i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan hidayahNya buku Analisis dan Evaluasi Dampak Program KB Terhadap
Fertilitas dan Aspek Kependudukan di Indonesia Tahun 2001-2006 dapat
diselesaikan. Pada buku ini diuraikan tentang gambaran umum program KB nasional
dan bahasan tentang kondisi dampak program KB terhadap fertilitas dan berbagai
aspek kependudukan disemua provinsi seluruh Indonesia.
Uraian analisis dan evaluasi tentang dampak program KB terhadap fertilitas
dan aspek kependudukan di Indonesia tahun 2001-2006 ini dimaksudkan untuk
mengetahui tentang kondisi kependudukan di Indonesia, khususnya yang berkaitan
dengan kesertaan ber-KB secara keseluruhan, kesertaan KB menurut tempat
pelayanan dan PUS bukan peserta KB tidak ingin anak lagi, pembahasan diarahkan
pada Child Women Ratio (CWR), persentase anak terhadap PUS, perkembangan
rata-rata jiwa per keluarga, beban ketergantungan atau dependency rasio dan
pembahasan juga diarahkan pada perkembangan keluarga yang masih berada pada
kondisi Pra-S dan KS I. Buku Analisis ini diharapkan dapat memberikan manfaat
terutama sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengelolaan pelaksanaan
program pada waktu mendatang terutama di bidang keluarga berencana nasional.
Disadari bahwa dalam penulisan ini hasilnya masih belum sempurna, sehingga
kritik dan saran serta sumbangan pemikiran dari pembaca sangat diharapkan untuk
penyempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Akhirnya kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung di dalam penyusunan
buku ini kami ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. v
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Daftar Tabel.
Tabel : 7 Persentase Anak Usia kurang dari 5 Tahun Terhadap PUS Hasil
Pendataan Keluarga Tahun 2001-2006
iii
Daftar Grafik
Grafik 3 : Child Women Ratio (CWR) Per Provinsi di Indonesia Tahun 2006
Grafik 5 : Rata-Rata Jiwa per Keluarga Hasil Pendataan Keluarga tahun 2006
Grafik 6 : Persentase Keluarga Pra-S per Provinsi di Indonesia Tahun 2001 &
2006
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I.E.1 Jumlah dan Perkembangan PUS bukan Peserta KB Tidak Ingin
Anak (TIA), Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2001-2006
v
Lampiran II.A.1 Child Women Ratio (CWR) per Provinsi di Indonesia Tahun 2001
Lampiran II.A.2 Child Women Ratio (CWR) per Provinsi di Indonesia Tahun 2002
Lampiran II.A.3 Child Women Ratio (CWR) per Provinsi di Indonesia Tahun 2003
Lampiran II.A.4 Child Women Ratio (CWR) per Provinsi di Indonesia Tahun 2004
Lampiran II.A.5 Child Women Ratio (CWR) per Provinsi di Indonesia Tahun 2006
Lampiran II.A.6 Child Women Ratio (CWR) per Provinsi di Indonesia Tahun
2001-2006
Lampiran II.B.1 Persentase Anak Balita terhadap PUS, per Provinsi di Indonesia
Tahun 2001
Lampiran II.B.2 Persentase Anak Balita terhadap PUS, per Provinsi di Indonesia
Tahun 2002
Lampiran II.B.3 Persentase Anak Balita terhadap PUS, per Provinsi di Indonesia
Tahun 2003
Lampiran II.B.4 Persentase Anak Balita terhadap PUS, per Provinsi di Indonesia
Tahun 2004
Lampiran II.B.5 Persentase Anak Balita terhadap PUS, per Provinsi di Indonesia
Tahun 2006
Lampiran II.B.6 Persentase Anak terhadap PUS per Provinsi di Indonesia Tahun
2001-2006
Lampiran II.D.1 Angka Dependency Ratio per Provinsi di Indonesia Tahun 2001
vi
Lampiran II.D.2 Angka Dependency Ratio per Provinsi di Indonesia Tahun 2002
Lampiran II.D.3 Angka Dependency Ratio per Provinsi di Indonesia Tahun 2003
Lampiran II.D.4 Angka Dependency Ratio per Provinsi di Indonesia Tahun 2004
Lampiran II.D.5 Angka Dependency Ratio per Provinsi di Indonesia Tahun 2006
Lampiran II.E.8 Jumlah dan Persentase Perkembangan Keluarga Pra S dan KSI
Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2001-2006
vii
LAMPIRAN-LAMPIRAN.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kehamilan. Selain itu sasaran pemakaian kontrasepsi juga lebih difokuskan
pada pasangan usia subur muda (usia di bawah 30 tahun) dengan paritas
rendah (jumlah anak paling banyak dua orang). Dengan meningkatnya
pemakaian kontrasepsi yang efektif dan mempunyai daya lindung yang tinggi
bagi pasangan usia subur muda paritas rendah diharapkan kontribusi
pemakaian kontrasepsi terhadap penurunan angka kelahiran di Indonesia juga
akan menjadi semakin besar.
2
BAB II
METODOLOGI
A. SUMBER DATA
B. CARA ANALISIS
3
tercakup dalam pendataan, yakni tentang aspek demografi, aspek keluarga
berencana dan aspek keluarga sejahtera. Dari setiap aspek dipilih beberapa
jenis data yang dipandang cukup strategis. Pertama-tama untuk memberikan
gambaran umum yang lebih menyeluruh tentang program keluarga berencana
pada tahun 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2006. Selanjutnya dilakukan
pembahasan tentang dampaknya terhadap fertilitas dan juga dibahas pula
tentang beberapa aspek kependudukan. kemudian semua bahasan dilihat
menurut provinsi dan kondisi pada setiap tahun.
4
BAB III
Jumlah penduduk secara nasional dari hasil pendataan keluarga tahun 2006
secara keseluruhan sebanyak 213.081.811 jiwa, jika dibandingkan dengan tahun
2001 sebesar 195.021.711 jiwa atau naik sebesar 18.060.100 jiwa yang berarti
secara persentase naik sebesar 9,26%, atau rata-rata setiap tahun naik 1,85%,
kenaikan ini sudah tersebar diseluruh provinsi di Indonesia (lihat tabel 1). Secara
umum mulai dari tahun 2001 hingga 2006 menurut wilayah penggarapannya jumlah
penduduk tertinggi terjadi di wilayah Jawa Bali kemudian diikuti LJB I dan selanjutnya
di wilayah LJB II. Namun sebaliknya untuk persentase perkembangannya tahun
2001-2006 tertinggi terjadi di wilayah LJB II sebesar 13,10% kemudian LJB I sebesar
9,40% dan diikuti Jawa Bali sebesar 8,44%.
Tabel : 1
Jumlah Perkembangan Penduduk
Indonesia, Tahun 2001-2006
5
Pola perkembangan jumlah penduduk di tingkat nasional menggambarkan
terjadinya perkembangan secara umum di tingkat provinsi maupun di tingkat yang
lebih rendah. Menurut provinsinya, perkembangan penduduk selama 6 tahun yakni
tahun 2001-2006 tertinggi terjadi di provinsi Maluku Utara yakni sebesar 26,15%,
kemudian diikuti oleh Sulawesi Tenggara sebesar 24,50% dan Maluku sebesar
21,69%. Sebaliknya di provinsi Sulawesi Tengah dan Papua perkembangannya
paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya masing-masing sebesar
1,06% dan 1,64%, bahkan menurut hasil pendataan keluarga tahun 2006 di provinsi
Kalimantan Barat terjadi penurunan sebesar 2,33% (lihat lampiran I.A.1- I.A.2).
Tabel : 2
Perkembangan Jumlah Penduduk,
6 Provinsi Penduduk Terbesar, Indonesia 2001-2006
6
B. Perkembangan Jumlah Keluarga dan Pasangan Usia Subur (PUS)
Keluarga disini dimaksudkan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan
anaknya, namun secara implisit anak dimaksudkan adalah anak yang belum
menikah. Secara nasional jumlah keluarga dari hasil pendataan keluarga tahun 2006
sebanyak 55.803.271 jiwa, jika dibandingkan dengan tahun 2001 sebesar 49.597.472
keluarga atau naik sebesar 6.205.799 keluarga yang berarti secara persentase naik
sebesar 12,51%, atau rata-rata setiap tahun naik 2,50%, kenaikan ini sudah tersebar
di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut wilayahnya pada tahun 2001 hingga 2006
perkembangan jumlah keluarga tertinggi terjadi di wilayah LJB II sebesar 14,61%
diikuti di wilayah LJB I sebesar 14,34% dan selanjutnya Jawa Bali sebesar 11,42%.
(lihat tabel 3).
7
Tabel : 3
Persentase Perkembangan Keluarga
Indonesia, Tahun 2001-2006
Tabel : 4
Perkembangan Jumlah Keluarga,
6 Provinsi Terbesar,Tahun 2001-2006
Sementara itu jumlah PUS secara absolut seluruh Indonesia dari hasil
pendataan keluarga tahun 2006 sebesar 40.120.916 pasangan. Seiring dengan
meningkatnya jumlah keluarga sebesar 12,51% selama kurun waktu 2001-2006
8
maka jumlah PUS juga mengalami kenaikan sebesar 4.106.396 pasangan atau
11,40%. Kenaikan PUS tersebut dimungkinkan karena adanya pasangan muda
yang baru membentuk keluarganya.
Jika dilihat menurut wilayah penggarapan program, selama kurun waktu 2001-
2006 perkembangannya selaras dengan perkembangan jumlah keluarga. Ketiga
wilayah mengalami kenaikan dengan persentase tidak berbeda jauh dengan
kenaikan jumlah keluarga. Pada wilayah Jawa Bali jumlah PUS tahun 2001 sebesar
22.555.586 pasangan, mengalami kenaikan sebesar 2.455.975 pasangan atau
10,89% pada tahun 2006 sehingga rata-rata pertahunnya mengalami kenaikan
sebesar 2,18%. Pola kenaikan tersebut diikuti oleh seluruh provinsi di wilayah ini.
Sementara itu di wilayah Luar Jawa Bali I jumlah PUS tahun 2001 sebesar 9.253.809
pasangan, mengalami kenaikan sebesar 1.078.831 atau 11,66% pada tahun 2006
atau terjadi peningkatan sebesar 2,33% pertahunnya. Pola peningkatan ini juga
diikuti oleh semua provinsi di wilayah ini. Sedangkan di wilayah Luar Jawa Bali II,
jumlah PUS tahun 2001 sebesar 4.205.125 pasangan, mengalami kenaikan sebesar
571.590 pasangan atau sebesar 13,59% pada tahun 2006 sehingga rata-rata
pertahunnya terjadi peningkatan sebesar 2,72%. Pada periode 2001-2006 sebagian
besar provinsi di wilayah ini mengalami kenaikan kecuali Sulawesi Tengah terjadi
penurunan.
9
Secara rinci data tentang jumlah dan perkembangan pasangan usia subur hasil
pendataan keluarga tahun 2001-2006 dapat dilihat pada lampiran I.B.3 dan I.B.4.
Pada tingkat kesertaan ber-KB diukur dari persentase pasangan usia subur
(PUS) yang sedang ber-KB. Hasil Pendataan tahun 2001 tercatat tingkat kesertaan
ber-KB secara nasional sebesar 68.21%. Hal itu berarti lebih dari separoh PUS yang
sedang menjadi peserta KB dan menunjukkan bahwa hasil program KB selama ini
cukup berhasil. Pencapaian pada tingkat nasional ini dari tahun ketahun berfluktuasi
hingga mencapai 69,53% pada tahun 2006.
10
Sementara itu di wilayah Luar Jawa Bali II polanya berbeda dengan di wilayah
Jawa Bali maupun di wilayah LJB I, yakni pada tahun 2001 pencapaiannya sebesar
63,16% turun menjadi 62,72% tahun 2006 atau turun 0,44 poin, penurunan ini
mungkin disebabkan oleh turunnya pencapaian di 6 provinsi. Tingkat kesertaan KB-
nya di provinsi-provinsi wilayah LJB ini berada di atas 39%, sedangkan angka
tertinggi terjadi di provinsi Bengkulu mencapai 83,80% yang dicapai tahun 2006.
Dalam tahun 2006, tingkat kesertaan ber-KB dilihat menurut provinsi seluruh
Indonesia menunjukkan sebagian besar provinsi (11 provinsi) telah mencapai di atas
70% dan pencapaian tertinggi terjadi di provinsi Bengkulu sebesar 83,80%. Di sisi
lain sebanyak 2 provinsi dengan tingkat kesertaan KB nya mencapai angka terendah
yakni Papua dan Maluku masing-masing sebesar 39,56% dan 48,18%.
11
Grafik 1
% Peserta KB Terhadap PUS
Hasil Pendataan Keluarga tahun 2006
Malut 48,18
Papua 39,56
Maluku 52,99
Sultra 59,6
Sulteng 65,07
Kaltim 63,87
Kalteng 70,17
NTT 52,62
Bengkulu 83,79
Jambi 73,15
Riau 65,9
Grtl 69,04
Babel 71,91
Sulsel 57,18
Sulut 77,92
Kalsel 69,67
Kalbar 64,35
NTB 64,36
Lampung 69,48
Sumsel 69,26
Sumbar 63,41
Sumut 59,43
NAD 58,37
Banten 62,73
Bali 82,48
Jatim 72,72
DI Yogya 76,91
Jateng 75,89
Jabar 71,65
DKI Jkt 74,8
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
12
D. Tingkat Kesertaan Ber-KB Menurut Tempat Pelayanan Swasta.
13
Persentase KB swasta ini, apabila di lihat pada tingkat provinsi menunjukkan
gambaran sebagai berikut :
1. Pada periode tahun 2001-2006 terdapat 12 (dua belas) provinsi yang tingkat
kemandirian ber-KB nya mencapai di atas 50% dan tertinggi dicapai provinsi
Bali yaitu dari tahun 2001-2006 pencapaiannya diatas 68% pertahunnya, ada
7 (tujuh) provinsi yang tingkat kemandirian ber-KB mencapai angka antara
35%-50% serta 10 (sepuluh) provinsi mencapai angka di bawah 35% dan
terendah adalah provinsi NTT sebesar 5,59% pada tahun 2001 kemudian tidak
mengalami perubahan sampai tahun 2003, kemudian berhasil meningkat pada
tahun 2004 menjadi sebesar 7,26%, namun terjadi penurunan lagi menjadi
5,07% pada tahun 2006.
Secara rinci data tentang jumlah dan perkembangan peserta KB swasta hasil
pendataan keluarga tahun 2001-2006 dapat dilihat pada lampiran I.D.1 hingga I.D.2.
14
Grafik 2
70
60 55,78 57,48
56,65
55,1
54,82
51,46
50,57
49,84
49,51
49,1
50
42,91
40,1
39,16 40,66
40,37
40 36,23536,41
35,83
33,86
30
20
10
0
JB LJB I LJB II Ind
Pasangan Usia Subur bukan peserta KB tapi tidak ingin anak (TIA) adalah
pasangan usia subur yang sudah tidak ingin anak lagi namun tidak
menggunakan/memakai alat kontrasepsi. Kelompok ini merupakan sasaran yang
perlu mendapatkan perhatian cukup serius mengingat mereka sebetulnya masih
memerlukan pelayanan KB namun tidak terpenuhi, sehingga apabila keperluan KB
nya tidak terpenuhi bisa mengakibatkan kecenderungan kehamilan yang tidak
diharapkan. Persentase PUS bukan peserta KB karena tidak ingin anak ini dapat
dikatakan bahwa semakin kecil persentasenya semakin baik, sebaliknya semakin
banyak persentasenya menjadi semakin kurang berhasil. Namun demikian khusus
untuk hasil pendataan tahun 2006 peserta KB tidak ingin anak ditambahkan dengan
15
PUS bukan peserta KB ingin anak ditunda. Berdasarkan hasil pendataan keluarga
tahun 2001 persentase PUS bukan peserta KB TIA secara nasional masih cukup
tinggi yaitu 13,32% dan kemudian naik hingga tahun 2006 menjadi 17,65% atau naik
sebesar 4,32 poin. (lihat tabel 5)
Di wilayah Luar Jawa Bali I, pada tahun 2001 dari 12 provinsi di wilayah ini
terdapat 3 (tiga) provinsi yang mencapai angka di bawah rata-rata nasional, yakni
NTB, Sulawesi Utara dan Gorontalo namun tahun 2006 terjadi peningkatan menjadi 4
(empat) provinsi yang mencapai persentase di bawah rata-rata nasional yakni
Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Babel dan Gorontalo.
Sedangkan di wilayah Luar Jawa Bali II untuk tahun 2006, dari 11 provinsi
yang ada, terdapat 3 (tiga) provinsi mencapai angka di bawah rata-rata nasional
yakni Jambi, Bengkulu dan Kalimantan Tengah. Terdapat 2 (dua) provinsi yang
berada pada angka di atas 30% yakni Maluku dan Maluku Utara.
16
mengurangi persentase PUS bukan peserta KB TIA yakni dari 18,16% pada tahun
2001 menjadi 17,48% pada tahun 2006 atau turun 0,68 poin.
Secara rinci data tentang jumlah dan persentase PUS bukan peserta KB TIA
dari hasil pendataan keluarga tahun 2001-2006 dapat dilihat pada lampiran I.E.1 dan
I.E.3.
Tabel 5
% PUS Bukan Peserta KB TIA
Menurut Wilayah, Tahun 2001-2006
17
BAB IV
Pada bab ini diuraikan tentang dampak program KB tehadap fertilitas atau
perkiraan angka kelahiran dan pengaruhnya terhadap berbagai aspek kependudukan
yang telah diintervensi oleh pemerintah dengan berbagai cara. Pembahasan angka
kelahiran ini titik beratkan pada beberapa ukuran antara lain : perkembangan rasio
anak terhadap wanita (CWR), perkembangan rasio anak terhadap PUS, serta
perkembangan rata-rata jiwa dalam keluarga. Sedangkan pengaruhnya terhadap
aspek kependudukan di titik beratkan pada perkembangan beban ketergantungan
atau dependency rasio dan perkembangan tahapan keluarga pada periode tahun
2001-2006.
Rasio jumlah anak terhadap jumlah wanita atau biasa disebut Child
Women Ratio (CWR) adalah banyaknya anak di bawah umur 5 tahun (Balita)
per 1000 wanita dalam umur reproduksi (15-49 tahun) pada suatu waktu
tertentu. Sehingga apabila angka CWR semakin kecil memberikan
kecenderungan program yang semakin baik, yang berarti menunjukkan
adanya tingkat keberhasilan program KB yang semakin kongkrit.
Secara nasional jumlah anak balita dari hasil pendataan keluarga dalam
enam tahun terakhir selalu terjadi peningkatan. Setelah mengalami
peningkatan yang cukup besar pada tahun 2001-2002 sebanyak 528.036 anak
atau 3,42%, kembali terjadi peningkatan sebanyak 5.287 anak atau 0,03%
pada tahun 2002-2003 dan 220.351 anak atau 1,38% pada tahun 2003-2004,
demikian pula periode tahun 2004-2006 terjadi kenaikan sebesar 2.005.966
18
anak atau 12,38%, sehingga antara tahun 2001-2006 terjadi kenaikan jumlah
balita sebanyak 2.759.640 anak atau 17,86%, yang berarti rata-rata naik
sekitar 3,57% setiap tahunnya.
Secara nasional Child women rasio (CWR) dari tahun ketahun selama
kurun waktu 2001-2006 perkembangannya berfluktuasi, yakni sebesar 293,9 per
1000 wanita usia 15-49 tahun pada tahun 2001, setahun kemudian terjadi
penurunan yang cukup tajam yakni menjadi 276,2 atau terjadi penurunan
sebesar 17,7 poin. Namun sebaliknya pada tahun 2003 terjadi kenaikan menjadi
290,7 per 1000 wanita usia 15-49 tahun atau naik sebesar 14,5 poin, kemudian
tahun berikutnya terjadi penurunan yakni tahun 2004 sebesar 288,5 namun
untuk tahun 2006 terjadi kenaikan menjadi sebesar 310,8 , sehingga secara
keseluruhan dalam periode 2001-2006 terjadi kenaikan 16,89 poin.
Di wilayah Jawa Bali, LJB I maupun LJB II polanya sama dengan pola
tingkat nasional, yakni berfluktuasi. Sedangkan selama kurun waktu tahun 2001-
2006, di wilayah Jawa Bali terjadi kenaikan sebesar 18,13 poin, di wilayah LJB I
kenaikannya sebesar 19,41 poin dan di wilayah LJB II kenaikannya 0,95 poin
(lihat tabel 6).
Tabel 6
Child Women Rasio (CWR), Menurut Wilayah
Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2001-2006
19
Di tingkat provinsi, kenaikan angka CWR tahun 2001-2006 tertinggi terjadi
di provinsi Bangka Belitung sebesar 89,97 poin kemudian diikuti oleh provinsi
Nanggro Aceh Darusalam, DKI Jakarta dan Banten kenaikannya masing-masing
di atas 50 poin. Sebaliknya provinsi Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Riau, Bengkulu, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara merupakan provinsi yang
mengalami penurunan.
Sementara itu dari seluruh provinsi yang ada, pada tahun 2006 angka
CWR terendah terjadi di Riau sebesar 238,24 per 1000 wanita usia 15-49 tahun,
kemudian angka tertinggi terjadi di provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar
515,27 per 1000 wanita usia 15-49 tahun yang berarti bahwa di provinsi Nusa
Tenggara Timur dalam 1000 wanita usia 15-49 tahun terdapat balita sebanyak
515 anak.
Secara rinci data tentang CWR dari hasil pendataan keluarga tahun 2001-
2006 dapat dilihat pada lampiran II.A.1. hingga II.A.9. Grafik 3 menunjukkan
tingkat child women rasio (CWR) per provinsi tahun 2006 yang terendah terjadi
di provinsi DI Yogyakarta, sebaliknya tertinggi terjadi di provinsi Nusa Tenggara
Timur.
20
Grafik 3
Child Women Ratio (CWR)
Per Provinsi di Indonesia Tahun 2006
Malut 387,89
Papua 280,44
Maluku 407,53
Sultra 403,84
Sulteng 368,20
Kaltim 326,73
Kalteng 330,45
NTT 515,27
Bengkulu 295,90
Jambi 311,31
Riau 253,94
Grtl 437,59
Babel 364,32
Sulsel 306,03
Sulut 303,25
Kalsel 294,14
Kalbar 303,61
NTB 316,28
Lampung 282,78
Sumsel 296,92
Sumbar 378,43
Sumut 347,24
NAD 406,42
Banten 403,41
Bali 260,30
Jatim 242,93
DI Yogya 238,24
Jateng 275,00
Jabar 334,02
DKI Jkt 258,50
21
B. Persentase Anak Terhadap PUS
Tabel 7
% Anak Usia Kurang dari 5 Tahun Terhadap PUS
Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2001-2006
22
terdapat 7 provinsi yang berhasil menurunkan persentase anak balita terhadap
PUS pada periode 2001-2006 antara lain Jawa Tengah, Kalimantan Selatan,
Riau, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara.
Rata-rata jiwa per keluarga adalah jumlah jiwa yang ada dalam setiap
keluarga, makin kecil rata-rata jiwa dalam setiap keluarga semakin baik,
sehingga sebaliknya semakin banyak rata-rata jiwa dalam keluarga menjadi
semakin kurang baik karena semakin berat beban hidup yang ditanggung oleh
kepala keluarga yang bersangkutan. Hasil pendataan keluarga yang
dilaksanakan pada tahun 2001 menghasilkan, secara nasional jumlah keluarga
sebesar 49.597.472 keluarga, sedangkan jumlah jiwa pada tahun yang sama
sebesar 195,021,711 jiwa, sehingga rata-rata jiwa per keluarga sebesar 3,93
23
jiwa. Tahun 2006 jumlah keluarga sebanyak 55.803.271 keluarga dari jumlah
jiwa sebanyak 213.081.811 jiwa, dengan demikian rata-rata jiwa dalam
keluarga menjadi 3,82 jiwa. Sehingga selama kurun waktu enam tahun yaitu
2001-2006 menunjukkan penurunan meskipun tidak terlalu mencolok yaitu
sebesar 0,11 poin.
Grafik 4
Perkembangan Rata-rata Jiwa Dalam Keluarga
Tahun 2001-2006
24
Rata-rata jiwa dalam keluarga dari tahun 2001 hingga 2006 menurut
wilayah penggarapan program dapat dilihat pada grafik 4, dimana terlihat
bahwa rata-rata jiwa dalam keluarga paling banyak terjadi di wilayah LJB II
kemudian diikuti di wilayah LJB I dan yang terendah di wilayah Jawa Bali.
25
Grafik 5
Kep.Riau 3,65
Irjabar 4,37
Malut 4,55
Papua 4,23
Maluku 4,46
Sultra 4,20
Sulteng 3,89
Kaltim 4,34
Kalteng 3,89
NTT 4,38
Bengkulu 4,03
Jambi 3,86
Riau 4,25
Sulbar 4,26
Grtl 3,80
Babel 3,84
Sulsel 3,99
Sulut 3,67
Kalsel 3,54
Kalbar 4,03
NTB 3,56
Lampung 4,04
Sumsel 4,14
Sumbar 4,07
Sumut 4,45
NAD 4,11
Banten 4,10
Bali 3,85
Jatim 3,46
DI Yogya 3,42
Jateng 3,69
Jabar 3,69
DKI Jkt 4,10
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00
26
D. Beban Ketergantungan atau Dependency Rasio
Secara nasional pada tahun 2001 jumlah anak usia 0-15 tahun
sebanyak 60.676.410 jiwa, atau sebesar 31,11% dari seluruh jumlah
penduduk yang ada sebanyak 195.021.711 jiwa, 5 tahun kemudian yakni
tahun 2006 jumlah anak usia 0-15 tahun naik menjadi 66.162.808 jiwa atau
31,05% dari seluruh jumlah penduduk sebesar 213.081.811 jiwa.
Perubahan pada jumlah anak usia 0-15 tahun dan jumlah penduduk
usia 60 tahun ke atas memberikan perubahan pula pada angka beban
ketergantungan atau dependency rasio, yang secara nasional pada tahun
2001 sebesar 58,44% terjadi kenaikan pada tahun 2006 menjadi 60,44%
27
atau naik sebesar 2,0 poin. Kenaikan secara nasional ini disebabkan
adanya kenaikan beban ketergantungan di kedua wilayah yakni wilayah
Jawa Bali dan wilayah LJB I yakni masing-masing kenaikannya sebesar
2,63 point dan 2,49 point pada periode 2001-2006 lihat tabel 8.
Tabel 8
Angka Beban Ketergantungan Menurut Wilayah,
Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2001-2006
28
yang produktif secara ekonomi menanggung 83 orang yang tidak produktif.
Secara rinci data tentang jumlah anak usia 0-15 tahun dan jumlah
penduduk usia di atas 60 tahun dari hasil pendataan keluarga tahun 2001-
2006 dapat dilihat pada lampiran II.D.1 dan II.D.6.
Salah satu pilar untuk membentuk keluarga yang kuat dan mandiri adalah
stabilitas ekonomi keluarga. Dengan ekonomi yang kuat maka keluarga secara
ekonomi tidak akan bergantung kepada orang lain. Keluarga yang secara ekonomi
bisa mandiri maka secara internal kehidupannya akan lebih baik, kebutuhan rumah
tangganya dapat terpenuhi, sehingga kehidupan rumah tangganya menjadi lebih
tenang. Melalui pendataan keluarga dapat diketahui tingkatan kesejahteraan
keluarga untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan intervensi program
pembangunan khususnya dalam program keluarga berencana. Tingkatan
kesejahteraan keluarga dikelompokkan ke dalam 5 (lima) tahap dan
diterjemahkan ke dalam 23 indikator. Perumusan tahapan keluarga dari yang
terendah ke tahapan tertinggi terdiri dari : 1. Keluarga Pra Sejahtera; 2. Keluarga
Sejahtera I; 3. Keluarga Sejahtera II; 4. Keluarga Sejahtera III; dan Keluarga
Sejahtera III Plus. Sekaitan dengan itu di bawah ini akan di bahas tentang
perkembangan yang terjadi dari masing-masing tahapan selama 6 tahun yaitu
tahun 2001-2006.
29
penanganan program ketahanan keluarga masih perlu ditingkatkan, jumlah ini
secara absolut selama enam tahun mengalami kenaikan sebesar 1.748.401
keluarga sampai pada tahun 2006 sehingga menjadi 13.326.683 keluarga atau
naik 15,10%.
Di wilayah Luar Jawa Bali I, pada tahun 2001 jumlah keluarga yang masih
pada tahapan keluarga Pra-S sebesar 2.297.096 keluarga atau18,32% dari jumlah
seluruh keluarga di wilayah LJB I, sedangkan provinsi-provinsi di wilayah ini
persentasenya tercatat berkisar antara 2,17% - 36,81% masing-masing oleh
Kalimantan Barat dan Lampung. Pada tahun 2006 jumlahnya bertambah menjadi
2.978.248 keluarga atau sebesar 20,78%, secara persentase sebaran setiap
provinsinya naik menjadi 4,86% oleh Kalimantan Barat hingga 39,54% oleh
Lampung. Selain Lampung, ada 2 provinsi lain yang memerlukan perhatian yakni
Nangroe Aceh Darusalam dan NTB karena persentase keluarga Pra-S terhadap
jumlah keluarga masih sangat tinggi atau diatas 30%.
Sementara itu di wilayah Luar Jawa Bali II pada tahun 2001, persentasenya
berkisar antara 8,47% terjadi di provinsi Kalimantan Timur hingga 60,06% terjadi di
provinsi NTT, kemudian 5 tahun berikutnya yakni tahun 2006 sebarannya sudah
sedikit berkurang yakni menjadi 7,72% terjadi di Kalimantan Timur hingga 59,87 %
masih tetap berada di NTT. Persentase keluarga Pra-S per provinsi di seluruh
Indonesia tahun 2001-2006 dapat dilihat pada grafik 6.
30
Apabila ditelusuri menurut provinsinya pada tahun 2006, persentase terendah
tercatat di DKI Jakarta sebesar 1,46% kemudian diikuti oleh Kalimantan Barat,
Babel, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Selatan masing-
masing berada di bawah 10% namun sebaliknya provinsi yang masih mempunyai
persentase keluarga Pra-S paling tinggi adalah NTT dan Papua masing-masing
sebesar 59,87% dan 52,26%. Disamping kedua provinsi tersebut terdapat pula
persentase keluarga Pra-S yang cukup tinggi atau di atas 30% adalah Jawa
Tengah, NAD, Lampung, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua dan
Maluku Utara.
31
Grafik : 6
Malut 43,36
38,42
Papua 52,02
52,26
Maluku 44,23
38,33
Sultra 33,36
41,32
Sulteng 32,28
27,85
Kaltim 8,47
7,72
Kalteng 14,59
14,22
NTT 60,06
59,87
Bengkulu 17,78
17,48
Jambi 13,6
11,33
Riau 10,69
10,86
Grtl 34,64
29,14
Babel 6,06
7,02
Sulsel 13,46
20,54
Sulut 18,76
20,59
2001
Kalsel 7,72
8,97 2006
Kalbar 2,17
4,88
NTB 35,72
36,93
Lampung 36,81
39,54
Sumsel 23,66
19,74
Sumbar 2,55
8,03
Sumut 9,4
13,38
NAD 32,03
32,3
Banten 16,91
21,24
Bali 6,21
8,3
Jatim 29,27
27,28
DI Yogya 21,36
24,24
Jateng 39,29
35,8
Jabar 12,96
17,48
DKI 0,88
1,46
0 10 20 30 40 50 60 70
32
Tahapan kedua pada pentahapan keluarga sejahtera adalah keluarga
sejahtera I (KSI) yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologisnya seperti pendidikan, KB, interaksi dengan keluarga dsb. Hasil pendataan
tahun 2001 mencatat jumlah KS I sebanyak 14.245.709 keluarga atau 28,73% dari
jumlah seluruh keluarga dan merupakan persentase tertinggi diantara tahapan
keluarga lainnya. Secara absolut jumlah KS I dari tahun ke tahun terus terjadi
peningkatan hingga menjadi 15.238.243 keluarga pada tahun 2004, kemudian tahun
2006 terjadi penurunan menjadi sebesar 13.413.562 keluarga. Namun dilihat dari
persentase terhadap jumlah seluruh keluarga dari tahun ke tahun terjadi penurunan
kecuali tahun 2004 sedikit terjadi kenaikan.(lihat tabel 9).
Di wilayah Luar Jawa Bali I, pada periode 2001-2006 persentase setiap tahun
cenderung makin menurun kecuali tahun 2004 sedikit terjadi kenaikan. Sedangkan
provinsi-provinsi di wilayah LJB I tahun 2001 persentasenya berkisar antara 25,86% -
41,42% masing-masing terjadi di Sulawesi Utara dan tertinggi di provinsi Kalimantan
Barat, kemudian pada tahun 2006 terdapat kecenderungan makin menurun yakni
berkisar antara 17,75% oleh Bangka Belitung hingga 37,21% oleh NTB.
Pada wilayah Luar Jawa Bali II tahun 2001 persentasenya sebesar 31,58%
kemudian terjadi penurunan menjadi 26,30% tahun 2006. Adapun menurut
provinsinya di wilayah LJB II tahun 2006 berkisar antara 23,30% terjadi di provinsi
Riau hingga 35,42% terjadi di Bengkulu.
33
Tabel 9
% KS I thdp Jumlah Keluarga
Menurut Wilayah, Tahun 2001-2006
Jika dilihat lebih jauh pada tingkat provinsi menunjukkan bahwa pada
pendataan tahun 2001-2006 sebagian besar yakni diatas 19 provinsi masih berada di
atas angka nasional. Namun demikian sebagian besar provinsi persentasenya sudah
turun pada periode 2001-2006, penurunan tertinggi terjadi di Kalimantan Tengah
yakni pada tahun 2001 persentasenya sebesar 41,46% turun menjadi 29,38% tahun
2006 atau turun 12,08 poin, diikuti oleh Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Bangka Belitung dan Jawa Barat masing-masing terjadi penurunan di atas sebesar
10 poin, sebaliknya terdapat 2 provinsi yakni Jawa Tengah dan Bali yang persentase
KS I terhadap jumlah keluarga terjadi kenaikan meskipun angkanya tidak sedemikian
banyak. (lihat lampiran II.E.4 – II.E.6) Secara umum provinsi-provinsi di wilayah
Jawa Bali persentasenya lebih rendah jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi di
wilayah LJB I maupun di wilayah LJB II.
34
positif mengingat dari tahun ke tahun persentasenya selalu menurun, yakni pada
tahun 2001 persentasenya sebesar 52,07% turun menjadi 47,92% tahun 2006 atau
turun 4,15 poin.
35
Grafik 7
% Pra-S & KS I thd Keluarga
Hasil Pendataan Keluarga tahun 2006
Malut 64,35
Papua 78,36
Maluku 62,97
Sultra 66,71
Sulteng 55,14
Kaltim 36,84
Kalteng 43,6
NTT 85,04
Bengkulu 52,9
Jambi 35,76
Riau 34,16
Grtl 59,63
Babel 24,77
Sulsel 46,46
Sulut 42,73
Kalsel 36,82
Kalbar 38,35
NTB 74,14
Lampung 66,88
Sumsel 46,83
Sumbar 34,72
Sumut 38,73
NAD 62,02
Banten 45,47
Bali 20,68
Jatim 48,26
DI Yogya 45,91
Jateng 55,59
Jabar 42,98
DKI Jkt 22,91
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
36
BAB V
KESIMPULAN.
Seperti telah diuraikan diata bahwa bahwa dalam buku ini membahas
mengenai tingkat angka kelahiran atau fertilitas yang sumber data utamanya dari
hasil Pendataan Keluarga tahun 2001-2006 yang pengumpulannya dilakukan oleh
Direktorat Pelaporan dan Statistik BKKBN, dari bahasan di atas dapat diketahui lebih
jauh tentang provinsi yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
keberhasilan program KB di Indonesia, sebaliknya terdapat provinsi yang
memerlukan perhatian khusus dalam rangka upaya penurunan kelahiran. Secara
umum dari hasil tulisan di atas, kesimpulan yang dapat diuraikan adalah sebagai
berikut :
1. Jumlah penduduk secara nasional dari hasil pendataan keluarga tahun 2006
secara keseluruhan sebanyak 213.081.811 jiwa, jika dibandingkan dengan tahun
2001 sebesar 195.021.711 jiwa atau naik sebesar 18.060.100 jiwa yang berarti
secara persentase naik sebesar 9,26%, atau rata-rata setiap tahun naik 1,85%,
kenaikan ini sudah tersebar diseluruh provinsi di Indonesia (lihat tabel 1). Secara
umum mulai dari tahun 2001 hingga 2006 menurut wilayah penggarapannya jumlah
penduduk tertinggi terjadi di wilayah Jawa Bali kemudian diikuti LJB I dan selanjutnya
di wilayah LJB II. Namun sebaliknya untuk persentase perkembangannya tahun
2001-2006 tertinggi terjadi di wilayah LJB II sebesar 13,10% kemudian LJB I sebesar
9,40% dan diikuti Jawa Bali sebesar 8,44%.
2. Secara nasional jumlah keluarga dari hasil pendataan keluarga tahun 2006
sebanyak 55.803.271 jiwa, jika dibandingkan dengan tahun 2001 sebesar 49.597.472
keluarga atau naik sebesar 6.205.799 keluarga yang berarti secara persentase naik
sebesar 12,51%, atau rata-rata setiap tahun naik 2,50%, kenaikan ini sudah tersebar
diseluruh provinsi di Indonesia. Menurut wilayahnya pada tahun 2001 hingga 2006
37
perkembangan jumlah keluarga tertinggi terjadi di wilayah LJB II sebesar 14,61%
diikuti di wilayah LJB I sebesar 14,34% dan selanjutnya Jawa Bali sebesar 11,42%.
Sementara itu jumlah PUS secara absolut seluruh Indonesia dari hasil
pendataan keluarga tahun 2006 sebesar 40.120.916 pasangan. Seiring dengan
meningkatnya jumlah keluarga sebesar 12,51% selama kurun waktu 2001-2006
maka jumlah PUS juga mengalami kenaikan sebesar 4.106.396 pasangan atau
11,40%. Kenaikan PUS tersebut dimungkinkan karena adanya pasangan muda
yang baru membentuk keluarganya.
3. Pada tingkat kesertaan ber-KB diukur dari persentase pasangan usia subur
(PUS) yang sedang ber-KB. Hasil Pendataan tahun 2001 tercatat tingkat kesertaan
ber-KB secara nasional sebesar 68.21%. Hal itu berarti lebih dari separoh PUS yang
sedang menjadi peserta KB dan menunjukkan bahwa hasil program KB selama ini
cukup berhasil. Pencapaian pada tingkat nasional ini dari tahun ketahun berfluktuatif
hingga mencapai 69,53% pada tahun 2006.
4. Dalam tahun 2006, tingkat kesertaan ber-KB dilihat menurut provinsi seluruh
Indonesia menunjukkan sebagian besar provinsi (11 provinsi) telah mencapai di atas
70% dan pencapaian tertinggi terjadi di provinsi Bengkulu sebesar 83,80%. Di sisi
lain sebanyak 2 provinsi dengan tingkat kesertaan KB nya mencapai angka terendah
yakni Papua dan Maluku masing-masing sebesar 39,56% dan 48,18%.
38
5. Tingkat persentase peserta KB swasta terhadap seluruh peserta KB
menggambarkan tingkat kemandirian masyarakat dalam ber-KB. Secara nasional
persentase peserta KB swasta hasil pendataan keluarga tahun 2001 sebesar
49,51%, yang berarti hampir separoh dari peserta KB yang ada memperoleh
pelayanan KB nya melalui jalur swasta. Perkembangan selama 5 tahun cukup positif
mengingat tahun 2006 telah terjadi peningkatan menjadi 51,46% atau meningkat
sebesar 1,95 poin.
6. Pasangan Usia Subur bukan peserta KB tapi tidak ingin anak (TIA) adalah
pasangan usia subur yang sudah tidak ingin anak lagi namun tidak
menggunakan/memakai alat kontrasepsi. Kelompok ini merupakan sasaran yang
perlu mendapatkan perhatian cukup serius mengingat mereka sebetulnya masih
memerlukan pelayanan KB namun tidak terpenuhi, sehingga apabila keperluan KB
nya tidak terpenuhi bisa mengakibatkan kecenderungan kehamilan yang tidak
diharapkan. Persentase PUS bukan peserta KB karena tidak ingin anak ini dapat
dikatakan bahwa semakin kecil persentasenya semakin baik, sebaliknya semakin
banyak persentasenya menjadi semakin kurang berhasil. Namun demikian khusus
untuk hasil pendataan tahun 2006 peserta KB tidak ingin anak ditambahkan dengan
PUS bukan peserta KB ingin anak ditunda. Berdasarkan hasil pendataan keluarga
tahun 2001 persentase PUS bukan peserta KB TIA secara nasional masih cukup
tinggi yaitu 13,32% dan kemudian naik hingga tahun 2006 menjadi 17,65% atau naik
sebesar 4,32 poin.
7. Secara nasional Child women rasio (CWR) dari tahun ketahun selama kurun
waktu 2001-2006 perkembangannya berfluktuasi, yakni sebesar 293,9 per 1000
wanita usia 15-49 tahun pada tahun 2001, setahun kemudian terjadi penurunan yang
cukup tajam yakni menjadi 276,2 atau terjadi penurunan sebesar 17,7 poin. Namun
sebaliknya pada tahun 2003 terjadi kenaikan menjadi 290,7 per 1000 wanita usia 15-
49 tahun atau naik sebesar 14,5 poin, kemudian tahun berikutnya terjadi penurunan
yakni tahun 2004 sebesar 288,5 namun untuk tahun 2006 terjadi kenaikan menjadi
39
sebesar 310,8 , sehingga secara keseluruhan dalam periode 2001-2006 terjadi
kenaikan 16,89 poin.
8. Secara nasional persentase anak balita terhadap PUS dari tahun ketahun
selama kurun waktu 2001-2006 perkembangannya berfluktuasi, yakni sebesar
42,90% pada tahun 2001 naik menjadi 43,13% pada tahun 2002 atau naik 0,23 poin,
kemudian turun pada tahun-tahun berikutnya yakni menjadi 42,24% tahun 2003 dan
menjadi sebesar 41,78% pada tahun 2004, kemudian tahun 2006 naik 3,60 poin atau
menjadi 45,38%, yang berarti periode tahun 2001-2006 terjadi kenaikan sebesar 2,48
poin. Kenaikan secara nasional ini diikuti oleh kenaikan pada seluruh wilayah di
Indonesia yakni tertinggi terjadi di wilayah LJB I sebesar 3,31 poin, kemudian diikuti
oleh wilayah Jawa Bali kenaikannya sebesar 2,40 poin dan di wilayah LJB II
sebesar 0,85 poin.
Secara umum persentase anak balita terhadap jumlah pasangan usia subur
pada periode 2001-2006 paling rendah di wilayah Jawa Bali kemudian diikuti oleh
wilayah LJB I dan di wilayah LJB II.
9. Sedangkan rata-rata jiwa per keluarga adalah jumlah jiwa yang ada dalam
setiap keluarga, makin kecil rata-rata jiwa dalam setiap keluarga semakin baik,
sehingga sebaliknya semakin banyak rata-rata jiwa dalam keluarga menjadi semakin
kurang baik karena semakin berat beban hidup yang ditanggung oleh kepala
keluarga yang bersangkutan. Hasil pendataan keluarga yang dilaksanakan pada
tahun 2001 menghasilkan, secara nasional jumlah keluarga sebesar 49.597.472
keluarga, sedangkan jumlah jiwa pada tahun yang sama sebesar 195,021,711 jiwa,
sehingga rata-rata jiwa per keluarga sebesar 3,93 jiwa. Tahun 2006 jumlah keluarga
sebanyak 55.803.271 keluarga dari jumlah jiwa sebanyak 213.081.811 jiwa, dengan
demikian rata-rata jiwa dalam keluarga menjadi 3,82 jiwa. Sehingga selama kurun
waktu enam tahun yaitu 2001-2006 menunjukkan penurunan meskipun tidak terlalu
mencolok yaitu sebesar 0,11 poin.
40
10. Secara nasional pada tahun 2001 jumlah anak usia 0-15 tahun sebanyak
60.676.410 jiwa, atau sebesar 31,11% dari seluruh jumlah penduduk yang ada
sebanyak 195.021.711 jiwa, 5 tahun kemudian yakni tahun 2006 jumlah anak usia 0-
15 tahun naik menjadi 66.162.808 jiwa atau 31,05% dari seluruh jumlah penduduk
sebesar 213.081.811 jiwa.
11. Sedangkan jumlah anggota keluarga usia 60 tahun ke atas dari hasil
pendataan keluarga tahun 2001 secara nasional sebesar 11.259.234 orang, selama
kurun waktu 2001-2006 meningkat sebanyak 2.848.464 orang atau naik sebesar
25,29%. namun jika dilihat setiap tahunnya perkembangannya berfluktuasi yakni dari
2001-2003 terjadi kenaikan, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2004 dan
mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi sebesar 14.107.698 orang.
Perubahan pada jumlah anak usia 0-15 tahun dan jumlah penduduk usia 60
tahun ke atas memberikan perubahan pula pada angka beban ketergantungan atau
dependency rasio, yang secara nasional pada tahun 2001 sebesar 58,44% terjadi
kenaikan pada tahun 2006 menjadi 60,44% atau naik sebesar 2,0 poin. Kenaikan
secara nasional ini disebabkan adanya kenaikan beban ketergantungan di kedua
wilayah yakni wilayah Jawa Bali dan wilayah LJB I yakni masing-masing kenaikannya
sebesar 2,63 point dan 2,49 point pada periode 2001-2006.
12. Keluarga Pra-S adalah suatu tingkatan terendah dalam tahapan keluarga
sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal. Dari hasil pendataan keluarga tahun 2001 mencatat secara nasional
jumlah keluarga Pra S sebesar 11.578.282 keluarga atau 23,34% dari seluruh
keluarga. Persentase itu menunjukkan jumlah keluarga di Indonesia dengan tingkat
kesejahteraan rendah masih cukup tinggi. Oleh karena itu penanganan program
ketahanan keluarga masih perlu ditingkatkan, jumlah ini secara absolut selama enam
tahun mengalami kenaikan sebesar 1.748.401 keluarga sampai pada tahun 2006
41
sehingga menjadi 13.326.683 keluarga atau naik 15,10%. Secara umum persentase
keluarga Pra-S terhadap jumlah keluarga paling rendah di wilayah LJB I kemudian
diikuti oleh wilayah Jawa Bali dan di wilayah LJB II.
42