Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Psikologi Agama Noor Hasanah, S.Pd.I, MA

ANALISIS KASUS SIKAP KEAGAMAAN YANG MENYIMPANG

OLEH :

Nama : Murni Utami

Nim : 200101010177

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ANTASARI BANJARMASIN

FALKUTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas analisis mata kuliah “Psikologi Agama”.
Sholawat dan salam tidaklah lupa kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
menyelesaikan Analisis ini karena tanpa bantuan dan dukungan dari mereka mungkin kami
tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Saya menyadari bahwa analisis saya masih memiliki kekurangan baik dari segi
bacaan, isi, tulisan, dan sebagainya. Karena hal tersebut kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca agar kiranya dapat membantu analisis ini agar menjadi lebih baik.

Saya sadar bahwa sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.


Sedangkan manusia merupakan tempatnya kekurangan dan salah. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 10 November 2021

Penulis

2
PENDAHULUAN

Pada dasarnya agama merupakan pegangan hidup umat manusia agar mereka bisa
hidup damai, teratur dan saling menghargai demi terciptanya keharmonisan dan
keseimbangan. Agama mendudukan manusia sebagai makhluk yang sempurna yang memiliki
kehidupan lahiriah dan batiniah, oleh karena itu agama memiliki potensi yang sangat kuat
sebagai perekat dan menjadi peredam terjadinya konflik dan ketegangan. Akan tetapi ide-ide
dasar dari setiap ajaran agama seringkali mengalami kekaburan dan pengalaman ketika harus
berbenturan dari berbagai kepentingan manusia dan bahkan dapat mewarnai penafsiran atas
ajaran agama tersebut. Dalam hal ini agama di anggap sebagai pemicu atau kambing hitam
dalam konflik kemanusiaan.1

Salah satu isu yang dijadikan masalah di kehidupan sosial hingga menjadi konflik
adalah agama. Pada kasus konflik agama, kasus ini cukup mencemaskan oleh pihak-piahak
tertentu untuk memecah belahkan bangsa. Konfik agama bukan hanya menjadi sejarah
panjang bangsa Indonesia yang multikultral. Ada saja di negara-negara lainnya yang masih
bergulat dengan konflik agama yang tidak berkesudahan. Sebanarnya konflik agama tidak
hanya terjadi antaar kalangan pemeluk islam, namun juga inter pemeluk agama itu sendiri.
Perbedaan mahzab, aliran, organisasi masyarat yang berasaskan agama juga turut mewarnai
ragam konflik di berbagai negara.2

Maka dari itu dalam kesempatan kali ini saya akan meriset dua permasalan konflik
agama yang ada di Indonesia, yang mana di sana saya akan menjabarkannya dan saya akan
membandingkan di antara kedua permasalan tersebut. Mencari solusi dan mengetahui apa
penyebabnya sehingga terjadi konflik agama di daerah tersebut.

1
Syafi‟i Ma‟arif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha,Konghuchu (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah, 2000), Cet Ke-1, ix.
2
Noor Hasanah, Psikologi Agama ; Memahami Kesadaran dan Pengalaman Beragama Penganut
Agama, ( Serang ; Laksita Indonesia, 2019 ) hal. 100-101.

3
PEMBAHASAN

A. Kasus Konflik Agama


1. Konflik Umat Beragama Di Aceh
Pada awal kedatangan agama Kristen, hubungan antara umat Islam dan
Kristen cukup baik dan harmonis. Masyarakat saling mengharga dan menghormati
antar kedua pemeluk agama Islam dan Kristen, masyarakat juga telah mewujudkan
kehidupan beragama yang tertib, aman dan rukun. Dalam hal ini masyarakat
dituntut untuk menghidari sikap egois, iri, dengki dan sikap yang membawa
pengaruh negatif bagi kelangsungan umat beragama di tempat tersebut.

Konflik Aceh Singkil bermula pada tahun 1979, yaitu adanya rencana
pembangunan Gereja Tuhan Indonesia (GTI) dan isu kristenisasi di Aceh Singkil.
Konflik tersebut diselesaikan secara musyawarah yang melibatkan tokoh agama dan
tokoh masyarakat. Pada tahun 1995 terjadi pembakaran di gereja GKPPD tetapi
berkat bantuan warga gereja diselamatakan, kemudian pada tahun 1998 gereja
kembali dibakar oleh orang yang tidak dikenal. Pada tahun 2001 terjadi gejolak
lagi karena umat Kristen memknta pendirian tambahan padahal umat islam telah
memberikan toleransi untuk mendirikan tempat ibadah sesuai dengan apa yang
sudah disepakati sebelumnya. Pembakaran gereja kembali terjadi pada tahun 2006
karena warga tidak setuju rumah dijadikan tempat ibadah. Pada 30 April 2012
kembali muncul riak-riak konflik yaitu adanya aksi demonstrasi oleh umat muslim
yang memaksa pemerintah untuk menertibkan pembangunan rumah ibadah gereja
karena maraknya pembangunan ilegal di tujuh kecamatan di Aceh Singkil.
Sebanyak 27 gereja tersebar di tujuh kecamatan tersebut. Saat itu berdasarkan
keputusan pemerintah, izin pendirian gereja hanya dikeluarkan untuk lima unit
selain ditempat yang telah ditentukan diperintahkan untuk dibongkar. Pada Juni
2012, kondisi di Aceh Singkil kembali memanas karena beredarnya buku tanpa
penerbit yang dianggap menghina Islam. Umat Islam yang mempersoalkan
permasalahan tersebut malah dianggap memperkeruh toleransi dalam kehidupan
umat beragama di Aceh Singkil. Hal tersebut terus memendan dan memunculkan
kembali konflik baru pada tahun 2015. Pada 13 Oktober 2015 kondisi umat
beragama di Aceh Singkil memanas sehingga terjadi lagi konflik dengan membakar
satu unit gereja di Desa Suka Makmur Kecamatan Gunung Meriah. Kejadian ini

4
dipicu oleh ketidakpuasan umat muslim terhadap penjadwalan pembongkaran gereja
oleh pemerintah kabupaten yang rencananya dilakukan pecan depan. Akibat
kejadian ini banyak korban yang mengungsi ke Sumatera Utara. Dalam surat kabar
juga memberitakan kondisi mencekam di Aceh Singkil terjadi hingga tengah
malam bahkan salah satu wartawan menjadi sasaran amukan massa.3

2. Konflik Sampang
Kabupaten Sampang mengklaim sebagai daerah mayoritas penduduknya
adalah Muslim dan 99% berpaham ahl al-sunnah wa al-jama’ah. Paham ahl al-
sunnah wa al-jama’ah yang dimaksud di sini adalah Nahdlatul Ulama.
Keberadaan komunitas Syiah pimpinan Tajul Muluk, dianggap sebagai penyakit
yang menggerogoti kebesaran NU di Sampang. Sebelum kedatangan Tajul muluk
dengan membawa aliran Syiah masyarakat yang tinggal di desa Karang Gayam dan
sekitarnya merasa aman, tenteram, dan kondusif. Namun setelah itu keadaan
berubah, Tajul menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat Karang Gayam
dan sekitar dengan ajaran Syiah yang disampaikannya. Keberadaan Tajul Muluk
dianggap sebagi pemicu terjadinya konflik oleh karenanya melimitasi
(membatasi) gerakan Tajul Muluk dengan mengamankannya yang dilakukan oleh
negara dianggap dapat dibenarkan dan bukan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM). Dalam hal ini negara telah menjalankan tugasnya, negara melakukan
limitasi (pembatasan) dengan melakukan pencegahan terhadap terjadinya konflik
yang berkepanjangan dikemudian hari.4

Konflik yang meletus pada 26 Agustus 2012 sekitar pukul 09.00 WIB diawali
dengan penyerbuan warga syiah di Sampang oleh kurang lebih 200 orang warga
yang mengakibatkan dua orang tewas dan 15 rumah hangus terbakar. Penyerangan
itu bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Kompleks Pesantren Islam Syiah
di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, itu pernah diserbu pada 2004,
2006, dan Desember 2011. Bahkan para aktor dari konflik tersebut telah
dikenakan sanksi hukum. Terhadap peristiwa yang terjadi pada 29 Desember
2011. Dari peristiwa tersebut, polisi menetapkan Tajul Muluk sebagai tersangka
3
Mallia Hartanti, dkk, Jurnal Analisis Konflik Umat Beragama DI Aceh, (VOL 2, NO 3; SSN 2655-8823) , hal.95-
96.
4
Andang. Subaharianto, Tantangan Industrialisasi Madura ; Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur., (Malang :
Bayumedia, 2004)., hlm. 78.

5
atas laporan Rois Al-Hukuma pada 6 Maret 2012. Polisi menjerat Tajul Muluk
dengan Pasal Penistaan dan Penodaan Agama. Ia divonis dua tahun penjara karena
terbukti bersalah melakukan penodaan agama. Bukan hanya Tajul, terdakwa tunggal
pembakaran Kompleks Pesantren Syiah, Muskirah, juga divonis 3 bulan 10
hari pada 10 April 2012. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur
Jenderal Hadiatmoko sempat mengeluarkan pernyataan yang meminta agar
semua pihak tidak lagi menyebut konflik di Sampang, Madura, Jawa Timur,
berlatar belakang perbedaan keyakinan antara Sunni dan Syiah melainkan hanya
karena persoalan asmara. Menurutnya konflik berdarah yang disertai pembakaran
puluhan rumah ersebut semata-mata karena berawal dari konflik dua orang
anak pasangan Choirul Ummah-Ma’mun Achmad, yakni Tajul Muluk dan Rois
Al Hukuma tahun 2005. Awalnya, kakak beradik itu sama-sama penganut
Syiah. Ketika itu, Rois ingin menikahi salah satu santrinya yang bernama Halimah.
Namun, Halimah justru menikah dengan tetangga Muluk. Namun berbagai
penelitian menunjukkan bahwa penyebab dari terjadinya konflik di Sampang
tidaklah sesederhana itu. Salah satu faktor pencetus terbesar adalah kebencian
yang disebarkan dengan mengatakan syiah sebagai kelompok sesat.5

Dari permasalahan yang ada, dalam hal ini penulis melihat tiga hal menarik
untuk diungkapkan dari kasus konflik Sunni-Syiah yang tersebut. Pertama, konflik
Sunni-Syiah yang terakhir ini menyebabkan adanya 2 korban jiwa yang
meninggal dunia dan juga menjadi konflik berkepanjangan. Kedua, adanya relokasi
kelompok Syiah ke Siodarjo secara paksa dan Ketiga, pemerintah yang belum
bisa menyelesaikan kasus ini, sehingga para korban Syiah masih di lokasi relokasi
dan belum bisa pulang ke kampung halaman. Keempat, ada persyaratan tobat
dan dibaiat jika kelompok Syiah ingin diterima kembali di Sampang.

B. Perbandingan Antara Dua Kasus


Menurut pendapat saya diantara dua kasus yang sudah dijelaskan di atas ada
mempunyai kesamaan namun berbeda hal, maksudnya disini kasus pertama membahas
tentang antar umat beragama yakni islam dan kristen yang mana dulu mereka
mempunyai hubungan yang baik, lantaran karena pembangunan rumah ibadah atau greja

5
Ahmad Zainul Hamdi, “Klaim Religious Authority Dalam Konflik Sunni-Sui’I Sampang Madura, Islamica,
Vol.6, No.2, Maret 2012, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2012), hal 215.

6
yang telah menyebar luas yang mana peletakkannya tempatnya melebihi yang sudah
diteteapkan pemerintah sekitar bahkan ada yang melakukan pembangunan secara ilegal,
sehingga terjadinya demontrasi orang islam karena maraknya penbangunan gereja
tersebut di tambah ada sebuah buku yang mana isi dari buku tersebut di anggap
menghina agama islam dan hal terbut terus memendan dan memunculkan kembali
konflik baru, yang mana menyebabkan adanya perjanjian 11 Juli, ada pembakaran gereja
dengan orang yang tidak dikenal, hingga akhirnya ada 10 gereja yang ditutup oleh
pemerintah, sampai pada ujung puncak konflik yaitu pembakaran satu unit gerja penuh
dikarenakan rumah dijadikan tempat untuk beribadah orang kristen dan juga
keterlambatan pemerintah dalam jadwal pembongkaran gereja. Inti dari kasus ini adalah
kekecewaan orang islam terhadap orang keristen tentang pembangunan rumah ibadah
mereka yang tidak sesuai dengan perintah atau janji pembangunan tersebut.

Sedangkan kasus yang kedua yaitu antara syiah dan sunni, mereka dalam lingkup
agama yang sama yaitu agama islam tetapi ajaran mereka yang berbeda maksudnya
disini seperti mahzab yang di anut mereka berbeda namun tujuan mereka sama yaitu
menuju kepada ridhonya Allah SWT. Dalam kasus ini terjadi bermula kaum syiah yang
masuk ke lingkupan kehidupan kaum sunni, yang mana ketidak percayaan kaum sunni
terhadap ajaran yang di anut oleh kaum syiah sehingga menjadi bencana yang bersar
terjadi konflik berdarah yang terjadi mengakibatkan beberapa warga meningga dan
puluhan rumah terbakar karena ketidak terimaan kaum syiah atas tuduhan bahwa ajaran
mereka itu sesat, namun ada yang berpendapat pemicu konflik tersebut hanyar karena
asmara namun hal ini meneurut saya tidak stategis mungkinkah karena asrama mampu
membunuh bahkan membakar puluhan rumah. Dalam hal ini saya berpendapat bahwa
aliran yang ada di Indonesia ini sangat banyak dan mereka pun mempunyai ajaran
masing-masing, kalo dikatakan percaya atau tidak itu sesuai keyakinan yang dianutnya
masing-masing, mereka pasti semua beranggapan bahwa apa yang sudah menjadi
keyakinan mereka itulah yang benar, itu menurut pandangan mereka, berbeda kalo
pendapat orang yang tidak mengaut ajaran mereka pasti mereka menyalahkan ajaran lain,
hal ini menurut saya sangat lumrah didengar oleh orang-orang.

Jadi inti dari penyebab kedua kasus ini adalah mereka sama-sama membela agama
yang dianutnya dan ajaran yang dianutnya, dan itu memang merupakan hak mereka,
namun hal yang perlu di perhatikan adalah bagimana cara mereka menyikapi konflik

7
tersebut, lebih tepatnya diantara dua kasus ini pemerintah berperan penting, karena
bagimana dua kelompok yang berbeda agama atau aliran di satukan dalam lingkup yang
sama, memang hal itu mungkin banyak orang memandang itu lumrah tercampur baurnya
antara dua kelompok yang berbeda karena tentunya di Indonesia sendiri untuk umat
beragama mempunyai toleransi yang sangat tinggi, tapi hal itu tidak luput dari
permasalahan yang akan mereka alami saat itu, sebagai mana yang kita tahu bahwa Aceh
termasuk kota yang mana menjunjung tinggi aturan agama islam, dan mayoritasnya pun
juga banyak orang islam, sehingga ketika terjadinya pembangunan rumah ibadah agama
kristen pasti itu akan membawa kekawatiran dan juga keresahan orang islam dalam
beribdah , begitupun juga tentang aliran. Dan pemerintah juga bertanggung jawab atas
konflik tersebut penanganan yang dilakukan juga haur disegerakan jangan sampai adanya
keterlambatan yang mana hal itu bisa menimbulkan banyknya konflik yang akan muncul
dan korban serta kerusakan akan bertambah banyak. Dampak dari konflik ini pasti sangat
merugikan satu sama lain namun jika bisa ditangani dengan cepat ataupun dengan
ketegasan dari pemerintah mungkin konflik tersebut akan tidak sebesar itu terjadi.

C. Penanganan Konflik
1. Konflik Umat Beragama
Berdasarkan apa yang saya baca disebutkan bahwa startegi yang dilakukan
oleh Humas Kantor Bupati Aceh Singkil dalam menyelesaikan konflik antar umat
beragama adalah dengan menggunakan strategi sebagai berikut :
a) Strategi komunikasi melalui konsoliasi
Konsoliasi yang dilakukan oleh pihak Humas Kantor Bupati Aceh
Singkil selaku konsiliator adalah dengan mempertemukan kedua belah pihak
untuk mencapai persetujuan serta titik temu penyelesaian konflik yang
terjadi. Yang mana di dalam pertemuan itu akan disampaikan keinginan-
keinginan dari kedua belah pihak untuk dirundingkan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan masyarakat.
b) Strategi komunikasi melalui jalur negosiasi atau musyawarah
Dalam kurun waktu selama 3 tahun 2010-2015 tercatat telah terjadi 3 kali
konflik agama di Aceh Singkil. Hasil negosiasi dan musyawarah yang
dilakukan Humas Setda Aceh Singkil adalah pemerintah Daerah mengingatkan
kembali bahwa izin pendirian rumah ibadah bagi umat Kristen yang ada di
Aceh Singkil sudah ditetapkan jumlahnya dan tidak bisa ditambah lagi.

8
Hasil negosiasi tersebut juga dituangkan dalam bentuk hukum tertulis yaitu
pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No. 30/1999. Sehingga apa yang sudah
ditetapkan oeleh pemerintah tidak akan bisa dilakukan kembali sehingga
meminimasir terjadinya konflik antar umat beragama.
c) Strategi komunikasi melalui mediasi
Mediasi merupakan suatu proses non formal yang ditujukan untuk
memungkinkan para pihak yang berkonflik mendiskusikan perbedaan
pandangan secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga yaitu hakim mediasi.

2. Konflik Sampang
Berdasarkan apa yang saya baca pemerintah di daerah tersebut sudah
melakukan penyelesaian dengan cara yang pertama dengan cara hukum yang mana
siapa yang melanggar apa yang sudah ditentukan siap untuk menanggu jawabkan
perbuatnnya. Seperti telah dijelaskan di atas pemimpin kaum syiah pernah dihukum
atau dipenjara karena dianggap penghinaan kepada agama islam, dan dengan cara
musyawarah atau menggabungkan kedua belah pihak merundingkan permasalhan
tersebut sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Peran Pemerintah Daerah Sampang dalam penyelesaian konflik Syiah-Sunni


di Kabupaten Sampang perspektif Imam Al-Mawardi, pemerintah yang pada
dasarnya memiliki misi kenabian dalam melindungi agama dan menyampaikan
kemaslahatan hidup manusia.

9
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan agama di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahu, dan salah satunya adalah konflik anatara umat
beragama yang mana dapat disimpulkan bahwa terjadinya konflik karena
kekecewaan orang islam terhadap orang keristen tentang pembangunan rumah
ibadah mereka yang tidak sesuai dengan ketentuan pemertintah yang sudah di
tetapkan, dan itulah yang sangat memicu konflik itu terjadi sebab mayoritas kota
Aceh adalah beragama islam.
2. Hal yang disimpulkan terhadap kasus konflik Sampang adalah adanya ketidak
percayaan kelompok sunni terhadap kelompok syiah merupakan faktor utama
terjadinya konflik. Memang pemaham syi’ah di Indonesia tidak dilarang, tetapi
antara kelompok sunni dengan syiah tidak bisa disatukan dalam satu wilayah
karena ibarat air dan minyak kedua kelompok itu tidak dapat berinteraksi dalam
satu lingkungan sosial secara normal. Mereka semua akan menganggap bahwa
apa yang diajarkan oleh aliran mereka itu benar. Intinya jika dalam suatu aliran
menganggap aliran merekalah yang paling benar maka konflik itu akan terus
menerus berlanjut tidak akan pernah menemukan titik temu permasalahn. Namun
jika setiap aliran memfokuskan ajaran mereka apa yang mereka anut tanpa
memperduliakan aliran lain hal itu akan membawa dampak besar akan tidak
terjadinya konflik, ketidak pedulian akan aliran lain itu sangat penting untuk tidak
memicunya konflik terjadi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zainul Hamdi, “Klaim Religious Authority Dalam Konflik Sunni-Sui’I


Sampang Madura, Islamica, Vol.6, No.2, Maret 2012, ( Surabaya : IAIN Sunan Ampel,
2012)

Andang. Subaharianto, Tantangan Industrialisasi Madura ; Membentur Kultur,


Menjunjung Leluhur. (Malang : Bayumedia, 2004)

Hasib, Kholili. “Meneropong Gerakan Syiah di Jawa Timur”. dalam,


www.islampos.com. Akses tanggal 19 November 2021

Mallia Hartanti, dkk, Jurnal Analisis Konflik Umat Beragama DI Aceh, ( VOL 2, NO
3; SSN 2655-8823)

Noor Hasanah, Psikologi Agama ; Memahami Kesadaran dan Pengalaman Beragama


Penganut Agama, (Serang ; Laksita Indonesia, 2019 )

Syafi‟i Ma‟arif, Agama dan Harmoni Kebangsaan dalam Perspektif Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha,Konghuchu (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah, 2000)

Tempo, NU Anggap Konflik Sampang Masalah Keluarga,


http://www.tempo.co/read/news/2012/08/28/063426047/NU-Anggap-Konflik-Sampang-
Masalah-Keluarga,html, diakses 19November 2021.

11

Anda mungkin juga menyukai