Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA EKONOMI ISLAM, HUKUM EKONOMI ISLAM DAN KAIDAH


EKONOMI ISLAM

Penulisan makalah ini digunakan sebagai tugas kelompok


Mata Kuliah Ekonomi Islam
Yang diampu oleh Wasti Reviandani, S.E., M.M.

Disusun Oleh:

Yuzza Laivo (190301025)


Ade Reza Ihsani (190301240)
Ahmad Habibi (190301207)
Alman Saufi (190301231)
Enrico Julian Ekananda (190301032)
Muhammad Tariq Arrahman (190301251)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
MAKALAH

ETIKA EKONOMI ISLAM, HUKUM EKONOMI ISLAM DAN KAIDAH


EKONOMI ISLAM

Penulisan makalah ini di gunakan sebagai tugas kelompok


Mata Kuliah Ekomomi Islam
Yang diampu oleh Wasti Reviandani, S.E., M.M.

Disusun Oleh :
Yuzza Laivo (190301025)
Ade Reza Ihsani (190301240)
Ahmad Habibi (190301207)
Alman Saufi (190301231)
Enrico Julian Ekananda (190301032)
Muhammad Tariq Arrahman (190301251)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

ii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur Alhamdulillah, senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah
SWT. Dzat yang menciptakan alam seisinya. Dzat yang memperjalankan siang dan malam
dengan teratur. Dzat yang wajib disembah oleh hamba-hamba-Nya. Karena, dengan Nikmat,
Rahmat, Taufiq, Hidayah, Inayah, serta Petunjuk-Nya, penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.
Dengan selesainya makalah yang memaparkan tentang Ekonomi Islam ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Yaitu:
1. Bapak Tumirin, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Muhammadiyah Gresik
2. Ibu Maulidyah Amalina Rizqi, S.E.,M.M. selaku Ka Prodi Fakultas Manajemen
3. Ibu Wasti Reviandani, S.E.,M.M. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Ekonomi Islam
yang dengan telaten dan sungguh-sungguh dalam menyampaikan materi dan
bimbingannya.
4. Teman-teman, serta semua pihak yang telah membantu, dalam penyelesaian makalah
ini.
Semoga atas jerih payah dan sumbangsih pemikirannya diterima oleh Allah SWT.
Amin, dan penulis berharap, semoga makalah ini, bagi pembaca dapat dijadikan sebagai
sumber bacaan yang berguna untuk menambah ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
penulisan selanjutnya.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A. Etika Ekonomi Islam.............................................................................. 3
B. Hukum Ekonomi Islam.......................................................................... 4
C. Kaidah Perilaku Ekonomi Islam............................................................ 6
BAB III : PENUTUP..................................................................................................... 11
A. Kesimpulan............................................................................................ 12
B. Saran...................................................................................................... 12
C. Daftar Pustaka........................................................................................ 13

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudah merupakan Sunatullah bahwa manusia lahir kebumi dengan dua sisi. Ada sisi
malaikat dan sisi hewaniyah. Bila sisi hewaniyah yang diperturutkan oleh manusia maka
yang muncul adalah naluri hewan yang tidak mengenal aturan sehingga nafsulah yang
diikuti. Pemerasan, pemalsuan, penipuan, pengutamaan kepentingan sendiri (egois) dan
semua akhlak buruk lainnya akan mengambil peran dalam semua aspek kehidupan
manusia, termasuk aspek ekonomi (bisnis). Sebaliknya bila sisi malaikat yang
dikembangkan maka yang muncul adalah sifat-sifat yang terpuji. Ekonomi islam hanya
akan tegak manakala semua pelakunya berakhlak mulia. Karena akhlak manusia masih
banyak yang liarr, maka dipandanng mutlak untuk dijinakan dengan tuntunan syariah.
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak
terpisahkan (integral) dari agama islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi akan
mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Dalam ekonomi Islam penerapan di
kehidupan sehari hati perlu di perhatikan, dalam hal ini adalah perilaku pelaku ekonomi
itu sendiri. Perilaku ekonomi tersebut memilki kaidah kaidah ataupun nilai nilai yang ada.
Kaidah kaidah ataupun nilai nilai tersebut sangat penting untuk melihat nilai yang
mendasari bekerjanya Sistem Ekonomi Islam. Lebih khusus, nilai nilai dalam Sistem
Ekonomi Islam tersebut bersumber dari al-Quran dan Sunnah, yang menjadi dasar dari
pandangan hidup Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan


masalah dalam makalah ini adalah :
1. Etika yang ada dalam Ekonomi Islam ?
2. Apa landasan Hukum Ekonomi Islam?
3. Kaidah dan perilaku yang ada dalam Ekonomi Islam?

5
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui etika Ekonomi islam
2. Untuk mengetahui landasan Hukum Ekonomi Islam
3. Untuk mengetahui kaidah dan perilaku yang ada dalam Ekonomi Islam

D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
1. Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang etika ekonomi
islam, landasan hukum ekonomi islam, kaidah dan perilaku yang ada dalam ekonomi
islam.
2. Semoga makalah ini berguna untuk menambah wawasan dari berbagai referensi
sekaligus dapat dijadikan sebagai dasar-dasar pemahaman tentang apa ekonomi islam.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Ekonomi Islam


Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi Islam didasarkan pada tiga konsep
fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (tauhid), kepemimpinan (khilafah) dan
keadilan (a'dalah). Tauhid adalah konsep yang paling penting dan mendasar, sebab
konsep yang pertama adalah dasar pelaksanaan segala aktivitas baik yang menyangkut
ubudiah/ ibadah mahdah (berkait sholat, zikir, shiam, tilawat-al Qur'an dsb), mu'amalah
(termasuk ekonomi), muasyarah, hingga akhlak.

‫دَى هَّللا ُ َو ِم ْنهُ ْم َم ْن‬R َ‫م َم ْن ه‬Rُْ‫ الطَّا ُغوتَ ۖ فَ ِم ْنه‬R‫وا‬RRُ‫دُوا هَّللا َ َواجْ تَنِب‬R ُ‫واًل َأ ِن ا ْعب‬R ‫ ِّل ُأ َّم ٍة َر ُس‬R‫ا فِي ُك‬RRَ‫ ْد بَ َع ْثن‬R َ‫َولَق‬
َ‫ َك ْيفَ َكانَ عَاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِين‬R‫ض فَا ْنظُرُوا‬
ِ ْ‫ضاَل لَةُ ۚ فَ ِسيرُوا فِي اَأْلر‬ ْ َّ‫َحق‬
َّ ‫ت َعلَ ْي ِه ال‬

Artinya:

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-
orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).

Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi sebagaimana firman Allah SWT:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

ُ ِ‫ف‬R‫ض َخلِيفَةً ۖ قَالُوا َأتَجْ َع ُل فِيهَا َم ْن يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْس‬


‫ ِّد َما َء‬R‫ك ال‬ ِ ْ‫ك لِ ْل َماَل ِئ َك ِة ِإنِّي َجا ِع ٌل فِي اَأْلر‬ َ َ‫َوِإ ْذ ق‬
َ ُّ‫ال َرب‬
َ‫ال ِإنِّي َأ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬
َ َ‫َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِدكَ َونُقَدِّسُ لَكَ ۖ ق‬

Artinya :

"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al Baqarah: 30).
Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepadaNya dan mereka akan diberi
pahala (reward) atau azab (punishment) di hari akhirat kelak berdasarkan apakah

7
kehidupan mereka di dunia ini sesuai atau bertentangan dengan petunjuk yang telah
diberikan oleh Allah SWT.

Karena itu, konsep kedua yang harus diperhatikan dalam pembangunan adalah
konsep kepemimpinan (khalifah) dalam rangka bertanggung jawab terhadap manajemen
alam dunia ini dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. menegakkan keadilan
dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai salah satu sifat yang sangat ditekankan, sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid ayat 25:

‫ ِه‬R‫ َد فِي‬R‫ا ْال َح ِدي‬RRَ‫ ِط ۖ َوَأ ْن َز ْلن‬R‫و َم النَّاسُ بِ ْالقِ ْس‬RRُ‫َاب َو ْال ِميزَ انَ لِيَق‬ َ ‫ت َوَأ ْنزَ ْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِكت‬
ِ ‫لَقَ ْد َأرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّنَا‬
ِ ‫ص ُرهُ َو ُر ُسلَهُ بِ ْال َغ ْي‬ ‫ْأ‬
ِ ‫ب ۚ ِإ َّن هَّللا َ قَ ِويٌّ ع‬
‫َزي ٌز‬ ُ ‫م هَّللا ُ َم ْن يَ ْن‬Rَ َ‫اس َولِيَ ْعل‬
ِ َّ‫بَ سٌ َش ِدي ٌد َو َمنَافِ ُع لِلن‬
Artinya :

"Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)-Nya dan Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa." Dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi atau iqtishod yang
merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep Islam harus
memerhatikan prinsip tauhid, khalifah dan keadilan (a'dalah), yang harus berdampingan
manakala akan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera (al falah).

Pentingnya Mempelajari Ekonomi Islam

Saat ini kita perlu mempelajan, menelaah, membahas dan menyusun mu ekonomi
Islam dalam sebuah konstruksi Ekonomika Islam. Aktivitas penelaahan dan penyusunan
ini tentunya merujuk dari sumber utama Al Qur'an Al Hadits dan sumber lainnya, tanpa
mengabaikan sumber-sumber yang sudah ada (konvensional) yang dapat digunakan untuk
penyempurnaan konstruksi manajemen Islan. Tujuan aktivitas penelaahan dan
penyusunan ini tidaklah sekadar membandingkan konstruksi ekonomi konvensional yang
sudah ada, namun jauh melebihi itu, yaitu berupaya merekonstruksi penilaku-perilaku
ekonomi yang berazaskan ahlak yang mulia (ahlakul karim), di mana perlaku perlaku
tersebut harus memperhatikan nilai-nilai kemuliaan seperti kejujuran, keadilan,
kepercayaan (amanah). tanggung jawab, dan sebagainya.

8
B. Hukum Ekonomi Islam

Sumber hukum dalam manajemen Islam yang pertama adalah Al Qur'an. Al Qur'an
secara etimologis adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya "bacaan". Al
Qur'an adalah wahyu kalam Allah SWT yang diturunkan melalui Rasulullah SAW yang
disampaikan kepada umat manusia (muslim) dalam rangka menuntun kehidupan di dunia.

َ ‫ٰ َذلِكَ ْال ِكتَابُ اَل َري‬


َ‫ْب ۛ فِي ِه ۛ هُدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬
Artinya, “Itu kitab tiada terdapat keraguan di dalamnya sebagai petunjuk bagi orang
yang bertakwa.” (Al Baqarah: 2).

Al Qur'an merupakan sumber petunjuk bagi kehidupan manusia. Petunjuk Al Qur'an


itu dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk. Pertama, ada ayat-ayat yang sudah
mengatur hukum secara jelas atau eksplisit dan terinci yang tidak memungkinkan untuk
penafsiran lain, namun hal ini berlaku dalam jumlah yang sangat terbatas. Kedua, ayat-
ayat Al Qur'an yang secara implisit mengatur dan menjelaskan secara garis besar saja.
Demikian pula, Al Qur'an bukan ringkasan mengenal etika. Akan tetapi selain
mengungkapkan hal-hal yang teknis, juga membicarakan prinsip-prinsip pokok dan
menaruh perhatian terhadap hal-hal yang bersifat ilahiyah dan semua hal pokok bagi
peningkatan kesejahteraan manusia di segala bidang. Dengan demikian, jelas bahwa Al
Qur'an tidak hanya mengatur dan memelihara hubungan erat antara manusia dan Tuhan.
Akan tetapi juga mengatur dan menjelaskan masalah hubungan manusia dengan manusia
(kehidupan sosial) yang lengkap. Kedudukan Al Qur'an sebagai sumber utama dan
pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum untuk
suatu kejadian, tindakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari penyelesaiannya
dari Al Qur'an. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan Al Qur'an, maka ia tidak
boleh mencari jawaban lain di luar Al Qur'an. Demikian juga sesual dengan kedudukan
Al Qur'an sebagai sumber utama atau pokok hukum Islam, berarti Al Qur'an itu menjadi
sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu, jika akan menggunakan sumber
hukum lain di luar Al Qur'an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al Qur'an dan tidak
boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al Qur'an. Hal ini berarti bahwa
sumber-sumber hukum selain Al Qur'an tidak boleh menyalahi apa pun yang telah
ditetapkan Al Qur'an.

9
Sumber hukum yang kedua yaitu As-sunnah. As-sunnah secara harfiah berarti cara,
adat istiadat, kebiasaan hidup yang mengacu kepada perilaku Nabi SAW yang dijadikan
teladan. Dasar hukum hadits atau sunnah sebagai rujukan setiap persoalan termasuk
bidang manajemen setelah Al Qur'an adalah surat Al Hasyr ayat 7 :

‫ا َم ٰى‬RRَ‫رْ بَ ٰى َو ْاليَت‬RRُ‫ ِذي ْالق‬RRِ‫ول َول‬ ِ RR‫َّس‬ ُ ‫ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِلر‬RRُ‫ل ْالق‬RR


ِ ‫ولِ ِه ِم ْن َأ ْه‬RR‫ا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َر ُس‬RRَ‫ا َأف‬RR‫َم‬
ُ‫ ُذوه‬R‫و ُل فَ ُخ‬R‫َّس‬ ُ ‫ا ُك ُم الر‬RRَ‫ا آت‬RR‫ا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َم‬RRَ‫يل َك ْي اَل يَ ُكونَ ُدولَةً بَ ْينَ اَأْل ْغنِي‬ِ ِ‫ين َواب ِْن ال َّسب‬ ِ ‫َو ْال َم َسا ِك‬
ِ ‫َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
Artinya : "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah".

Sunnah menurut pemahaman ulama ushul fiqih dibagi menjadi tiga macam, yang
pertama Sunnah Qauliyah, adalah ucapan lisan Nabi Muhammad SAW yang didengar dan
dinukilkan oleh sahabatnya, namun yang diucapkan Nabi itu bukan wahyu Al Qur'an. Al
Qur'an juga lahir dari lisan Nabi SAW yang juga didengar oleh sahabat r.a. dan disiarkan
kepada orang lain sehingga kemudian diketahui orang banyak. Yang kedua, Sunnah
Filiyah, adalah semua perbuatan dan tingkah laku Nabi SAW yang dilihat, diperhatikan
oleh sahabat radhiallahu anhum. Kemudian disebarluaskan oleh orang yang
mengetahuinya. Dan yang ketiga, Sunnah Taqriniyah, yaitu apabila seseorang sahabat r.a.
melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan di hadapan Nabi atau pada
masa Nabi, di mana Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan Nabi
mendiamkannya atau tidak menyanggahnya. Dengan bahasa lain diamnya Nabi SAW
berarti menyetujui perbuatannya.

Sumber hukum yang ketiga yaitu ijma. Pengertian ijma’ menurut istilah ahli ushul
fiqih adalah kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam pada suatu masa
setelah rasulullah wafat, terhadap hukum syara' tentang suatu masalah. Pembenaran
terhadap ijma' sebagai hukum, dapat ditemukan dalam Al Qur'an maupun dalam hadits.
Di dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 143 dinyatakan:

ۗ ‫ ِهيدًا‬R ‫و ُل َعلَ ْي ُك ْم َش‬R ‫َّس‬ ِ َّ‫هَدَا َء َعلَى الن‬R ‫ك َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو َسطًا لِتَ ُكونُوا ُش‬
ُ ‫ونَ الر‬RR‫اس َويَ ُك‬ َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬
‫ ِه ۚ َوِإ ْن‬R‫ول ِم َّم ْن يَ ْنقَلِبُ َعلَ ٰى َعقِبَ ْي‬ ُ ‫ ُع الر‬R ِ‫ا ِإاَّل لِنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّب‬RRَ‫َو َما َج َع ْلنَا ْالقِ ْبلَةَ الَّتِي ُك ْنتَ َعلَ ْيه‬
َ R ‫َّس‬

10
ِ َّ‫انَ ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ بِالن‬RR‫ي َع ِإي َم‬R‫ُض‬
ٌ ‫ َر ُء‬Rَ‫اس ل‬
‫وف‬ ِ ‫يرةً ِإاَّل َعلَى الَّ ِذينَ هَدَى هَّللا ُ ۗ َو َما َكانَ هَّللا ُ لِي‬ ْ ‫َكان‬
َ ِ‫َت لَ َكب‬
‫َر ِحي ٌم‬

"Dan demikian pula kami telah menjadikanmu umat yang adil" sementara di dalam
hadits dinyatakan yang artinya umatku tidak akan bersepakat untuk menyetujul
kesalahan". jiima' adalah suatu prinsip penetapan hukum, yang muncul sebagai akibat dari
penalaran yang dilakukan atas suatu peristiwa hukum yang berkembang dengan cepat
akibat perubahan fenomena masyarakat. Sehingga, suatu masyarakat Islam yang tetap
ingin mengikuti perkembangan dunia modern harus memberikan bentuk atau landasan
hukum kepada ijma'. Namun demikian kedudukan dan kehujjahan ijma' menurut pendapat
para ulama, bahwa ijma' tersebut terletak di bawah deretan Al Qur'an dan As Sunnah, dan
ijma' tidak boleh menyalahi nash yang qath'i.

Sumber hukum yang keempat yaitu Qiyas. Pengertian qiyas menurut bahasa berarti
mengukur dan menyamakan sesuatu hal dengan hal lain yang sudah ada. Sedangkan
secara istilah, qiyas artinya menyamakan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya dalam Al Qur'an dan Al Hadits dengan hal lain yang sudah ada ketentuan
hukumnya dalam Al Qur'an dan Al Hadits karena adanya persamaan penyebab. Misalnya
dalam Al Qur'an tidak disebutkan hukum menggunakan narkoba (narkotika dan obat-obat
ferlarang), tetapi hal tersebut haram karena disamakan dengan khamr.

Dalil atau petunjuk yang membolehkan qiyas sebagai landasan hukum dalam fiqih
Islam termasuk fiqih mu'amalah adalah dalam surat An Nisa ayat 59:

‫ َ ُأ‬R‫َّس‬
ِ R‫ول َو ولِي اَأْل ْم‬
‫ا َز ْعتُ ْم فِي‬RRَ‫ِإ ْن تَن‬Rَ‫ر ِم ْن ُك ْم ۖ ف‬R ُ ‫وا الر‬RR‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطي ُع‬
‫ك َخ ْي ٌر َوَأحْ َس ُن تَْأ ِوياًل‬ َ ِ‫َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذل‬

Artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amn
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-

11
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya."

C. Kaidah Perilaku Ekonomi Islam

Bersumber dari pandangan hidup Islam melahirkan nilai-nilai dasar dalam ekonomi
yakni ;

1.      Keadilan , dengan menjunjung tinggi nilai kebenaran, kejujuran, keberanian dan
konsistensi pada kebenaran.
2.      Pertanggungjawaban, untuk memakmurkan bumi dan alam semesta sebagai tugas
seorang khalifah. Setiap pelaku ekonomi memilki tanggung jawab untuk perilaku
ekonomi yang benar, amanah dalam mewujudkan kemaslahatan. Juga memilki
tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum bukan
kesejahteraan pribadi atau kelompok tertentu saja.
3.      Tafakul (jaminan social), adanya jaminan social di masyarakat akan mendorong
terciptanya hubungan yang baik di antara individu dan masyarakat, karena Islam tidak
hanya mengajarkan hubungan vertical, namun juga menempatkan hubungan
horizontal ini secara seimbang.
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam tersebut menjiwai masyarakat muslim dalam
melakukan aktivitas social ekonominya. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang
hubungan manusa dengan dirinya dan lingkungan sosialny, yang menurut naqvi
direpresentasikan dengan empat aksioma etik yakni : Tauhid, Keseimbangan /
Kesejajaran (equilibrium), Kehendak bebas (free will), dan Tanggung Jawab
(responsibility).
Tauhid merupakan sumber utama ajaran Islam yang percaya penuh
terhadap Tuhan dan merupakan dimensi vertical Islam. Menciptakan hubungan
manusia dengan Tuhan dan penyerahan tanpa syarat manusia atas segala perbuatan
untuk patuh pada Perintah-Nya, sehingga segala yang dialkukan harus sesuai dengan
yang telah digariskan. Kepatuhan ini membantu manusia merealisasikan potensi
dirinya, dengan berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan diri dalam
menciptakan kesejahteraan. Keseimbangan (equilibrium), merupakan prinsip yang
menunjuk pada cita-cita social. Prinsip keseimbangan dan kesejajaran berlaku bagi

12
seluruh kebijakan dasar bagi semua institusi social, baik hokum, politil maupun
ekonomi. Khusus dalam ekonomi prinsip keseimbangan menjadi dasar dalam proses
produksi, konsumsi dan distribusi. Salah satu landasan ekonomi Islam yang paling
kuat adalah firman Allah dalam surat Al Qasas ayat 77 yang bermakna sebagai
berikut: “Carilah dengan, karunia Rabmu, untuk kebahagiaan di akhirat, tetapi jangan
lupakan nasibmu di dunia. Dan berbuat baiklah kamu, sebagaimana Allah berbuat
baik kepadamu. Dan janganlah berbuat jahat, sesungguhnya Allah tidak suka kepada
hambanya yang berbuat jahat”. Berdasarkan pernyataan Allah tersebut, maka
ekonomi Islam dengan berbagai perilaku bisnisnya, perilaku konsumsinya dan
perilaku produksinya akan selalu bersandar pada tujuan utama yaitu keseimbangan
(equilibrium) untuk kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Keinginan bebas (free will), merupakan kemampuan untuk menentukan
pilhan sehingga menjadikan manusia sebagai sebagai khalifah di muka bumi.
Kebebasan dalam menentukan pilihan memilliki konsekuensi pertanggungjawaban
terhadap apa yang telah dipilih sehingga manusia dituntut untuk berada dalam pilihan
yang benar. Namun, dengan kebebasan pula, manusia diberikan keleluasaan dalam
memilih dua pilihan yakni, apakah ia membuat pilihan yang benar yang dibimbing
oleh kebenaran, sehingga dalam melakukan segala sesuatu tetap dalam koridor
kebenaran atau sebaliknya,, ia memilih pilihan yang tidak dibimbing oleh kebenaran
sehingga ia semakin jauh dari jalan kebenaran. Tanggung jawab (responsibility),
aksioma ini dekat dengan kehendak bebas, namun bukan berarti sama dengan
kehendak bebas. Konsep tanggung jawab melahirkan sikap kepedulian terhadap
lingkungan social, yang memberikan dampak bukan hanya pada kebaikan individu
secara pribadi, namun kebbaikan yang berdampak pada masyarakatsecara umum.
Serta melahirkan kesadaran untuk menjadi diri yang lebih baik.
Konsep Rasionalitas Islam secara umum dibangun atas dasar aksioma
aksioma yang diderivasikan dari agama Islam. Meskipun demikian, beberapa aksioma
ini merupakan kaidah yang berlaku umum dan universal sesuai dengan universalitas
agama Islam. Secara garis besar sebagai berikut :
a. Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah. Sebagimana telah
dibahas sebelumnya bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan falah maka
kegaiatan ekonomi harus diarahkan untuk mencukupi lima jenis kebutuhan guna
menghasilkan mashlahah.

13
b. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubaziran (non-
wasting) Dapat dipahami bahwa untuk mencapai suatu tujuan, maka diperlukan
suatu pengorbanan, Namun, jika pengorbanan tersebut lebih besar dari hasil yang
diharapkan, maka dapat dipastikan bahwa telah terjadi pemubaziran atas suatu
sumber daya. Perilaku mencegah wasting ini diinginkan oleh setiap pelaku karena
dengan terjadinya kemubaziran berarti telah terjadi pengurangan dari sumber daya
yang dimilki tanpa kompensasi berupa hasil yang sebanding.
c. Setiap pelaku ekonomii selalu berusaha untuk memindahkan risiko (riks aversion)
Risiko adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya
menyebabkan menurunkan mashlahah yang diterima.
d. Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian
Ketidakpastian dapat menurunkan mashlahah yang diterima. Kemunculan risiko
dalam banyak hal dapat diantisipasi melalui gejala yang ada. Gejala yang
dimaksud di sini adalah adanya ketiakpastian.

e. Setiap pelaku berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan risiko


Dalam kondisi ketidakpastian, setiap pelaku berusaha untuk mencapai dan
melengkapi informasi serta kemampuannya. Hal ini kemudian digunakan untuk
mengkalkulasi apakah suatu risiko masuk dalam kategori worthed atau unworthed
sehingga dapat ditentukan keputusan apakah akan menghadapi risiko tersebut atau
menghindarinya
Aspek moral atau etika dalam ekonomi konvensional adianggap sebagai
batas ilmu ekonomi karena perilaku etis dipandang sebgai perilaku tidak rasional.
Ketika perilaku rasional ekonomi diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan
mashlahah materi semata, maka perilaku etis dipandang sebagai perilaku yang tidak
rasional dan karenanya dikeluarkan dari pokok bahasan ilmu ekonomi. Suatu yang
perilaku yang dianggap rasional oleh paham konvensional dapat dianggap tidak
rasional dalam pandangan islam, karena berpotensi menurunkan mashlahah yang
diterima. Ekonomi islam mempelajari perilaku ekonomi pelaku ekonomi yang
rasional Islami. Oleh karena itu, standar moral suatu perilaku ekonomi didasarkan
pada ajaran islami dan bukan semata mata didasarkan atas nilai nilai yang dibangun
oleh kesepakatan sosial.
Teori ekonomi neo klasik model Walraisan dengan tegas menolak
pengaruh faktor etika dalam proses pembuatan kebijakan oleh para konsumen (dan

14
produsen). Menurut teori neo-klasik, perilaku yang rasional adalah perilaku yang
mementingkan diri sendiri. Dengan demikian, misalnya perilaku seorang konsumen
adalah rasional apabila dia mengukur kebesaran ekonomi berdasarkan jumlah uang
yang dimilikinya sendiri.
Islam tidak mementingka kepentingan pribadi saja tetapi juga
mementingkan kepentingan bersama, mengingan bahwa setiap manusia adalah
mahluk individu dan sosial, maka cukup lazim baginya bertindak secara rasional
tetapi tetap komit terhadap cita cita dan tujuan tertentu, khususnya yang terkait
dengan upaya peningkatan kesejahteraan orang miskin. Salah satu perhatian pokok
ilmu ekonomi islam adalah mewujudkan keadilan distributive. Krena itu, semua
keadaan ekonomi yang didasarkan pada ketidakseimbangan harus diganti dengan
keadaan yang memenuhi tuntutan keseimbangan. Dengan kata lain ekonomi islam
akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan total dan bukan hanya kesejahteraan
marjinal.

Kebebasan manusia, secara umum, kebebasan pelaku ekonomi, secara


khusus, secara  langsung. Ini semua dilakukan dengan caraa sedemikian rupa
sehingga kebutuhan orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat
memperoleh prioritas dibanding yang lain, dan pembatasan tentang berapa besar yang
didapat orang kaya dalam setiap keadaan ekonomi, dapat ditetapkan. Peran negara
dalam ruang ekonomi jelas akan luas, khusunya ketika akan menciptakan tata sosial.
Peran negara juga penting dalam menjamin standar hidup minimum terhadap
kalangan yang kurang beruntung dalam masyarakat.
.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi Islam didasarkan pada tiga konsep
fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (tauhid), kepemimpinan (khilafah) dan
keadilan (a'dalah).

Sumber hukum dalam manajemen Islam yang pertama adalah Al Qur'an. Al Qur'an
secara etimologis adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya "bacaan". Sumber
hukum yang kedua yaitu As-sunnah. As-sunnah secara harfiah berarti cara, adat istiadat,
kebiasaan hidup yang mengacu kepada perilaku Nabi SAW yang dijadikan teladan.
Sumber hukum yang ketiga yaitu ijma. Sumber hukum yang keempat yaitu Qiyas.

Bersumber dari pandangan hidup Islam melahirkan nilai-nilai dasar dalam ekonomi
yakni, Keadilan , dengan menjunjung tinggi nilai kebenaran, kejujuran, keberanian dan
konsistensi pada kebenaran. Pertanggungjawaban, untuk memakmurkan bumi dan alam
semesta sebagai tugas seorang khalifah. Setiap pelaku ekonomi memilki tanggung jawab
untuk perilaku ekonomi yang benar, amanah dalam mewujudkan kemaslahatan. Juga
memilki tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum
bukan kesejahteraan pribadi atau kelompok tertentu saja. Tafakul (jaminan social), adanya
jaminan social di masyarakat akan mendorong terciptanya hubungan yang baik di antara
individu dan masyarakat, karena Islam tidak hanya mengajarkan hubungan vertical,
namun juga menempatkan hubungan horizontal ini secara seimbang.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum
dapat dikatakan sempurna maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah
selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Luqman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Erlangga


Andini, Sherli. 2016. Kaidah Perilaku Ekonomi Dalam Ekonomi Islam. blogsopt.com.
Tafsirq.com

17

Anda mungkin juga menyukai