KATA PENGANTAR
Dengan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pratikum Akad-
Akad dengan makalah yang berjudul “Prinsip Dasar Opersionalisasi Perbankan Syariah”.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Mohammad Mirza Pratama
selaku dosen mata kuliah Pratikum Akad-Akad
Kami berharap makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan
sebagai sarana informasi yang berguna bagi para pembaca, khususnya bagi yang
memerlukannya. Akhir kata kepada semua para pembaca makalah ini, kami mengharapkan
saran serta kritik yang positif dari semua pihak untuk proses yang lebih maju.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1.
2.
C. Tujuan
1.
2
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Dasar Keuangan Syariah
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi
masyarakat modernuntuk melaksanakan paling tidak dua ajaran al-qur’an yaitu at-
ta’awun atau tolong menolong dan prinsip menghindari al iktinaz atau menahan
uang.Perbedaan pokok antara perbankan islam dengan perrbankan konvensional adalah
adanyalarangan riba pada perbankan islam. Umat islam saaat ini diberbagai Negara terus
berusaha untuk mendirikan bank islam dengan tujuan untuk mempromosikan
danmengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah islam dan tradisinya kedalam
tradisikeuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.dibawah ini uraian tentang
prinsip- prinsip dasar keuangan syariah.
Prinsip-Prinsip Dasar Keuangan Syariah
Prinsip-prinsip dasar keuangan syariah mencakup 5 hal yaitu:
1. Ibadah
Islam adalah suatu agama yang mengajarkan segala sesuatu yang baik dan
bermanfaat bagi manusia. System keuangan dan perbankan islam merupakan bagian
dari konsep yanglebih luas tentang ekonomi islam dimana tujuannya adalah
memberlakukan system nilai danetika islam kedalam lingkungan ekonomi,
kemampuan lembaga keuangan islam menarikinvestor dengan sukses bukan hanya
tergantung pada tingkat kemampuan lembagaitu menghasilkan keuntungan , tetapi
juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secarasungguh-sungguh memperhatikan
batas- batas yang digariskan oleh islam. Islam berbeda dariagama-agama lainnya,
dalam hal ini ia dilandasi oleh iman dan ibadah. atau bisa dikatakan bahwa transaksi
ekonomi yang dilakukan oleh orang islam dan dilandasi oleh syariatislam akan
bernilai ibadah di hadapan Allah swt.
2. Keadilan
Prioritas utama dalam ajaran islam mengenai perekonomian adalah terciptanya
keadilan dankesetaraan yang nyata. Pengertian keadilan dan kesetaraan, dari produksi
hinggadistribusi, tertanam dalam system ini. Keadilan social dalam islam terdiri dari
penciptaan danoenyediaan kesempatan serta penghapusan hambatan yang sama bagi
semuaanggota masyarakat. Hukum keadilan juga dapat diartikan bahwa
semuaanggota masyarakat memiliki status hukum , perlindungan hukum, dan
kesempatan hukumyang sama. Pengertian keadilan ekonomi dan konsep distribusi
keadilan yangmenyertainya adalah karakteristik dari system perekonomian islam:
aturan yang mengatur perlakuan ekonomi baik diizinkan maupun dilarang bagi
konsumen, produsen, dan pemerintah,serta hal-hal yang menyangkut hak milik,
produksi, dan distribusi kekayaan berdasarkan konsep keadilan social islam. Untuk
menjamin adanya keadilan, system syariatmenyediakan sebuah jaringan aturan etika
dan moral untuk semuanya yang berpartisipasi dalam pasar dan mengharuskan norma-
norma saturan-aturan tersebut dipahamidan ditaati oleh semua.
3. Maslahah
Maslahah menurut bahasa berarti manfaat, segala sesuatu yang dianggap
maslahat ituharuslah berupa maslahat yang hakiki yaitu yang benar-benar
akanmendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan
belakadengan hanya memprtimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada
akibat negatif yang ditimbulkannya. Dalam ekonomi maslahah biasanya menyangkut
tentang bagaimana penggunaan dari uang yang digunakan untuk transaksi yang
seharusnyamemprioritaskan kebutuhan umat dari pada kepentingan umat. Tidak
hanya itu tapi jugakehalalan toyiban juga harus jadi prioritas untuk umat islam yang
melakukan transaksi yangsesuai dengan syariat islam, kehalalan toyiban ini
menyangkut dari bagaimana cara memperolehuang itu sendiri dan memanfaatkannya.
4. Tidak boleh adanya riba
Istilah riba pertama kali diketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan
padamasaawal risalah kenabian Muhammad di makkah, kemungkinan besar pada
tahun ke IV atau Vhijriah (614/615 M), praktek riba pada masa pra islam meliputi
segala bentuk tambahan(peningkatan) jumlah hutang yang menjadi tanggungan
debitur apabila tidak dapatmngembalikan hutangnya sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Dalam agama islam larangan bunga atau larangan riba secara harfiah
berarti “kelebihan” dan ditafsirkan sebagai “peningkatan modal yang tidak bisa
dibenarkan dalam pinjaman maupun penjualan” ini adalahajaran pokok dari system
keuangan syariah. Atau lebih tepatnya, semua tingkat pengembalian positif dan telah
ditetapkan sebelumnya yang terkait dengan jangka waktu dan jumlah pokok
pinjaman(yaitu yang dijamin tanpa memedulikan kinerja dari investasi
tersebut)dianggap sebagai riba dan dilarang. Hukum islam mendorong penerimaan
keuntungan tetapimelarang pengenaan bunga karena keuntungan ditentukan setelah
kegiatan yangmelambangkan kesuksesan kewirausahaan dan penciptaan tambahan
kekayaan, dimana bungaditentukan sebelum kegiatan sebagai biaya yang diakui
apapun hasil dari operasi bisnis yangdilakukan dan mungkin saja tidak memberikan
kekayaan.
5. Tidak boleh adanya gharar
Setelah riba, ambiguitas kontrak merupakan unsure penting dalamkontrak
keuangan. Dalamistilah sederhananya adalah gharar yang mengacu pada ketidak
pastian yang diciptakan olehkurangnya informasi atau control dalam kotrak. Hal ini
dapat dianggap sebagai ketidak pedulian mengenai suatu unsur penting dalam sebuah
transaksi, seperti harga jual yang pasti atau kemampuan penjual untuk memberikan
apa yang telah dijual. Adanyaambiguitas membuat kontrak batal dan tidak
berlaku.Gharar dapat didefinisikan sebagai sebuah situasi dimana salah satu pihak
yangterikat kontrak memiliki informasi mengenai beberapa unsur dari subjek kontrak
yang tidakdiberikan kepada pihak lain atau dalam hal kedua pihak tidak memiliki
control atassubjek dari kontrak tersebut. Dengan mengingat pengertian keadilandalam
semua transaksi komersial islam, syariat menganggap semua ketidak pastian tentang
jumlah, kualitas, pemulihan, atau keberadaan subjek kontrak sebagai bukti adanya
gharar.
Namun, syariat mengizinkan para ahli hukum untuk menentukan tingkat
gharar dalam suatutransaksi dan bergantung pada keadaan, apakah hal tersebut
membatalkan kontrak atau tidak.Dengan melarang gharar, syariat melarang bannyak
kontrak yang dilakukan pada masa praislam, mengingat kontrak-kontrak tersebut
terkait dengan ketidak pastian yang berlebihan atau kegelapan pada salah satu pihak
yang terlibat kontrak. Dalam banyak kasus, gharar dapat dihilangkan hanya dengan
menyatakan objek penjualan danharganya. Sebuah kontrak yang terdokumentasi
dengan baik juga menghilangkan ambiguitas.Mengingat gharar adalah ketidak pastian
yang berlebihan, kita dapat menyamakannya denganunsur resiko. Beberapa
berpendapat bahwa larangan gharar adalah salah satu cara untukmengelola resiko
dalam islam karena transaksi bisnis berdasarkan pembagian laba danrugi yang
mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk melekukan due diligence sebelum sepakat
dalam sebuah kontrak. Larangan gharar memaksas berbagai pihak untukmenghindari
kontrak dengan tingkat asimetri informasi yang tinggi dan tingkat pembayaran
ekstrem; juga membuat pihak-pihak yang terlibat untuk lebih bertanggung jawabdan
accountable. Memperlakukan gharar sebagai resiko dapatmenghalangi transaksi
perdagangan instrument derivative yang dirancang untukmengalihkan resiko dari
suatu pihak ke pihak lain. Area lain dimanalarangan gharar menimbulkan perhatian
adalah transaksi keuangan kontemporer dibidangasuransi. Beberapa berpendapat
bahwa kontrak asuaransi menyangkut nyawaseseorang termsuk dalam definisi gharar
dan membatalkan kontrak. Maslah ini masihdalam tinjauan dan belum terpecahkan
sepenuhnya.
3. Responsibilitas
Responsibilitas adalah kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang sehat. Prinsip
responsibilitas atau pertanggungjawaban diperlukan di bank syariah agar dapat
menjamin terpeliharanya kesinambungan usaha bank dalam jangka panjang.
Dalam menerapkan prinsip responsibilitas, bank syariah harus mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan internal bank serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan
sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good Corporate citizen. Bank
syariah juga harus berpegang pada prinsip kehati‐hatian (prudent).
4. Profesional
Profesional yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif danbebas
dari pengaruh atau tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki
komitmen yang tinggi untuk mengembangkan bank syariah. Untuk melancarkan
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain. Profesional mengandung unsur kemandirian dari
dominasi pihak laindan berlaku objektif dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya.
Dalam hubungan dengan penerapan prinsip profesional, bank syariah harus
dikelola secara independen agar masing‐masing organ perusahaan beserta seluruh
jajaran dibawahnya tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh
pihak manapun yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
5. Kewajaran
Kewajaran yakni keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
stakeholders berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bank syariah harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Kewajaran mengandung unsur perlakuan yang adil dan kesempatan yang sama
sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan kegiatannya, bank syariah harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham, nasabah dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan prinsip kewajaran dan kesetaraan dari masing‐
masing pihak yang bersangkutan (Sri, , Jurnal Panutan Bisnis, Volume 4, Nomor,
2001).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi
masyarakat modernuntuk melaksanakan paling tidak dua ajaran al-qur’an yaitu at-
ta’awun atau tolong menolong dan prinsip menghindari al iktinaz atau menahan
uang.Perbedaan pokok antara perbankan islam dengan perrbankan konvensional
adalah adanya larangan riba pada perbankan islam.
Prinsip-prinsip dasar keuangan syariah mencakup 5 hal yaitu:
1. Ibadah
2. Keadilan
3. Maslahah
4. Tidak boleh adanya riba
5. Tidak boleh adanya gharar
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memotivasi kita semua untuk mempelajari
tentang kewirausahaan ,dapat berguna bagi kita semua sehingga bisa memperluas
wawasan dan pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
• Saeed Abdullah. 2008. Bank Islam Dan Bunga. Yogyakarta :Pustaka Pelajar
• Van Greuning Hannie,Iqbal Zamir. 2011.Analisis Resiko Perbankan Syariah.
Jakarta:Salemba Empat
• Arifin zainul. 2009. Dasar -Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang :Azkia Publisher
• Effendi Satria. 2014. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana
Sri, Jurnal Panutan Bisnis, Volume 4, Nomor, 2001
ISLAMIC BANKING Volume 1 Nomor 1 Edisi Perdana Agustus 2015
Sri, , Jurnal Panutan Bisnis, Volume 4, Nomor, 2001