Bahwa pengantin laki-laki harus dengan sukarela adalah jelas, karena dia
harus mengucapkan "penerimaan' dalam akad itu.
1. Kalau ia janda, maka tidak boleh dipaksa (si wali tidak boleh
memaksa)
2. Kalau si gadis belum pernah menikah sah, maka wali mujribnya (ayah
atau kakek = ayahnya ayah) boleh (ulangi: tidak wajib, tidak
dianjurkan) memaksakan akad nikah, dengan syarat-syarat :
Penyaksian ini menurut hukum Islam cukup oleh dua orang laki-laki yang
adil (dapat dipercaya). Namun supaya penyaksian ini lebih luas sifatnya dan
sebagai tanda tasyakur kepada Allah atas terlaksananya akad penting ini,
maka Islam menganjurkan (mensunahkan) orang mengadakan walimah
(pesta, selamatan atau apapun namanya). Walimah akad nikah ini dinilai
demikian penting oleh Islam, sehingga "undangan walimah pengantin" ni
(walimatul arus) wajib dipenuhi (dihadiri) kalau tidak ada uzur atau sebab-
sebab lain. Hanya walimatul arus inilah satu-satunya yang tegas diatur oleh
Islam. Walimah-walimah lainnya,boleh saja diadakan sebagai tasyakur
(walimatul hamli, walimatul khitan dan sebagainya). Tentu saja tidak perlu
bermewah-mewah atau sampai tabdzir (pemborosan) apalagi sampai utang
kesana kemari.
Wali bagi pengantin perempuan adalah syarat mutlak. Tidak sah akad nikah
tanpa wali bagi penganti perempan, yang berhak menjadi wali adalah :
Hendaknya diingat bahwa ayah dan kakek disebut wali mujbir yang
mempunyai hak memaksa pengantin perempuan diakadnikahkan, dengan
syarat-syarat yang disebut diatas.
Mengingat hal tersebut pantaslah kalau kepada ayah atau kakek diberi
wewenang mengambil keputusan kepada siapa si anak diserahkan untuk
hidup berumah tangga, kehidupan bersama yang bukan untuk satu dua
minggu, bulan, tahun tetapi diharapkan untuk selama hidup dengan
kebahagiaan. Itupun dengan syarat-syarat dan anjuran/tuntunan. Sedang
wali yang lain (Grairu Mujbir = tidak berhak memaksa) lebih bersifat
formalitas.
Akhirnya, juga kita harus kembali kepada sikap mental Ketuhanan Yang
Maha Esa bahwa aturan tentang pernikahan ini (terutama mengenai akad)
banyak bersifat ta'abudi (ritual). Kita harus menerima aturan-aturan sebagai
kemahabijaksanaan Allah Yang Maha Mengatur dan Maha Kuasa. Kita teriam
sebagai tasyakur kepada nikmat-nikmat-Nya.
Oleh karena itu akad nikah adalah sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pelaksanaannya dan kelanjutannya harus diatur dengan penuh
kebijaksanaan dan hanya Allah Yang Maha Bijaksana, Allah yang paling
berhak mengaturnya, disamping hal-hal yang diserahkan kepada pikiran dan
akal manusia. Didalam aturan-aturan Allah itu tercakup pula restu dan
persetujuan orang tua, orang yang paling banyak berkorban untuk kita,
orang yang paling besar harapannya untuk kebahagiaan kita. "Sampai
hatikah kita menyakiti hati orang tua, hanya karena tertarik kepada
seseorang yang baru pernah tersenyum saja kepada kita?".