Anda di halaman 1dari 107

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk
berdampingan dengan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual.
Sebagai makhluk sosial, hendaknya manusia saling tolong menolong satu
sama lain dan mengadakan interaksi dengan orang lain untuk bertukar
pikiran serta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah
adalah saling berinteraksi adalah masyarakat. Masyarakat dalam istilah
bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius yang
berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka
yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling
berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui
warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat
adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang
memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya, 2). Adat
istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat semua
warga (Koentjaraningrat, 2009).
Dalam masyarakat, kebiasaan memberikan pertolongan kepada
orang lain yang membutuhkan menjadi sebuah tradisi yang ada diseluruh
dunia perilaku menolong telah memberikan kontribusi terhadap
kelangsungan kehidupan manusia, contohnya selalu tersedia tempat
beramal seperti di tempat ibadah, rumah makan, di pusat perbelanjaan, dan
dimedia sosial yang ditunjukan kepada korban bencana alam. Manusia
adalah makhluk sosial yang mempunyai arti bahwa manusia tidak bisa
hidup tanpa adanya kehadiran orang lain dilingkungan sekitarnya. Dalam
proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari

1
lingkungan terdekat yaitu keluarga hingga sampai pada orang yang tidak
dikenal sama sekali.
Memberikan bantuan ataupun keuntungan pada orang lain tanpa
mengharap imbalan apapun dalam psikologi disebut dengan altruisme
(Andromeda, 2014). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi altruisme,
salah satunya adalah nilai-nilai agama dan moral, maksudnya seseorang
yang menolong sangat tergantung dari penghayatan terhadap nilai-nilai
agama dan moral yang mendorong seseorang dalam melakukan
pertolongan (Widyastuti, 2014). Seseorang yang taat beragama dan
mengamalkan nilai-nilai agama dan moral dalam kehidupannya sehari-hari
sehingga menimbulkan perilaku altruisme pada dirinya, dengan
memberikan bantuan kepada orang lain tampaa imbalan dengan harapan
dirinya akan lebih bahagia setelah memberi bantuan kepada orang lain.
Menurut teori Staub (1978), seseorang yang bertindak altruis
memiliki rasa empati, yaitu dapat merasakan apa yang orang lain rasakan
serta dapat memahami kondisi orang lain. Empati ini merupakan hal yang
cukup besar pengaruhnya terhadap perilaku menolong seseorang karena
empati dapat mendorong munculnya suatu tindakan yang ditujukan kepada
orang lain (Taufik, 2012). Menurut Staub (1978), seseorang yang altruis
digerakan oleh keinginan dari dalam diri individu tersebut untuk menolong
orang lain. Keinginan dari dalam diri individu tersebut mebuat pelakunya
memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain. Perilaku empati ada
karena mengetahui perasaan orang lain yang mengalami kesulitan
sehingga terciptanya perilaku altruisme pada manusia.
Perilaku altruistik dapat disebut sebagai investasi status sosial bagi
individu daripada pertukaran materi. Jika seseorang melakukan tindakan
altruistik, maka penilaian orang lain terhadap orang tersebut kemudian
menjadi populer dan meninggikan status sosialnya (Egilmez, dan
Tincknell, 2017). Perilaku altruistik diterjemahkan sebagai perilaku
membantu orang lain atau memberikan bantuan (Walker, Rummel, dan
Koedinger, 2011). Suatu tindakan tertentu tidak dapat dikategorikan

2
sebagai perilaku altruistik jika yang melakukan tidak menanggung risiko
dan tidak mengeluarkan biaya untuk mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan orang lain. Perilaku altruistik disertai dengan kesiapan dan
ketersediaan sumber daya yang ada untuk menyejahterakan, membantu,
dan memberikan kebahagiaan bagi orang lain (Ricard, 2015). Perilaku
altruistik ada karena adanya kemampuan seseorang membantu secara
materi maupun tenaga yang cukup baik agar seseorang yang memberikan
bantuan tidak merasakan kerugian, sehingga tidak terdapat penyesalan
dalam dirinya saat memberikan bantuan kepada orang lain.
Perilaku altruistik dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
dengan situasi yang berbeda. Perilaku altruisme dapat dilakukan di
lingkungan lahan basah. Lahan Basah adalah Daerah-daerah rawa, payau,
lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang
tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah
perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu
surut (Konvensi Ramsar). Lahan basah memiliki peranan yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami
sebagai pendukung kehidupan secara langsung, seperti sumber air minum
dan habitat beraneka ragam mahluk, tapi juga memiliki berbagai fungsi
ekologis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi,
pencemaran, dan pengendali iklim global. Kawasan lahan basah juga akan
sulit dipulihkan kondisinya apabila tercemar, dan perlu bertahun-tahun
untuk pemulihannya. Dengan demikian, untuk melestarikan fungsi
kawasan lahan basah sebagai pengatur siklus air dan penyedia air
permukaan maupun air tanah perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan
keseimbangan ekologis dan kepentingan generasi sekarang dan
mendatang. (Harahap, 2016).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, subjek yang
diambil dalam penelitian ini adalah warga Desa Jejangkit Kalimantan
Selatan yang tempat tinggalnya berupa lahan basah. Lahan basah

3
dicontohkan seperti daerah rawa-rawa, mangrove, payau, daerah genangan
banjir, hutan genangan serta wilayah sejenis lainnya. Menurut
Pramudianto (2011), lahan basah yang banyak diketahui oleh masyarakat
adalah lahan basah seperti rawa-rawa, air payau, tanah gambut.
Masyarakat beranggapan lahan ini merupakan wilayah yang tidak menarik
bahkan dianggap berbahaya. Pada kenyataannya ekosistem lahan basah
banyak menyimpan berbagai satwa dan tumbuhan liar yang sebagian besar
menggantungkan hidupnya pada keberadaan lahan basah ini. Sebagai
contoh jenis serangga yang tinggal di kawasan ini yang menjadikannya
tempat tinggal (habitat) sehingga mampu membentuk ekosistem tersendiri.
Berdasarkan studi pendahuluan diatas maka perilaku altruistik
masyarakat sebagai makhluk sosial hendaknya melindungi fungsi alami
lingkungan lahan basah yang sebenarnya tidak kalah penting dengan
melindungi mata pencaharian masyarakat. Lingkungan lahan basah yang
sehat tentunya akan menyediakan berbagai sumber daya alam yang
dibutuhkan untuk menunjang tingkat perekonomian dan mata pencaharian
masyarakat yang tinggal disana. Sebaliknya, lingkungan lahan basah yang
rusak akan menyebabkan kesempatan masyarakat untuk memanfaatkan
dan memperoleh hasil dari sumber daya yang terdapat di lingkungan lahan
basah akan berkurang yang juga akan berdampak kepada berkurangnya
mata pencaharian masyarakat dan menurunnya tingkat perekonomian
warga yang ada disana.
Tujuan melakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
altruisme pada masyarakat lahan basah seberapa besar adanya perilaku
altruisme yang ada di masyarakat lahan basah, memberikan pertolongan
kepada sesama masyarakat serta apa yang mereka rasakan saat melakukan
tindakan altruisme.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dan studi
pendahuluan yang telah dilakukan oleh penulis, maka fokus masalah dan
proses asessmen dan intervensi ini adalah sebagai berikut:

4
1. Bagaimana gambaran perilaku altruisme pada masyarakat lahan
basah?
2. Bagaimana rancangan intervensi yang tepat untuk perilaku
altruisme pada masyarakat lahan basah
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus permasalahan tersebut, maka tujuan dari asessmen
dan intervensi ini adalah untuk mengetahui perilaku altruisme masyarakat
lahan basah
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum pada asessmen dan intervensi ini adalah
untuk mengetahui bagaimana altruisme pada masyarakat lahan
basah
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan altruisme pada masyarakat lahan
basah.
b. Untuk mengetahui metode intervensi yang tepat terhadap
altruisme pada masyarakat lahan basah
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Asessmen dan intervensi ini diharapkan dapat memperkaya
informasi terutama bagi disiplini lmu pengetahuan
psikologi, khususnya bidang psikologi Sosial dan
Lingkungan.
b. Asessmen dan intervensi ini diharapkan dapat menambah
wawasan dalam bidang psikologi Sosial dan Lingkungan
yang berkaitan dengan perilaku altruisme pada masyarakat
lahan basah.
2. Manfaat praktis
a. Hasil dari asessmen dan intervensi ini adalah diharapkan
menjadi bahan pembelajaran dan introspeksi bagi penulis,

5
tambahan informasi untuk mengetahui makna dan proses
terjadinya altruisme pada masyarakat lahan basah.
b. Hasil dari asessmen dan intervensi ini diharapkan pula
menjadi masukan bagi pemerintah, ataupun lembaga lain
agar dapat memperhatikan dan menangani kondisi
altruisme agar dapat diterapkan dengan baik tanpa ada yang
dirugikan.
c. Bagi masyarakat berkaitan dengan altruisme, sehingga hasil
asessmen dan intervensi ini dapat menjadi acuan untuk
memperbaiki perilaku altruisme.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Altruisme
1. Teori Altruisme
Altruisme berasal dari kata autruis yang merupakan bahasa
Spanyol yang mempunyai arti orang lain. Sedangkan dalam bahasa
Latin altruisme berasal dari kata alter yang berarti yang lain atau
lain (Agustin, 2010). Dalam bahasa Inggris altruisme disebut
altruism yang berarti mementingkan kepentingan orang lain. Lebih
jelasnya lagi dalam kamus ilmiah menerangkan bahwa istilah
altruisme mempunyai arti suatu pandangan yang menekankan
kewajiban manusia memberikan pengabdian, rasa cinta, dan
tolong-menolong terhadap sesama atau orang lain (Bagus, 2005).
Menurut teori Staub (1978), seseorang yang bertindak
altruis memiliki rasa empati, yaitu dapat merasakan apa yang orang
lain rasakan serta dapat memahami kondisi orang lain. Empati ini
merupakan hal yang cukup besar pengaruhnya terhadap perilaku
menolong seseorang karena empati dapat mendorong munculnya
suatu tindakan yang ditujukan kepada orang lain (Taufik, 2012).
Menurut Staub (1978), seseorang yang altruis digerakan oleh
keinginan dari dalam diri individu tersebut untuk menolong orang
lain. Keinginan dari dalam diri individu tersebut mebuat pelakunya
memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain. Berdasarkan
teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa altruisme adalah suatu
kecenderungan untuk menolong orang lain dan dengan adanya rasa
empati, yaitu dapat merasakan apa yang orang lain rasakan serta
dapat memahami kondisi yang dialami orang lain. Altruisme
tersebut dimotivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain
tanpa memperhatikan diri sendiri. Lebih lanjut lagi, altruisme

7
didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan tanpa
menuntut imbalan. Selain itu, altruisme dilakukan karena
pelakunya merasa peduli serta memiliki keinginan untuk menolong
orang lain.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa hal penting dalam altruisme yaitu adanya proses
berpikir, merasakan, hingga sampai pada bentuk kecenderungan
untuk bertindak yang diwujudkan dalam bentuk pertolongan yang
sukarela. Hal ini berarti altruisme tidak hanya suatu perilaku
menolong, melainkan suatu kecenderungan yang didasari oleh
pikiran, perasaan dan dorongan bertindak untuk menolong.
Berdasarkan penjelasan tersebut, diperoleh aspek penting yang
terkandung dalam altruisme, yaitu kognitif, afektif dan tindakan
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa altruisme adalah suatu tindakan sukarela untuk membantu
orang lain baik melalui fisik, materi atau psikologis yang diberikan
secara murni, tulus tanpa mengharapkan imbalan apapun untuk
dirinya yang didasari motif untuk meningkatkan kesejahteraan dan
keselamatan orang lain.

2. Aspek – aspek altruisme


a) Aspek Kognitif
Kognitif adalah suatu aktivitas peberpikir,
memahami dan bernalar (Reber & Reber, 2010). Altruisme
sendiri merupakan suatu tindakan menolong yang didasari
pula oleh proses berpikir, memahami, dan bernalar. Hal
tersebut berarti dapat memahami mengapa orang lain
bertindak demikian. Tindakan altruis tersebut dapat
termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan
kesejahteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri
(Arifin, 2015).Proses berpikir individu, yaitu didasarkan

8
atas pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap
ekspresi wajah dan tubuh orang lain, apa yang orang
katakan, dan bagaimana seseorang bertindak (Staub, 1978).
Dengan demikian, individu menyadari bahwa orang lain
membutuhkan bantuannya dan meyakini bahwa orang lain
membutuhkan bantuannya.

b) Aspek Afektif
Afektif adalah suatu emosi, perasaan, sikap dan
nilai (Reber & Reber, 2010). Hal tersebut berarti, individu
dapat merasakan apa yang orang lain rasakan (Taufik,
2012). Menurut Staub (1978), altruisme menggerakan
individu untuk memberikan kasih sayang dan perhatian
pada orang lain. Kondisi afektif seseorang merupakan
elemen yang penting sehingga ketika seseorang menolong
maka akan meningkatkan perasaan positif didalam diri dan
mengurangi perasaan negatif.
Selain itu, ketika menolong orang lain seseorang
akan merasakan suatu emosi positif didalam diri dan
merasa bahagia karena telah memberikan pertolongan
(Staub, 1978). Lebih lanjut lagi, Taylor (2009) menyatakan
bahwa menolong orang lain merupakan suatu ekspresi atas
keyakinan akan nilai yang dianut oleh penolongnya.
c) Aspek Tindakan
Tindakan adalah suatu bagian perilaku, yaitu berupa
aktivitas, respon, reaksi, gerakan dan proses (Reber &
Reber, 2010). Setelah seseorang berpikir, memahami,
merasakan, peduli dan memiliki keinginan untuk menolong
maka mereka akan terdorong untuk bertindak, yaitu
memberikan pertolongan tanpa menuntut imbalan (Staub,
1978). Emosi positif yang muncul dapat memotivasi

9
tindakan positif untuk menolong orang lain (Staub, 1978).
Menurut Staub (1978), seseorang yang altruis digerakkan
oleh keinginan dari dalam diri individu tersebut untuk
menolong orang lain.
Keinginan untuk menolong biasanya muncul
berdasar pada suatu situasi yang diobservasi oleh individu
tersebut. Individu yang memiliki keinginan untuk
menolong orang lain akan mengekspresikan nilai yang
dianut melalui pertolongan yang diberikan (Taylor, 2009).
Keinginan untuk menolong orang lain tersebut mendorong
individu untuk mengekspresikan kepedulian dan mencoba
sesuatu untuk meringankan penderitaan orang lain (Baron
& Bryne, 2005).
Altruisme adalah suatu kepedulian individu
terhadap orang lain yang ditunjukkan melalui tindakan
menolong tanpa pamrih, yang juga disebut sebagai suatu
tindakan sukarela (Staub, 1978). Individu yang bergerak
dengan sukarela merasa bahwa dirinya dibutuhkan untuk
menolong orang lain yang membutuhkan (Staub, 1978).
Taylor (2009) menyatakan bahwa menolong orang lain
dengan sukarela mendorong seseorang untuk
mengekspresikan nilai personal seperti perhatian kepada
orang yang kurang beruntung. Selain itu, menolong dengan
sukarela juga meningkatkan harga diri dan membuat
penolongnya merasa bahagia (Staub, 1978).

10
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme
Beberapa penelitian psikologi sosial melihat bahwa perilaku
altruisme dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1) Kehadiran orang lain
Menurut Sarwono (1999), adanya orang lain yang
berada di tempat kejadian merupakan faktor utama yang
berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong.
Latane dan Darley (1970) menyatakan bahwa adanya
penonton dalam jumlah banyak memungkinkan tidak
adanya usaha untuk memberikan pertolongan. Semakin
banyak orang lain, potensi keinginan orang untuk
menolong semakin kecil. (Latena dan Nida, 1981) orang-
orang yang menyaksikan suatu kejadian seperti peristiwa
pembunuhan, kecelakaan, perampokan dan
peristiwaperistiwa lainnya mungkin menduga bahwa sudah
ada orang lain yang menghubungi pihak berwajib sehingga
kurang mempunyai tanggung jawab pribadi untuk turun
tangan. Mengapa kehadiran orang lain memang terkadang
menghambat usaha untuk menolong.

2) Kondisi lingkungan
Keadaan fisik juga mempengaruhi orang untuk
memberi bantuan. Sejumlah penelitian membuktikan
pengaruh kondisi lingkungan seperti cuaca, ukuran kota,
dan derajat kebisingan terhadap pemberian bantuan. Efek
cuaca terhadap pemberian bantuan diteliti dalam dua
penelitian lapangan yang dilakukan oleh Cunningham
(1979). Dalam penelitian pertama, para pejalan kaki
dihampiri diluar rumah dan diminta untuk membantu
peneliti dengan mengisi kuisioner. Orang lebih cenderung
membantu bila hari cerah dan bila suhu udara relative

11
menyenangkan relative hangat di musim dingin dan relative
sejuk di musim panas. Dalam penelitian kedua yang
mengamati bahwa para pelanggan memberi tip yang lebih
banyak bila hari cukup cerah. Menurut Ahmed
(1979),bahwa orang lebih cenderung menolong pengendara
motor yang mogok dalam cuaca cerah daripada dalam
cuaca mendung dalam siang hari. Faktor lingkungan
lainnya yang dapat mempengaruhi tindakan menolong
adalah kebisingan. Methews dan canon (dalam Sears dkk,
1985), bahwa suara bising yang keras menyebabkan orang
lain mengabaikan orang lain di sekitarnya dan memotivasi
mereka untuk meninggalkan situasi tersebut secepatnya
sehingga menciptakan penonton yang tidak begitu suka
menolong.

3) Tekanan waktu
Menyatakan bahwa orang kadang berada dalam
keadaan tergesagesa untuk menolong. Orang yang sibuk
cenderung untuk tidak menolong sedangkan orang yang
santai lebih besar kemungkinannya untuk memberikan
pertolongan pada yang memerlukannya. Bukti nyata efek
ini berasal dari eksperimen yang dilakukan oleh Darley dan
Botson (1973) dimana ditemukan 10 % subyek yang
diberikan tekanan waktu memberikan bantuan dan 63 %
subyek yang tidak diberikan tekanan waktu dapat
memberikan pertolongan. Dari hasil tersebut peneliti
menyatakan bahwa tekanan waktu menyebabkan seseorang
dapat mengabaikan kebutuhan korban sehingga tindakan
pertolongan tidak terjadi.

12
4) Faktor kepribadian
Tampaknya ciri kepribadian tertentu mendorong
orang untuk memberikan pertolongan dalam beberapa jenis
situasi yang lain. Satow (dalam Sears dkk, 1985),
mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat
kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial lebih
cenderung untuk menyumbangkan uang bagi kepentingan
amal dari pada orang yang mempunyai tingkat yang rendah
untuk diterima secara sosial, tetapi hanya bila orang
menyaksikannya.

5) Suasana hati
Secara umum, kondisi suasana hati yang baik akan
meningkatkan peluang terjadinya tingkah laku menolong
orang lain atau dalam kata lain yaitu altruisme, sedangkan
kondisi suasana hati yang tidak baik akan menghambat
pertolongan. Abraham & Stanley (1997) perilaku sosial
(perilaku menolong) dipengaruhi oleh faktor suasana hati
(mood).
 Mood Positif dari Perilaku Menolong (altruisme)
Jika situasi darurat terjadi, yang mana seseorang
sangat membutuhkan pertolongan, dan itu terlihat
benar-benar nyata. Maka orang yang suasana
hatinya baik akan memberikan pilihan untuk
menolong seseorang tersebut. Akan tetapi hal itu
dapat juga terhambat dikarenakan munculnya rasa
takut pada si penolong akan resiko yang lebih rumit
jika dia tetap memutuskan untuk memberikan
pertolongan. Hal ini mengindikasikan bahwa
suasana hati yang positif terkadang tidak
memunculkan perilaku altruisme yang menuntut

13
untuk melakukan suatu yang sulit dan tidak
menyenangkan (Rosenhan, Salovey, & Hargis,
1981).
Kesimpulanya adalah bahwa jika
pertolongan sangat jelas dibutuhkan dan menolong
tidak melibatkan konsekuensi negatif untuk
penolong, mood positif meningkatkan kemungkinan
terjadinya respons perilaku altruisme. Jika, tingkah
laku altruisme dapat merusak suasana hati baik
seseorang, suasana hati yang baik itu menyebabkan
berkurangnya perilaku menolong (Isen, 1984).

 Mood Negatif Dari Perilaku Menolong (altruisme)


Kepercayaan umum mengatakan bahwa
seseorang yang berada dalam suasana hati negatif
lebih memilih untuk tidak meolong. Ketika
seseorang dalam suasana hati yang buruk atau
sedang memusatkan perhatian pada diri sendiri
ketika mendapatkan masalah, maka ia lebih
cenderung untuk tidak menolong seseorang yang
membutuhkan. (Amato, 1986; Rogers dkk., 1982).
Namun, tidak menutup kemungkinan seorang
individu yang berada di mood negatif akan
membantu individu lain untuk mereduksi mood
yang negatif itu (Hogg & Vaughan, 2011).

6) Distress diri dan rasa empatik


Distress diri (personal distress) adalah reaksi pribadi
terhadap penderitaan orang lain, perasaan terkejut, takut,
cemas, prihatin, tidak berdaya atau perasaan apapun yang
dialami. Sebaliknya yang dimaksud rasa atau empatik

14
(emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian
terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman
atau secara secara tidak langsung merasakan penderitaan
orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa penderitaan
diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan rasa empatik
terfokus pada orang lain. Distress diri memotivasi
seseorang untuk mengurangi kegelisahan yang dialami.
Orang bisa melakukan dengan membantu orang yang
membutuhkan, tetapi orang juga dapat melakukannya
dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan
penderitaan di sekitarnya.
Sebaliknya, rasa empatik hanya dapat dikurangi
dengan membantu orang yang berada dalam
kesulitan.Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan
orang lain, jelas bahwa rasa empatik merupakan sumber
altruistic (Sears dkk, 1985). Meskipun orangorang kadang
merasa terganggu, sedih dan marah oleh cacat atau
kekurangan umat manusia, namun individu mangalami
ikatan perasaan yang mendalam bagi sesamanya.
Konsekwensinya adalah mereka memiliki hasrat yang tulus
untuk membantu sesamanya.

7) Menolong orang yang disukai.


Rasa suka pada orang lain dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti daya tarik fisik dan kesamaan.
Penelitian tentang perilaku sosial menyimpulkan bahwa
kerakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian
bantuan. Menurut Feldman (1985), kesedian untuk
membantu akan lebih besar terhadap orang yang berasal
dari daerah yang sama daripada terhadap orang lain. Bar-
Tal (dalam Sears dkk., 1985) mengemukakan bahwa

15
perilaku membantu dipengaruhi oleh jenis hubungan antar
orang lain, seperti terlihat jelas dalam kehidupan sehari-
hari. Tidak peduli apakah karena merasa suka, kewajiban
sosial, kepentingan diri, orang lebih suka menolong teman
dekat daripada orang asing.

8) Menolong orang yang pantas di tolong.


Apakah seseorang akan mendapatkan bantuan atau
tidak sebagian bergantung pada manfaat kasus tersebut.
Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa faktor sebab
akibat yang utama adalah pengendalian diri, individu lebih
cenderung menolong bila individu yakin bahwa penyebab
timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut.
Mungkin seseorang merasa simpati dan prihatin terhadap
mereka yang mengalami penderitaan karena kesalahan
mereka sendiri.

9) Nilai-Nilai Agama dan Moral.


Faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk
menolong sangat tergantung dari penghayatan terhadap
nilai- nilai agama dan moral yang mendorong seseorang
dalam melakukan pertolongan. Karena dalam kehidupan,
perilaku menolong itu merupakan bagian dari norma sosial
dan norma agama. Banyak anjuran dalam agama Islam
tentang perilaku tolong menolong.

10) Jenis kelamin.


Selain faktor di atas peneliti juga ingin mengetahui
apakah jenis kelamin (demografi) juga berperan terhadap
perilaku altruisme. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Zimmer-Gembeck, dkk, (2005) ditemukan bahwa

16
kecenderungan untuk menolong pada anak remaja lebih
besar pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja
laki-laki (Sarlito, 2009).

11) Etnis.
Orang di berbagai etnis lebih suka menolong orang
lain yang merupakan bagian dari in-group mereka,
kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Orang
dimana pun kurang suka menolong seseorang yang dirasa
sebagai bagian dari out-group, kelompok dimana identitas
mereka tidak berada di dalamnya (Brewer dan
Brown,1998). Faktor etnis sangat berperan dalam
menentukan seberapa kuat garis antara in-group dan out-
group.

4. Teori – teori perilaku altruisme


Taufik (2012) berpendapat mengenai Altruisme, di
antaranya yaitu:
1) Teori behaviorisme Altruisme.
Teori ini menggunakan teori classical conditioning
dari Ivan Pavlov bahwa jika ada individu memberikan
pertolongan karena ia telah membiasakan dirinya untuk
menolong, perilaku yaitu akan mendapatkan apresiasi
positif sehingga akan terus menguatkan tindakan-
tindakannya (reinforcement).
2) Teori pertukaran sosial.
Teori ini menyatakan bahwa tindakan seseorang
dilakukan atas dasar untung dan rugi, contohnya jika
seseorang berusaha meminimalkan usaha dan
memaksimalkan hasil. Artinya ia berusaha memberikan

17
sedikit pertolongan, namun mengharapkan hasil yang besar
dari pemberian pertolongan tersebut.
3) Teori norma sosial.
Teori ini menyatakan bahwa seseorang menolong
karena diharuskan oleh norma-norma sosial di masyarakat.
Terdapat tiga jenis norma sosial yang biasanya menjadi
pedoman untuk memberikan pertolongan, yaitu :
 reciprocity norm (norma timbal balik), yaitu
pertolongan akan dibalas dengan pertolongan.
Adanya keyakinan masyarakat barang siapa yang
suka memberikan pertolongan maka ia akan mudah
mendapatkan pertolongan.
 responsibility norm (norma tanggung jawa bsosial),
yaitu seseorang menolong orang lain tanpa
mengharapkan apa pun darinya.
 equilibrium norm (norma keseimbangan), menurut
norma ini, seluruh alam semesta harus seimbang
dan harmoni. Maka setiap orang harus saling
menolong satu sama lain agar tetap seimbang satu
sama lain.
4) Teori evolusi.
Menurut teori ini seseorang yang menolong orang
lain karena hendak mempertahankan jenisnya sendiri.
Dalam upaya mempertahankan jenisnya terdapat tiga
bentuk pertolongan yaitu :
 perlindungan orang-orang dekat (kerabat), orang
cenderung orang cenderung memprioritaskan untuk
menolong orang-orang terdekat dibandingkan
dengan menolong orang yang tidak ada hubungan
kekeluargaan.

18
 timbal balik biologis, bentuk pertolongan ini sama
halnya dengan pandangan teori pertukaran sosial
yaitu motivasi menolong agar kelak mendapatkan
pertolongan baik dari orang yang bersangkutan
maupun dari orang lain.
 orientasi seksual, ada kecenderungan orang-orang
untuk memberikan pertolongan kepada individu lain
yang memiliki orientasi seksual sama orang yang
memiliki orientasi seksual normal, ada
kecenderungan menghindari untuk memberi
pertolongan kepada orang yang memiliki orientasi
seksual berbeda (Taufik, 2012).

5. Kriteria perilaku altruisme


Ismiyati (2003) mengatakan bahwa suatu tindakan dapat
disebut perilaku altruistik apabila memenuhi tiga kriteria sebagai
berikut :
a) Tindakan tersebut bukan kepentingan pribadi.
Perilaku yang bersifat altruistik mengandung resiko
tinggi bagi si individu. Individu yang tidak mengharapkan
imbalan materi, nama, kepercayaan, tidak untuk
menghindari kecaman dari orang lain, tidak untuk
memperoleh persahabatan dan keintiman. Tindakan ini
semata-mata ditujukan untuk kepentingan orang lain.
b) Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela.
Sikap sukarela, yaitu tidak adanya keinginan untuk
mendapatkan imbalan apapun kecuali semata-mata
dilakukan untuk kepentingan orang lain. Kepuasan yang
diperoleh dari tindakan sukarela ini adalah semata-mata
ditinjau dari berhasil atau tidaknya bantuan yang diberikan.
c) Hasilnya baik bagi yang menolong maupun yang ditolong.

19
Perilaku altruistik tersebut sesuai dengan kebutuhan
orang yang ditolong dan individu sendiri memperoleh
internal reward atas tindakannya. Seseorang berusaha
memberikan bantuan kepada orang lain semaksimal
mungkin, supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

6. Dampak dari Altruisme


Ketika menolong, seseorang mungkin tidak menyadari apa
keuntungan bagi dirinya. Menurut Dayaksini dan Hudaniah (2009),
dengan menolong orang lain tanpa menuntut balasan dapat
membantu meningkatkan “well being”. Menurut Wakefield (1993),
individu yang memiliki altruisme akan memiliki hargadiri yang
tinggi, kompetensi tinggi, internal locus of control yang tinggi,
rendah dalam meminta persetujuan, memiliki perkembangan
normal yang tinggi dan memiliki kemungkinan yang lebih baik
dalam perilaku prososial dibandingkan dengan yang tidak memiliki
altruisme.
Respon dari kecenderungan perilaku altruisme muncul
sebagai positive feeling, yaitu empati. Individu yang memiliki
empati tingi lebih termotivasi untuk menolong orang lain daripada
yang memiliki empati rendah (Schlenker dan Brit, 2014). Perilaku
altruisme selalu bersifat konstruktif, membangun, mengembangkan
dan menumbuhkan kehidupan sesama.

20
B. Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat
Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai
pengertian masyarakat.Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society
yang berasal dari kata Latin socius, berarti “kawan”.Istilah
masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti
“ikut serta, berpartisipasi”.Masyarakat adalah sekumpulan manusia
saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling
“berinteraksi”.Masyarakat atau society merupakan manusia sebagai
satuan sosial dan suatu keteraturan yang ditemukan secara
berulangulang. Masyarakat merupakan orang yang menempati
suatu wilayah baik langsung maupun tidak langsung saling
berhubungan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan, terkait sebagai
satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang
sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa
masyarakat merupakan kesatuan atau kelompok yang mempunyai
hubungan serta beberapa kesamaan seperti sikap, tradisi, perasaan
dan budaya yang membentuk suatu keteraturan. Adapun macam-
macam masyarakat yaitu:
a) Masyarakat modern
Masyarakat modern merupakan masyarakat yang sudah
tidak terikat pada adat-istiadat.Adat-istiadat yang menghambat
kemajuan segera ditinggalkan untuk mengadopsi nila-nilai baru
yang secara rasional diyakini membawa kemajuan, sehingga
mudah menerima ide-ide baru.Berdasar pada pandangan hukum,
menjelaskan bahwa dalam masyarakat modern mempunyai
solidaritas sosial organis.Solidaritas organis didasarkan atas
spesialisasi. Solidaritas ini muncul karena rasa saling
ketergantungan secara fungsional antara yang satu dengan yang
lain dalam satu kelompok masyarakat. Spesialisasi dan perbedaan

21
fungsional yang seperti diungkapkan tersebut memang kerap
dijumpai pada masyarakat modern.
Selain adanya solidaritas organis, hukum yang terdapat
dalam masyarakat modern merupakan hukum restruktif yaitu
hukum berfungsi untuk mengembalikan keadaan seperti semula
dan untuk membentuk kembali hubungan yang sukar atau kacau
kearah atau menjadi normal. Jadi masyarakat modern merupakan
yang sudah tidak terpaku pada adat-istiadat dan cenderung
mempunyai solidaritas organis karena mereka saling membutuhkan
serta hukum yang ada bersifat restruktif.

b) Masyarakat tradisional
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang masih
terikat dengan kebiasaan atau adat-istiadat yang telah turun-
temurun.Keterikatan tersebut menjadikan masyarakat mudah
curiga terhadap hal baru yang menuntut sikap rasional, sehingga
sikap masyarakat tradisional kurang kritis.Masyarakat tradisional
merupakan masyarakat yang statis tidak ada perubahan dan
dinamika yang timbul dalam kehidupan.Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa masyarakat tradisional merupakan
masyarakat yang melangsungkan kehidupannya berdasar pada
patokan kebiasaan adat-istiadat yang ada di dalam
lingkungannya.Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya,
sehingga kehidupan masyarakat tradisional cenderung statis.
Hal yang membedakan masyarakat tradisional dengan
masyarakat modern adalah ketergantungan masyarakat terhadap
lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan masyarakat
tradisional terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian
terhadap lingkungan alam. Oleh karena itu masyarakat tradisional
mempunyai karakteristik tertentu yang menjadi ciri pembeda dari

22
masyarakat modern. Adapun karakteristik pada masyarakat
tradisional diantaranya:
a. Orientasi terhadap nilai kepercayaan kebiasaan dan hukum
alam tercermin dalam pola berpikirnya
b. Kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor agraris
c. Fasilitas pendidikan dan tingkat pendidikan rendah
d. Cenderung tergolong dalam masyarakat agraris dan pada
kehidupannya tergantung pada alam sekitar
e. Ikatan kekeluargaan dan solidaritas masih kuat
f. Pola hubungan sosial berdasar kekeluargaan, akrab dan
saling mengenal
g. Kepadatan penduduk rata-rata perkilo meter masih kecil
h. Pemimpin cenderung ditentukan oleh kualitas pribadi
individu dan faktor keturunan
i. Masyarakat tradisional berdasarkan pandangan sosiologis.
Berikut karakteristiknya:
 Masyarakat yang cenderung homogen
 Adanya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan dan rasa
percaya yang kuat antar para warga
 Sistem sosial yang masih diwarnai dengan kesadaran
kepentingan kolektif
 Pranata adat yang efektif untuk menghidupkan disiplin
sosial
 Shame culture (budaya malu) sebagai pengawas sosial
langsung dari lingkungan sosial manusia, rasa malu
menganggu jiwa jika ada orang lain yang mengetahui
penyimpangan sistem nilai dalam adat-istiadat.

Ciri-ciri masyarakat tradisional berdasarkan pandangan


sosial berbeda dengan ciri masyarakat berdasarkan pandangan
hukum

23
2. Masa Dewasa
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya
kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,”
menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki
tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.Dengan kata
lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha
untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
a) Perkembangan Masa Dewasa
Pembagian perkembangan masa dewasa ada 3, yaitu:
1) Dewasa Awal
Dewasa Awal merupakan masa dewasa atau satu tahap
yang dianggap kritikal selepas alam remaja yang berumur
dua puluhan (20-an) sampai tiga puluhan (30 an).Ia
dianggap kritikal karena disebabkan pada masa ini manusia
berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga.
Pada peringkat ini, seseorang perlu membuat pilihan yang
tepat demi menjamin masa depannya terhadap pekerjaan
dan keluarga.
Pada masa ini juga seseorang akan menghadapi dilema
antara pekerjaan dan keluarga. Berbagai masalah mulai
timbul terutama dalam perkembangan karir dan juga
hubungan dalam keluarga.Dan masalah yang timbul
tersebut merupakan salah satu bagian dari perkembangan
sosio-emosional.
Sosioemosional adalah perubahan yang terjadi pada
diri setiap individu dalam warna afektif yang menyertai
setiap keadaan atau perilaku individu.Menurut Teori
Erikson, Tahap Dewasa Awal yaitu mereka di dalam
lingkungan umur 20 an ke 30 an. Pada tahap ini manusia
mulai menerima dan memikul tanggungjawab yang lebih
berat

24
2) Dewasa Madya
Masa Dewasa Madya adalah masa peralihan dewasa
yang berawal dari masa dewasa muda yang berusia 40- 65
tahun.Pada masa dewasa madya, ada aspek- aspek tertentu
yang berkembang secara normal, aspek-aspek lainnya
berjalan lambat atau berhenti.Aspek jasmaniah mulai
berjalan lamban, berhenti dan secara berangsur
menurun.Aspek- aspek psikis (intelektual- sosial-
emosional- nilai) masih terus berkembang, walaupun tidak
dalam bentuk penambahan atau peningkatan kemampuan
tetapi berupa perluasan dan pematangan kualitas. Pada
akhir masa dewasa madya (sekitar usia 40 tahun), kekuatan
aspek- aspek psikis ini pun secara berangsur ada yang
mulai menurun, dan penurunannya cukup drastis pada akhir
usia dewasa. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan
disajikan uraian secara lebih rinci tentang perkembangan
fisik, intelektual, moral, dan karier pada masa dewasa.
Menurut Lavinson, Masa Dewasa Madya berusia
40-50 tahun. Masa Dewasa Madya adalah masa peralihan
dari masa dewasa awal. Pada usia 40 tahun tercapailah
puncak masa dewasa. Setelah itu mulailah peralihan ke
masa madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam
masa ini seseorang memiliki tiga macam tugas:
1. Penilaian kembali pada masa lalu
2. Perubahan struktur kehidupan
3. Proses individuasi

Artinya seseorang menilai masa lalu dengan


kenyataan yangada saat ini, dan dengan pandangan ke
depan seseorang merubah struktur kehidupannya dengan
penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula.

25
Proses individuasi akan membangun struktur kehidupan
baru yang berlangsung sampai fase penghidupan yang
berikutnya yaitu permulaan masa madya (45-50 tahun).

3) Dewasa Akhir
Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan
atau masa dewasa akhir (60 ke atas). Perlu memperhatikan
khusus bagi orangtuanya yang sudah menginjak lansia dan
anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi seorang
dewasa yang bertanggungjawab.Saat individu memasuki
dewasa akhir, mulai terlihat gejala penurunan fisik dan
psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya
gerak motorik, pencarian makna hidup selanjutnya.
Menurut erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap
integrity vs despair yaitu kemampuan perkembangan lansia
mengatasi krisis psikososialnya. Lawannya adalah despair
yaitu rasa takut mati dan hidup terlalu singkat, rasa
kekecewaan. Beberapa carahadapi krisis dimasa lansia
adalah tetap produktif dalam peran sosial, gaya hidup sehat,
dan kesehatan fisik.
Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka
perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan
hubungan dirinya dengan lingkunganya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara
perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam
berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat,
hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.

26
Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa
dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu
keintiman, generatif, dan integritas.

b) Karakteristik Masa Dewasa


Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap
keberagamaan pada orang dewasaantara lain memiliki ciri sebagai
berikut:
1) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan
pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2) Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama
lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama,
dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam
pemahaman keagamaan.
4) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan
dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan
merupakan realisasi dari sikap hidup.
5) Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga
kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan
pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe
kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya
pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8) Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan
dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap
kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah
berkembang.

27
C. Lahan Basah

1. Pengertian Lahan Basah


Lahan (land) atau sumberdaya lahan (land resources)
adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada
pengaruhnya terhadap penggunaan tanah (Sitorus, 1995). Dalam
hal ini tanah juga mengandung pengertian ruang atau
tempat.Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena
sumberdaya alam diperlukan dalam setiap kehidupan.Lahan adalah
hamparan di muka bumi berupa suatu tembereng, (segment) sistem
terestik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya
alam dan binaan.Lahan juga merupakan wahana sejumlah
ekosistem. Lahan merupakan suatu wilayah (regional), yaitu suautu
satuan ruangan berupa suatu lingkungan hunian masyarakat
manusia dan masyarakat hayati yang lain. Lahan basah dapat
diartikan sebagai suatu wilayah genangan atau wilayah
penyimpanan air, memilikikarakteristik terresterial dan aquatic.
Lahan basah dicontohkan seperti daerah rawa-rawa,
mangrove, payau, daerah genangan banjir, hutan genangan serta
wilayah sejenis lainnya. Menurut Pramudianto (2011), lahan basah
yang banyak diketahui oleh masyarakat adalah lahan basah seperti
rawa-rawa, air payau, tanah gambut.Masyarakat beranggapan lahan
ini merupakan wilayah yang tidak menarik bahkan dianggap
berbahaya. Pada kenyataannya ekosistem lahan basah banyak
menyimpan berbagai satwa dan tumbuhan liar yang sebagian besar
menggantungkan hidupnya pada keberadaan lahan basah
ini.Sebagai contoh jenis serangga yang tinggal di kawasan ini yang
menjadikannya tempat tinggal (habitat) sehingga mampu
membentuk ekosistem tersendiri.

28
2. Karakteristik Lahan Basah
Umumnya lahan basah yang ditemukan di Indonesia yaitu
seperti endapan tanah rendah sesudah air pasang surut, genangan
air, mangrove (hutan bakau) yang banyak terdapat di Sumatera,
Kalimantan dan Irian Jaya.Jenisnya dapat terdiri dari rawa pasang
surut, rawa air tawar dan mangrove. Menurut Pramudianto (2011),
ada 7 tipe lahan basah utama yang dimiliki Indonesia yaitu :
Mangrove Forest, Peat Swamp, Freshwater Swamp, Beach
Vegetatio, Freshwater Lakes, Seasonal Freshwater Swamp dan
Seasonal Peat Swamp.
Secara tipologi ekosistem lahan basah yang terdiri dari dua tipologi
yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem estuarin. Ekosistem air
tawar terdiri dari air yang tenang seperti: empang, rawa, kolam dan
air mengalir seperti: sungai, sumber air. Sedangkan ekosistem
estuarin terpengaruh adanya pasang surut air laut, contohnya:
payau, mangrove, rumput laut, laguna. Lahan basah juga memiliki
karakterisitik yang berebeda dengan karakteristik lahan kering.
Menurut Sudjana (2003), lahan kering adalah lahan tadah
hujan (rainfed) yang dapat diusahakan secara sawah (lowland,
wetland) atau secara tegal atau ladang (upland). Lahan kering pada
umumnya berupa lahan atasan, kriteria yang membedakan lahan
kering adalah sumber air.Sumber air bagi lahan kering adalah air
hujan, sedangkan bagi lahan basah disamping air hujan juga dari
sumber air irigasi.

3. Karakteristik Perilaku Manusia di Lahan Basah


Adapun karakteristik perilaku manusia di daerah lahan basah
jika pandang dari aspek geografi, sosial budaya, ekonomi, serta
pendidikan, yaitu :
a. Geografi

29
Beberapa lahan basah mengandung energi potensial
yang dapat digunakan manusia, biasanya dalam bentuk
bahan tumbuhan dan gambut. Misalnya kemampuan luar
biasa gambut dalam menyimpan air, tentu hal ini dapat di
manfaatkan penduduk sekitar dengan bertani dan menanam
tanaman lainnya yang dapat tumbuh pada tanah dengan
kadar air yang tinggi.

b. Sosial budaya
Masyarakat daerah lahan basah masih menjaga
kebudayaan leluhur dan saling percaya satu sama lain,
karena jenis pekerjaan masyarakat lahan basah adalah
pekerjaan yang saling bergotong royong dan bekerja sama,
misalnya pada mata pencharian yang paling identik dengan
lahan basah, yaitu bertani, dimana pemilik lahan dalam
mengelola lahan pertaniannya tentu perlu kerjasama dari
orang-orang sekitar yang dirasa mampu dan kompeten,
sehingga hubungan tersebut saling menguntungkan dan
sebagai lapangan pekerjaan. Selain bertani, masyarakat
lahan basah juga sering memanfaatkan sungai-sungai yang
ada di sekitar mereka sehingga tak jarang mereka saling
bertemu dan berkomunikasi saat mandi di sungai tersebut,
yang membuat kehidupan sosial mereka lebih lekat.
c. Ekonomi
Mengingat lahan basah merupakan suatu lahan yang
berdaya guna produksi,maka penduduk disekitar banyak
menggunakan lahan basah (Sungai dan rawa) sebagai
sumber mata pencahariannya ,terutama di bidang bertani.
Akan tetapi untuk klasifikasi ekonomi,masyarakat lahan
basah dapat dikatakan tergolong ke dalam masyarakat

30
menengah.Tergantung bagaimana masyarakat di setiap
daerah lahan basah tersebut memanfaatkan keuntungan
yang ada dari lahan basah tersebut.

d. Pendidikan
Masyarakat lahan basah pada umumnya sudah sadar
betapa pentingnya pendidikan, terutama untuk mencari tahu
bagaimana cara mengelola lahan basah di sekitar mereka
dengan baik dan benar. Sehingga dapat dikatakan jika
tingkat pendidikan mereka masuk ke klasifikasi menengah.
Meskipun masih ada beberapa yang juga tidak terlalu
memikirkan pendidikan,karena mereka lebih berfokus dan
bertumpu dengan pekerjaan mereka, sebagai seorang
petani,sehingga kepentingan pendidikan menjadi
terkesampingkan.

31
BAB III
METODE ASESMEN
A. Subjek Asesmen
Sampel/subjek dalam proses uji coba ini adalah individu-individu yang
berusia yang berjenis kelamin perempuan dan laki-laki yang berada dalam
tahap dewasa yaitu pada rentan usia 20/21 tahun sampai dengan 40/45tahun.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode non probability
sampling dengan teknik accidental sampling. Accidental sampling yaitu
pengambilan sampel secara aksidental (accidental) dengan mengambil kasus
atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai
dengan konteks penelitian (Notoadmojo, 2010). Dalam hal ini peneliti
mengambil responden yaitu Masyarakat Kecamatan Tabunganen Kabupaten
Barito Kuala Kalimantan Selatan

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Pembagianskalaaltruisme altruisme pada mahasiswa ini dilaksanakan pada
bulan November 2018. Uji coba ini dilakukan di Kecamatan Tabunganen
Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Indonesia.

C. Teknik Pengumpulan Data


Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012), penelitian kuantitatif
digunakan untukmeniliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan. Skala yang digunakan dalam desain pengukuran penelitian ini
adalah skala Likert. Menurut (Sugiyono, 2014:132) Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial.
Pada penelelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert hanya dengan 4
pilihan. Menurut Susanty (2012, dalam Indrawati, 2015) hasil riset Garland

32
(1991) bahwa menghilangkan poin tengah akan mengeliminasi responden
untuk memilih skala netral serta dengaan mengeluarkan pilihan netral akan
memberikan hasil yang lebih reliabel. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata. Objek dalam penelitian ini
adalah sikap altruism pada masyarakatlahanbasah. Subjek penelitian
merupakan tempat variable melekat. Subjek dalam penelitian ini
adalahmasyarakat di Kecamatan Tabunganen Kabupaten Barito Kuala
Kalimantan Selatan yang sekaligus akan dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini.

33
D. Hasil SPSS Skala yang digunakan
1. Blue Print Skala Altruisme

Nomor Item Jumlah Presentase


No Aspek Indikator
Favorable Unfavorable Item
1. Kognitif Dapat
memahami 1, 7 4, 10
orang lain.
Menyadari
orang lain
13, 53 16, 56
membutuhkan
bantuan.
Memiliki
keyakinan
bahwa orang
19, 67 22, 68
lain
membutuhkan
bantuan.
20 29%
Memiliki
keinginan
untuk
25, 31 28, 34
meningkatkan
kesejahteraan
orang lain.
Berusaha
memberikan
perhatian pada
orang lain 37, 54 40, 57
yang
membutuhkan.

34
2. Afektif Dapat
merasakan apa
5, 55 2, 58
yang orang
lain rasakan.
Berusaha
menunjukkan
perasaan kasih
11, 65 8, 59
sayang dan
perhatian pada
orang lain.
Memberikan
pertolongan
17, 23, 28 42%
karena merasa 14, 20, 26
29
peduli kepada
orang lain.
Memiliki
keyakinan dan
35, 60 32, 62
nilai dari
pertolongan.
Memiliki
41, 43,
perasaan dan 38, 45, 50
47
emosi positif
Merasa 51, 49,
48, 52, 63
dibutuhkan 61
3. Tindakan Memberikan
pertolongan
karena
3, 9, 15 6, 12, 18
memiliki
keinginan dari
dalam diri.

35
Menolong
untuk
meringankan 21, 66 24, 64 20 29%

penderitaan
orang lain.
Memberikan
pertolongan
tanpa
menuntut 27, 33, 30, 36, 42,
imbalan 39, 44 46
apapun dan
dengan
sukarela.
TOTAL 68 100%

36
2. Rincian Skala Altruisme

No Item
Aspek Indikator
. Favorable Unfavorable
1. Kognitif : Dapat 1. Saya akan 4. ketika ada orang
Dapat memahami memahami berusaha lain menangis, saya
orang lain, orang lain. memberikan kesulitan
menyadari dan pertolongan memahami alasan
meyakini bahwa kepada orang dibalik
orang lain yang sedang kesedihannya.
membtuhkan menangis,
bantuannya serta karena saya
memiliki keinginan dapat
untuk memahami
meningkatkan perasaan orang
kesejahteraan tersebut.
orang lain. 7. Hati saya 10. Ketika ada
tergerak untuk orang lain bercerita
menolong tentang
orang lain masalahnya, saya
yang sedang kesulitan
mengalami memahami
kesusahan. ceritanya.
Menyadari 13. Ketika 16. saya hanya
orang lain melihat orang akan memberikan
membutuhkan lain terjatuh, pertolongan jika
bantuan saya akan orang lain meminta
segera kepada saya.
menolongnya,
karena saya
sadar ia

37
membutuhkan
saya.
53. Ketika 56. Saya hanya
melihat orang akan mengabaikan
lain dibully, orang yang
saya akan terjatuh, karena dia
segera tidak meminta
menolongnya, tolong kepada saya.
karena saya
sadar dia
membutuhkan
saya.
Memiliki 19. Setiap 22. Saya yakin
keyakinan manusia tidak setiap orang bisa
bahwa orang dapat hidup berkembang
lain sendiri, sendiri, sehingga
membutuhkan sehingga saya saya tidak perlu
bantuan akan berusaha memberikan
untuk terus pertolongan.
memberikan
pertolongan
pada orang
lain.
67. Pada 68. Manusia
hakikatnya memiliki
semua manusia kemampuan
saling masing-masing
membutuhkan sehingga tidak
bantuan. membutuhkan
bantuan.

38
Memiliki 25. Saya 28. yang paling
keinginan menolong penting adalah
untuk orang lain, kesejahteraan saya.
meningkatkan karena saya
kesejahteraan ingin orang
orang lain lain memiliki
hidup yang
sejahtera.
31. Saya 34. Saya yakin
tergerak untuk setiap orang bisa
menolong menyelesaikan
orang yang masalahnya sendiri,
sedang sehingga saya tidak
mengalami perlu mengurangi
kesulitan, agar bebannya.
mereka
terlepas dari
penderitaan.
Berusaha 37. Saya akan 40. Saya tidak
memberikan berusaha untuk perlu
perhatian pada memberikan memperhatikan
orang yang perhatian pada orang lain, karena
lebih orang lain, setiap orang
membutuhkan terlebih saat memiliki urusan
. mereka sedang masing-masing.
mengalami
kesulitan.
54. Saya lebih 57. Saya lebih suka
memperhatika memperhatikan diri
n orang lain sendiri dari pada

39
dari pada diri orang lain.
saya sendiri.
2. Afektif : Dapat 5.Saya dapat 2. Saya kesulitan
Dapat merasakan merasakan apa merasakan untuk merasakan
apa yang lain yang orang kebutuhan apa yang orang lain
rasakan. Berusaha lain rasakan. orang lain, rasakan.
memberikan kasih sehingga saya
sayang, perhatian, tergerak untuk
dan kepedulian menolong.
pada orang lain. 55. Saya 58. Saya tidak
Selain itu memiliki merasa sedih paham alasan
nilai-nilai dalam ketika teman teman saya
memberikan saya menangis.
pertolongan kepada mengalami
orang lain. kesulitan.
Meningkatnya Berusaha 11.Saya akan 8.Menolong orang
perasaan dan emosi menunjukan berusaha lain tidak perlu
positif didalam perasaan kasih memberikan didasari dengan
diri, serta merasa sayang dan pertolongan rasa kasih sayang.
dibutuhkan. perhatian pada kepada orang
orang lain. lain dengan
perhatian dan
penuh kasih
sayang.
65. Saya 59. Saya kesulitan
senang dalam memberi
mencurahkan kasih sayang
kasih sayang kepada orang lain.
kepada orang
lain sebagai

40
bentuk
perhatian.
Memberikan 17. Saya akan 14. Saya tidak
pertolongan segera mudah tergerak
karena merasa menolong untuk menolong
perduli kepada orang lain orang lain karena
orang lain. ketika setiap orang
mengalami memilki urusan
masalah, masing-masing.
karena saya
merasa peduli
pada orang
tersebut.
23. Saya 20. Saya tidak
tergerak untuk mudah menolong
menolong orang yang tidak
orang lain dikenal.
yang tidak
dikenal, karena
saya merasa
peduli.
29. Rasa 26. Saya tidak akan
kepedulian menunjukan
yang saya kepedulian saya
miliki akan dengan
saya tunjukan memberikan
melalui pertolongan,
pertolongan apalagi kepada
yang akan saya orang yang tidak
berikan kepada saya kenal.

41
orang yang
membutuhkan.
Memiliki 35. Menolong 32. Menolong
keyakinan atas orang lain orang lain adalah
nilai dari adalah tindakan yang sia-
pertolongan. tindakan yang sia.
bernilai
sehingga saya
tergerak untuk
memberikan
pertolongan.
60. Saya yakin 62. Saya rasa
tindakan menolong orang
menolong lain bukanlah nilai
orang lain yang penting dalam
merupakan kehidupan.
salah satu nilai
terbaik dalam
hidup.
Memiliki 41. Menolong 38. Menolong
perasaan dan orang lain akan orang lain tidak
emosi positif. memberikan akan berdampak
dampak positif apa-apa terhadap
bagi saya. diri saya.
43. Suasana 45. Menolong
hati saya akan orang lain tidak
berubah mengubah perasaan
menjadi lebih saya menjadi lebih
bersemangat positif.
ketika saya

42
menolong
orang lain.
47. Saya akan 50. Menurut saya,
merasa memberi
berharga pertolongan tidak
ketika dapat membuat saya
menlong. merasa lebih
berharga.
Merasa 51. Saya 48. Menurut saya,
dibutuhkan. merasa setiap orang dapat
pertolongan memecahkan
saya akan masalahnya sendiri,
sangat sehingga saya tidak
dibutuhkan perlu memberikan
oleh orang pertolongan kepada
lain, sehingga orang yang
saya akan memiliki masalah.
berusaha
membantu
orang lain.
49. Orang lain 52. Saya merasa
membutuhkan orang lain tidak
pertolongan membutuhkan
saya. bantuan saya,
sehingga saya tidak
perlu menolong.

61. 63. Saya tidak


Pertolongan yakin bahwa
saya selalu pertolongan yang

43
dinantikan saya berikan akan
oleh orang berguna.
lain.
3. Tindakan : Memberikan 3. Saya akan 6. Saya perlu
Memiliki pertolongan memberikan diingatkan orang
keinginan untuk karena pertolongan lain untuk
menolong maka memiliki kepada orang memberikan
mereka akan keinginan dari lain yang pertolongan.
menindaklanjutiny dalam diri. didasari oleh
a dengan bertindak, keinginan saya
yaitu memberikan sendiri.
pertolongan tanpa 9. Saya ingin 12. Saya menolong
menuntut imbalan menolong orang lain jika
dalam bentuk orang lain terpaksa.
apapun. tanpa pakasaan
Mengekspresikan dari pihak
kepedulian dan manapun.
mencoba sesuatu 15. Saya akan 18. Saya tidak akan
untuk meringankan menyempatkan berusaha untuk
penderitaan orang diri untuk menolong orang
lain. menolong lain ketika saya
Bentuk orang lain sedang sibuk.
pertolongan yang yang
diberikan adalah mengalami
pertolongan yang kesulitan,
sukarela. meskipun saya
sedang sibuk.
Menolong 21. Saya ingin 24. Setiap orang
untuk meringankan dapat meringankan
meringankan penderitaan penderitaannya

44
penderitaan orang lain, sendiri, sehingga
orang lain. sehingga saya saya tidak perlu
tergerak untuk menolong.
menolong.
66. Saya 64. Saya tidak
merasa merasa bahwa
masalah yang masalah yang
dihadapi orang orang lain hadapi
lain sangat memerlukan
berat. bantuan.
Sehingga saya
akan
menolong.
Memberikan 27. Saya tidak 30. Saya
pertolongan akan meminta mempertimbangka
tanpa imbalan dalam n keuntungan dan
menuntut bentuk apapun kerugian dalam
imbalan atas bantuan memberikan
apapun dan yang saya pertolongan.
dengan berikan.
sukarela. 33. Meskipun 36. Jika menolong
tidak ada tidak
keuntungan menguntungkan
yang saya saya, saya tidak
dapat, saya akan mau memberi
akan tetap pertolongan.
menolong.
39. Saya akan 42. Menurut saya,
memberikan tidak ada
pertolongan pertolongan yang

45
kepada orang diberikan dengan
lain. Karena Cuma-Cuma.
didasari oleh
keikhlasan dan
tanpa pamrih.
44. Dilihat 46. Saya suka
atau tidak memberitahu orang
dilihat orang lain bahwa saya
lain, saya akan adalah orang yang
tetap memberi suka menolong.
pertolongan.

3. Uji Validitas
Validitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu validitas isi
(Content Validity). Yang mana validitas isi terdiri dari validitas tampang
(Face Validity) dan validitas logis (Logical Validity). Untuk validitas
tampang peneliti berusaha untuk membuat skala dengan semenarik
mungkin dan mudah dipahami sehingga dapat mendapatkan apresiasi dari
responden dan termotivasi untuk mengerjakan alat ukur yang ingin diuji
cobakan, selain itu peneliti berusaha membuat lembar identitas yang
mudah dipahami dan lembar instruksi yang ringkas agar responden tidak
merasa kesulitan dalam memahami tata cara pengisian alat ukur dan
menjawab setiap pernyataan dengan mudah. Setelah peneliti memastikan
bahwa alat ukur skala altruisme telah tampak sesuai dengan apa yang ingin
diukur dan desain alat ukur juga sudah rapi dan layak sehingga responden
dapat termotivasi saat mengerjakan alat ukur, selanjutnya peneliti juga
mempertimbangkan tempat dan waktu penyebaran alat ukur. Peneliti
berusaha memilih waktu dan tempat yang bisa mendukung agar
responden merasa nyaman dan tenang, peneliti memilih waktu dimana
para responden telah menyelesaikan waktu pembelajaran salah satu mata
kuliah yang bertempat di gedung aula FK Unlam yang cukup luas dan

46
difasilitasi dengan pencahayaan dan pendingin ruangan yang cukup.
Peneliti menjelaskan maksud kedatangannya untuk meminta bantuan
kepada responden dengan sangat baik dan sopan sehingga responden
merasa dihargai dan apresiasi terhadap responden yang sudah mau
meluangkan waktunya dan bekerja sama dalam mengerjakan alat ukur.
Peneliti juga memberikan sedikit reword yaitu berupa pulpen untuk
responden dengan harapan agar membuat responden semakin semangat
dalam mengerjakan alat ukur.
Selain validitas tampang (Face Validity) peneliti juga melakukan
validitas logis (Logical Validity) yaitu peneliti berusaha memastikan
bahwa aitem sudah baik dan benar serta telah diturunkan melalui
indikator perilaku yang tepat sesuai dengan teori altruisme, dengan kata
lain aitem selaras dengan indikator perilaku dan dimensinya dan pada
akhirnya sesuai dengan konstrak dari alat ukur tersebut. untuk
menentukan layak tidaknya suatu aitem disimpulkan dari hasil penilaian
(Judgement) yang dilakukan oleh ahli berdasarkan logic. Peneliti
melakukan expert judgement dengan meminta bantuan dan melakukan
konsultasi kepada seseorang yang berkompeten dibidang psikologi yaitu
Ibu Faridya, S.Psi, Psikolog yang mana beliau merupakan salah satu
dosen di Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas
Lambung Mangkurat.

4. Reliabilitas
Pengukuran reliabilitas pada penelitian ini menggunakan
Cronbach’s Alpha dengan SPSS versi 24.0 for windows, dimana analisis
tersebut memiliki kaidah sebagai berikut:
a. 0.000-0.200 : Sangat Tidak Reliabel
b. 0.210-0.400 : Tidak Reliabel
c. 0.410-0.600 : Cukup Reliabel
d. 0.610-0.800 : Reliabel
e. 0.810-1.000 : Sangat Reliabel

47
Pada penelitian ini realibilitas yang digunakan menurut Azwar
yaitu reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya
berada dalam rentang dari 0,00 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien
reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas.
Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti
semakin rendah reliabilitas nya (Azwar, 2012:13). koefisien reliabilitas
bisa dikatakan reliabel jika >0.61 sampai 0.8 dan sangat reliabel jika >0.8
sampai 1.0.

Hasil perhitungan uji reliabilitas skala perilaku altruisme didapatkan hasil


sebagai berikut :
Tabel 3.1 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s Alpha N Of Item
Altruisme 0,952 68

Pada tabel diatas menjelaskan bahwa pada hasil uji reliabilitas


skala perilaku altruisme, diperoleh nilai reliabilitas Cronbach’s Alpha
sebesar 0,952 yang terbilang sangat mendekati angka 1,00 sehingga
reliabilitasnya adalah sangat reliabel yang menyatakan bahwa aitem-
aitemnya dapat dikatakan reliabel sebagai alat pengumpulan data.

5. Diskriminasi / Seleksi Aitem


Alat ukur berupa skala altruisme disusun oleh peneliti berjumlah 68
butir aitem, yang terdiri dari 34 aitem favorable dan 34 aitem
unfavorable. Peneliti menggugurkan 10 aitem karena kurang memenuhi
standar yang dikhawatirkan akan menurunkan konsistensi internal dari
skala yang dibuat. Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi
aitem total, biasanya digunakan batasan r > 0,30. Sehingga aitem yang
mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap
memuaskan. Apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih tidak
mencukupi jumlah yang diinginkan maka kita dapat mempertimbangkan

48
untuk menurunkan sedikit kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah
aitem yang diinginkan dapat tercapai (Azwar,2008:65). Standart yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 0,30 dengan menggunakan bantuan
SPSS 24.0 for windows.

Tabel 3.2 Sebaran aitem valid dan gugur pada skala altruisme
No Total Aitem >/ Koefisien korelasi
keterangan
Aitem Correlation < minimal
1 .589 > 0,30 Valid
2 .575 > 0,30 Valid
3 .530 > 0,30 Valid
4 .501 > 0,30 Valid
5 .627 > 0,30 Valid
6 .589 > 0,30 Valid
7 .754 > 0,30 Valid
8 .275 < 0,30 Gugur
9 .277 < 0,30 Gugur
10 .645 > 0,30 Valid
11 .516 > 0,30 Valid
12 .533 > 0,30 Valid
13 .683 > 0,30 Valid
14 .459 > 0,30 Valid
15 .501 > 0,30 Valid
16 .450 > 0,30 Valid
17 .689 > 0,30 Valid
18 .438 > 0,30 Valid
19 .672 > 0,30 Valid
20 .410 > 0,30 Valid
21 .706 > 0,30 Valid
22 .369 > 0,30 Valid
23 .605 > 0,30 Valid
24 .518 > 0,30 Valid
25 .634 > 0,30 Valid
26 .631 > 0,30 Valid
27 .439 > 0,30 Valid
28 .394 > 0,30 Valid
29 .726 > 0,30 Valid
30 .528 > 0,30 Valid
31 .765 > 0,30 Valid
32 .383 > 0,30 Valid
33 .650 > 0,30 Valid
34 .569 > 0,30 Valid
35 .563 > 0,30 Valid

49
36 .491 > 0,30 Valid
37 .743 > 0,30 Valid
38 .502 > 0,30 Valid
39 .531 > 0,30 Valid
40 .243 < 0,30 Gugur
41 .514 > 0,30 Valid
42 .093 < 0,30 Gugur
43 .581 > 0,30 Valid
44 .671 > 0,30 Valid
45 .706 > 0,30 Valid
46 .273 < 0,30 Gugur
47 .363 > 0,30 Valid
48 .366 > 0,30 Valid
49 .253 < 0,30 Gugur
50 .375 > 0,30 Valid
51 .586 > 0,30 Valid
52 .690 > 0,30 Valid
53 .448 > 0,30 Valid
54 .139 < 0,30 Gugur
55 .627 > 0,30 Valid
56 .501 > 0,30 Valid
57 .378 > 0,30 Valid
58 .259 < 0,30 Gugur
59 .417 > 0,30 Valid
60 .488 > 0,30 Valid
61 .374 > 0,30 Valid
62 .425 > 0,30 Valid
63 .478 > 0,30 Valid
64 -.248 < 0,30 Gugur
65 .176 < 0,30 Gugur
66 .539 > 0,30 Valid
67 .362 > 0,30 Valid
68 .381 > 0,30 Valid

Berdasarkan uji coba skala altruisme yang dilakukan dengan bantuan


SPSS 24.0 for windows ditemukan bahwa terdapat 58 aitem yang memiliki daya
deskriminasi aitem lebih dari 0,30 yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13,
14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 39, 41, 43, 44, 45, 47, 48, 50, 51, 52, 53, 55, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63,
66, 67, 68. Dan terdapat 10 aitem yang kurang dari 0,30 yaitu terdapat pada
nomor 8, 9, 40, 42, 46, 49, 54, 58, 64, 65.

50
Distribusi aitem skala altruisme setelah dilakukan tryout
Nomor Aitem Aitem
Aitem Gugur Valid
No Dimensi Indikator
(+) (-) (+) (-) (+) (-)
Dapat memahami orang
1, 7 4,10 - - 1, 7 4,10
lain.
Menyadari orang lain 13, 16, 16,
- - 13,53
membutuhkan bantuan. 53 56 56
Memiliki keyakinan
19, 22, 22,
bahwa orang lain - - 19,67
67 68 68
membutuhkan bantuan.
1 Kognitif Memiliki keinginan
untuk meningkatkan 25, 28, 28,
- - 25,31
kesejahteraan orang 31 34 34
lain.
Berusaha memberikan
perhatian pada orang 37, 40,
54 40 37 57
lain yang 54 57
membutuhkan.
Dapat merasakan apa 5,
2, 58 - 58 5, 55 2
yang orang lain rasakan. 55
Berusaha menunjukkan
perasaan kasih sayang 11,
8, 59 65 8 11 59
dan perhatian pada 65
2 Afektif orang lain.
Memberikan
17, 14, 17, 14,
pertolongan karena
23, 20, - - 23, 20,
merasa peduli kepada
29 26 29 26
orang lain.
Memiliki keyakinan dan 35, 32, - - 35, 32,

51
nilai dari pertolongan. 60 62 60 62
41, 38, 41, 38,
Memiliki perasaan dan
43, 45, - - 43, 45,
emosi positif
47 50 47 50
51, 48, 48,
Merasa dibutuhkan 49, 52, 49 - 51,61 52,
61 63 63
Memberikan
3, 6,
pertolongan karena 6, 12,
9, 12, 9 - 3, 15
memiliki keinginan dari 18
15 18
dalam diri.
Menolong untuk
21, 24, 21,
meringankan - 64 24
3 Tindakan 66 64 66
penderitaan orang lain.
Memberikan
27, 30, 27,
pertolongan tanpa
33, 36, 42, 33,
menuntut imbalan - 30,36
39, 42, 46 39,
apapun dan dengan
44 46 44
sukarela.

52
BLUPRINT 2
Nomor Item Presentas
No Jumla e
Aspek Indikator Favorabl Unfavorabl
. h Item
e e
1. Kognitif Dapat
memahami 1, 7 4, 10
orang lain.
Menyadari
orang lain
13, 53 16, 56
membutuhkan
bantuan.
Memiliki
keyakinan
bahwa orang
19, 67 22, 68
lain
membutuhkan
bantuan.
Memiliki
keinginan 20 29%
untuk
25, 31 28, 34
meningkatkan
kesejahteraan
orang lain.
Berusaha
memberikan
perhatian
pada orang
lain yang
membutuhkan 37, 54 40, 57
.

2. Afektif Dapat
merasakan
apa yang 5, 55 2, 58
orang lain
rasakan.
Berusaha 28 42%
menunjukkan
perasaan
11, 65 8, 59
kasih sayang
dan perhatian
pada orang

53
lain.
Memberikan
pertolongan
karena merasa 17, 23, 29 14, 20, 26
peduli kepada
orang lain.
Memiliki
keyakinan
35, 60 32, 62
dan nilai dari
pertolongan.
Memiliki
perasaan dan 41, 43, 47 38, 45, 50
emosi positif
Merasa
51, 49, 61 48, 52, 63
dibutuhkan
3. Tindaka Memberikan
n pertolongan
karena
3, 9, 15 6, 12, 18
memiliki
keinginan dari
dalam diri.
Menolong
untuk
meringankan 21, 66 24, 64
penderitaan
orang lain.
Memberikan
pertolongan 29%
tanpa
menuntut 27, 33, 30, 36, 42,
imbalan 39, 44 46
apapun dan
dengan
sukarela. 20
TOTAL 58 100%

Perbedaan persentasi pada skala terjadi karena terdapatnya perbedaan jumlah


indicator yang mempengaruhi setiap aspek sehingga jumlah aitem yang mewakili
setiap aspek juga memiliki jumlah persentase yang berbeda
Skala altruisme merupakan skala yang menggunakan empat kategori
jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat

54
Tidak Setuju (STS). Skala ini terdiri dari dua kategori aitem pernyataan, yaitu
favorable dan unfavorable serta menentukan bobot nilai. Untuk aitem favorable,
skor dimulai dari 4, 3, 2, 1 Sementara untuk aitem unfavorable, skor dimulai dari
1, 2, 3, 4.

Tabel 3.5 Penilaian Skala Altruisme


No Respon Favorable Unfavorable
1 Sangat setuju (SS) 4 1
2 Setuju (S) 3 2
3 Tidak Setuju (TS) 2 3
4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

55
6. Rincian Skala ( Penomoran Baru )
Tabel 3.6 Rincian Skala Item alat ukur setelah diuji coba dan analisis
(Penomoran Baru)
Item
No Aspek Indikator
Favorable Unfavorable
1. Kognitif : Dapat mema 1. Saya akan 4. ketika ada orang
Dapat memahami hami orang berusaha lain menangis, saya
orang lain, lain. memberikan kesulitan
menyadari dan pertolongan memahami alasan
meyakini bahwa kepada orang dibalik
orang lain yang sedang kesedihannya.
membtuhkan menangis,
bantuannya serta karena saya
memiliki keinginan dapat
untuk memahami
meningkatkan perasaan orang
kesejahteraan tersebut.
orang lain.
7. Hati saya 8. Ketika ada orang
tergerak untuk lain bercerita
menolong tentang
orang lain masalahnya, saya
yang sedang kesulitan
mengalami memahami
kesusahan. ceritanya.

Menyadari 11. Ketika 14. saya hanya


orang lain melihat orang akan memberikan
membutuhkan lain terjatuh, pertolongan jika
bantuan saya akan orang lain meminta
segera kepada saya.
menolongnya,
karena saya
sadar ia
membutuhkan
saya.

47. Ketika 49. Saya hanya


melihat orang akan mengabaikan
lain dibully, orang yang
saya akan terjatuh, karena dia
segera tidak meminta
menolongnya, tolong kepada saya.
karena saya

56
sadar dia
membutuhkan
saya.
Memiliki 17. Setiap 20. Saya yakin
keyakinan manusia tidak setiap orang bisa
bahwa orang dapat hidup berkembang
lain sendiri, sendiri, sehingga
membutuhkan sehingga saya saya tidak perlu
bantuan akan berusaha memberikan
untuk terus pertolongan.
memberikan
pertolongan
pada orang
lain.

57. Pada 58. Manusia


hakikatnya memiliki
semua manusia kemampuan
saling masing-masing
membutuhkan sehingga tidak
bantuan. membutuhkan
bantuan.

Memiliki 23. Saya 26. yang paling


keinginan menolong penting adalah
untuk orang lain, kesejahteraan saya.
meningkatkan karena saya
kesejahteraan ingin orang
orang lain lain memiliki
hidup yang
sejahtera.

29. Saya 32. Saya yakin


tergerak untuk setiap orang bisa
menolong menyelesaikan
orang yang masalahnya sendiri,
sedang sehingga saya tidak
mengalami perlu mengurangi
kesulitan, agar bebannya.
mereka
terlepas dari
penderitaan.

57
Berusaha 35. Saya akan 50. Saya lebih suka
memberikan berusaha untuk memperhatikan diri
perhatian pada memberikan sendiri dari pada
orang yang perhatian pada orang lain.
lebih orang lain,
membutuhkan. terlebih saat
mereka sedang
mengalami
kesulitan.

2. Afektif : Dapat 5.Saya dapat 2. Saya kesulitan


Dapat merasakan merasakan apa merasakan untuk merasakan
apa yang lain yang orang kebutuhan apa yang orang lain
rasakan. Berusaha lain rasakan. orang lain, rasakan.
memberikan kasih sehingga saya
sayang, perhatian, tergerak untuk
dan kepedulian menolong.
pada orang lain.
Selain itu memiliki 48. Saya
nilai-nilai dalam merasa sedih
memberikan ketika teman
pertolongan kepada saya
orang lain. mengalami
Meningkatnya kesulitan.
perasaan dan emosi
positif didalam diri, Berusaha 9.Saya akan 51. Saya kesulitan
serta merasa menunjukan berusaha dalam memberi
dibutuhkan. perasaan kasih memberikan kasih sayang
sayang dan pertolongan kepada orang lain.
perhatian pada kepada orang
orang lain. lain dengan
perhatian dan
penuh kasih
sayang.

Memberikan 15. Saya akan 12. Saya tidak


pertolongan segera mudah tergerak
karena merasa menolong untuk menolong
perduli kepada orang lain orang lain karena
orang lain. ketika setiap orang
mengalami memilki urusan
masalah, masing-masing.
karena saya
merasa peduli
pada orang
tersebut.

58
21. Saya 18. Saya tidak
tergerak untuk mudah menolong
menolong orang yang tidak
orang lain dikenal.
yang tidak
dikenal, karena
saya merasa
peduli.

27. Rasa 24. Saya tidak akan


kepedulian menunjukan
yang saya kepedulian saya
miliki akan dengan
saya tunjukan memberikan
melalui pertolongan,
pertolongan apalagi kepada
yang akan saya orang yang tidak
berikan kepada saya kenal.
orang yang
membutuhkan.

Memiliki 33. Menolong 30. Menolong


keyakinan atas orang lain orang lain adalah
nilai dari adalah tindakan yang sia-
pertolongan. tindakan yang sia.
bernilai
sehingga saya
tergerak untuk
memberikan
pertolongan.

52. Saya yakin 54. Saya rasa


tindakan menolong orang
menolong lain bukanlah nilai
orang lain yang penting dalam
merupakan kehidupan.
salah satu nilai
terbaik dalam
hidup.

Memiliki 38. Menolong 36. Menolong


perasaan dan orang lain akan orang lain tidak
emosi positif. memberikan akan berdampak
dampak positif apa-apa terhadap
bagi saya. diri saya.

59
39. Suasana 41. Menolong
hati saya akan orang lain tidak
berubah mengubah perasaan
menjadi lebih saya menjadi lebih
bersemangat positif.
ketika saya
menolong
orang lain.

42. Saya akan 43. Menurut saya,


merasa memberi
berharga pertolongan tidak
ketika dapat membuat saya
menlong. merasa lebih
berharga.

Merasa 45. Saya 44. Menurut saya,


dibutuhkan. merasa setiap orang dapat
pertolongan memecahkan
saya akan masalahnya sendiri,
sangat sehingga saya tidak
dibutuhkan perlu memberikan
oleh orang pertolongan kepada
lain, sehingga orang yang
saya akan memiliki masalah.
berusaha
membantu
orang lain.
53.Pertolongan 46. Saya merasa
saya selalu orang lain tidak
dinantikan membutuhkan
oleh orang bantuan saya,
lain. sehingga saya tidak
perlu menolong.

55. Saya tidak


yakin bahwa
pertolongan yang
saya berikan akan
berguna.

3. Tindakan : Memberikan 3. Saya akan 6. Saya perlu


Memiliki keinginan pertolongan memberikan diingatkan orang
untuk menolong karena pertolongan lain untuk
maka mereka akan memiliki kepada orang memberikan

60
menindaklanjutinya keinginan dari lain yang pertolongan.
dengan bertindak, dalam diri. didasari oleh
yaitu memberikan keinginan saya
pertolongan tanpa sendiri.
menuntut imbalan
dalam bentuk 13. Saya akan 16. Saya tidak akan
apapun. menyempatkan berusaha untuk
Mengekspresikan diri untuk menolong orang
kepedulian dan menolong lain ketika saya
mencoba sesuatu orang lain sedang sibuk.
untuk meringankan yang
penderitaan orang mengalami
lain. kesulitan,
Bentuk pertolongan meskipun saya
yang diberikan sedang sibuk.
adalah pertolongan
yang sukarela. Menolong 19. Saya ingin 22. Setiap orang
untuk meringankan dapat meringankan
meringankan penderitaan penderitaannya
penderitaan orang lain, sendiri, sehingga
sehingga saya saya tidak perlu
orang lain. tergerak untuk menolong.
menolong.

56. Saya
merasa
masalah yang
dihadapi orang
lain sangat
berat.
Sehingga saya
akan
menolong.

Memberikan 25. Saya tidak 28. Saya


pertolongan akan meminta mempertimbangkan
tanpa imbalan dalam keuntungan dan
menuntut bentuk apapun kerugian dalam
imbalan atas bantuan memberikan
apapun dan yang saya pertolongan.
dengan berikan.
sukarela.
31. Meskipun 34. Jika menolong
tidak ada tidak
keuntungan menguntungkan
yang saya saya, saya tidak

61
dapat, saya akan mau memberi
akan tetap pertolongan.
menolong.

37. Saya akan


memberikan
pertolongan
kepada orang
lain. Karena
didasari oleh
keikhlasan dan
tanpa pamrih.

40. Dilihat
atau tidak
dilihat orang
lain, saya akan
tetap memberi
pertolongan.

Total 58

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

A. Hasil Asessmen
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
beberapa hasil yang akan dipaparkan dengan tabel-tabel dibawah ini. Pada
tabel 2 dibawah ini merupakan penjelasan mengenai data demografi
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelas. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:

Tabel 2. Deskriptif Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Kategori Klasifikasi Frekuensi Presentasi (%)

62
Jenis kelamin Laki-laki 14 14%
Perempuan 86 86%
Total 100 100%

Berdasarkan hasil deskriptif subjek berdasarkan jenis kelamin


responden laki-laki dan responden perempuan jumlahnya tidak sama.
Responden perempuan mendominasi dengan jumlah 86 orang dengan
jumlah persentase sebesar 61%, sedangkan responden yang berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 54 orang dengan jumlah persentase sebesar 39%.

Tabel 3. Hasil Penghitungan Kategori Skala Altruisme

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Tinggi 19 19%
Sedang 36 36%
Rendah 45 45%
Total 100 100

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa responden dengan altruisme


tinggi berjumlah 19 orang dengan persentase kategori tinggi sebesar 19% dan
responden dengan altruisme sedang berjumlah 36 orang dengan persentase
kategori sedang 36% serta responden dengan altruisme rendah berjumlah
45 orang dengan persentase kategori rendah sebesar 45%. Sehingga dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden tersebut memiliki altruisme yang
rendah. Hal tersebut memiliki arti bahwa aspek kognitif, aspek afektif dan
tindakan yang tidak cukup baik dalam mengarahkan diri mereka dalam aspek
kognitif, afektif dan tindakan.

Tabel 4. Penghitungan Kategori Skala Altruisme Berdasarkan Usia

Usia Kategori Frekuensi Persentase (%)

63
25 tahun Tinggi 24 77%
Rendah 7 23%
Total 31 100%
50 Tahun Tinggi 25 39%
Rendah 39 61%
Total 64 100%
60 Tahun Tinggi 28 62%
Rendah 17 38%
Total 45 100%

Pada tabel 4 diketahui bahwa berdasarkan penghitungan kategori pada


skala altruisme untuk responden yang berusia 25 tahun memiliki frekuensi
sebesar 24 reponden dengan persentase kategori tinggi sebesar 77%.
Selanjutnya, pada usia 50 tahun responden yang memiliki altruisme tinggi
sebanyak 25 responden dengan persentase kategori tinggi sebesar 39%, dan
pada usia 60 tahun responden memiliki altruisme tinggi sebanyak 28% dengan
presentasi kategori tinggi sebesar 62%. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahwa
sebagian besar responden memiliki altruisme yang tinggi dan semakin tinggi usia
seseorang maka semakin tinggi pula altruisme yang dimiliki. Artinya, bahwa usia
mempengaruhi altruisme yang dimiliki oleh individu.

Tabel 5. Rumus Perhitungan Skor Hipotetik Variabel Penelitian

Variabel Skor Hipotetik


Xmin Xmax Mean Standar Deviasi
Altruisme 58 x 1 58 x 4 µ = ½(Xmin+Xmax) σ = ⅙(Xmax–Xmin)
= 58 = 232 = ½ (58 + 232) = ⅙ (232 – 58)
= ½ (290) = ⅙ (174)
= 145 = 29

Hasil perhitungan diatas didapatkan bahwa mean (M) hipotetik sebesar 145
dan standar deviasi (SD) sebesar 29. Hasil perhitungan mean (M) dan standar deviasi
(SD) ini akan digunakan dalam perhitungan kategorisasi yang bertujuan untuk

64
menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut ukur (Azwar, 2014). Adapun
perhitungan dengan rumus pembuatan norma kategorisasi yaitu sebagai berikut:

Tabel Rumusan Norma Kategorisasi Variabel Penelitian

No. Kategorisasi Rumus Norma


1. Rendah X < (µ - 1,0 σ)
X < (145 – 1,0 (29))
X < (145 – 29)
X < 116
X < 115,5
2. Sedang (µ - 1,0 σ) ≤ X ≤ (µ + 1,0 σ)
(145 – 1,0 (29)) ≤ X ≤ (145 + 1,0 (29))
(145 – 29) ≤ X ≤ (145 + 29)
116 ≤ X ≤ 174
116 ≤ X ≤ 173,5
3. Tinggi (µ + 1,0 σ) ≤ X
(145 + 1,0 (29)) ≤ X
174 ≤ X

Hasil perhitungan di atas didapatkan bahwa kategori Rendah yaitu X <


115,5, kategori Sedang yaitu 116 ≤ X ≤ 173,5, dan kategori Tinggi yaitu 174 ≤ X. Pada
rentang kategori rendah dan sedang dikurang 0,5 agar dapat digunakan sebagai
rentang kategorisasi yang diperlukan untuk analisis di SPSS. Hasil perhitungan ini
nantinya akan digunakan untuk mencari analisis kategori data pada SPSS..

Tabel Kategorisasi Data Variabel Penelitian

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase


Altruisme X < 115,5 Rendah 45 45%
116 ≤ X ≤ 173,5 Sedang 36 36%
174 ≤ X Tinggi 19 19%

Berdasarkan hasil analisis kategorisasi yang dilakukan didapatkan bahwa


terdapat 45 orang yang berada pada kategori rendah dengan persentase 45%, dan
terdapat 36 orang yang berada pada kategori sedang dengan persentase 36%, serta
terdapat 19 orang yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 19%. Hal ini

65
membuktikan bahwa lebih banyak orang dewasa di Desa Tabunganen Kecil yang
memiliki tingkat altruisme yang rendah.

B. Pembahasan (Analisa Teori terhadap Kasus)


Hasil uji dan kategorisasi data variabel penelitian didapatkan hasil
Berdasarkan hasil analisis kategorisasi yang dilakukan didapatkan bahwa
terdapat 45 orang yang berada pada kategori rendah dengan persentase 45%,
dan terdapat 36 orang yang berada pada kategori sedang dengan persentase
36%, serta terdapat 19 orang yang berada pada kategori tinggi dengan
persentase 19%. Hal ini membuktikan bahwa lebih banyak orang dewasa di Desa
Tabunganen Kecil yang memiliki tingkat altruisme yang rendah.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa orang
dewasa di Desa Tabunganen memiliki tingkat altruisme yang rendah. Penelitian
ini menunjukkan bahwa beberapa orang dewasa yang berada di Desa Tabungan
tersebut memiliki tingkat altruisme yang rendah yang disebabkan oleh beberapa

66
faktor. Faktor-faktor tersebut kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, tekanan
waktu, faktor kepribadian, suasana hati serta distres diri/empati diri.
Ketika orang dewasa telah memiliki intensitas perilaku altruisme yang tinggi,
maka mereka cenderung tidak akan melalaikan apa yang akan mereka kerjakan
atau lakukan.
Perilaku altruisme selalu bersifat konstruktif, membangun,
mengembangkan dan menumbuhkan kehidupan sesama. Dalam penelitian ini
dibuktikan bahwa ketika orang dewasa memiliki altruisme yang rendah, maka ia
dapat mengurangi perilaku-perilaku maladaptif serta memiliki kesadaran untuk
memilih hal-hal dan perilaku yang positif, seperti tidak memiliki intensitas yang
tinggi dalam bermain game online. Menurut Wakefield (1993), individu yang
memiliki altruisme akan memiliki hargadiri yang tinggi, kompetensi tinggi,
internal locus of control yang tinggi, rendah dalam meminta persetujuan,
memiliki perkembangan normal yang tinggi dan memiliki kemungkinan yang
lebih baik dalam perilaku prososial dibandingkan dengan yang tidak memiliki
altruisme. Hal tersebut menunjukkan bahwa altruisme dapat mendorong
perilaku seseorang menjadi positif. Rendahnya altruisme pada orang dewasa
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mereka kurang dapat mengarahkan
perilaku mereka sehingga berdampak pada diri mereka.

Bagan Masalah

Altruisme
Pandangan yang menekankan kewajiban manusia memberikan pengabdian,
rasa cinta, dan tolong-menolong terhadap sesama atau orang lain (Bagus,
2005).
Altruisme meliputi aspek :
1. Aspek kognitif
2. Aspek afektif
3. Aspek tindakan

Self Control tinggi:


1. Dapat memahami orang lain, menyadari
Self Control rendah: dan meyakini bahwa orang lain
1. Tidak dapat memahami orang lain, membutuhkan bantuannya serta
menyadari dan tidak dapat meyakini memiliki keinginan untuk meningkatkan
bahwa orang lain membutuhkan kesejahteraan orang lain.
bantuannya serta tidak memiliki 2. Dapat merasakan apa yang lain67rasakan.
keinginan untuk meningkatkan Berusaha memberikan kasih sayang,
kesejahteraan orang lain. perhatian, dan kepedulian pada orang
2. Tidak dapat merasakan apa yang lain lain. Selain itu memiliki nilai-nilai dalam
BAB V
SARAN INTERVENSI
A. Tujuan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan fokus tujuan yaitu untuk meningkatan
altruisme pada masyarakat dewasa pada rentan usia 25-60 tahun yang ada
di Kecamatan Tabunganen Barito Kuala.
B. Rancangan Intervensi
Rancangan intervensi yang digunakan pada proses untuk meningkatkan
yaitu menggunakan program konseling kelompok dengan menggunakan
media tanah liat.
1. Rasional
Manusia dalam kehidupannya mengembangkan kemampuan untuk
memberi kepada orang lain. Setiap orang memiliki sesuatu yang
dimilikinya untuk dapat diberikan kepada orang lain, ini merupakan
sumber kepuasan bagi manusia. Sebagian orang sering tidak
menyadari bahwa sesuatu yang dimilikinya dapat mereka berikan
kepada orang lain. Perkembangan setiap manusia tidak terlepas dari
pengaruh keluarga maupun lingkungan masyarakat. Seseorang
berperilaku dan bersosialisasi dengan lingkungannya harus sesuai
dengan kaidah sosial dan adatistiadat masyarakat mereka. Kaidah
moral dan sosial yang digunakan dapat mengarahkan perilaku pada
hal-hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Perilaku yang didasari pada kaidah moral dan sosial seperti
berbagi, bekerjasama, dan membantu orang lain yang membutuhkan
(altruisme). Perilaku altruisme adalah salah satu jenis yang spesifik
dari perilaku prososial, yaitu perilaku yang ditujukan untuk menolong
orang lain dengan didasari motivasi intrinsic. Perilaku altruisme yang
ditujukan kepada individu atau sekelompok individu sering dianggap
penting dalam hubungan sosial (Knafo & Polmin, 2006) dan memiliki
konsekuensi positif bagi orang lain. Perilaku altruisme merupakan
sifat dan akar-akar perilaku prososial yang mencerminkan tindakan

lxviii
berbagi, membantu, dan bekerjasama (Crain, 2007; Santrok, 2011).
Perilaku altruisme merupakan tindakan yang berbentuk kemurahan
hati, ungkapan simpati, berbagi harta, menyumbang untuk amal, dan
kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat
dengan mengurangi kesenjangan sosial dan ketidakadilan (Eisenberg
& Mussen, 1989).
Perilaku altruisme akan muncul tergantung pada lingkungan yang
memberikan dukungan. manusia yang tinggal dilingkungan orang-
orang yang hidupnya secara individual dan menutup diri akan
memunculkan perilaku tidak bersahabat, mementingkan kepentingan
sendiri, tidak peduli terhadap orang lain sehingga cenderung memiliki
perilaku altruisme rendah. Masyarakat yang tinggal dilahan basah
dengan kesibukan dengan kesulitan membangun hubungan sosial
cenderung tidak mampu menunjukkan perilaku altrusime.
2. Tujuan
Secara umum program intervensi konseling kelompok adalah
untuk meningkatkan perilaku altruisme pada masyarakat lahan basah
di Kecamatan Tabunganen Banjarmasin melalui metode kerajinan
tangan menggunakan media. Secara khusus program intervensi ini
bertujuan untuk :
a. Membantu subjek belajar mengenal ekspresi emosi lebih dalam;
b. Membantu subjek belajar mengetahui penyebab emosi dengan
lebih mudah;
c. Membantu subjek belajar merespon emosi teman secara tepat;
d. Membantu subjek belajar bekerjasama dengan orang disekitar,
berbagi sesuatu yang dimiliki, peduli terhadap kondisi orang lain,
bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan situasi sekitar, dan
mengontrol tindakan;
3. Asumsi
Dasar asumsi dalam program konseling kelompok dengan
menggunakan media tanah liat dapat meningkatkan perilaku altruisme

lxix
subjek adalah program koseling kelompok yang melibatkan interaksi
dalam kelompok memungkinkan subjek lebih mudah dan lebih dalam
belajar perilaku berbagi, menolong, dan bekerjasama dengan orang
lain sehingga memungkinkan perubahan altruisme terjadi meningkat
melalui koseling kelompok (Yalom dalam Brown, 1994: 34) 2).
Keberhasilan program konseling pada subjek didukung oleh faktor
peningkatan kreativitas. Penggunaan tanah liat sebagai media pada
forum kerja kelompok dapat mendorong perasaan kerjasama,
dukungan dan kesejahteraan sosial (Yaretzky et al., 1996: 75).
4. Teknik Intervensi
Teknik yang digunakan dalam program intervensi perilaku
altruisme subjek yang memasuki dewasa adalah konseling kelompok
dengan menggunakan media tanah liat.
5. Material
Material yang digunakan untuk media konseling kelompok pada
subjek adalah tanah liat. Sifat fisiknya lembut, mudah dibentuk, dan
nyaman dipegang. Keterlibatan subjek dengan media ini adalah
mengusap, meraba, menekan, meninju, memotong dan membentuknya
menjadi patung atau sesuatu yang dapat merepresentasikan diri subjek
dengan menyenangkan sehingga tidak membosankan dan dapat
menarik perhatian subjek.
6. Sasaran Intervensi
Sasaran yang menjadi target intervensi adalah masyarakat yang
memasuki tahapan dewasa awal hingga dewasa akhir di Kecamatan
Tabunganen Banjarmasin yang memiliki perilaku altruisme yang
berada pada kategori cukup rendah berjumlah 100 subjek.

lxx
C. Tahapan Rancangan Intervensi
Prosedur dalam menangani subjek secara kelompok diperlukan untuk
melihat gambaran proses perencanaan yang perlu dilakukan dan rencana
keseluruhan yang perlu disiapkan. Prosedur pelaksanaan intervensi
konseling kelompok pada masyarakat tingkat dewasa awal hingga dewasa
akhir di Kecamatan Tabunganen Banjarmasin meliputi:
1. Proses perizinan
Kode etik profesional yang diperlukan untuk bekerja dengan orang
dewasa guna memperlancar proses intervensi. Peneliti melakukan
praktik di balai desa harus mendapatkan persetujuan dari pihak
kecamatan tabunganen. Secara hukum pihak kecamatan tabunganen
bertanggung jawab untuk masyarakat karena itu harus diberitahu
tentang prosedur konseling kelompok. Peneliti harus mengetahui
kebijakan dari pihak kecamatan setempat agar pelaksanaan program
konseling kelompok anak yang akan dilaksanakan dapat berjalan
sesuai dengan prosedur. H
2. Skrining atau Need Assesment
Skrining awal dilakukan dengan melakukan test inteligensi (APM
dan SSCT) untuk mengidentifikasi inteligensi sosial dewasa,
inteligensi sosial adalah kemampuan untuk melakukan hubungan
sosial, berperilaku yang dapat diterima secara sosial seperti menolong,
memberi, berbagi, peduli, dan mementingkan kepentingan orang lain.
Salah satu aspek yang mendukung anak mampu membina hubungan
sosial adalah perilaku altrusime. Selanjutnya untuk menjaring subjek
yang menjadi kelompok sasaran intervensi digunakan pengukuran
menggunakan angket perilaku altrusime dewasa. Para subjek dewasa
yang memperoleh skor rendah adalah mereka yang menjadi target
intevensi.
3. Jenis Kelompok Dewasa

lxxi
Setelah mendapatkan masyarakat dewasa yang menjadi sasaran
intervensi maka kelompok dibentuk menjadi beberapa kelompok
untuk mempermudah proses pengolahan tanah liat.
4. Ukuran Kelompok
Ukuran kelompok yang ideal untuk kelompok dewasa adalah
berjumlah 6 (enam) anak. Hal ini dipertimbangkan dengan alasan jika
jumlahnya banyak maka akan kesulitan untuk membuat subjek tetap
fokus. Kelompok yang kecil akan meningkatkan kesempatan subjek
dalam mengeskpresikan perasaan dan masalahnya.
5. Jumlah Dewasa
Aturan dasar praktis, bekerja dengan masyarakat dewasa yang
lebih muda, rentang perhatiannya lebih pendek dan dengan demikian
sesi yang dibutuhkan juga dalam rentang yang pendek. Konseling
kelompok subjek untuk meningkatkan perilaku altruisme dirancang
selama 7 sesi, dengan 1 sesi diawal untuk pengenalan, 5 sesi untuk
sesi kerajinan menggunakan tanah liat materi dan 1 sesi diakhir untuk
penutupan.
6. Panjang Sesi
Kerangka waktu yang paling efektif yang digunakan adalah 30 - 45
menit setiap sesi.
7. Pengukuran
Pengukuran kondisi perilaku altruisme subjek menggunakan alat
ukur yang disebut kuesioner perilaku altruisme anak. Angket perilaku
altruisme anak dikembangkan dengan mengacu pada karakteristik
perilaku altrusime yang dijadikan sebagai aspek-aspek perilaku
altrusime dan dijabarkan menjadi item-item pertanyaan yang harus
dijawab oleh masyarakat dewasa di kecamatan tabunganen.

lxxii
D. Tahapan pelaksanaan konseling kelompok
1. Tahap I (Awal)
Tahap awal pada pelaksaan konseling adalah upaya membentuk
dan mempersiapkan kelompok dalam memasuki proses konseling.
Pada tahap ini dilakukan untuk mengkondisikan peserta agar
menyesuaikan pada masa-masa percobaan, mereview tujuan dan
kontrak, memperjelas dan menguaraikan tugas, menentukan batasan
dan membangun hubungan positif antar anggota.
2. Tahap II (Transisi)
Tahap transisi ini terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu storming dan
norming. Pada tahap storming, peneliti memberikan kesempatan
kepada subjek yang ingin mengungkapkan pendapatnya mengenai
kelompok, siapa yang bersedia, tidak bersedia, dan menfasilitasi
jalinan komunikasi. Sedangkan tahap norming, konseling difokuskan
untuk mengemukakan ide-ide dan sumber-sumber serta membagi
peran. Selanjutnya peneliti secara bersama-sama dengan konseli
membuat kesepakatan peraturan apa saja yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan dalam proses pembuatan kerajinan tangan tanah
liat.
3. Tahap III (Kerja)
Tahap berikutnya adalah tahap kerja atau disebut performing untuk
membahas tema-tema konseling. Pada tahap ini konseling difokuskan
untuk membentuk kelompok yang aktif terlibat dalam aktivitas
bersama, interaksi antar anggota kelompok, membangun kekompakan,
mengembangkan diri, pelepasan emosi, dan terjadi dinamika
kelompok. Tahap kerja ini dilakukan selama 30 menit setiap sesi
pertemuan. Setiap sesi konselor menyampaikan tema kerajinan tanah
liat yang akan dibuat. Kegiatan ini diawali oleh konselor memberikan
contoh mengolah tanah liat dengan membuat bentuk patung tanah liat
kemudian meminta konseli mengikuti konselor sampai konseli merasa
senang dan nyaman pada proses pembuatan tanah liat. Selanjutnya

lxxiii
konselor berperan sebagai fasilitator, konseli melakukan aktivitas
membentuk tanah liat sesuai tema yang sudah ditentukan konselor.
Melalui kerajinan tangan membentuk patung tanah liat ini diharapkan
konseli dapat secara bebas menuangkan ide-idenya, pengalamannya,
keinginannya, perasaanya, berinteraksi, saling berkomunikasi,
menjadi bagian dari kelompok dan menerima orang lain. Tahap kerja
ini terdiri dari lima sesi pertemuan dengan 5 tema-tema yang sudah
ditentukan oleh peneliti dengan durasi 30 menit. Rancangan uraian
pada setiap sesi konseling dapat dilihat sebagai berikut :
a. Sesi pertama
Sesi pertama dilakukan untuk mengenalkan diri dengan
kelompoknya, mengenal media tanah liat dan mempraktekkan
keterampilan kerajinan tangan. Aktivitas kerajinan tangan
menggunakan tanah liat yang akan dilaksanakan dalam sesi
konseling yaitu konselor mengenalkan kerajinan tangan kepada
kelompok. Tanah liat sebagai media yang akan digunakan untuk
kerajinan sangat aman dan mudah dibentuk sesuai dengan yang
diinginkan. Konselor melakukan aktivitas kerajinan tangan dengan
tanah liat dengan mengambil sepotong tanah liat yang akan
digunakan. Konseli mengikuti apa yang dilakukan konselor dengan
mengambil media tanah liat. Konselor mulai memainkan dengan
cara meremas-remas, meratakan, menggulung, meninju, meremas
kembali, menarik sampai terpotong-potong, mengumpulkan lalu
menggulung. Konselor meminta konseli untuk mengikuti aktivitas
yang dilakukan konselor. Konseli mengikuti aktivitas mengolah
tanah liat yang seperti yang dilakukan konselor dengan cara
meremas-remas, meratakan, menggulung, meninju, meremas
kembali, menarik sampai terpotong-potong, mengumpulkan lalu
menggulung. Aktivitas mengolah tanah liat ini dilakukan
bersamaan dengan konselor menjelaskan peraturan apa saja yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam pengolahan tanah

lxxiv
liat ini. Setelah konselor menyebutkan peraturan, konselor
meminta konseli untuk menambahkan peraturan yang sudah dibuat
konselor. Konselor menjelaskan kembali bahwa tanah liat ini
aman, menyenangkan, dan setelah selesai mengolah tanah liat
harus mencuci tangan dengan sabun yang sudah konselor sediakan.
Media yang digunakan dalam sesi konseling kelompok ini adalah
media tanah liat. Tema yang dikembangkan adalah “bersahabat
dengan tanah liat”.
b. Sesi kedua
Kompetensi subjek yang akan dikembangkan pada sesi kedua
adalah konseli dapat menyebutkan aktivitas pengolahan kerajinan
tangan dengan tanah liat yang disukai dan tidak disukai, konseli
dapat menyebutkan kesulitan yang ditemui dalam membuat patung
dari tanah liat, konseli dapat menunjukkan kesabaran dalam
menanti giliran dan konseli dapat melakukan kerjasama dengan
temannya dalam membuat patung tanah liat serta menyusun hasil
kreasi bersama. Aktivitas mengolah tanah liat pada sesi kedua ini
sebagai lanjutan sesi pertama, dimulai oleh seorang konseli yang
membuat sebuah mangkok. Sedangkan konseli yang lainnya
membuat bentuk patung muka manusia. Konselor meminta konseli
untuk membuat makanan untuk mengisi mangkok yang masih
kosong. Konselor menanyakan kepada konseli yang sudah
membuat mangkok untuk mengizinkan mangkoknya digunakan
bersama-sama. Aktivitas ini mendorong konseli untuk dapat belajar
berbagi sesuatu yang dimiliki, yaitu meminjamkan mangkok untuk
digunakan sebagai contoh secara bersama-sama. Proses konseling
yang terjadi ini mengajarkan konseli yang lainnya untuk dapat
belajar perilaku berbagi melalui pengamatan terhadap konseli yang
menunjukkan perilaku berbagi. Indikator keberhasilan sesi ini
adalah konseli terlibat dalam aktivitas mengolah tenah liat bersama
temannya, konseli bergiliran dalam menggunakan patung tanah liat

lxxv
dan konseli terlibat dalam aktivitas kerjasama dengan temannya
dalam mengolah tanah liat. Sesi ini dilanjutkan dengan konselor
meminta kepada konseli untuk mengisi mangkok dengan makanan.
Konseli secara bebas membuat makanan yang mereka sukai yang
kemudian diletakkan di dalam mangkok. Konselor mengingatkan
bahwa makanan yang diletakkan di dalam mangkok harus
bergantian dan disusun rapi, dan tidak berebut agar tidak mudah
rusak. Konseli yang sudah berhasil membentuk makanan mulai
meletakkan hasil kreasi makanannya di dalam mangkok secara
bergantian. Proses kelompok ini mengajarkan konseli untuk dapat
bergiliran dalam meletakkan makanan di dalam mangkok, terlibat
dalam aktivitas bersama dalam membuat isi mangkok dan
membantu temannya yang kesulitan dalam menyusun makanan di
dalam mangkok. Media yang digunakan dalam kegiatan konseling
kelompok adalah tanah liat. Tema yang dikembangkan dalam sesi
kedua adalah “membuat mangkok dan makanan bersama”.
c. Sesi Ketiga
Kompetensi konseli yang akan dikembangkan pada sesi ketiga
adalah konseli dapat mengidentifikasi perasaan bahagia, sedih, dan
marah diri sendiri; konseli dapat mengidentifikasi perasaan
bahagia, sedih, dan marah yang dialami temannya; konseli dapat
mengidentifikasi penyebab timbulnya perasaan bahagia, sedih dan
marah yang dialami dirinya sendiri serta temannya; konseli dapat
menunjukkan perilaku peduli, berbagi sesuatu yang dimiliki, dan
menghibur teman yang sedih dalam kelompok. Aktivitas ini
dimulai oleh peneliti yang mengambil bagian bahan tanah liat
kemudian meragakan cara membuat patung muka manusia dari
tanah liat. Ini dimaksudkan untuk memberikan stimulasi kepada
konseli agar dapat mengarahkan aktivitas mengolah tanah liat.
Konseli mengikuti peneliti, membuat bentuk patung emosi yang
menggambarkan dirinya atau patung apa saja yang siswa sukai.

lxxvi
Patung-patung emosi yang sudah berhasil dibuat akan diberi nama
menurut konseli masing-masing. Konselor bertanya tentang
perasaan yang digambarkan patung yang dibuat konseli, meminta
konseli lainnya untuk menebak bagaimana perasaan patung
temannya saat ini dan apa yang menyebabkan perasaan itu muncul.
Konseli secara bebas mengungkapkan apa yang konseli amati,
rasakan, alami dan pengalamannya selama mengidentifikasi patung
emosi. Patung emosi yang dibuat konseli diinterpretasikan dapat
menggambarkan perasaan konseli saat ini. Konseli saling menebak
perasaan yang diekspresikan patung yang dibuatnya sendiri dan
perasaan patung yang dibuat oleh teman-temannya. Pemahaman
konseli terhadap emosi dirinya dan temannya, serta cara konseli
merespon dengan tepat terhadap patung emosi yang dibuat
temannya, menunjukkan kemampuan perilaku altrusime konseli
dalam aspek empathy. Kemudian membuat kelereng dengan
masing-masing konseli membuat 10 kelereng. Konselor
menyajikan sebuah cerita seorang ibu yang memiliki anak kecil
yang bernama Aby. Aby kehilangan kelereng sehingga menjadi
sedih dan menangis. Aby ingin bermain kelereng namun tidak
memiliki kelereng sehingga ibu Aby berharap ada teman yang mau
berbagi kelereng kepada anaknya. Cerita ini menstimulasi konseli
untuk dapat belajar empathy kepada temannya dengan cara berbagi
sesuatu yang dimiliki, peduli terhadap perasaan dan keinginan
orang lain. Proses interaksi yang terjadi dapat mengajarkan konseli
yang dilakukan melalui pengamatan terhadap perilaku peduli dan
berbagi yang ditunjukkan oleh konseli lainnya sehingga dapat
mengarah pada peningkatan perilaku altruisme dalam kelompok.
Media yang digunakan adalah tanah liat dan media penunjangnya
konseli disajikan ilustrasi cerita “seorang ibu yang memiliki anak
laki-laki bernama Aby yang kehilangan kelereng”. Konseling
kelompok ini mengembangkan tema “membuat patung emosi”.

lxxvii
d. Sesi keempat
Kompetensi konseli yang akan dikembangkan pada sesi
keempat adalah konseli dapat menunjukkan rasa tanggungjawab
situasi yang terjadi disekitarnya dan dapat merespon situasi yang
terjadi disekitarnya secara tepat. Konselor menyampaikan tema
hari ini dan memulai bermain tanah liat membuat lilitan untuk
dijadikan rumah. Konselor meminta konseli untuk meneruskan
membuat rumah dan membuat bentuk benda-benda isi rumah
sesuai dengan apa yang konseli pikirkan. Konseli secara bebas
meletakkan dan menyusun hasil kreasinya di dalam patung rumah
yang sudah dibuat. Ini mengajarkan konseli untuk belajar
bergiliran dalam meletakkan patung, membantu temannya yang
kesulitan dan melakukan aktivitas bersama dalam kelompok untuk
membuat sebuah rumah beserta isinya. Kemudian konselor
menyajikan ilustrasi ada seorang anak kecil bernama Aby masuk
ke dalam rumah tanpa permisi lalu membuat kegaduhan seperti
merusak barang-barang yang ada. Konselor meminta konseli untuk
menilai perbuatan yang dilakukan Aby di rumah orang lain
tersebut dengan memberikan skala 0-10, jika 0 tidak baik dan
sepuluh itu baik sekali. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
pemahaman konseli terhadap norma sosial. Konseli dapat belajar
mengidentifikasi situasi yang terjadi di sekitarnya dan bagaimana
merespon situasi yang terjadi disekitarnya dengan tepat.
e. Sesi kelima
Kompetensi konseli yang akan dikembangkan pada sesi kelima
adalah Tema sesi kelima ini bertujuan membantu subjek untuk
belajar bersikap tenang, membantu subjek untuk belajar percaya
pada kekuatan dirinya dan membantu konseli untuk belajar
mengatur dirinya sendiri. Indikator keberhasilan sesi ini adalah
konseli dapat membuat patung kamarnya sesuai kemampuan dan
keinginan, konseli dapat mengatur dirinya dan konseli dapat

lxxviii
mengontrol emosinya ketika barang yang dimilikinya dirusak
orang lain. Konselor mengambil media tanah liat dan diikuti
konseli. konselor mulai mencontohkan cara membuat kamar
dengan melilitkan tanah liat untuk membuat temboknya terlebih
dahulu kemudian meminta konseli untuk mulai membuat kamar
tidurnya dan benda-benda yang berada di dalam kamarnya.
Masing-masing konseli membuat kreasi rumah dan benda-benda
yang menggambarkan isi kamarnya. Setelah konseli berhasil
membuat kamar dan benda-benda isi kamarnya, konselor meminta
konseli untuk mengemukakan peraturan apa saja yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan di dalam kamarnya. Masing-
masing konseli menyebutkan peraturan yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan di dalam kamarnya. Aktivitas ini
dimaksudkan untuk konseli dapat belajar mengatur dirinya,
lingkungannya, memimpin dirinya penuh dengan percaya diri
tanpa pengaruh orang lain. Kemudian konselor mengilustrasikan
bahwa ada seorang anak kecil bernama Aby masuk ke kamarnya
untuk bermain, Aby dengan senang berlompat-lompat di kasur,
menyenggol benda-benda di kamar sampai jatuh rusak. Ilustrasi
cerita ini dimaksudkan untuk melihat respon konseli terhadap situsi
yang terjadi dan mengajarkan konseli untuk mengontrol emosinya
ketika sesuatu yang dimilikinya dirusak oleh temannya. Tema yang
dikembangkan adalah “membuat patung kamarku”.

lxxix
Matrik Pelaksanaan Program Konseling Kelompok dengan Menggunakan
Media Tanah Liat untuk Meningkatkan Perilaku Altruisme

Ses Kompetensi Tujuan Kegiatan Media Tema


i
1 1. konseli 1.membantu 1.Konselor Tanah liat Bersahab
mengenalkan konseli untuk membuka at dengan
diri dengan belajar pertemuan tanah liat
kelompok. menjadi bagian dengan
2. konseli dari kelompok. mengenalkan
mengenal 2.membantu diri kemudian
media tanah konseli untuk diikuti dengan
liat. belajar konseli
3. konseli mengenali dan memperkenalk
dapat mengolah an diri satu per
mempraktekan tanah liat satu.
keterampilan sebagai media 2. konselor
mengolah penyalur menjelaskan
tanah liat kreativitas. secara singkat
4. konseli 3.membantu tujuan, manfaat
menyebutkan konseli untuk dan aktivitas
tata cara belajar yang akan
mengolah mempraktekan dilakukan.
tanah liat. pengolahan 3. konselor
tanah liat menyebutkan
dengan cara peraturan-
meremas- peraturan
remas, dalam kegiatan
meratakan, dan
meninju, ditambahkan
menarik oleh konseli.
hingga 4. mengolah
terpotong- tanah liat
potong, dengan cara :
mencampur Mencampur
dengan air dengan air,
hingga kalis, mengaduk
mengumpulka adonan tanah
n dan lalu liat hingga
menggulung kalis, meremas,
meratakan,
meninju,
menarik
sampai
terpotong,

lxxx
mengumpulkan
menggulung.
2. 1. konseli 1. membantu 1. konselor Tanah liat “membua
dapat konseli untuk meminta t karya
menyebutkan belajar konseli untuk berupa
aktivitas mengidentifika membuat alat
mengolah si aktivitas makanan yang makan
tanah liat yang mengolah konseli sukai. dan
dianggap sulit tanah liat yang 2. konseli mangkok
dan mudah. sulit dan secara bebas disertai
2. konseli mudah. membuat dengan
dapat 2. membantu makanan yang membuat
mengidentifika konseli untuk mereka sukai. makanan
si kesulitan belajar 3. konselor Bersama
yang ditemui mengidentifika meminta dari tanah
dalam si kesulitan konseli secara liat”
mengolah yang didapat. Bersama-sama
tanah liat. 3. membantu menyusun
3. konseli konseli untuk makanan yang
dapat belajar terlibat dibuat dalam
menunjukkan dalam aktivitas sebuah
kesabaran mengolah mangkok.
dalam menantu tanah liat dan 4. konseli
giliran. bekerja sama. menyusun
4. konseli 4. membantu makanan yang
dapat konseli untuk telah dibuat
melakukan dapat belajar kedalam
kerjasama menunggu sebuah
dengan teman giliran. mangkok
satu kelompok 5. membantu secara
dalam proses konseli untuk Bersama-sama
pengolahan dapat dan bergiliran
tanah liat. membangun dengan sabar.
kerja sama
yang baik.
3. 1. konseli 1. membantu 1. konselor 1.tanah “membua
dapat konseli untuk meragakan cara liat. t patung
mengidentifika belajar membuat 2.ilustrasi emosi
si perasaan mengenali patung muka cerita dari tanah
bahagia, sedih, emosi orang manusia dari seorang liat”
dan marah diri lain. tanah liat. ibu yang
sendiri. 2. membantu 2. konseli mempuny
2. konseli konseli untuk mengikuti ai anak
dapat belajar pembuat bernama
mengidentifika mengenali bentuk patung Aby yang
si perasaan penyebab muka manusia. kehilanga

lxxxi
bahagia, sedih, emosi dan 3. patung- n
marah yang emosi orang patung yang kelereng.
dialami teman lain. sudah dibuat
satu kelompok. 3. membantu diberi
3. konseli konseli untuk keterangan
dapat belajar nama.
mengidentifika merespon 4. konseli
si penyebab emosi yang menebak
timbulnya dialami orang perasaan
perasaan lain dengan patung yang
bahagia, sedih tepat. dibuatnya dan
dan marah 4. membantu patung yang
yang dialami konseli untuk dibuat teman
orang lain. belajar peduli, satu
4. konseli berbagi kelompoknya.
dapat sesuatu yang 5. konseli
menunjukkan dimiliki, dan menebak apa
perilaku menghibur penyebab
peduli, berbagi orang lain perasaan itu
sesuatu yang yang sedih muncul.
dimiliki, dan dalam 6. konseli
menghibur kelompok merespon
orang lain perasaan orang
yang sedih lain.
dalam 7. konseli
kelompok membuat
kelereng.
8. konselor
menyajikan
sebuah cerita
dan bagaimana
subjek
merespon dari
cerita tersebut
degan perasaan
yang tepat.
4. 1. konseli 1. membantu 1. konselor 1. tanah “membua
dapat konseli untuk meragakan cara liat. t patung
mengidentifika dapat belajar membuat 2. ilustrasi rumah
si situasi yang mengidentifika patung cerita dan
terjadi si situasi yang berbentuk “Aby isinya”
disekitar. terjadi rumah. masuk
2. konseli disekitar. 2. konseli rumah
dapat 2. membantu membuat orang lain
merespon konseling patung rumah tanpa
situasi yang untuk dapat Bersama-sama. permisi”

lxxxii
terjadi belajar 3. konselor
disekitar merespon meminta
secara tepat. situasi yang konseli secara
3. konseli terjadi bebas membuat
dapat disekitar benda-benda isi
mengidentifika secara tepat. rumah.
si 3. membantu 4. konseli
perilaku/sikap konseli untuk meletakkan dan
ketika berada dapat belajar menyusun hasil
dirumah orang mengidentifika kreasinya
lain. si didalam patung
4. konseli perilaku/sikap rumah yang
dapat ketika berada sudah dibuat.
mengenali dirumah orang 5. konselor
norma sosial lain. menyajikan
4. membant ilustrasi “Aby
konseli untuk masuk ke
dapat belajar dalam rumah
mengenali tanpa permisi
norma sosial lalu membuat
kegaduhan
seperti merusak
barang-barang
yang ada.
6. konseli
mengidentifika
si situasi yang
terjadi di
sekitarnya.
7. konselor
meminya
konseli untuk
menilai
perbuatan yang
dilakukan Aby
didalam rumah
orang lain
tersebut degan
memberikan
skala 0-10.
8. konseli
memberikan
skala penilaian
terhadap “Aby”
9. Konseli
merespon

lxxxiii
situasi yang
terjadi
disekitarnya
degan tepat.
5. 1. 1. membantu 1. konselor 1. tanah “membua
mengidentifika konseli untuk membuat liat t patung
si benda-benda belajar kamar tidur. 2. ilustrasi kamarku”
yang ada di bersikap 2. konseli cerita
dalam kamar. tenang. membuat “Aby”
2. 2. membantu kamar tidur
menyebutkan konseli untuk dan benda-
peratran yang belajar percaya benda yang ada
boleh pada kekuatan dalam kamar.
dilakukan dan dirinya. 3. konseli
yang tidak 3. membantu menyebutkan
boleh konseli untuk peraturan yang
dilakukan belajar boleh
dalam kamar. mengatur dilakukan dan
3. dirinya sendiri tidak boleh
menyebutkan dilakukan
perilaku tidak didalam kamar.
pantas ketika 4. konselor
masuk mengilustrasik
kedalam kamar an cerita “Aby
orang lain. masuk kedalam
4. kamar dengan
menyebutkan berlompat-
perilaku pantas lompat dikasur
ketika masuk menyenggol
kedalam kamar benda-benda
orang lain. dikamar
5. memberi sampai jatuh
respon kepada rusak.
orang lain 5. konseli
yang merespon
berperilaku perilaku Aby
tidak pantas
ketika masuk
kedalam kamar

lxxxiv
4. Tahap IV (Terminasi)
Tahap terminasi adalah tahap penutupan, akhir dari sesi konseling. Pada
tahap ini difokuskan untuk refleksi pengalaman yang sudah dialami selama
konseling, memproses memori, mengevaluasi apa yang telah dipelajari,
mengungkapkan perasaan-perasaan yang sulit dan pembuatan keputusan.

lxxxv
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya sampai dengan pembahasan


hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan maka data analisis dan data spss yang di dapatkan bahwa sikap
alturisme di lahan basah di kecamatan tabunganen cukup rendah dan masih belum
ada rasa peduli atau empati yang cukup untuk saling membantu atau peduli satu
sama lain terhadap orang lain dan sekitarnya.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat Tabunganen

Dapat lebih meningkatkan rasa peduli atau empati jika ada seseorang
yang membutuhkan pertolongan atau permasalahan dengan meemberi atau
meluangkan waktu untuk mencari jalan keluar bukan dengaan anti pati
terhadap orang lain yang membutuhkan pertolongan.

2. Bagi pemerintah daerah

Dukungan dari pemerintah daerah setempat untuk ikut mengadakan


sosialisasi kepada warga atau masyarakat tabunganen terhadap pentingnya
perilaku empati atau peduli terhadap orang lain dengan memberikan
pertolongan secara verbal non verbal karena pada dasarnya manusia
membutuhkan bantuan orang lain.

3. Saran Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneruskan penelitian ini tentang


perilaku pada masyarakat lahan basah tabunganen dengan menggunakan
metode tes informal sehingga data yang didapatkan lebih akurat lagi.

lxxxvi
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, C, Stanley, E. (1997). Psikologi Sosial Untuk Perawat. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta

Agustin. (2010). “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru”. Surabaya:


Serbajaya.
Amato, P.R. (1986). Emotional arausal and helping behavior in a real-life
emergency. Journal Of Applied Social Psychology,16, 633-641

Andromeda, S. (2014). Hubungan antara Empati dengan Perilaku altruisme pada


Karang Truna Desa Pakang.

Azwar, S. (2014). Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cunningham, M. R. (1979). Weather, mood, and helping behavior: Quasi


experiments with the sunshine samaritan. Journal of Personality and
Social Psychology, 37(11), 1947–1956. https://doi.org/10.1037/0022-
3514.37.11.1947

Darley, J. M., & Batson, C. D. (1973). " From Jerusalem to Jericho": A study of
situational and dispositional variables in helping behavior. Journal of
personality and social psychology, 27(1), 100.

Darley, J. M., & Latane, B. (1970). Norms and normative behavior: Field studies
of social interdependence. Altruism and helping behavior, 83-102.

Egilmez, E., & Naylor-Tincknell, J. (2017). Altruism and popularity. International


Journal of Educational Methodology, 3(2), 65-30. doi:
10.12973/ijem.3.2.065

Fitri Ramdhani Harahap, S. M. (Juni 2016). PENGELOLAAN LAHAN BASAH


TERKAIT SEMAKIN MARAKNYA KEBAKARAN DENGAN
PENDEKATAN ADAPTASI YANG DIDASARKAN PADA KOVENSI
RAMSAR. Jurnal Society, Volume VI, Nomor II.

Isen, A. M. (1984). Toward understanding the role of affect in cognition. In S. R.


Wyer & T. K. Srull (Eds.), Handbook of sosial cognition (Vol. 3, pp. 179-
236). Hillsdale, NJ: Erlbaum.Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Latane, B., Nida, S. A., & Wilson, D. W. (1981). The effects of group size on
helping behavior. Altruism and helping behavior, 287-314.

Pramudianto, A. 2011.Kawasan Lahan Basah dalam Konsep Hukum Global dan


Keberadaannya di Indonesia.

lxxxvii
Reber, S.A., Reber, S.E. (2010). Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ricard, M. (2015). Altruism: The power of compassion to change yourself and the
world. Hachette UK.

Rogers, M., Miller, N., Mayers, R S., & Duvall, S. (1982). Personal responsibility
and silence of the request for help : Determination of the relatios between
negative affect and helping behavior. Journal of personalty and social
psychology. 43, 956-970.

Rosenhan, D. L., Salovey, P., & Hargis, K. (1981). The joys of helping: Focus of
attention mediates the impact of positive affect on altruism. Journal of
Personality and Social Psychology, 40(5), 899.

Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup,


Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Sears, David O, dkk. (1985). Social Psychology Fifth Edition (Alih Bahasa :
Andryanto). Jakarta : Erlangga.

Sitorus, S. H. P. 1995. Evaluasi Sumberdaya Lahan, Tarsito. Bandung.

Staub, Ervin. (1978). Positive Social Behavior and Morality. United Stated of
America: Academic Press.

Taufik M.si., Dr. (2012). Empati : Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau & David O. Sears. (2009). Psikologi
Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudjana, N. 2003.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Cetakan


Ketujuh.Bandung : PT Remaja Rosda karya.

Walker, E., Rummel, N., and Koedinger, K. R. (2011). Designing automated


adaptive support to improve student helping behaviours in a peer tutoring
activity. Computer-Supported Collaborative Learning, 6, 279–306. doi:
10.1007/s11412- 011-9111-2

Widyastuti, F. (2014). Hubungan antara Syukur dengan Perilaku Altruistik pada


Mahasiswa Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi angkatan 2012 Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. IAIN Walisongo .

lxxxviii
LAMPIRAN

lxxxix
1. Hasil SPSS

Data penelitian yang diperoleh dilakukan skoring. Skor-skor yang


diperoleh dilakukan analisis deskriptif dengan melihat skor hipotetik. Statistik
hipotetik didapat dengan rumus yaitu: Xmax = jumlah aitem x 4, Xmin = jumlah
aitem x 1, mean = ½ (Xmin + Xmax), SD = ⅙ (Xmax – Xmix) (Azwar, 2014).

Adapun skor hipotetik diperoleh melalui rumus perhitungan pada tabel berikut ini:

Tabel Rumus Perhitungan Skor Hipotetik Variabel Penelitian

Skor Hipotetik
Variabel
Xmin Xmax Mean Standar Deviasi

µ = ½(Xmin+Xmax) σ = ⅙(Xmax–Xmin)
58 x 1 58 x 4 = ½ (58 + 232) = ⅙ (232 – 58)
Altruisme
= 58 = 232 = ½ (290) = ⅙ (174)
= 145 = 29

Hasil perhitungan diatas didapatkan bahwa mean (M) hipotetik sebesar


145 dan standar deviasi (SD) sebesar 29. Hasil perhitungan mean (M) dan standar
deviasi (SD) ini akan digunakan dalam perhitungan kategorisasi yang bertujuan
untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara
berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut ukur (Azwar, 2014).

xc
Adapun perhitungan dengan rumus pembuatan norma kategorisasi yaitu
sebagai berikut:

Tabel Rumusan Norma Kategorisasi Variabel Penelitian

No. Kategorisasi Rumus Norma


X < (µ - 1,0 σ)
X < (145 – 1,0 (29))
1. Rendah X < (145 – 29)
X < 116
X < 115,5
(µ - 1,0 σ) ≤ X ≤ (µ + 1,0 σ)
(145 – 1,0 (29)) ≤ X ≤ (145 + 1,0 (29))
2. Sedang (145 – 29) ≤ X ≤ (145 + 29)
116 ≤ X ≤ 174
116 ≤ X ≤ 173,5
(µ + 1,0 σ) ≤ X
3. Tinggi (145 + 1,0 (29)) ≤ X
174 ≤ X

Hasil perhitungan di atas didapatkan bahwa kategori Rendah yaitu X <


115,5, kategori Sedang yaitu 116 ≤ X ≤ 173,5, dan kategori Tinggi yaitu 174 ≤ X.
Pada rentang kategori rendah dan sedang dikurang 0,5 agar dapat digunakan
sebagai rentang kategorisasi yang diperlukan untuk analisis di SPSS. Hasil
perhitungan ini nantinya akan digunakan untuk mencari analisis kategori data
pada SPSS.

xci
Tabel Kategorisasi Data Variabel Penelitian

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase


X < 115,5 Rendah 45 45%
Altruisme 116 ≤ X ≤ 173,5 Sedang 36 36%
174 ≤ X Tinggi 19 19%

Berdasarkan hasil analisis kategorisasi yang dilakukan didapatkan bahwa


terdapat 45 orang yang berada pada kategori rendah dengan persentase 45%, dan
terdapat 36 orang yang berada pada kategori sedang dengan persentase 36%, serta
terdapat 19 orang yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 19%. Hal
ini membuktikan bahwa lebih banyak orang dewasa di Desa Tabunganen Kecil
yang memiliki tingkat altruisme yang rendah.

xcii
Statistic
Kategori
N Valid 100
Missing 0

Kategori
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Rendah 45 45.0 45.0 45.0
Sedang 36 36.0 36.0 81.0
Tinggi 19 19.0 19.0 100.0
Total 100 100.0 100.0

xciii
2. Skala Altruisme

Yang Terhormat Saudara (i)

Kami Mahasiswa Program Studi S1 Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas


Lambung Mangkurat, memohon kesediaan saudara (i) mengisi angket yang tertera
dibawah ini dalam rangka pengumpulan data penelitian saya.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan
tugas mata kuliah Asesmen dan Intervensi Dewasa dan Lansia Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek Altruisme pada orang dewasa yang
ada di Desa Tabunganen Kecil. Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber
informasi bagi Mahasiswa (i) Universitas Lambung Mangkurat Fakultas
Kedokteran Banjarbaru jurusan Psikologi agar dapat memiliki perilaku altruisme
yang baik pada orang dewasa.

Dengan segala kerendahan hati kami memohon kepada saudara (i) berpartisipasi
untuk menjadi partisipan penelitian ini, untuk menjawab kuesioner yang saya
ajukan. Saya menjamin kerahasiaan jawaban anda, informasi yang anda berikan
dipergunakan untuk kepentingan penelitian, dan partisipan boleh mengundurkan
diri pada saat berlangsungnya penelitian tanpa diberikan sanksi.

Identitas Diri
Nama :
Jenis Kelamin :L/P
Usia :
Pekerjaan :
Menyetujui,

.............................

xciv
PETUNJUK
1. Skala ini bertujuan untuk meneliti tentang relasi antar individu.
2. Skala ini terdiri atas pertanyaan-pertanyaan. Disamping setiap
pertanyaan. Disediakan pilihan jawaban berkisar antara :
SS = Sangat Setuju,
S = Setuju,
TS = Tidak Setuju,
STS = Sangat Tidak Setuju.

Tugas Anda adalah menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan


Anda terhadap masing-masing pernyataan dengan memilih salah
satu pilihan jawaban dengan cara memberi tanda X pada kolom
pilihan jawaban yang sesuai.
Contoh pengisian
Pernyataan SS S TS STS
Saya adalah seorang pemalu X

Contoh penggantian jawaban


Pernyataan SS S TS STS
Saya adalah seorang pemalu X X

3. Kerjakan secara langsung pada lembar skala yang disediakan.


4. Dalam mengerjakan skala ini, bekerjalah secara spontan. Tidak
ada jawaban benar atau salah, yang penting kerjakanlah sesuai
keadaan Anda yang sebenarnya. Skala ini tidak berpengaruh
terhadap penilaian pribadi Anda.
5. Jangan ada pernyataan yang terlewati.

= SELAMAT MENGERJAKAN =

xcv
Pilihan
No. Pernyataan
SS S TS STS
Saya akan berusaha memberikan
pertolongan kepada orang yang sedang
1.
menangis, karena saya dapat memahami
perasaan orang tersebut.
Saya kesulitan untuk merasakan apa yang
2.
orang lain rasakan.
Saya akan memberikan pertolongan kepada
3. orang lain yang didasari oleh keinginan saya
sendiri.
Ketika ada orang lain yang menangis, saya
4. kesulitan memahami alasan dibalik
kesedihannya.
Saya dapat merasakan kebutuhan orang
5. lain, sehingga saya tergerak untuk
menolong.
Saya perlu diingatkan orang lain untuk
6.
memberikan pertolongan.
Hati saya tergerak untuk menolong orang
7.
lain yang sedang mengalami kesusahan.
Ketika ada orang lain bercerita tentang
8. masalahnya, saya akan kesulitan memahami
ceritanya.
Saya akan berusaha memberikan
9. pertolongan kepada orang lain dengan
perhatian dan penuh kasih sayang.
10. Saya menolong orang lain jika terpaksa.
Ketika melihat orang lain terjatuh, saya akan
11. segera menolongnya, karena saya sadar ia
membutuhkan saya.

96
Pilihan
No. Pernyataan
SS S TS STS
Saya tidak mudah tergerak untuk menolong
12. orang lain, karena setiap orang memiliki
urusan masing-masing.
Saya akan menyempatkan diri untuk
13. menolong orang lain yang mengalami
kesulitan, meskipun saya sedang sibuk.
Saya hanya akan memberikan pertolongan
14.
jika orang lain meminta kepada saya.
Saya akan segera menolong orang lain
15. ketika mengalami masalah, karena saya
merasa peduli pada orang tersebut.
Saya tidak akan berusaha untuk menolong
16.
orang lain ketika saya sedang sibuk.
Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri,
17. sehingga saya akan berusaha untuk terus
memberikan pertolongan pada orang lain.
Saya tidak mudah menolong orang yang
18.
tidak dikenal
Saya ingin meringankan penderitaan orang
19. lain, sehingga saya tergerak untuk
menolong.
Saya yakin setiap orang bisa berkembang
20. sendiri, sehingga saya tidak perlu
memberikan pertolongan.
Saya tergerak untuk menolong orang lain
21. yang tidak dikenal, karena saya merasa
peduli.
Setiap orang dapat meringankan
22. penderitaannya sendiri, sehingga saya tidak
perlu menolong.

97
Pilihan
No. Pernyataan
SS S TS STS
Saya menolong orang lain, karena saya ingin
23. orang lain memiliki hidup yang lebih
sejahtera.
Saya tidak akan menunjukan kepedulian
24. saya dengan memberikan pertolongan,
apalagi kepada orang yang tidak saya kenal.
Saya tidak akan meminta imbalan dalam
25. bentuk apapun atas bantuan yang saya
berikan.
Kesejahteraan diri saya adalah yang
26.
terpenting.
Rasa kepedulian yang saya miliki akan saya
tunjukkan melalui pertolongan yang akan
27.
saya berikan kepada orang yang
membutuhkan.
Saya mempertimbangkan keuntungan dan
28.
kerugian dalam memberikan pertolongan.
Saya bergerak untuk menolong orang yang
29. sedang mengalami kesulitan, agar mereka
terlepas dari penderitaan.
Menolong orang lain adalah tindakan yang
30.
sia-sia.
Saya tetap menolong meskipun saya tahu
31.
tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun.
Saya yakin setiap orang bisa menyelesaikan
32. masalahnya sendiri, sehingga saya tidak
perlu mengurangi bebannya.

98
Pilihan
No. Pernyataan
SS S TS STS
Menolong orang lain adalah tindakan yang
33. bernilai sehingga saya tergerak untuk
memberikan pertolongan.
Jika menolong tidak menguntungkan saya,
34.
saya tidak akan mau memberi pertolongan.
Saya akan berusaha untuk memberikan
35. perhatian pada orang lain, terlebih saat
mereka sedang mengalami kesulitan.
Menolong orang lain tidak akan berdampak
36.
apa-apa terhadap diri saya.
Saya akan memberikan pertolongan kepada
37. orang, karena didasari oleh keikhlasan dan
tanpa pamrih
Menolong orang lain akan memberikan
38.
dampak positif bagi saya.
Suasana hati saya akan berubah menjadi
39. lebih baik dan bersemangat ketika saya
menolong orang lain.
Dilihat atau tidak dilihat orang lain, saya akan
40.
tetap memberi pertolongan.
Menolong orang lain tidak mengubah
41.
perasaan saya menjadi lebih positif.
Saya akan merasa berharga ketika dapat
42.
menolong.
Menurut saya, setiap orang dapat
memecahkan masalahnya sendiri, sehingga
43.
saya tidak perlu memberikan pertolongan
kepada orang yang memiliki masalah.

99
Pilihan
No. Pernyataan
SS S TS STS
Menurut saya, memberi pertolongan tidak
44.
membuat saya merasa lebih berharga.
Saya merasa pertolongan saya akan sangat
45. dibutuhkan oleh orang lain, sehingga saya
akan berusaha membantu orang lain.
Saya merasa orang lain tidak membutuhkan
46. bantuan saya, sehingga saya tidak perlu
menolong.
Ketika melihat orang lain dibully, saya akan
47. segera menolongnya, karena saya sadar dia
membutuhkan saya.
Saya merasa sedih ketika teman saya
48.
mengalami kesulitan.
Saya hanya akan mengabaikan orang yang
49. terjatuh, karena dia tidak meminta tolong
kepada saya.
saya lebih suka memperhatikan diri sendiri
50.
dari pada orang lain.
Saya kesulitan dalam memberi kasih sayang
51.
kepada orang lain.
Saya yakin tindakan menolong orang lain
52. merupakan salah satu nilai terbaik dalam
hidup.
Pertolongan saya selalu dinantikan oleh
53.
orang lain.
Saya rasa menolong orang lain bukanlah
54.
nilai yang penting dalam kehidupan

100
Pilihan
No. Pernyataan
SS S TS STS
Saya tidak yakin bahwa pertolongan yang
55.
saya berikan akan berguna
Saya merasa masalah yang dihadapi orang
56. lain sangat berat. Sehingga saya akan
menolong.
Pada hakikatnya semua manusia saling
57.
membutuhkan bantuan.
Manusia memiliki kemampuan masing-
58. masing sehingga tidak membutuhkan
bantuan.

101
102
103
104
105
106
107

Anda mungkin juga menyukai