1 Pendahuluan 11 Latar Belakang
1 Pendahuluan 11 Latar Belakang
PENDAHULUAN
karena penggunaan nilai kalori (energi) dan nilai protein sudah cukup untuk
menggambarkan kecukupan pangan rumah tangga karena konsumsi kalori terkait
erat dengan kemampuan manusia untuk hidup secara aktif sedangkan konsumsi
protein dibutuhkan untuk memulihkan sel-sel tubuh yang rusak.
Ketahanan pangan merupakan indikator yang dapat merepresentasikan
jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi yang ada. Dalam hal
ini ketahanan pangan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk
memperoleh pangan yang bergizi serta penyerapannya demi pencapaian hidup
yang sehat dan produktif. Ketahanan pangan belum tercapai saat ketersediaan
pangan saja yang terpenuhi. Ketahanan pangan akan tercapai ketika akses
terhadap pangan tersebut memadai serta penyerapan pangannya dapat berlangsung
secara baik. Kondisi inilah yang belum tercapai di banyak daerah di Indonesia.
Ketersediaan pangan yang memadai atau bahkan berlebih tidak disertai dengan
akses pangan yang memadai. Hal ini berakibat pada penyerapan pangan yang
tidak maksimal, sehingga banyak daerah di Indonesia yang belum mampu
mencapai ketahanan pangan meskipun telah mencapai surplus pangan.
Ketahanan pangan rumah tangga yang tercermin dari klasifikasi silang
antara ketercukupan kalori dan pangsa pengeluaran pangan mampu dijadikan
suatu indikator ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan indikator lain.
Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000) mengklasifikasikan ketahanan
pangan rumah tangga melalui perpaduan antara kecukupan pangan dengan pangsa
pengeluaran. Kedua indikator ini dinilai cukup sederhana namun mampu
merepresentasikan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Klasifikasi tersebut
menghasilkan empat kategori ketahanan pangan rumah tangga yaitu rumah tangga
tahan pangan, rentan pangan, kurang pangan dan rawan pangan.
Ketahanan pangan memiliki kaitan dengan pola konsumsi yaitu dari sisi
pangsa pengeluaran makanan. Hukum Engle menyatakan jika selera tidak
berbeda, maka persentase pengeluaran untuk makanan akan menurun dengan
meningkatnya pendapatan (Nicholson, 1995;2002). Deaton dan Muellbauer
(1980a) menyatakan bahwa semakin tinggi kesejahteraan masyarakat suatu negara
maka pangsa pengeluaran pangan penduduknya semakin kecil, demikian
sebaliknya. Daerah dengan pangsa pengeluaran pangan yang masih besar akan
3
Ekspor-Impor
(10%)
Pembentukan
Modal Tetap Konsumsi RT
Bruto (23%) (57%)
Pemerintah
(9%)
dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Di sisi lain, pengeluaran untuk bukan
makanan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
P
erse
n
Tahun
dianalisis adalah sebanyak 346 dan 100 kabupaten diantaranya terindikasi rawan
pangan. Berdasarkan kondisi ketersediaan pangan, 64 kabupaten dari 100
kabupaten rawan pangan dikategorikan sebagai daerah surplus pangan. Hal ini
menjadi suatu kontradiksi karena daerah yang surplus pangan ternyata rawan
pangan.
Tabel 1 Jumlah kabupaten berdasarkan ketahanan pangan dan ketersediaan
pangan di Provinsi Jawa Timur
Defisit 40 36 76
Jawa Barat
Lainnya (38%) (18%)
Jawa Timur
(17%)
Sumut (5%)
Jawa Tengah
Sulsel (7%) (15%)
ketersediaan pangan yang melimpah tidak menjamin ketahanan pangan jika daya
beli masyarakat rendah (Hardono dan Kariyasa, 2006).
Dinamika analisis ketahanan pangan menunjukkan bahwa ketersediaan
pangan dan akses terhadap pangan merupakan dua determinan penting dalam
ketahanan pangan tingkat rumah tangga (Braun, 1995). Faktor ketersediaan
pangan secara tunggal tidak menjamin ketahanan pangan rumah tangga namun
diperlukan akses terhadap pangan baik yang mencakup dimensi fisik maupun
ekonomi. akses fisik terkait dengan produksi pangan di tingkat rumah tangga,
sedangkan akses ekonomi terkait dengan pendapatan rumah tangga dengan
peubah pendapatan sebagai determinan utamanya.
menjamin ketahanan pangan rumah tangga. Oleh sebab itu kajian mengenai
determinan ketahanan pangan regional dan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur
sangat diperlukan.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana dinamika pola konsumsi dan ketahanan pangan regional di
Provinsi Jawa Timur?
2. Apa saja determinan ketahanan pangan regional di Provinsi Jawa Timur?
3. Apa saja determinan ketahanan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur?