Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGARUH GETARAN DI TEMPAT KERJA TERHADAP KESEHATAN DAN


SISTEM PENGENDALIANNYA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10
FATIMAH AZZAHRA ZAINUDDIN K011191180
VIRA AYU K011191181
ANNISA PUTRI ADELIA K011191182
AINULHAJ SAPIRIANTY T MALIK K011191185
SALSABILA SYARIFUDDIN K011191189
RAHMAT RAMADHAN K011191192

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa kita kirimkan bagi junjungan kita
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Tidak lupa kami juga
menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan pada Mata Kuliah Hygiene
Industri dengan judul “Pengaruh Getaran Di Tempat Kerja terhadap Kesehatan dan Sistem
Pengendaliannya” dan dapat membantu para pembaca dalam menambah referensi sekaligus
memudahkan dalam pengerjaan tugas nantinya. Besar harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, dan kedepannya dapat
memperbaiki ataupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik. Kami sadar dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Makassar, 21 Agustus 2021

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3

C. Manfaat.................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5

A. Pengertian Getaran................................................................................................................5

B. Parameter Getaran................................................................................................................6

C. Karakteristik Getaran............................................................................................................6

D. Jenis dan Efek Getaran.........................................................................................................8

E. Nilai Ambang Batas Getaran..............................................................................................10

F. Pengukuran Getaran............................................................................................................11

G. Efek Getaran Terhadap Tubuh Manusia dan Pemeriksaan Kesehatan...............................13

H. Pengendalian Getaran Di Tempat Kerja.............................................................................15

BAB III PENUTUP......................................................................................................................18

A. Kesimpulan.........................................................................................................................18

B. Saran...................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan kerja memiliki tujuan untuk membuat agar pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. Untuk mecapai tujuan
tersebut diperlukan usaha-usaha preventif, kuratif dan reabilitatif terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja serta
penyakit umum. Terdapat tiga komponen kesehatan yang harus berjalan dengan baik dan
serasi agar tercapai kesehatan kerja yng optimal yaitu kapasitas dari pekerja, beban kerja
dan lingkungan kerja (Sumamur, 2009).
Pada tahun 2009-2010 di negara-negara Eropa terdapat sekitar 2,0–2,4 juta
kecelakaan kerja setahun (Eurostat, 2013) menyebabkan sekitar 4.500 kematian dan
sekitar 90.000 cacat permanen setiap tahun. Kondisi tidak aman dalam situasi kerja dapat
dikaitkan dengandesain situasi kerja atau sekitarnya, hingga produk,peralatan, perangkat,
lingkungan, dll. Kurangnya desain ergonomis,rencana yang baik untuk pekerjaan,
pemeliharaan peralatan dan rumah-menjaga ruang kerja adalah beberapa penyebab yang
menyebabkan miskinsituasi kerja (Jorgensen, 2002).
Kesehatan kerja sesuai dengan UU kesehatan tahun 1992 pasal 23 yaitu
“kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja,
dan syarat kesehatan kerja yang wajib diselenggarakan setiap tempat kerja untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal”. Menurut data dari Badan Statistik Pusat
(2014) bahwa pekerja di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 47,5 juta orang (40,19
persen) bekerja pada kegiatan formal dan 70,7 juta orang (59,81 persen) bekerja pada
kegiatan informal. Menurut Departemen Kelautan pada tahun 2016, terdapat 76 kasus
kecelakaan kerja saat bongkar muat bagian pelabuhan. Yang terkait dengan pekerjaan
terdiri dari 60 kecelakaan ringan, 15 serius, dan 1 kecelakaan fatal. Data lain dari Health
Safety Executive Inggris tahun 2010-2011 juga mencatat 392 kasus karena bongkar muat
kontainer sementara studi Petros L. Palli tentang manajemen risiko pelabuhan diterminal
kontainer melaporkan total 1.498 korban akibat kecelakaan kerja di terminal kontainer.

1
Manusia bisa melakukan segala aktivitas dalam pekerjaan sehari-hari karena
massa otot dalam tubuh bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh, namun apabila
otot tersebut diberikan beban statis secara terus menerus dengan posisi yng tidak benar
dan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan suatu keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal. Keluhan-keluhan pada otot skeletal baik ringan maupun berat disebut sebagai
Muskuloskeletal Disorders (MSDs). Studi tentang MSDs pada berbagai industri
menunjukkan bahwa keluhan otot yang sering dirasakan pekerja antara lain otot leher,
bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah
(Tarwaka,2010).
Peralatan kerja pada industri identik dengan mesin-mesin atau alat-alat mekanis
yang saat ini kian bertambah banyak dengan cepat, baik dari segi jenis maupun dari segi
jumlah. Mesin atau peralatan kerja tersebut menghasilkan kekuatan atau energi mekanis
yang dijalankan oleh suatu mesin penggerak. Mesin atau peralatan kerja mekanis ini
menimbulkan getaran yaitu suatu gerakan yang teratur dari suatu benda atau media
dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya (Suma’mur, 2009). Sebagian
dari kekuatan mekanis pada mesin gerinda ini akan disalurkan kebagian tubuh tenaga
kerja dalam bentuk getaran mekanis. Pada umumnya getaran mekanis ini tidak
dikehendaki atau disukai oleh para tenaga kerja kecuali dengan getaran pneumatik, oleh
sebab itu perlu diketahui lebih lanjut dampak buruk yang mengganggu kesehatan tenaga
kerja dan batasan-batasan paparan getaran yang aman bagi tenaga kerja (Suma’mur,
2009).
Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat
mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-
akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh
intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Anggota tubuh
manusia memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan
frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain mempengaruhi
konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan, dan gangguan pada anggota tubuh
seperti mata, syaraf, otot, dll. (Wignjosoebroto, 2003).
Getaran terdiri atas 2 jenis yaitu Hand Arm Vibration atau getaran tangan dan
lengan dan Whole Body Vibration atau getaran seluruh tubuh. Hand Arm Vibration

2
Syndrome adalah kumpulan gejala vaskuler, neuologic, dan musculoskeletal yang
mengenai jari, tangan dan lengan yang disebabkan oleh penggunaan alat – alat yang
menggetarkan tangan, seperti mesin yang bergetar (Handayani, dkk. 2014). Efek getaran
yang ditimbulkan tergantung dari besarnya getaran, lama penggunaan dan frekuensinya.
Semakin lama pekerja menggunakan alat-alat tersebut dan,semakin cepat getarannya
maka makin tinggi risiko terkena Hand Arm Vibration Syndrome.
Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh paparan getaran dapat muncul dalam
waktu yang berbeda-beda sejak pertama terpapar, akan tetapi kadang-kadang gejala baru
akan timbul dalam beberapa bulan setelah paparan yang berat. Perubahan rangka
biasanya timbul tidak lebih awal dari 10 tahun atau lebih (Wijaya, C 1995). Hasil studi
Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di Indonesia pada tahun 2006
pun menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang dialami pekerja berhubungan
dengan pekerjaannya. Hasil dari studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12
kabupaten/kota di Indonesia, pada umumnya berupa penyakit muskuloskeletal (16%),
kardiovaskuler (8)%, gangguan saraf (6)%, gangguan pernafasan (3)% dan gangguan
THT (1,5)% (Wiwit Nurdiati dkk, 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan getaran?
2. Apa saja parameter dari getaran?
3. Bagaimana karakteristik getaran?
4. Apa saja jenis dan efek getaran?
5. Berapa nilai ambang batas getaran?
6. Bagaimana prosedur kerja pengukuran getaran?
7. Apa efek getaran terhadap tubuh manusia dan pemeriksaan kesehatan?
8. Bagaimana mengendalikan getaran di tempat kerja?

C. Manfaat
1. Mengetahui pengertian getaran.
2. Mengetahui parameter getaran
3. Mengetahui karakteristik getaran

3
4. Mengetahui jenis dan efek getaran
5. Mengetahui nilai ambang batas getaran.
6. Mengetahui prosedur kerja pengukuran getaran.
7. Mengetahui efek getaran terhadap tubuh manusia dan pemeriksaan kesehatan
8. Mengetahui cara melakukan pengendalian getaran di tempat kerja.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Getaran
Undang-undang Kesehatan tahun 1992 pasal 23 menyatakan kesehatan kerja
meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat
kesehatan kerja yang wajib diselenggarakan setiap tempat kerja untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal. Berdasarkan data dari Badan Statistik Pusat (BPS)
tahun 2014, pekerja di Indonesia mayoritas bekerja pada kegiatan informal yaitu
sebanyak 70,7 juta orang atau sekitar 59,81% sedangkan pada bidang formal sebanyak
47,5 juta orang atau sebanyak 40,19%. Banyaknya industri informal saat ini tidak
didukung dengan pelayanan dan promosi tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Selain itu tidak sesuainya rancangan tempat kerja, kurang baiknya prosedur atau
pengorganisasian kerja, dan kurangnya peralatan pelindung bagi pekerja. (Mastha,
Jayanti and Suroto, 2015)
Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin,
mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai penggunaan mesin dengan berbasis
teknologi yang tinggi. Mesin dan peralatan kerja mekanis tersebut menimbulkan getaran.
Getaran merupakan gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik
dari kedudukan keseimbangan. Pekerja yang terpajan getaran secara terus menerus akan
mengalami gangguan kesehatan pada bagian tubuh yang sering terkena pajanan.
Gangguan kesehatan yang dapat terjadi berupa fenomena Raynaud atau jari-jari putih,
gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan neuropati, gangguan pada thorax, leher dan
kepala, pinggul dan perineum, otot dan tulang, serta mata. Tingkat keparahan akibat
pajanan ini tergantung dari lamanya waktu pemajanan perhari. (Mastha, Jayanti and
Suroto, 2015)
Getaran ialah gerakan ossilasi disekitar titik (Harrington, 1996). Vibrasia adalah
gerakan dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis, misalnya mesin atau
alat-alat mekanis lainnya (Gabriel, 1996). Geteran merupakan efek suatu sumber yang
memakai satuan ukuran hertz (Depkes, 2003). Getaran adalah suatu faktor fisik yang
menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar

5
(oscilation) akibat getaran peralatan mekanis yang dipergunakan dalam tempat kerja
[Salim, 2002 dalam (Ramdan, 2013)]

B. Parameter Getaran
Vibrasi atau getaran mempunyai tiga parameter yang dapat dijadikan sebagai
tolak ukur yaitu:

1. Amplitudo adalah ukuran atau besarnya sinyal vibrasi yang dihasilkan. Amplitudo
dari sinyal vibrasi mengidentifikasikan besarnya gangguan yang terjadi. Makin tinggi
amplitudo yang ditunjukkan menandakan makin besar gangguan yang terjadi,
besarnya amplitudo bergantung pada tipe mesin yang ada. Pada mesin yang masih
bagus dan baru, tingkat vibrasinya biasanya bersifat relatif.
2. Frekuensi adalah banyaknya periode getaran yang terjadi dalam satu putaran waktu.
3. Besarnya Frekuensi yang timbul pada saat terjadinya vibrasi dapat
mengdentifikasikan jenis-jenis gangguan yang terjadi. Gangguan yang terjadi pada
mesin sering menghasilkan frekuensi yang jelas atau mengasilkan contoh frekuensi
yang dapat dijadikan sebagai bahan pengamatan.

Dengan diketahuinya frekuensi pada saat mesin mengalami vibrasi, maka


penelitian atau pengamatan secara akurat dapat dilakuakan untuk mengetahui penyebab
atau sumber dari permasalahan. Frekuensi biasanya ditunjukkan dalam bentuk Cycle per
menit (CPM), yang biasanya disebut dengan istilah Hertz (dimana Hz = CPM). Biasanya
singkatan yang digunakan untuk Hertz adalah Hz Phase Vibrasi (Vibration Phase) adalah
penggambaran akhir dari pada karakteristik suatu getaran atau vibrasi yang terjadi pada
suatu mesin. Phase adalah perpindahan atau perubahan posisi pada bagian-bagian yang
bergetar secara relatif untuk menentukan titik referensi atau titik awal pada bagian yang
lain yang bergetar. (Ramdan, 2013)

C. Karakteristik Getaran
Setiap kali getaran terjadi, sebenarnya ada 4 gaya yang terlibat langsung yang
menentukan karakteristik getaran. Keempat gaya ini adalah:

1. Gaya eksitasi, seperti ketidakseimbangan atau misalignment.

6
2. Massa dari sistem bergetar, dilambangkan dengan simbol (M).

3. Kekakuan dari sistem bergetar, dilambangkan dengan simbol (K).

4. Karakteristik redaman dari sistem bergetar, dilambangkan dengan simbol (C).

Gaya eksitasi dikenakan untuk menimbulkan getaran, sedangkan kekakuan, massa


dan gaya redaman mencoba untuk melawan gaya eksitasi dan mengontrol atau
meminimalkan getaran. Mungkin cara yang paling sederhana dan termudah untuk
menunjukkan dan menjelaskan getaran dan karakteristiknya yang terukur adalah
mengikuti gerak dari berat yang ditangguhkan oleh pegas. Ini adalah analogi yang valid
karena semua mesin dan komponennya memiliki berat (massa), sifat pegas (kekakuan)
dan redaman. Gerakan massa dari atas ke bawah dan kembali ke posisi awal pada arah
vertikal disebut sebagai satu siklus, dan hal itu memiliki semua karakteristik yang
diperlukan untuk mendefinisikan getaran. Gerak lanjutan dari sistem pegas massa secara
sederhana akan mengulangi karakteristik terukur.

Karakteristik yang diperlukan untuk menentukan getaran meliputi:

1. Frekuensi

2. Pemindahan

3. Kecepatan

4. Percepatan

5. Tahap

Frekuensi Getaran
Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu siklus penuh getaran
disebut periode getaran. Jika, misalnya, mesin menyelesaikan satu siklus penuh getaran di
1/60 per detik, periode getaran dikatakan 1/60 per detik. Meskipun periode getaran
merupakan karakteristik sederhana dan bermakna, karakteristik sederhana yang sama
tetapi lebih bermakna adalah frekuensi getaran. Frekuensi getaran merupakan ukuran
siklus lengkap yang terjadi dalam kurun waktu ”siklus per detik” (CPS) atau ”siklus per
menit” (CPM).

7
Frekuensi adalah terkait dengan periode getaran dengan rumus sederhana ini sbb:
Frekuensi = 1/Period. Dengan kata lain, frekuensi getaran adalah ”kebalikan” dari
periode getaran. Dengan demikian, jika periode atau waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu kali siklus adalah 1/60th per detik, maka frekuensi getaran akan
menjadi 60 siklus per detik atau 60 CPS.
Dalam dunia nyata, deteksi getaran dan analisisnya tidak perlu menentukan
frekuensi getaran dengan mengamati bentuk gelombang waktu getaran, mencatat periode
getaran dan kemudian mengambil dan menghitung kebalikan dari periode untuk
menemukan frekuensi meskipun hal ini dapat dilakukan. Hampir semua instrumen
pengumpul data modern dan analisator getaran memberikan pembacaan langsung dari
frekuensi getaran yang dihasilkan oleh mesin. Meskipun frekuensi getaran dapat
dinyatakan dalam siklus per detik atau CPS, praktek umumnya adalah menggunakan
istilah Hertz (disingkat Hz) sebagai pengganti CPS. Hal ini untuk menghormati Heinrich
Rudolf Hertz (fisikawan Jerman), yang pada abad ke 19 dinobatkan sebagai penemu
radiasi elektromagnetik. Dengan demikian, getaran dengan frekuensi 60 CPS akan benar-
benar dinyatakan sebagai 60 Hz. Meskipun frekuensi getaran dapat diukur dan
dinyatakan dalam Hertz ( Hz ), namun untuk sebagian besar getaran mesin, frekuensi
getaran diukur dalam siklus per menit, disingkat CPM. Mengekspresikan frekuensi
getaran dengan CPM membuat lebih mudah menghubungkan karakteristik ini dengan
kecepatan rotasi mesin yang biasanya dinyatakan dalam revolusi per menit atau RPM.
Dengan demikian, Jika mesin beroperasi pada 3600 RPM, maka jauh lebih mudah dan
bermakna untuk mengetahui bahwa getaran terjadi pada 3600 CPM (1 x RPM) dari 60
Hz.

D. Jenis dan Efek Getaran


Berdasarkan sumbernya, getaran dibedakan menjadi:
1. Getaran paksa adalah getaran yang terjadi akibat rangsangan gaya dari luar. Jika
rangsangan tersebut berosilasi, maka sistem dipaksa utnuk bergetar pada frekuensi
rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural
sistem, maka akan didapat keadaan resonansi, dan osilasi besar yang berbahaya
mungkin akan terjadi.

8
2. Getaran bebas adalah getaran yang terjadi pada sistem itu sendiri tanpa mendapat
gaya dari luar sistem. Getaran bebas berlaku apabila pergerakan disebabkan oleh
gravitasi atau daya yang tersimpan seperti pergerakkan bandul atau pegas. Getaran
pegas yang ada pada getaran bebas bergantung pada maasa beban, dan periode tidak
bergantung pada amplitudo.
Sedangkan berdasarkan luasnya efek yang diterima oleh tubuh getaran dibagi
menjadi:
1. Getaran setempat (hand arm vibration)
Menurut Harrianto (2009) Hand Arm vibration adalah paparan getaran yang
dihasilkan oleh peralatan mekanis yang ditransmisikan terlokasir pada satu segmen
tubuh. HAV biasanya pada lengan dan tangan yang melakukan kontak langsung
dengan peralatan bergetar. Getaran lengan tangan (hand arm vibration) atau biasa
disebut dengan segmental vibration adalah getaran yang terjadi pada bagian-bagian
tubuh tertentu seperti tangan atau kaki, lengan dan bahu yang kontak dengan
permukaan yang sedang bergetar (Suma'mur, 2009). Untuk biasanya bagian tubuh
yang terkena getaran yaitu lengan tangan sehingga sehingga disebut Hand Arm
Vibration. Hand arm Vibration timbul akibat oleh pengoperasian peralatan tangan
bertenaga (Hand-held Power Tools). Getaran ini berbahaya pada pekerjaan seperti
supir bajaj, operator gergaji rantai, tukang potong rambut, gerinda, penempa palu.
Efek getaran pada tangan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kelainan pada peredaran darah dan persyarafan (vibration white finger ).
b. Kerusakan pada persendian dan tulang-tulang. Efek getaran pada tangan lengan
ini lebih mudah dijelaskan daripada menguraikan patofisiologisnya. Efek ini
disebut sebagai sindroma getaran tangan lengan (Hand Vibration ArmSyndrome)
yang terdiri atas efek vaskuler-pemucatan episodik pada buku jari ujung yang
bertambah parah pada suhu dingin (fenomenaraynaud ) dan efek neurologik-buku
jari ujung mengalami kesemutan total.
2. Getaran menyeluruh (whole body vibration)
Getaran menyeluruh (whole body vibration) dihasilkan karena seluruh masa tubuh
berhadapan dengan getaran mekanis. Vibrasi seluruh tubuh oleh alat angkut tersebut
dapat menimbulkan seluruh badan menjadi ikut bergetar oleh beroperasinya alat –

9
alat berat yang memindahkan vibrasi mekanis dari alat berat yang dimaksud ke
seluruh badan tenaga kerja lewat vibrasi lantai melalui kaki. Menurut Harrianto
(2009), getaran seluruh tubuh biasanya dihasilkan oleh mesin industri, pertanian,
konstriksi atau peralatan transportasi yang ditransmisikan pada seluruh tubuh.
Getaran seluruh tubuh dapat menyebabkan kelelahan, insomnia, perut bermasalah,
sakit kepala, dan bergoyang segera setelah atau selama terpapar. Beberapa studi
terhadap pengemudi bus dan truk menemukan bahwa pemaparan 9 vibrasi seluruh
tubuh berkontribusi pada akibat terhadap sirkulasi darah, usus, pencernaan, kelainan
muscular, dan tulang belakang. Getaran seluruh tubuh dapat menaikkan denyut
jantung, kebutuhan oksigen, kecepatan pernapasan, dan dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan urin dan darah (Soedirman, 2009).

E. Nilai Ambang Batas Getaran


Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2018, mengenai
Nilai Ambang Batas (NAB) Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan adalah
sebagai berikut:
Tabel
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan
Jumlah Waktu Pajanan per Hari Kerja Meter per detik kuadrat (m/ det2 )
(jam)
6 jam sampai dengan 8 jam 5
4 jam kurang dari 6 jam 6
2 jam kurang dari 4 jam 7
1 jam kurang dari 2 jam 10
0,5 jam kurang dari 1 jam 12
Kurang dari 0,5 jam 20

Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5, 2018

Berdasarkan tabel dapat dijelaskan bahwa jika jumlah waktu pajanan getaran per
hari kerja kurang dari 0,5 jam maka NAB getaran adalah 20 m/ det2 sedangkan jika

10
jumlah waktu pajanan getaran per hari kerja sekitar 6 sampai 8 jam makan NAB getaran
adalah 5 m/det2. Semakin lama waktu pajanan getaran maka semakin rendah pula NAB
yang ditetapkan.

Tabel
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Seluruh Badan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 5 Tahun 2018
Sumber : Jumlah waktu Pajanan Per Nilai Ambang Batas (m/det2 )
Peraturan hari kerja (Jam)
Menteri 0,5 3,4644
1 2,4497
2 1,7322
4 1,2249
8 0,8661
Ketenagakerjaan RI No.05 Tahun 2018.
Berdasarkan tabel dapat disimpulkan nilai ambang batas getaran untuk seluruh
badan berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 2018 untuk waktu pajanan per hari kerja
sekitar 0,5 jam tidak boleh terpapar getaran melebihi 3,4644 m/det2. semakin lama waktu
pajanan maka semakin rendah pula NAB yang ditetapkan. Standar ini juga memberikan
panduan terhadap kenyamanan dan gerakan kesakitan. Getaran yang freukuensinya besar
dapat menentukan besar dampak yang akan diakibatkan karena paparan dari getaran
tersebut.

F. Pengukuran Getaran
Dalam mengukur getaran maka digunakannya alat khusus yaitu Vibration Meter.
Vibration Meter ini didesain untuk menguji percepatan (acceleration), perubahan vector
(displacement), kecepatan (velocity) dan juga dapat menunjukan diagnosis kegagalan
secara sederhana. Alat ini akan dapat menghasilkan pengukuran berdasarkan alarm limit,
jika terjadi kegagalan dalam diagnosis sederhana maka secara otomatis alat tersebut
membunyikan alarm yaitu warning limit jika pengukuran sampai batas aman (safe state)
dan alarm limit jika nilai pengukuran sampai pada batas kerusakan (destruct state).

11
Kemudian akan masuk ke spectrum testing mode ketika nilai pengukuran sampai pada
batas (Ramdan, 2013)
Bagian-bagian Vibration Meter (Ramdan, 2013):
a. Main Body : Pada main body ini terdapat tampilan hasil pengukuran (display)
b. Keyboard yang terdiri dari tombol untuk menghidupkan danmematikan, kemudian
tombol MEAS untuk memulai pengukuran dan untuk mengakhiri pengukuran.
Tombol C untukcanceldan OK untuk enter
c. Lampumenunjukan indikasi charging.
d. Transducer socket adalah tempat menghubungkan transducer dengan main body.
e. Charging socket adalah tempat memasukan charger.
f. Sensor transducer menggunakan magnetic base. Untuk mendapatkan hasil yang
stabil,maka pengukuranharuspada tempatyangdatardanrata

Gambar 3.1
Sumber : Data Sekunder
Adapun prosedur kerja praktikum getaran berdasarkan buku Penuntun Praktikum
Dasar Kesehatan Masyarakat :
1. Segmental Vibration
a. Nyalakan (Tekan tombol ON) pada Vibration meter.
b. Ujung dari magnet Vibration meter diletakkan pada alat yang akan diukur yaitu
pada tempat pegangan bila tenaga kerja meggunakan alat tersebut.
c. Operasikan alat kerja yang diukur.
d. Tekan tombol HOLD pada Vibration meter pada detik ke-20 dan catat
hasiltingkat getaran pada Vibration meter.
e. Lakukan kembali sebanyak 5 kali percobaan dalam hitungan 20 detik.
2. Whole Body Vibration

12
a. Nyalakan (Tekan tombol ON) pada Vibration meter.
b. Letakkan Vibration meter pada lantai dimana biasanya tenaga kerja duduk atau
berdiri pada kendaraan operasional yang dipakai.
c. Operasikan/jalankan kendaraan tersebut.
d. Tekan tombol HOLD pada Vibration meter pada menit ke-5 dan catat hasil
tingkat getaran pada Vibration meter.
e. Lakukan kembali sebanyak 5 kali percobaan dalam hitungan 5 menit
Selain itu, terdapat juga beberapa peralatan yang digunakan untuk pengukuran
getaran (Ramdan, 2013):
1. Alat penangkap getaran (Accelerometer atau seismometer).
2. Alat ukur atau alat analisis getaran (Vibration meter atau vibration analyzer).
3. Tapis pita 1/3 oktaf atau pita sempit (Filter 1/3 oktaf atau Narrow Band).
4. Pencatat tingkat getaran (Level atau X ± Y recorder).
5. Alat analisis pengukur tingkat getaran (FFT Analyzer.

G. Efek Getaran Terhadap Tubuh Manusia dan Pemeriksaan Kesehatan


Dampak getaran bagi kesehatan merupakan suatu penyakit yang timbul akibat
pengaruh lingkungan kerja atau berhubungan dengan pekerja. Setiap pekerja berhak atas
derajat kesehatan yang optimal sebagai modal yang asasi untuk dapat menjalankan
aktivitas yang produktif. Faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan
sebagai penyebab timbulnya penyakit kerja. Sebagai contoh antara lain efek yang
ditimpulkan oleh getaran disekitar lingkungan kerja atau bahkan efek dari penggunaan
alat pekerja.

1. Efek Getaran Udara

Getaran udara atau bunyi yang terdengar (bunyi pendengaran) secara umum tidak
memberikan gangguan berarti bagi pendengarnya. Hanya saja, bila instensitasnya
terlalu besar (lebih dari 70 dB) bersifat mengganggu karena bisning. Namun, bunyi
yang menyenangkan itu dapat berupa bunyi alat musik dan suara penyanyinya.
Walaupun demikian, bunyi yang berfrekuensi terlalu rendah (1 – 20 Hz, biasa disebut
bunyi infra atau infrasonic) bersifat aman dan tidak mengganggu sebab bunyi itu

13
memang tidak terdengar oleh telinga manusia normal. Namun, bila intensitasnya
terlalu besar (lebih dari 140 dB), maka hal itu dapat membuat perut seseorang
menjadi mual, terasa nyeri di telinga dan dada, serta menyebabkan kehilangan
keseimbangan. Kehilangan keseimbangan itu terjadi karena efek getaran beresonansi
dengan otak kecil. Padahal, otak kecil berperan sebagai pengatur keseimbangan
sehingga seseorang dapat tetap berdiri walau hanya dengan 1 kaki (lebih dari 20.000
Hz) juga bersifat tidak mengganggu. Hal tersebut disebabkan oleh bunyi yang tidak
terdengar oleh manusia yang berpendengaran normal. Walaupun demikian, 18
intensitas besar hal tersebut dapat mebuat di dalam jaringan orang (penerima getaran)
menjadi panas.

2. Efek Getaran Mekanis

Pada kasus ini, gerak bergetarnya termasuk GSTT, penggetar (melalui sentuhan)
sebagai gaya pemaksa, sedangkan jaringan organ tubuh sebagai sistem yang
digetarkan. Jika getaran itu menyentuh otot, maka efek yang terjadi bisa beragam.
Otot tersebut bersifat peka terhadap frekuensi penggetarannya dan tidak peka (secara
kuantitatif) terhadap amplitude dan pola getaran oleh penggetar. Berdasarkan data
yang ada, pada frekuensi gaya pemaksa (bersifat periodic) kurang dari 20 Hz justru
menyebabkan otot menjadi lemah (terasa bertambah lelah), disarakannya tidak
nyaman dan yang bersangkutan merasa terganggu oleh getaran itu. Disebut dalam
kondisi terganggu sebab bila yang bersangkutan sedang melakukan aktivitas, maka
tidak dapat focus pada aktivitas tersebut. Paparan getaran dapat merusak serabut saraf
jari besar (mielin) dan kecil (tak bermielin dan mielin). Gejala muskuloskeletal dapat
terjadi melalui kerusakan jaringan muskuloskeletal yang disebabkan getaran langsung
atau terkadang sekunder akibat kerusakan saraf lokal.

Selanjutnya, pada Kawasan frekuensi 20 – 30 Hz (getaran oleh pemaksa terdengar


sebagai nada rendah), maka otot menjadi kendor. Hal ini bermanfaat untuk dikenakan
pada seseorang Ketika ototnya mengalami 19 kelelahan (kram). Adapun pada
frekuensi 30 – 50 Hz justru bersifat memulihkan kondisi otot setelah mengalami
kelelahan oleh kontraksi otot tersebut melakukan kerja fisik yang berat, misalnya
berjalan menaiki tebing ataupun jogging. Telah disebutkan bahwa pada frekuensi

14
pemaksa kurang dari 20 Hz, maka otot pun merasa tidak nyaman. Ketidaknyamanan
otot dijaringan tubuh bersifat tidak homogen. Selain itu, pada Kawasan frekuensi itu
(0 – 20 Hz) terdapat nilai frekuensi yang memberikan ketidaknyamanan secara
ekstrim.

Berikut ini dipaparkan efek tidak nyaman pada tiga organ: kepala, dada, dan
perut.

a. Kepala, getaran mekanis yang disentuhkan pada jaringan dikepala, pada frekuensi
13 – 20 Hz dapat menyebabkan sakit kepala (pening) dan gangguan bicara
(menyebabkan gagu). Adapun pada frekuensi lebih rendah (6 – 8 Hz) dapat
menyebabkan sakit rahang.
b. Dada, jika dada mendapatkan getaran mekanis berfrekuensi 6 – 8 Hz, dadapun
terasa sakit meskipun saat digunakan untuk bernapas masih normal. Namun,
Ketika getaran iru berfrekuensi 1 – 3 Hz justru menyebabkan penderita merasa
sakit saat bernapas.
c. Perut, pada getaran mekanis (berfrekuensi 4,5 – 10,0) disentuhkan pada perut,
perut pun menjadi sakit atau (mual). Adapun Ketika frekuensi tersebut 10,5 – 16,0
Hz, maka dirasakannya ada dorongan untuk buang air 20 besar. Sementara itu,
pada frekuensi penggetar 10 – 18 Hz, terjadilah dorongan untuk buang air kecil.

H. Pengendalian Getaran Di Tempat Kerja


1. Hirarki pengendalian ini memiliki 5 tahap pengendalian resiko (Rawis, Tjakra and
Arsjad, 2016):
a. Eliminasi/Elimination
Hirarki teratas yaitu eliminasi atau menghilangkan,. Menghilangkan bahaya
adalah upaya yang paling efektif dalam meminimalisir risiko kecelakaan akibat
kerja tetapi hal ini sulit dilakukan karena akan mengganggu proses kerja.
Pengendalian secara eliminasi yang dapat dilakukan pada getaran yaitu dengan
menghilangkan bahan-bahan yang dapat meningkatkan intensitas getaran dari
suatu alat kerja.
b. Subtitusi/Substituation

15
Subtitusi merupakan upaya pengendalian dengan cara mengganti bahan/alat yang
berbahaya dengan alat/bahan yang lebih aman. engendalian ini menurunkan
kemungkinan yang tidak diinginkan dan resiko minimal melalui desain sistem
ataupun desain ulang. Adapun contoh dari pengendalian substitusi yang berkaitan
dengan getaran yaitu: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi
antara pekerja dengan mesin.
c. Pengendalian Teknik/Enginnering Control
Hirarki pada tahap ketiga ini bertujuan untuk mengendalikan atau meminimalisir
bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia.
Pengendalian ini bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia. Contohnya, memasang peredam getaran
seperti bahan-bahan yang terbuat dari busa atau karet di mesin gerinda yang dapat
menghasilkan getaran yang tinggi guna mereduksi getaran yang ditimbulkan oleh
mesin dan alat-alat tersebut.
d. Administrative Controls
Pengendalian administratif dibuat oleh bagian administrasi sebagai standar
pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan adanya
standar ini diharapkan bisa mengurangi bahaya atau resiko dalam suatu sistem.
Pengendalian administratif bisa dilakukan dengan penerapan jam kerja atau shift
kerja bagi pekerja yang berisiko terpapar getaran yang tinggi. Misalnya apabila
terdapat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh 3 orang, maka dengan mengacu
pada NAB yang ada, paparan getaran tidak sepenuhnya mengenai salah
seseorang, akan tetapi bergantian, dari A, B dan kemudian C
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Untuk APD ini perlu ketelitian saat pemilihan dan penggunaan APD yang sesuai
untuk mengurangi bahaya yang bisa terjadi di pekerjaan. APD berfungsi untuk
mengurangi resiko dari dampak bahaya. APD hanya bersifat mengurangi
kemungkinan yang dapat terjadi dan juga pekerja diharapkan tetap berhati-hati
saat menggunakan APD serta tidak terlalu bergantung pada alat pelindung dirinya
bukan berarti bisa diabaikan..

16
2. Pendidikan dan pelatihan Pendidikan dan pelatihan ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja di bidang K3 (Yuliandi, 2019).
3. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan dan motivasi diri (Yuliandi, 2019).
4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologic (Yuliandi, 2019):
a. Internal audit dengan mengidentifikasi setiap kejadian-kejadian hampir Celaka di
dalam perusahaan untuk selanjutnya diambil tindakan koreksi agar prosedur -
prosedur yang ditetapkan secara terprogram dapat lebih efektif.
b. Penyelidikan insiden mengidentifikasi setiap kejadian hampir celaka di dalam
perusahaan.
c. Etiologi : mencari sumber (asal usul) terjadinya penyakit akibat kerja.
Penegakan hukum, yaitu dengan membuat aturan-aturan dan norma – norma kerja
seperti lebih mempertegas tentang pemberian sanksi kepada pekerja yang melanggar
peraturan perusahaan (Yuliandi, 2019).

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Getaran adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan
sampai keseluruh tubuh turut bergetar (oscilation) akibat getaran peralatan mekanis
yang dipergunakan dalam tempat kerja [Salim, 2002 dalam (Ramdan, 2013)].
2. Vibrasi atau getaran mempunyai tiga parameter yang dapat dijadikan sebagai tolak
ukur yaitu: amplitude, frekuensi, dan besarnya frekuensi yang timbul pada saat
terjadinya vibrasi.
3. Ada 4 gaya yang terlibat langsung yang menentukan karakteristik getaran yaitu: gaya
eksitasi, massa dari sistem bergetar (M), kekakuan dari sistem bergetar (K),
karakteristik redaman dari sistem bergetar (C).
4. Berdasarkan sumbernya, getaran dibedakan menjadi getaran paksa dan getaran
bebas. Sedangkan berdasarkan luasnya efek yang diterima oleh tubuh getaran dibagi
menjadi getaran setempat (hand arm vibration) dan getaran menyeluruh (whole body
vibration).
5. Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 2018 untuk waktu pajanan per hari kerja
sekitar 0,5 jam tidak boleh terpapar getaran melebihi 3,4644 m/det2. semakin lama
waktu pajanan maka semakin rendah pula NAB yang ditetapkan.
6. Dalam mengukur getaran maka digunakannya alat khusus yaitu Vibration Meter.
Vibration Meter ini didesain untuk menguji percepatan (acceleration), perubahan
vector (displacement), kecepatan (velocity) dan juga dapat menunjukan diagnosis
kegagalan secara sederhana.
7. Efek yang ditimbulkan oleh getaran disekitar lingkungan kerja atau bahkan efek dari
penggunaan alat pekerja berupa efek getaran udara (kebisingan) dan efek getaran
mekanis (otot).
8. Hirarki pengendalian ini memiliki 5 tahap pengendalian resiko (Rawis, Tjakra and
Arsjad, 2016): Eliminasi/Elimination, Subtitusi/Substituation, Pengendalian

18
Teknik/Enginnering Control, Administrative Controls, dan Alat Pelindung Diri
(APD).

B. Saran
Diharapkan agar seluruh pekerja untuk berhati-hati terhadap getaran yang terjadi
di tempat kerja maupun getaran yang memang dihasilkan dari pekerjaan itu sendiri.
Kenali tata cara pengendalian getaran di tempat kerja agar tidak berdampak pada diri
sendiri baik itu dalam jangka panjang dan jangka pendek.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. F. (2018). Hubungan Getaran terhadap Produktivitas dengan Keluhan Carpal Tunnel
Syndrome sebagai Variabel Intervening.

Astarini, H. W. (2012). Monitoring Potensial Hazard Area Proses Produksi Sebagai Upaya
Preventif Pencegahan Kecelakaan Kerja PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Central Java.

Bratan, S., Vladetskaya, E., & Kharchenko, A. (2017). Improvement of quality of details at
round grinding in the conditions of a floating workshop. MATEC Web of Conferences,
Vol. 129, 1-7.

Cindy Dwi Yuliandi, E. A. (2019). Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di
Lingkungan Kerja Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lingkungan Kerja Balai Inseminasi
Buatan (BIB). Jurnal Upi, 18(2).

Jati, B. M. (2020). Pengantar Fisika Kedokteran (Edisi 1 ed.). Yogyakarta: UGM PRESS.

Kurniati, H., Flora, R., & Sitorus, R. J. (2019). Analisis Pengaruh Whole Body Vibration (WBV)
terhadap Keluhan Low Back Pain (LBP) pada Operator Alat Berat Di PT. X. Jurnal
Ilmiah Penelitian Kesehatan, Vol. 4 No. 1, 29-44.

Mastha, A. F., Jayanti, S. and Suroto (2015) ‘Hubungan Getaran Lengan-Tangan Dengan Hand
Arm Vibration Syndrome Pada Pekerja Bagian Pemotongan Dan Penghalusan Pengrajin
Gitar Di Sukoharjo’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 3(3), pp. 277–284.
Menaker, 2018. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
tentang keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja.

Ramdan, I. M. (2013) Higiene Industri. 1st edn, Higiena Industri. 1st edn. Edited by B. Arianto.
Yogyakarta: Bimotry.

Ramdan, I. M., 2013. Higiene Industri. Bimotry Bulaksumur Visual, Yogyakarta.

Rawis, T. D., Tjakra, J. and Arsjad, T. T. (2016) ‘Perencanaan biaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) pada proyek konstruksi bangunan (studi kasus: sekolah st. Ursula
kotamobagu)’, Jurnal Sipil Statik, 4(4).

20
Tanjung, Y. I., Abubakar, M. P., Wulandari, D., & Rajo Hasim Lubis, S. P. (2020). Kajian
Pengetahuan Konseptual (Teori & Soal). Media Sains Indonesia.

21

Anda mungkin juga menyukai