Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGARUH PENERANGAN TERHADAP KESEHATAN DAN SISTEM


PENGENDALIANNYA

KELOMPOK 8
HUMAIRAH LATIFAH K011191126
KARMILA WAHYUNI K011191128
ASIFAH BAIQ RAMADANI K011191130
ALFIRA SAFITRI ADIL K011191132
AFIFAH K011191133
PUTRI FEBRIAN RAHMADANI K011191137
VICA HERZA K011191138

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pengaruh Penerangan Terhadap Kesehatan dan Sistem
Pengendaliannya” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari pembentukan
makalah ini ialah untuk memenuhi tugas dari salah satu mata kuliah yaitu Higiene
Industri.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kepada Dosen mata kuliah Higiene
Industri yang telah membimbing dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Balikpapan, 19 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Pengertian Penerangan................................................................................. 3
B. Sumber Penerangan...................................................................................... 4
C. Nilai Ambang Batas (NAB) Penerangan..................................................... 5
D. Mekanisme Pengukuran Penerangan........................................................... 7
E. Pencegahan dan Pengendalian Penerangan.................................................. 8
F. Dampak dari Penerangan............................................................................. 10
BAB III PENUTUP........................................................................................... 12
A. Kesimpulan.................................................................................................. 12
B. Saran............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 14
LAMPIRAN....................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70
Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari
faktor risiko lingkungan kerja industri yang terdiri dari faktor bahaya fisik,
kimia, biologi, ergonomi, dan sanitasi untuk mewujudkan kualitas lingkungan
kerja industri yang sehat. Persyaratan Kesehatan adalah kriteria dan ketentuan
teknis kesehatan pada media lingkungan. Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja merupakan nilai atau pedoman yang harus dipenuhi dan dilaksanakan di
tempat kerja. Melakukan perlindungan serta meningkatkan derajat Kesehatan.
Setiap aktivitas pekerjaan pastinya sangat bergantung terhadap kondisi
lingkungan kerja tersebut. Para pekerja akan mampu mencapai hasil kerja
yang lebih optimal dan produktif jika dibantu dengan lingkungan kerja yang
baik. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila dalam kondisi
tertentu manusia dapat melaksanakan kegiatannya dengan optimal. Jika
terdapat ketidaksesuaian lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja,
maka pada lingkungan tersebut dapat terlihat dampaknya dalam jangka waktu
tertentu.
Salah satu faktor yang dapat terlihat dampaknya jika terdapat
ketidaksesuaian antara lingkungan kerja dengan manusia yang bekerja adalah
faktor penerangan atau pencahayaan. Pencahayaan yang baik memungkinkan
pekerja memilih objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya
yang tidak perlu. Pencahayaan merupakan sejumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Intensitas pencahayaan (Illumination level) merupakan jumlah atau kuantitas
cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Salah satu fungsi dari pencahayaan di
area kerja yaitu, dapat memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang
menjadi objek kerja operator tersebut seperti mesin atau peralatan, proses

1
produksi, dan lingkungan kerja. Oleh karena itu, faktor penerangan atau
pencahayaan sangat perlu diperhatikan agar dapat mempengaruhi kualitas
lingkungan kerja fisik terhadap Kesehatan dan sistem pengendaliannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penerangan?
2. Apa saja sumber penerangan?
3. Berapakah Nilai Ambang Batas (NAB) dari penerangan?
4. Bagaimana mekanisme pengukuran penerangan tersebut?
5. Apa saja pencegahan dan pengendalian penerangan?
6. Apa saja dampak dari penerangan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penerangan.
2. Untuk mengetahui sumber penerangan.
3. Untuk mengetahui Nilai Ambang Batas (NAB) penerangan.
4. Untuk mengetahui mekanisme pengukuran penerangan.
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengendalian penerangan.
6. Untuk mengetahui dampak dari penerangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penerangan
Sumber penerangan berasal dari cahaya. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, cahaya merupakan sinar atau terang dari suatu benda yang bersinar
seperti bulan, matahari, dan lampu yang menyebabkan mata dapat menangkap
bayangan dari benda-benda di sekitarnya. Cahaya memiliki panjang
gelombang yang berbeda pada spektrum tampak, yaitu (cahaya tampak).
Intensitas cahaya sesuai dengan jumlah cahaya yang jatuh ke permukaan dan
dinyatakan dalam lux. Cahaya penting untuk manusia dalam melihat objek
secara nyata, objek yang memantulkan cahayalah sehingga kita dapat
melihatnya dengan jelas.
Menurut Undang-Undang Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002,
penerangan merupakan besaran penerangan pada suatu area kerja yang
dibutuhkan untuk dapat melaksanakan kegiatan secara efektif. Kepmenkes RI
No.1405 / Menkes / SK / 2002 mensyaratkan nilai penerangan minimal 100
lux mengenai syarat kesehatan lingkungan kerja dan industri. Berdasarkan
Peraturan Menteri ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja menjelaskan bahwa pencahayaan
adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi, meliputi
pencahayaan alami dan pencahayaan buatan.
Pencahayaan merupakan salah faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman serta berkaitan erat dengan produktivitas
manusia. Pecahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-
objek yang dikerjakan secara jelas dan cepat. Pencahayaan merupakan bagian
dari kehidupan kita sehari-hari dan hampir semua aktivitas manusia
membutuhkan cahaya. Pencahayaan juga merupakan salah satu faktor
lingkungan kerja yang memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja
seseorang. Pada iluminasi yang tidak memenuhi standar tingkat pencahayaan
yang ada dapat dikatakan sebagai pencahayaan yang buruk. Pencahayaan

3
yang buruk dapat menyebabkan timbulnya berbagai dampak bagi para
pekerja, misalnya seperti kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi
kerja, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata,
kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan.

B. Sumber Penerangan
Penerangan merupakan bagian penting dari sebuah bangunan dalam
menunjang kenyamanan fisik dan fisiologi tenaga kerja dalam melaksanakan
pekerjaannya menjadi lebih efisien. Beberapa sumber pencahayaan pada
umumnya yaitu:
1. Penerangan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang memiliki sumber
cahaya yang berasal dari alam, seperti matahari, bulan, bintang, dll.
Matahari adalah sumber pencahayaan alami yang paling utama dan
sangat murah namun sumber pencahayaan ini tergantung kepada tempat
dan waktu (siang hari atau malam hari), musim, dan cuaca (cerah,
mendung, berawan, dll) [Amir Subagyo, 2017]. Keuntungan
memanfaatkan sumber pencahayaan alami adalah menghemat energi dan
dapat membunuh kuman [Mumpuni P dkk, 2017]. Sumber pencahayaan
ini kurang efektif karena matahari tidak dapat memberikan intensitas
cahaya yang tetap.
2. Penerangan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari sumber
cahaya buatan manusia yang dikenal dengan lampu atau luminer. Pada
cuaca yang kurang baik dan malam hari, pencahayaan buatan sangat
dibutuhkan. Perkembangan teknologi sumber cahaya buatan memberikan
kualitas pencahayaan buatan yang memenuhi kebutuhan manusia
[Lechner, 2001 dalam Amir Subagyo, 2017].
Pencahayaan buatan diperlukan apabila:
a) Keadaan gelap karena malam hari telah tiba.
b) Keadaan gelap karena cuaca mendung.

4
c) Keadaan kurang terang karena sinar matahari terhalang gedung
tinggi.
d) Letak ruang jauh dari jendela.
e) Ruangan perlu intensitas penerangan yang tinggi/rendah.
f) Arah cahaya yang dikehendaki.
g) Diperlukan warna cahaya tertentu.
h) Pencahayaan alami tidak mencukupi kebutuhan.
i) Pencahayaan alami tidak dapat menjangkau tempat tertentu.
j) Pencahayaan merata pada ruangan yang lebar.
Pencahayaan buatan membutuhkan energi untuk diubah menjadi
terang cahaya, sehingga memerlukan biaya yang tinggi. Segi efisiensi
menjadi pertimbangan yang sangat penting selain menjadikan
pencahayaan buatan sesuai dengan kebutuhan manusia. Pencahayaan
buatan yang efisien mempunyai fokus kepada pemenuhan pencahayaan
pada bidang kerja. Satwiko [2004, pp. 78] menyatakan pentingnya
mengarahkan cahaya ke titik yang membutuhkan pencahayaan sebagai
prioritas.
Apabila pada zaman dahulu manusia hanya menggunakan lampu
untuk menerangi aktivitasnya, saat ini lampu juga digunakan sebagai
sarana untuk mencapai kenyamanan yang berkaitan akan respon manusia
terhadap estetika [Kristian, 2018].

C. Nilai Ambang Batas (NAB) Penerangan


Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018:
No. Keterangan Intensitas (Lux)
1. Penerangan darurat 5
2. Halaman dan jalan 20
3. Pekerjaan membedakan barang kasar seperti: 50
a. Mengerjakan bahan-bahan yang kasar.
b. Mengerjakan arang atau abu.
c. Menyisihkan barang-barang yang besar.
d. Mengerjakan bahan tanah atau batu.
e. Gang-gang, tangga di dalam gedung yang

5
selalu dipakai.
f. Gudang-gudang untuk menyimpan
barangbarang besar dan kasar.
Pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil
secara sepintas lalu seperti:
a. Mengerjakan barang-barang besi dan baja yang
setengah selesai (semi-finished).
b. Pemasangan yang kasar.
c. Penggilingan padi.
d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan
bahan kapas.
4. e. Pengerjaan bahan-bahan pertanian lain yang 100
kira-kira setingkat dengan d.
f. Kamar mesin dan uap.
g. Alat pengangkut orang dan barang.
h. Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman
dengan kapal.
i. Tempat penyimpanan barang-barang sedang
dan kecil.
j. Toilet dan tempat mandi.
Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang kecil
yang agak teliti seperti:
a. Pemasangan alat-alat yang sedang (tidak
besar).
b. Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar.
c. Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap
5. barang-barang. 200
d. Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna
muda.
e. Pemasukan dan pengawetan bahan-bahan
makanan dalam kaleng.
f. Pembungkusan daging.
g. Mengerjakan kayu.
6. Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada 300
barangbarang kecil dan halus seperti:
a. Pekerjaan mesin yang teliti.
b. Pemeriksaan yang teliti.
c. Percobaan-percobaan yang teliti dan halus.
d. Pembuatan tepung.
e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahanbahan

6
katun atau wol berwarna muda.
f. Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis
dan membaca, pekerjaaan arsip dan seleksi
surat-surat.
Pekerjaan membeda-bedakan barang-barang halus
dengan kontras yang sedang dan dalam waktu
yang lama seperti:
a. Pemasangan yang halus.
b. Pekerjaan-pekerjaan mesin yang halus.
c. Pemeriksaan yang halus.
7. 500-1000
d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas
kaca.
e. Pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran).
f. Menjahit bahan-bahan wol yang berwarna tua.
g. Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steno,
mengetik atau pekerjaan kantor yang lama.
Pakaian berwarna tua Pekerjaan membedabedakan
barang-barang yang sangat halus dengan kontras
yang sangat kurang untuk waktu yang lama
seperti:
a. Pemasangan yang extra halus (arloji, dll).
b. Pemeriksaan yang extra halus (ampul obat).
8. 1000
c. Percobaan alat-alat yang ekstra halus.
d. Tukang mas dan intan.
e. Penilaian dan penyisihan hasil-hasil tembakau.
f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy
dalam pencetakan.
g. Pemeriksaan dan penjahitan bahan.

D. Mekanisme Pengukuran Penerangan


Pengukuran intensitas pencahayaan atau penerangan dapat dilakukan
dengan menggunakan luxmeter. Luxmeter adalah alat ukur kuat penerangan
dalam suatu ruang. Satuan ukuran Luxmeter adalah lux [Rahadian E., 2021].
Adapun tata cara mengukur pencahayaan dengan menggunakan luxmeter
yaitu:
1. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup
sensor.

7
2. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik untuk
pengukuran pencahayaan setempat atau umum.
3. Baca hasil pengukuran pada monitor setelah menunggu beberapa saat
sehingga dapat diambil angka stabil.
4. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan intensitas
pencahayaan setempat atau umum.
5. Metikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran.

E. Pencegahan dan Pengendalian Penerangan


1) Upaya pencegahan penerangan
a. Pemilihan lampu secara tepat, yang tidak menjadi pelambang
kedudukan seseorang, melainkan dimaksudkan untuk tujuan
penyelenggaraan penerangan yang baik.
b. Penempatan sumber-sumber cahaya terhadap meja dan mesin serta
juga diperhitungkan letak jendela terhadap kemungkinan timbulnya
kesilauan.
c. Penggunaan alat pelapis yang tidak mengkilat (untuk dinding, lantai,
meja dan lain-lain) atau yang mengkilat untuk hal-hal tertentu.
d. Penyaringan sinar matahari langsung.
2) Upaya pengendalian penerangan
Menurut Widiastuti et al. (2019) pembahasan singkat mengenai
rencana hierarki pengendalian risiko penerangan yang dapat dikerjakan
antara lain:
1. Eliminasi
Hierarki pengendalian risiko yang pertama adalah pengendalian
eliminasi (elimination). Eliminasi merupakan suatu pengendalian
risiko yang bersifat permanen menghilangkan sumber bahaya
ditempat kerja dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan
prioritas utama. Contohnya, menghilangkan sumber kesilauan di
tempat kerja misalnya hanya memantulkan cahaya dari sumber

8
karena eliminasi tidak hanya bisa menghilangkan tetapi bisa
meminimalisir sumber cahaya.
2. Substitusi
Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti
alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan lebih aman
atau lebih rendah bahayanya. Dalam hal penerangan contohnya
mengganti lampu laboratorium yang memiliki penerangan sebesar
500 lux menjadi 750 lux sehingga memenuhi standar NAB
penerangan di laboratorium atau mengganti baru lampu di tempat
kerja yang memang sudah redup atau bahkan rusak.
3. Rekayasa Teknik
Pengendalian rekayasa teknik (engineering control) ialah
merubah struktur suatu obyek sehingga dapat mencegah seseorang
atau pengguna obyek tersebut terpapar potensi bahaya. Pengendalian
ini melakukan rekayasa atau mendesain ulang peralatan yang
menimbulkan bahaya, seperti:
a) Memperbesar ukuran obyek (sudut penglihatan) dengan
menggunakan kaca pembesar dan kaca pembesar dan layar
monitor.
b) Memperbesar intensitas penerangan.
c) Menambah waktu yang diperlukan untuk melihat obyek.
Contoh pengendalian secara teknik adalah dengan mengecek
penerangan yang ada di ruangan kerja, apakah lampu di ruangan
dalam kondisi baik atau tidak, serta mengecek aliran listrik ke lampu
sehingga lampu tidak mengeluarkan cahaya.
4. Pengendalian Administrasi
Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administrasi
(administration control), pengendalian ini mengandalkan sikap dan
kesadaran diri pekerja. Misalnya dengan mengatur jadwal kerja,
pelatihan, istirahat, perawatan, cara kerja atau prosedur kerja yang
lebih aman, rotasi, atau pemeriksaan kesehatan. Contoh pekerjaan

9
malam atau yang membutuhkan ketelitian tinggi, mempekerjakan
tenaga kerja yang berusia relatif masih muda dan tidak menggunakan
kacamata adalah lebih baik. Selain itu, menjaga kebersihan dinding,
langit-langit, lampu dan perangkatnya penting untuk diperhatikan.
Perawatan tersebut sebaiknya dilakukan minimal 2 kali dalam 1
tahun, karena kotoran atau debu yang ada ternyata dapat mengurangi
intensitas penerangan.
5. Alat Pelindung Diri (APD)
Hierarki pengendalian Alat Pelindung Diri (APD) digunakan
untuk memberikan batas antara terpaparnya tubuh dengan potensi
bahaya yang diterima oleh tubuh. Kacamata safety, perlindungan
pendengaran, pelindung wajah, respirator, dan sarung tangan
merupakan pengendalian menggunakan APD. Contoh Alat
Pelindung Diri (APD) yang digunakan untuk mengurangi bahaya
penerangan yang buruk adalah:
a) Penggunaan kacamata yang mungkin pekerja dapat terhindar
dari kesilauan.
b) Penggunan tudung, pelindung ini untuk mengurangi cahaya
yang menyilaukan atau pantulan cahaya pada layar komputer
yang dapat mengurangi produktivitas kerja seseorang.

F. Dampak dari Penerangan


Penerangan atau pencahayaan di tempat kerja merupakan hal yang harus
diperhatikan guna menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu
pencahayaan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik
pula. Pencahayaan baik yang tinggi, rendah, maupun yang menyilaukan
berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun ketegangan saraf para pekerja
yang pencahayaan tempat kerjanya tidak memadai atau tidak sesuai standar
atau aturan yang berlaku [Amin dkk, 2019].

10
Menurut Kessi dan Lova (2018) terdapat beberapa dampak apabila
pencahayaan tidak memenuhi syarat pada lingkungan kerja dapat
mengakibatkan hal-hal berikut ini:
1. Kelelahan mata (Astenopia) sehingga berkurangnya daya dan efisiensi
kerja
Apabila dalam suatu ruangan memiliki pencahayaan terlalu besar
atau terlalu kecil, maka akan menyebabkan pupil mata berusaha
menyesuaikan cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan
mengecil jika menerima cahaya yang lebih besar dan begitu pula
sebaliknya. Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab timbulnya
kelelahan mata.
2. Kelelahan fisik dan mental
Selain itu, intensitas pencahayaan atau penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan kelelahan kerja dengan berkurangnya daya efisiensi
kerja, kelelahan mental, kerusakan indera penglihatan dan meningkatnya
kecelakaan kerja.
3. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata
Terdapat teori yang menyatakan apabila pencahayaan di tempat kerja
kurang, dapat menyebabkan adanya perasaan tidak nyaman, sakit mata,
kelelahan yang cepat timbul dan rasa pening kepala bagi pekerja
[Sabaruddin dan Abdillah, 2019].
4. Kerusakan indera mata
Cahaya yang sangat berlebihan yang jatuh pada retina akan
menimbulkan impuls pada ujung-ujung serabut sel saraf pada retina yang
akan merangsang sarap optic yang terlalu besar sehingga dapat merusak
sel-sel saraf pada retina tersebut, yaitu terlepas dari sclera. Oleh sebab itu
terjadinya kesilauan mata akan menyebabkan kelelahan mata berupa
mata memerah, pandangan gelap dan kabur, serta kerusakan pada retina
yang pada akhirnya dapat menimbulkan kebutaan [Yuliana dan Suwandi,
2018].

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut Undang-Undang Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002,
penerangan merupakan besaran penerangan pada suatu area kerja yang
dibutuhkan untuk dapat melaksanakan kegiatan secara efektif.
2. Beberapa sumber pencahayaan pada umumnya yaitu:
1) Penerangan Alami
2) Penerangan Buatan
3. Nilai Ambang Batas (NAB) penerangan diatur dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018.
4. Adapun tata cara mengukur pencahayaan dengan menggunakan luxmeter
yaitu:
1) Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup
sensor.
2) Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik
untuk pengukuran pencahayaan setempat atau umum.
3) Baca hasil pengukuran pada monitor setelah menunggu beberapa
saat sehingga dapat diambil angka stabil.
4) Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan intensitas
pencahayaan setempat atau umum.
5) Metikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran.
5. Upaya pencegahan penerangan
a. Pemilihan lampu secara tepat
b. Penempatan sumber-sumber cahaya terhadap kemungkinan
timbulnya kesilauan.
c. Penggunaan alat pelapis yang tidak mengkilat (untuk dinding, lantai,
meja dan lain-lain) atau yang mengkilat untuk hal-hal tertentu.
d. Penyaringan sinar matahari langsung.
6. Upaya pengendalian penerangan

12
Menurut Widiastuti et al. (2019) pembahasan singkat mengenai
rencana hierarki pengendalian risiko penerangan yang dapat dikerjakan
antara lain:
1) Eliminasi
2) Substitusi
3) Rekayasa Teknik
4) Pengendalian Administrasi
5) Alat Pelindung Diri (APD)
7. Menurut Kessi dan Lova (2018) terdapat beberapa dampak apabila
pencahayaan tidak memenuhi syarat pada lingkungan kerja dapat
mengakibatkan hal-hal berikut ini:
1) Kelelahan mata (Astenopia) sehingga berkurangnya daya dan
efisiensi kerja
2) Kelelahan fisik dan mental
3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata
4) Kerusakan indera mata

