Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“APENDISITIS”

Dosen Pengajar: Lutfi Wahyuni.,S.Kep.Ns.,M.Kes

Di susun oleh Kelompok 1:

1. Kend Ramadio Rimba Syah Yogha (202001050)


2. Yoan Corniusella Dewi (202001054)
3. Afika Febiana (202001056)
4. Anggi Putri Maharani (202002063)
5. Nur Fadhila Abdina (202001065)
6. Aula Imelia (202001085)
7. Gusmiati Abdul Muis Palallo (202001186)

S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

Jl. Raya Jabon Km.6 Mojokerto

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mengenai Makalah Apendisitis dan kasus
pada pasien dengan Apendisitis ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, tugas ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Apendisitis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima karena tugas ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan lebih mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan Apendisitis ini. Kritik dan
saran dari pembaca juga berperan penting dalam isi dari asuhan keperawatan berikut ini agar
dapat di susun lebih baik lagi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis merupakan peradangan apendik vermivormis, dan merupakan penyebab


masalah abdomen yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010). Istilah usus buntu
yang dikenal di masyarakat adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah
sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sektorik di saluran pencernaan.
Namun pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi sistem imun yang
jelas(Sciences, 2016). Apendiksitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang terjadi. Insidensi pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih
banyak daripada wanita (Santacroce dalam Muttaqin, 2013). Apendisitis ditemukan pada
semua kalangan dalam rentang usia 21-30 tahun (Ajidah & Haskas, 2014). Komplikasi
apendisitis yang sering terjadi yaitu apendisitis perforasi yang dapat menyebabkan perforasi
atau abses sehingga diperlukan tindakan pembedahan (Haryono, 2012).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan pada tahun 2008 jumlah


penderita apendiksitis mencapai 591.819, pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang dan insiden
ini menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes RI,
2013). Penderita apendiksitis yang dirawat di rumah sakit pada tahun 2013 sebanyak 3.236
orang dan pada tahun 2014 sebanyak 4.351 orang. Kementrian Kesehatan menganggap
apendiksitis merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena
mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2013). Apendisitis
merupakan salah satu penyebab untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Hal-hal
yang berhubungan dengan perawatan klien post operasi dan dilakukan segera setelah operasi
diantaranya adalah dengan melakukan latihan napas dalam, batuk efektif serta latihan
mobilisasi dini (Muttaqin, 2009). Lama hari rawat inap pasien-pasien dengan post
apendiktomi di rumah sakit sangatlah bervariasi. Hal tersebut bergantung pada jenis
apendisitisnya. Apabila apendiks tidak ruptur, lama hari rawat pasien 1-2 hari. Namun jika
terdapat perforasi maka dapat memperlama hari rawat menjadi 4-7 hari, terutama jika terjadi
peritonitis (Sjamsuhidayat, 2011).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat pasien post apendiktomi
salah satunya adalah kondisi kesehatan pasien. Perubahan kondisi kesehatan dapat
mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh nyeri yang dialami akibat luka operasinya (Audrey
Berman, PhD, 2016). Tindakan keperawatan yang dapat mengurangi intensitas nyeri selain
distraksi dan relaksasi yaitu dengan melakukan mobilisasi dini.

Menurut (Taylor et al., 1990), pasien dengan post apendiktomi biasanya merasakan
nyeri yang mengakibatkan takut untuk bergerak. Padahal efek anestesi bisa mengakibatkan
gangguan fungsi tubuh, aliran darah tersumbat, peningkatan intensitas nyeri, dan
penumpukan sekret pada saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan pneumonia.
Berdasarkan alasan tersebut maka tindakan mobilisasi dini sangatlah penting, namun
mobilisasi harus tetap dilakukan secara hati-hati.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu:

1. Apa definisi dari Apendisitis?


2. Apa etiologi dari Apendisitis?
3. Bagaimana patofisiologi dari Apendisitis?
4. Apa manifestasi klinis dari Apendisitis?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Apendisitis?
6. Apa saja penatalaksanaan medis dari Apendisitis?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan


bahwa tujuan penulisan Makalah Apendisitis ini yaitu tujuan utama untuk memenuhi salah
satu tugas mata kulihah Keperawatan Medikal Bedah II dan tujuan khusus yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi Apendisitis.


2. Untuk mengetahui etiologi dari Apendisitis.
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Apendisitis.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Apendisitis.
5. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang Apendisitis.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Apendisitis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya ±10 cm (94 inci), melekat
pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makana dan mengosongkan diri
secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002)

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30
tahun.(Mansjoer, Arief, dkk, 2007).

Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu fese), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utaman apendisitis. Erosi membrane mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasite seperti Entamoeba Histolytica, Trichuristrichiura, dan Enterobius Vermikularis.
(Ovedolf, 2006).

Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang


terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi.
(Chang, 2010).

Apendisitis adalah inflamasi di apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh
darah. (Corwin, 2009).
B. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi menjadi 3 yaitu:

1. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan tanda, disertai
maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama sembuh spontan.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa),
dan keluhan hilang setelah apendiktomi.

C. Etiologi

Apendisitis belum ada penyebab pasti atau spesifik tetapi ada factor predisposisinya :

1. Faktor yang sering terjadi adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena :
a) Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b) Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c) Adanya benda asing seperti biji-bijian.
d) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak usia 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a) Appendik yang terlalu panjang.
b) Masa appendik yang pendek.
c) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendik.
d) Kelainan katup di pangkal appendik. (Nuzulul, 2009).
D. Patosifiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia


folikel limfoid, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mengalami bendungan.


Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.

Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di
daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudia aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitif perforasi.

Bila semua proses diatas berlanjut lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kea rah apendik hingga timbul suatu masa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih Panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah. (Mansjoer, 2007).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya napsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila apendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila apendiks berada di dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung apendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung apendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila apendiks sudah rupture, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat
ileus paralitik.
11. Pasien lansia tanda dan gejala apendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi rupture appendiks.

G. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Factor


keterlambatan dapat berasal dari penderita dan ternaga medis. Factor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedang factor tenaga meis meliputi kesalahan diagnose, menunda
diagnose, terlambat merujuk ke rumah sakit dan terlambat melakukan penanggulangan.
Adapun jenis komplikasi diantaranya :

1. Abses
Peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba masa lunak di kuadran kanan
bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang
menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis gangrene atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapar diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang tibul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5°C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis.
3. Peritononitis
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrophil diatas 75% sedangkan CRP 80-90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG)dan Computed Tomography
Scanning (CT-Scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-Scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fkalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
3. Analisa urin bertujuan untuk ,endiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkat amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pancreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita. Apendisitis meliputi


penanggulangan konservatif dan operasi.

1. Penanggulangan konservatif
Diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah
berupa pemberian antibiotic. Pemberian antibiotic berguna untuk mencegah infeksi.
Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan
dan elektrolit, serta pemberian antibiotic sistemik.
2. Operasi
Operasi membuang appendis (appendektomi). Penundaan appendektomi
dengan pemberian antibiotic dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (pengeluaran nanah).
3. Pencegahan tersier
Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-
abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotic. Pasca appendiktomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotic dengan lama tetapi disesuaikan dengan besar infeksi inta-abdomen.
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
memecahkan masalahnya,pengkajian neliputi :
 Data subjektif : data yang diperoleh melalui keterangan pasien maupun
keluarga pasien
 Data objektif : data yang diperoleh melalui pemeriksaan tertentu.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a) Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
4. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan tindakan operasi
b) Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive (insisi post
pembedahan)
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi
dengan agen injuri selama 3 x 24 lokasi,karakteristik,durasi,frekuen
biologi (distensi jam,diharapkan tingkat si,kualitas,intensitas nyeri.
jaringan oleh nyeri menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri
inflamasi) kriteria hasil : 3. Identifikasi respon nyeri non
1. Keluhan nyeri verbal
menurun 4. Identifikasi factor yang
2. Meringin memperberat dan memperingan
menurun nyeri
3. Gelisah Terapeutik
menurun 1. Berikan teknik non farmakologis
4. Tekanan darah untuk mengurangi rasa nyeri
membaik (mis. Terapi music, terapi
bermain)
2. Fasilitasi istirahat tidur
3. Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Ansietas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan akan selama 3 x 24 berubah(mis.
dilaksanakan jam,diharapkan tingkat Kondisi,waktu,stressor)
tindakan operasi ansietas menurun 2. Identifikasi kemampuan
dengan kriteria hasil : mengambil keputusan
1. Verbalisasi 3. Monitor tanda-tanda ansietas
kekhawatiran (verbal dan nonverbal)
akibat kondisi Terapeutik
yang dihadapi 1. Ciptakan suasana terapeutik
menurun untuk menumbuhkan
2. Perilaku gelisah kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
3. Perilaku tegang kecemasan, jika memungkinkan
menurun 3. Gunakan pendekatan yang tenang
4. Pola tidur dan meyakinkan
membaik 4. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan
dating
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai
diagnosis,pengobatan,dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas,jika perlu
BAB IV

TRIGGER CASE

Tn.K datang ke rumah sakit pada tanggal 07 Maret 2020 dan dilakukan pengkajian
pada tanggal 9 Maret 2020 dengan diagnosa medis Suspect Appendicitis. Klien mengatakan
nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 2 hari sebelum ke rumah sakit, lalu klien dibawa
ke rumah sakit pada tanggal 07 maret 2020 dan dirawat di ruang igd lalu dibawa ke ruang
Flamboyan. Klien tampak meringis, terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan bawah. Klien
mengatakan mual dan muntah pada saat pertama masuk rumah sakit. Klien mengatakan nyeri
saat bergerak, klien mengatakan nyeri seperti tertusuk –tusuk, klien mengatakan nyeri
dibagian perut menjalar ke belakang, skala nyeri 6 dilihat dari raut muka klien , nyeri di rasa
terus menerus. Tanda tanda Vital TD : 130/90 mmHg Nadi : 98x/menit Suhu : 36,6 oC RR :
22x/menit. Pasien juga mengatakan ,nafsu makan baik dengan frekuensi 3x sehari, porsi
makan habis. pada pemeriksaan USG ditemukan hasil Sugestif Appendiksitis Acute. Klien
tampak gelisah dan tegang. Klien juga mengatakan sulit tidur dan khawatir karena akan
dioperasi.

A. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Agen pencedera Nyeri akut
− Klien mengatakan nyeri fisiologis
perut bagian kanan
bawah Inflamasi apendiks
− P: Klien mengatakan
nyeri saat bergerak Infeksi akibat

− Q : klien mengatakan bakteri,virus,jamur,pola


nyeri seperti tertusuk – hidup,benda asing

tusuk
− R : klien mengatakan Edema (berisi pus)

nyeri dibagian perut


Infeksi apendiks
bagian kanan bawah
(bawah kanan rongga
menjalar ke belakang
abdomen)
− S : klien mengatakan
nyeri pada skala ke 6
− T : klien mengatakan Rangsang saraf
nyeri di rasa terus reseptor
menerus
DO : Nyeri akut

− Klien tampak meringis


− Klien tampak gelisah
− TD : 130/90 mmHg
− Terdapat nyeri tekan
abdomen kanan bawah
− pemeriksaan USG
ditemukan hasil Sugestif
Appendiksitis Acute
2 DS : Kurang terpapar ansietas
− Klien mengatakan sulit informasi
tidur
− Klien juga mengatakan Rencana dan tindakan
khawatir karena akan operasi
dioperasi
DO :
− Klen tampak gelisah
− Klien tampak tegang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan
Klien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah, Klien mengatakan nyeri
saat bergerak, klien mengatakan nyeri seperti tertusuk –tusuk, klien mengatakan
nyeri pada skala ke 6, klien mengatakan nyeri di rasa terus menerus, Klien
tampak meringis, Klien tampak gelisah,TD meningkat 130/90 mmHg, Terdapat
nyeri tekan abdomen kanan bawah, pemeriksaan USG ditemukan hasil Sugestif
Appendiksitis Acute.
2 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai rencana dan
tindakan operasi dibuktikan dengan Klien mengatakan sulit tidur, Klien juga
mengatakan khawatir karena akan dioperasi, Klien tampak gelisah, Klien
tampak tegang.
C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi
dengan agen selama 3 x 24 lokasi,karakteristik,durasi,frekuen
pencedera jam,diharapkan tingkat si,kualitas,intensitas nyeri.
fisiologis nyeri menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri
dibuktikan dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi respon nyeri non
Klien mengatakan 1. Keluhan nyeri verbal
nyeri perut bagian menurun 4. Identifikasi factor yang
kanan bawah, 2. Meringin memperberat dan memperingan
Klien mengatakan menurun nyeri
nyeri saat bergerak, 3. Gelisah Terapeutik
klien mengatakan menurun 1. Berikan teknik non farmakologis
nyeri seperti 4. Tekanan darah untuk mengurangi rasa nyeri
tertusuk –tusuk, membaik (mis. Terapi music, terapi
klien mengatakan (SLKI, 2019) bermain)
nyeri pada skala ke 2. Fasilitasi istirahat tidur
6, klien 3. Pertimbangan jenis dan sumber
mengatakan nyeri nyeri dalam pemilihan strategi
di rasa terus meredakan nyeri
menerus, Klien Edukasi
tampak meringis, 1. Jelaskan penyebab,periode, dan
Klien tampak pemicu nyeri
gelisah,TD 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
meningkat 130/90 3. Anjurkan teknik non
mmHg, Terdapat farmakologis untuk mengurangi
nyeri tekan rasa nyeri
abdomen kanan Kolaborasi
bawah, 1. Kolaborasi pemberian analgetik,
pemeriksaan USG jika perlu
ditemukan hasil (SIKI 2018)
Sugestif
Appendiksitis
Acute.
(SDKI, 2016)
2 Ansietas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan kurang selama 3 x 24 berubah(mis.
terpapar informasi jam,diharapkan tingkat Kondisi,waktu,stressor)
mengenai rencana ansietas menurun 2. Identifikasi kemampuan
dan tindakan dengan kriteria hasil : mengambil keputusan
operasi dibuktikan 1. Verbalisasi 3. Monitor tanda-tanda ansietas
dengan Klien kekhawatiran (verbal dan nonverbal)
mengatakan sulit akibat kondisi Terapeutik
tidur, Klien juga yang dihadapi 1. Ciptakan suasana terapeutik
mengatakan menurun untuk menumbuhkan
khawatir karena 2. Perilaku gelisah kepercayaan
akan dioperasi, menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
Klien tampak 3. Perilaku tegang kecemasan, jika memungkinkan
gelisah, Klien menurun 3. Gunakan pendekatan yang tenang
tampak tegang. 4. Pola tidur dan meyakinkan
(SDKI, 2016) membaik 4. Diskusikan perencanaan realistis
(SLKI, 2019) tentang peristiwa yang akan
dating
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual
mengenai
diagnosis,pengobatan,dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas,jika perlu
(SIKI 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Audrey Berman, PhD, R. (2016). Kozier and Erbs Fundamentals of Nursing, 10th Edition. In
Julie Levin Alexander.

Cavenett. (2018). Mekanisme koping dan Relaksasi nafas dalam Post Operasi Apendiktomi.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 11-15p.

Sciences, H. (2016). Apendisitis. 4(1), 1–23.

Taylor, C., Lillis, C., & LeMone, P. (1990). Fundamental of Nursing. Dimensions Of Critical
Care Nursing, 9(1), 28. https://doi.org/10.1097/00003465-199001000-00006

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,


IOWAIntervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition,IOWA Intervention Project, Mosby. 

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.Volume 2. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai