Anda di halaman 1dari 8

Mengenal dan Memahami Pajak Tangguhan: Konsep,

Makna, dan Implikasi


Secara mendasar ada tiga pertanyaan penting yang harus dapat dijawab oleh Wajib Pajak
untuk dapat memahami Pajak Tangguhan (Deffered Tax). Pertanyaan itu antara lain: Apa
yang dimaksud dengan Pajak Tangguhan? Mengapa harus ada Pajak Tangguhan? Dan
terakhir, apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya?
Pemahaman yang memadai tentang konsep, makna, dan implikasi mengenai Pajak
Tangguhan akan sangat membantu menjawab ketiga pertanyaan ini. Pajak Tangguhan
sendiri dapat dipahami dari sudut pandang Akuntansi sebagai akun Aset atau Liabilitas. Aset
Pajak Tangguhan merupakan elemen Laporan Neraca sedangkan Liabilitas Pajak Tangguhan
merupakan elemen Laporan Rugi Laba. Dari sudut pandang Perpajakan, Pajak Tangguhan
adalah nilai pajaknya dapat memberi pengaruh menambah atau mengurangi beban pajak
tahun yang bersangkutan. Uraian dibawah ini mencoba untuk memberikan jawaban atas
tiga pertanyaan mendasar diatas.

Apa yang dimaksud dengan Pajak Tangguhan?


Definisi resmi dari istilah Pajak Tangguhan (aset dan liabilitas) dapat ditelusuri pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 46 tentang Akuntansi atas Pajak
Penghasilan (PPh) yang merupakan adopsi dari International Accounting Standar (IAS) 12.
Aset Pajak Tangguhan, sebagaimana disebutkan didalam definisi nomor 04 PSAK 46 adalah
jumlah pajak penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai
akibat adanya: perbedaan temporer yang boleh dikurangkan; akumulasi rugi pajak belum
dikompensasi; dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan
perpajakan mengizinkan. Sementara itu, Liabilitas Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak
penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer
kena pajak. Dari definisi ini yang harus dipahami adalah konsep tentang “pemulihan pada
periode mendatang” untuk Aset Pajak Tangguhan dan “terutang pada periode
mendatang” untuk Liabilitas Pajak Tangguhan. Pemahaman tentang kedua konsep ini
dapat diperoleh dari jawaban atas pertanyaan berikutnya sebagaimana diuraikan oleh
subbahasan selanjutnya.

Mengapa harus ada Pajak Tangguhan?


Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun (yang dikenal dengan
istilah beban pajak kini), Wajib Pajak menggunakan pendekatan Akuntansi Komersial
(berdasarkan PSAK) mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang
dijadikan pengurang, metode peyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset,
pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan
besaran penyisihan/biaya cadangan. Hasil penerapan ini tertuang didalam Laporan
Keuangan yang oleh Wajib Pajak dijadikan dasar untuk menghitung beban PPh terutang
secara komersial. Namun demikian, untuk kepentingan pelaporan SPT Tahunan, hasil
perhitungan yang sudah dijabarkan di dalam Laporan Keuangan komersial tidak bisa
dijadikan dasar penentuan beban pajak kini. Artinya PPh yang dhitung Wajib Pajak atas
dasar laba komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban pajak kini. Hal ini
dikarenakan untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan
yang digunakan adalah ketentuan perpajakan (berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan beserta aturan pelaksanaan dibawahnya). Pendekatan ini kerap
kali berbeda dengan ketentuan yang digunakan dalam pendekatan menurut Akuntansi
Komersial. Perbedaan ini ada yang bersifat mutlak (tetap) ada juga yang sifatnya relatif
(sementara).

Perbedaan mutlak ini terjadi misalnya karena perbedaan pengakuan unsur pendapatan
seperti misalnya pada penghasilan yang bersifat final dan telah dikenakan PPh Final tidak
boleh lagi diperhitungkan sebagai unsur pendapatan atau pengakuan biaya yang boleh
dikurangkan, beberapa item biaya mutlak dilarang dijadikan sebagai pengurang menurut
ketentuan perpajakan. Sementara itu laba yang sifatnya relatif ini dikarenakan perbedaan
pengakuan nilai sisa atau penentuan jangka waktu masa manfaat dalam menghitung beban
penyusutan. Perbedaan semacam ini menyebabkan perbedaan yang sifatnya tidak mutlak
selamanya, melainkan hannya sementara saja karena sifatnya hanya perbedaaan waktu dan
angka tahun pembagi, dan pada titik tertentu akan beban pajak yang ditimbulkan akan tiba
pada besaran nominal yang sama. Laba bersih yang dihasilkan melalui proses rekonsiliasi
fiskal, yakni penghitungan sebagaimana diatur menurut ketentuan perpajakan, diistilahkan
sebagai Penghasilan Kena Pajak. Sehingga pada titik ini, jelas dapat dibedakan makna dari
istilah laba komersial sebelum pajak (komersial) dengan Penghasilan Kena Pajak (fiskal).
Jika tarif pajak diterapkan pada laba pada Laba Komersial (Laba Akuntansi) dengan
Penghasilan Kena Pajak (Laba Pajak), maka hasilnya besar kemungkinan akan berbeda.
Perbedaan ini yang disebut dengan istilah Pajak Tangguhan. Jika Laba Akuntansi lebih
besar daripada Laba Pajak maka akan terbentuk Kewajiban Pajak Tangguhan,
sebaliknya bila Laba Akuntansi lebih kecil daripada Laba Pajak maka akan
terbentuk Aset Pajak Tangguhan. Singkatnya, Pajak Tangguhan tidak bisa
dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan yang harus
dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Pajak Tangguhan dalam bentuk
aset/manfaat membuat Wajib Pajak mengetahui bahwa seharusnya nilai beban pajak yang
harus dibayar dapat dipulihkan pada masa mendatang sedangkan Pajak Tangguhan dalam
bentuk kewajiban menimbulkan adanya beban pajak yang akan terutang pada masa yang
akan datang. Ini berkaitan dengan konsep definisi Pajak Tangguhan sebagaimana dijelaskan
pada subbahasan pertama dalam artikel ini.
Apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya?
Jawaban atas pertanyaan ini akan menunjukkan contoh nyata dari sejumlah konsep yang
sudah diperkenalkan pada dua subbahasan diatas. Untuk dapat memberikan jawaban
pertanyaan ini maka akan disajikan dalam bentuk contoh soal agar bentuk nyata mengenai
konsep pemulihan atau pembebanan beban pajak pada masa mendatang dapat tergambar
dengan lebih jelas.
Contoh soal I:
PT Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015
Rp1.200.000.000,- dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut:

Beda Permanen

1. Pendapatan bunga deposito Rp40.000.000,-

2. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp30.000.000,-

3. Pendapatan sewa bangunan Rp60.000.000,-

4. Beban bunga pajak Rp20.000.000,-

5. Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura Rp50.000.000,-

6. Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,-

7. Beban Pajak Penghasilan Rp15.000.000,-

Beda Temporer

1. Penyusutan komersial Rp60.000.000 lebih rendah dari penyusutan fiskal

2. Amortisasi fiskal Rp30.000.000 lebih rendah dari amortisasi komersial

Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:

1. PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-

2. PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-

3. PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-

4. PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-


Pertanyaan: Berapa Penghasilan Kena Pajak untuk tahun 2015?; b) Berapa PPh Kurang/
Lebih bayar untuk tahun 2014?; c) Tentukan apakah aset atau kewajiban pajak tangguhan
yang timbul? d) Buat jurnal dan penyajian laba bersih dalam laporan laba rugi PT RUC!
Jawab:

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak

Laba sebelum pajak (komersial) Rp1.200.000.000,-

Koreksi Beda Tetap Koreksi Fiskal (+) Koreksi Fiskal (–)

Pendapatan
bunga Rp40.000.000,- – Rp40.000.000,- (Rp40.000.000,-)
deposito

Pendapatan
sewa Rp60.000.000,- – Rp60.000.000,- (Rp60.000.000,-)
bangunan

Pendapatan
Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,- (Rp50.000.000,-)
Jasa Giro

Laba Sebelum Pajak (Fiskal) Rp1.050.000.000,-

Beban
Jamuan tanpa
Rp30.000.000,- Rp30.000.000,- – Rp30.000.000,-
Daftar
Nominatif

Beban Bunga
Rp20.000.000,- Rp20.000.000,- – Rp20.000.000,-
Pajak

Beban
pemberian
Rp50.000.000,- Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,-
fasilitas dalam
bentuk natura

Beban PPh Rp15.000.000,- Rp15.000.000,- – Rp15.000.000,-

Total Koreksi Beda Tetap Pada Beban Rp115.000.000,-

Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap) Rp1.165.000.000,-

Koreksi Beda Waktu Koreksi Fiskal (+) Koreksi Fiskal (–)

Penyusutan Komersil < Fiskal (Rp60.000.000,-) (Rp60.000.000,-)

Amortisasi Fiskal < Komersial Rp30.000.000,- Rp30.000.000,-

Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap dan


Rp1.135.000.000,-
Beda Waktu)
Dari rekonsiliasi fiskal diatas diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak adalah
Rp1.135.000.000,- atau lebih kecil dari Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-. Sehingga
sesuai dengan ketentuan bila Laba Sebelum Pajak (komersial) lebih besar dari Penghasilan
Kena Pajak (fiskal) akan muncul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar tarif PPh Badan dikali
dengan perbedaan temporer (beda waktu) yang terjadi.

Perhitungan PPh Kurang/ Lebih Dibayar (Beban Pajak Kini)

Pajak Penghasilan Terutang 25% x Rp1.135.000.000,- Rp283.750.000,-

PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)

PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-

PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-

PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-

PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-

Total Kredit Pajak Rp90.000.000,-

PPh Kurang Dibayar (Beban Pajak


Rp193.750.000,-
Kini)

Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan


Kewajiban Pajak Tangguhan = Tarif PPh Badan x Jumlah Beda Temporer
= 25% x Rp30.000.000,-
= Rp7.500.000,-

Jurnal Pencatatan

Beban Pajak Kini Rp283.750.000,- –

Beban Pajak Tangguhan Rp7.500.000,- –

Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp7.500.000,-

PPh Pasal 22 (Kredit Pajak) – Rp20.000.000,-

PPh Pasal 23 (Kredit Pajak) – Rp10.000.000,-

PPh Pasal 24 (Kredit Pajak) – Rp15.000.000,-

PPh Pasal 25 (Kredit Pajak) – Rp45.000.000,-

Kewajiban PPh Pasal 29 – Rp193.750.000,-


Penyajian Pada Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi)

Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-

Beban Pajak Kini (Rp283.750.000,-)

Beban Pajak Tangguhan (Rp7.500.000,-)

Total Laba Bersih Rp908.750.000,-

Sehingga setelah diperhitungkan dengan beban pajak kini (PPh Pasal 29 akhir tahun) dan
beban pajak tangguhan, jumlah laba bersih PT RUC adalah Rp908.750.000,-.

Contoh soal II:


Pada tahun 2011 PT Maju Terus membeli komputer seharga Rp10.000.000,-. Menurut
ketentuan PSAK, komputer tersebut disusutkan selama 5 tahun dengan nilai residu
Rp2.000.000,-. Sementara menurut pajak masa manfaatnya seharusnya hanya 4 tahun. Jika
PT Maju Terus memiliki laba kotor belum termasuk biaya penyusutan sebesar Rp5.000.000,-
sama untuk rentang waktu selama 5 tahun dan ternyata pada akhir tahun ke-7 komputer
tersebut dijual dengan harga Rp3.000.000,-. Maka bantulah PT Maju Terus untuk
menganalisis kemungkinan munculnya Pajak Tangguhan dan bagaimana memperlakukannya
dalam pembukuan dan pelaporan keuangan perusahaan serta jelaskan adanya pemulihan
nilai pajak terutang melalui kasus ini.
Jawab:
Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Akuntansi = (Rp10.000.000 – Rp2.000.000) : 5
Tahun
= Rp1.600.000,- (2011 s.d. 2015)
Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Pajak = (Rp10.000.000) : 4 Tahun
= Rp2.500.000,- (2011 s.d. 2014)
Analisis Penentuan Pajak Tangguhan (Dalam Rp000)

Tahun
Keterangan
2011 2012 2013 2014 2015

Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000

Beban Penyusutan (Akuntansi) Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600

Laba Bersih Sebelum Pajak Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400

Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp850 Rp850 Rp850 Rp850 Rp850
Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000

Beban Penyusutan (Pajak) Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 –

Penghasilan Kena Pajak Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp5.000

Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp625 Rp625 Rp625 Rp625 Rp1.250

Perbedaan Sementara Rp900 Rp900 Rp900 Rp900 (Rp1.600)

Kewajiban (Manfaat) Pajak


Rp225 Rp225 Rp225 Rp225 (Rp400)
Tangguhan

Kewajiban Pajak Tangguhan Rp225 Rp450 Rp675 Rp900 Rp500

Dari tabel analisis diatas, terlihat bahwa sampai dengan tahun keempat nilai Laba Sebelum
Pajak (Akuntansi) lebih besar daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400 > Rp2.500)
sehingga menimbulkan adanya Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar selisih beda sementara
dikali tarif yang berlaku yaitu (Rp2.500-Rp1.600) x 25% = Rp225. Dengan jurnal yang
digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:

Beban Pajak Tangguhan Rp225.000,- –

Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp225.000

Kewajiban Pajak Tangguhan ini harus dibayar oleh PT Maju Terus pada setiap tahun sesuai
dengan alokasinya sebesar Rp225.000,-
Namun hal ini tidak terjadi pada tahun kelima dimana yang terjadi adalah Laba Sebelum
Pajak lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400< Rp5.000) sehingga
menimbulkan adanya Aset Pajak Tangguhan sebesar (Rp1.600- Rp0) x 25%= Rp400. Hal ini
terjadi karena pada tahun ke-5 menurut ketentuan perpajakan tidak diperbolehlan dilakukan
penyusutan atas komputer mengingat masa manfaatnya menurut pajak hanya selama 4
tahun. Dengan jurnal yang digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:

Kewajiban Pajak Tangguhan Rp400.000,- –

Manfaat Pajak Tangguhan – Rp400.000


Adanya Manfaat Pajak Tangguhan ini juga sekaligus menghapus atau memulihkan sebesar
Rp400.000,- atas Kewajiban Pajak Tangguhan yang muncul dari tahun- tahun sebelumnya.
Pemulihan ini mengakibatkan Kewajiban Pajak Tangguhan PT Maju Terus mengalami
pengurangan menjadi hanya tersisa Rp500.000,-.

Ketika pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual, maka nilai keuntungan yang diakui
menurut Akuntansi dan menurut Pajak berbeda, secara Pajak laba yang diperoleh adalah
sebesar harga jual yaitu Rp3.000.000,- karena komputer tersebut sudah tidak lagi memiliki
nilai namun menurut Akuntansi laba dihitung dengan mengurangkan terlebih dahulu dengan
nilai sisa Rp2.000.000,- sehingga laba yang didapat hanya Rp1.000.000,-. Akibat perbedaan
ini maka menurut pajak, beban PPh adalah Rp750.000,- (Rp3.000.000,- x 25%) dan
menurut Akuntansi, beban pajak adalah Rp250.000,- (Rp1.000.000,- x 25%). Karena Laba
Sebelum Pajak (Akuntansi) lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (dari penjualan
komputer) sehingga menimbulkan adanya Aset/Manfaat Pajak Tangguhan sebesar
Rp500.000,- (Rp3.000.000- Rp1.000.000,-) x 25%. Nilai ini akan menghapus Kewajiban
Pajak Tangguhan yang masih tersisa sehingga tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayar
pada masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai