dalam minggu ke 2 4. Dalam minggu ke 2 pascalahir
pascalahir

Anamnesis:
1. Keluhan tentang bayinya
2. Masalah kesehatan pada ibu yang mungkin berdampak pada bayi (TBC, demam saat
persalinan, KPD > 18 jam, hepatitis B atau C, sifilis, HIV/AIDS, penggunaan obat).
3. Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan pada bayi jika ada.
4. Warna air ketuban
5. Riwayat bayi buang air kecil dan besar
6. Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap

Pemeriksaan fisis
Prinsip:
 Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis).
 Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan
dinding dada bawah, denyut jantung serta perut.

28
Pemeriksan fisis yang dilakukan Keadaan Normal
Lihat Postur, tonus dan aktivitas ▪ Posisi tungkai dan lengan fleksi
▪ Bayi sehat akan bergerak aktif
Lihat Kulit ▪ Wajah, bibir dan selaput lendir, dada
harus berwarna merah mudah, tanpa
adanya kemerahan atau bisul
Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding ▪ Frekuensi nafas normal 40-60 kali per
dada bawah ketika bayi sedang tidak menangis. menit.
▪ Tidak ada tarikan dinding dada bawah
yang dalam
Hitung denyut jantung dengan meletakkan ▪ Frekuensi denyut jantung normal 120-
stetoskop di dada kiri setinggi apeks kordis 160 kali per menit
Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan ▪ Suhu normal adalah 36,5-37,5 ºC
thermometer
Lihat dan raba bagian kepala ▪ Bentuk kepala terkadang asimetris
karena penyesuaian pada saat proses
persalinan, umumnya hilang dalam 48
jam
▪ Ubun-ubun besar rata atau tidak
membonjol, dapat sedikit membonjol
saat bayi menangis.
Lihat mata ▪ Tidak ada kotoran / secret

Lihat bagian dalam mulut. ▪ Bibir, gusi, langit - langit utuh dan
- Masukan satu jari yang menggunakan tidak ada bagian yang terbelah.
sarung tangan kedalam mulut, raba ▪ Nilai kekuatan isap bayi. Bayi akan
langit-langit. mengisap kuat jari pemeriksa
Lihat dan raba perut ▪ Perut bayi datar, teraba lemas.
Lihat tali pusat ▪ Tidak ada perdarahan, pembengkakan,
nanah, bau yang tidak enak pada tali
pusat atau kemerahan sekitar tali pusat

29
Lihat punggung dan raba tulang belakang ▪ Kulit terlihat utuh, tidak terdapat
lubang dan benjolan pada tulang
belakang

Lihat lubang anus ▪ Terlihat lubang anus dan periksa


- Hindari memasukan alat atau jari dalam apakah mekonium sudah keluar.
memeriksa anus ▪ Biasanya mekonium keluar dalam 24
- Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah jam setelah lahir
buang air besar

Lihat dan raba alat kelamin luar . ▪ Bayi perempuan kadang terlihat cairan
- Tanyakan pada ibu apakah bayi vagina berwarna putih atau kemerahan.
sudah buang air kecil ▪ Bayi laki-laki terdapat lubang uretra
pada ujung penis. Teraba testis di
skrotum.
▪ Pastikan bayi sudah buang air kecil
dalam 24 jam setelah lahir.
Timbang bayi. ▪ Berat lahir 2,5 – 4 kg.
- Timbang bayi dengan menggunakan ▪ Dalam minggu pertama, berat bayi
selimut, hasil di kurangi selimut. mungkin turun dahulu baru kemudian
naik kembali.

Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi ▪ Panjang lahir normal 48 – 52 cm.
▪ Lingkar kepala normal 33-37 cm

Menilai cara menyusui, minta ibu untuk ▪ Kepala dan badan dalam garis lurus;
menyusui bayi wajah bayi menghadap payudara, ibu
mendekatkan bayi ke tubuhnya.
▪ Bibir bawah melengkung keluar,
sebagian besar areola berada di dalam
mulut bayi.
▪ Menghisap dalam dan pelan kadang
disertai berhenti sesaat.

30
Pemeriksaan secara detail pada bayi baru lahir yang dilakukan segera setelah bayi lahir adalah
rutin dilakukan. Perlu di lakukan pemeriksaan untuk melakukan skrining kelainan bawaan.
Menurut paduan dari National Institute for Health and Clinical Excelence (NICE), komponen
skrining dengan pemeriksaan fisis meliputi:17
1. Pemeriksaan Jantung
2. Pemeriksaan Tulang paha
3. Pemeriksaan mata
4. Pemeriksaan testis pada anak laki-laki

 Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan meliputi spektrum penyakit yang luas, dari VSD yang dapat
mengalami resolusi spontan hingga kondisi yang menyebabkan kematian. Insidens
keseluruhan sekitar 1 dalam 100 kelahiran hidup, tetapi insidens kondisi yang lanjut hanya 1
dalam 1000 kelahiran hidup.

Pertimbangan dilakukan skrining adalah bahwa adanya tindakan bedah yang direncanakan
akan memberikan keluaran yang lebih baik daripada bedah emergensi dalam halmortalitas
dan morbiditas. Juga mengurangi stres pada orang tua.
Program skrining dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisis semua elemen sistem
kardiovaskular dan riwayat pemberian makanan.Ekokardiografi hanya sesuai dilakukan
sebagai bagia penilaian yang lebih lanjut atau sebagai bagian penilaian anak dengan risiko
tinggi seperti bayi dengan Down Syndrome.Sementara pemeriksaan oksimetri dapat memiliki
peran penting dalam skrining.

Metode awal apapun yang digunakan untuk modalitas skrining, sangat penting memberikan
akses kepada klinisi berpengalaman untuk menegakkan diagnosis sehingga tindakan bedah
dapat segera dilakukan.

31
 Developmental Dysplasia of the Hip (DDH)
Insiden kasus ini adalah 1-2 per 100 bayi lahir hidup. Penatalaksanaannya bertujuan untuk
melakukan stabilisasi panggul, diawali dengan penggunaan splint. Apabila hal tersebut gagal
maka dibutuhkan pembedahan.
Skrining dilakukan dengan pemeriksaan fisis menggunakan Metode Barlow dan Ortolani.
Meskipun pemeriksaan dilakukan segera setelah bayi lahir dan di ulang 6-8 minggu
kemudian. Penggunaan ultrasonografi dalam pemeriksaan panggul menunjukan bahwa
pemeriksaan ini lebih sensitive tetapi di duga berhubungan dengan pertimbangan
penatalaksanaan yang berlebihan. Seperti yang diketahui bahwa penatalaksanaan dapat
menyebabkan kerusakan panggul, maka ini harus menjadi dasar pertimbangan dan menjadi
alasan penggunaan ultrasonografi secara universal tidak direkomendasikan. Namun tetap
direkomendasikan bagi bayi dengan riwayat presentasi bokong (breech presentation) pada
kehamilan atau riwayat keluarga garis pertama dengan DDH.
 Pemeriksaan mata
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kelainan struktural pada mata, bukan memeriksa
ketajaman penglihatan.Kelainan utama yang sering ditemukan adalah katarak dan
retinoblastoma.Penyakit tersebut jarang (2-3 per 10.000 kelahiran hidup).Skrining didasarkan
pada inspeksi mata dan pemeriksaan refleks fundus.

 Cryptorchidism (Undescended Testes – UDT)


Adesensus testis ditemukan pada 2% bayi laki-laki. Kondisi ini dianggap penting karena
berhubungan dengan hipospadia dan adanya adesensus testis bilateral merupakan indikasi
hyperplasia adrenal congenital, juga meningkatkan resiko terjadinya torsi, subfertilitas dan
keganasan.

32
BAB 3
KESIMPULAN

Bayi baru lahir normal (BBLN) adalah bayi yang baru lahir dengan usia
kehamilan atau masa gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu.
Bayi baru lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim ke
kehidupan di luar rahim. Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir
sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari
dalam uterus ke luar rahim dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan
termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru
lahir.
Faktor kesehatan ibu saat hamil dan bersalin memberikan kontribusi terhadap
kondisi bayi dalam kandungannya. Dari 217 kasus kematian perinatal, 96.8% disebabkan
oleh gangguan kesehatan ibu ketika hamil. Penyakit yang sering dialami ibu hamil pada
bayi yang lahir mati secara berturut-turut adalah hipertensi maternal (24%) dan
komplikasi ketika bersalin (partus macet) sebesar 17.5%. Sedangkan gangguan
kesehatan ibu hamil dari bayi meninggal berumur 0-6 hari adalah ketuban pecah dini
(23%) dan hipertensi maternal (22%).
Diagnosis bayi baru lahir pada dasarnya berguna untuk mencari atau mendeteksi
sedini mungkin adanya kelainan pada janin. Kegagalan untuk mendeteksi kelainan janin
dapat menimbulkan masalah pada jam-jam pertama kehidupan bayi diluar rahim. Dengan
mengetahui kelainan pada janin dapat membantu untuk mengambil tindakan serta
memberikan asuhan yang tepat sehingga dapat membantu bayi baru lahir sehat untuk
tetap sehat sejak awal kehidupannya. Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk
mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah
fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti
pernapasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleks – refleks primitive seperti
menghisap dan mencari putting susu.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
.2008.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan
Normal. Jakarta: 2009.
3. Perkumpulan Perinatologi Indonesia (PERINASIA). Buku Panduan Resusitasi Neonatus.
Edisi ke-5. Jakarta: PERINASIA, 2007. H.1-10.
4. Perinatal Education Program.Newborn manual.
5. Rabe H, Reynolds GJ, Diaz-Rosello JL. Early versus delayed umbilical cord clamping in
preterm infants. Cochrane Database of Systematic Reviews 2004, Issue 4. Art. No.:
CD003248. DOI: 10.1002/14651858.CD003248.pub2. (LoE 1A)
6. Zupan J, Garner P, Omari AAA. Topical umbilical cord care at birth. Cochrane Database of
Systematic Reviews 2004, Issue 3. Art. No.: CD001057. DOI:
10.1002/14651858.CD001057.pub2. (LoE 1A)
7. Mugford M, Somchiwong M,Waterhouse I. Treatment of umbilical cords: a randomised trial
to assess the effect of treatment methods on the work of midwives. Midwifery 1986;2:177–86.
8. Bystrova K, Widström AM, Matthiesen AM, Ransjö-Arvidson AB, WellesNyström B,
Vorontsov I, Uvnäs-Moberg K. Early lactation performance in primiparous and multiparous
women in relation to different maternity home practices. A randomised trial in St. Petersburg.
International Breastfeeding Journal 2007, 2:9.
9. Carfoot S, Williamson P, Dickson R. A randomized controlled trial in the north of England
examining the effects of skin-to-skin care on breastfeeding.Midwifery. 2005;21:71-79. (Level
of evidence Ia)
10. Zuraidah. Satu jam pertama yang menakjubkan. Diunduh dari URL:
http://www.promkes.com.
11. Mallika PS, et al. Neonatal Conjungtivitis – A Review. Malaysian Family Phsycian 2008;
Volume 3, Number 2.ISSN : 1985-2274.
12. Prescott LM, Harley JP and Klein DA. Microbiology. 4th ed. McGraw-Hills Co,
USA;1999.p.780.

34
13.National health and medical research council Australia. Joint statement and
recommendations on vitamin K to newborn infants to prevent vitamin K deficiency bleeding
in infancy.Oktober 2000. Didapat dari URL: http://www.health. gov.au
/nhmrc/publications/pdf/ch39.pdf
14. Fetus and Newborn Committee of The Paediatric Society of New Zealand, The New Zealand
College of Midwives, The New Zealand Nurses Organisation, The Royal New Zealand
College of General Practitioners, The Royal Australian and New Zealand College of
Obstetricians and Gynaecologists. Vitamin K prophylaxis in the newborn. Prescriber Update
No.21:36-40. Didapat dari URL:http://www.medsafe.govt.nz/Profs/PUarticles/vitk.htm
15. British Columbia Reproductive Care Program. Vitamin K prophylaxis. Maret 2001.Didapat
dari URL:http//www.rcp.gov.bc.ca/Guideline/Newborn/Master.Nb12.VitK.pdf
16. St John EB. Hemorrhagic disease of newborn.Juni 2002. Didapat dari
URL:http://www.emedicine.com
17. Isarangkura PB, Chuansumrit A. Vitamin K deficiency in infants. Hematology 1999
Educational Program and Scientific Supplement of the IX Congress of the International
Society of Haematology, Asian-Pacific Division. Bangkok, Thailand. 1999:154-9.

35

Anda mungkin juga menyukai