B. Saran
1. Diharapkan adanya peran serta aktif perusahaan dalam memenuhi
penerangan di dalam perusahaan sesuai dengan NAB.
2. Diharapkan adanya penyebaran informasi tentang bahaya dampak
penerangan oleh ahli K3.
3. Diharapkan kepada penulis yang ingin menulis makalah dengan judul
yang sama agar mencari berbagai macam sumber.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., Winiarti, W., & Panzilion, P. (2019). Hubungan Pencahayaan dengan
Kelelahan Mata pada Pekerja Taylor. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(1), 45–54.
https://doi.org/10.31539/jka.v1i1.523
Dewi, K. (2018). PELAPISAN SOSIAL-BUDAYA PESISIR KELURAHAN
MANGKANG KULON, SEMARANG. Sabda, 13(1), 34–43.
Ghaffar, A. F. A., Karnoto, K., & Nugroho, A. (2017). Perancangan Sistem
Pencahayaan Buatan Pada Lapangan Stadion Universitas Diponegoro
Dengan Menggunakan Dialux 4. Transient, 6(3), 301–307.
https://doi.org/10.14710/transient.6.3.301-307
Kementerian Kesehatan. (2016). PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG
STANDAR DAN PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
KERJA INDUSTRI. Kemenkes, 70, 1–197.
Kementerian Tenaga Kerja. (2018). Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/2018
K3 Lingkungan Kerja. Permenakertrans, 5, 1–258.
https://jdih.kemnaker.go.id/keselamatan-kerja.html
Kessi, A. T. F., & Lova, D. A. (2018). Gambaran Kelelahan Tenaga Kerja di
Bagian Factory 1 PT. Maruki Internasional Indonesia Makassar Tahun
2018. Jurnal Mitrasehat, VIII(2), 389–399.
KRISTIAN, M. S., LEONARDO, & HALIM, E. A. (2018). Pengaruh Cara
Distribusi Pencahayaan Buatan Pada Kenyamanan Bercengkerama
Pengunjung Kafe. Serat Rupa Journal of Design, 2(2), 148–162.
https://doi.org/10.28932/srjd.v2i2.776
Mumpuni, P. W., Widayat, R., & Aryani, S. M. (2017). Pencahayaan Alami Pada
Ruang Baca Perpustakaan Umum Kota Surabaya. Vitruvian - Jurnal
Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan, 6(2), 71–78.
Putri, R. R. (2018). Analisis Potensi Bahaya Serta Rekomendasi Perbaikan
Dengan Metode Hazard and Operability Study (Hazops) (Studi Kasus PT.

14
Bukt Asam Tbk). Universitas Diponegoro, 8.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/ieoj/article/view/20763/19470
Rahadian, E. Y., Dwiastuti, W., Maretia, N. A., & Fitrian, B. (2021). Pengaruh
Secondary Skin Fasade Bangunan Terhadap Kualitas Pencahayaan Alami
Ruang Kerja. Jurnal Arsitektur TERRACOTTA, 2(2), 124–135.
https://doi.org/10.26760/terracotta.v2i2.4688
Rahmayanti, D., & Artha, A. (2015). Analisis Bahaya Fisik: Hubungan Tingkat
Pencahayaan dan Keluhan Mata Pekerja pada Area Perkantoran Health,
Safety, and Environmental (HSE) PT. Pertamina RU VI Balongan. Jurnal
Optimasi Sistem Industri, 14(1), 71–98.
https://doi.org/10.25077/josi.v14.n1.p71-98.2015
Subagyo, A. (2017). Kualitas penerangan yang baik sebagai penunjang proses
belajar mengajar di Kelas. Orbith, 13(1), 21–27.
Suryatman, T. H., & Hermawan, O. (2021). PERBAIKAN INTENSITAS
CAHAYA PENGGUNA KOMPUTER DENGAN PENDEKATAN
ERGONOMI DI PT. UJT INDONESIA (COMPUTER USERS LIGHT
INTENSITY IMPROVEMENT WITH ERGONOMIC APPROACH IN PT.
UJT INDONESIA). Jurnal Teknik, 10(1), 085201.
https://doi.org/10.31000/jt.v10i1.4028
Widiastuti, R., Prasetyo, P. E., & Erwinda, M. (2019). Identifikasi bahaya dan
penilaian risiko untuk mengendalikan risiko bahaya di upt laboratorium
terpadu universitas sarjanawiyata tamansiswa. Industrial Engineering
Journal Of, 3(2), 51–63.
Yuliana, L., & Suwandi, S. W. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kelelahan Mata Mahasiswa Gedung G Universitas Balikpapan. Jurnal
Ilmiah Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan Lindungan Lingkungan, 4(2),
28–42.

15
LAMPIRAN

A. Dokumentasi

B. Pembagian Kerja
1. Humairah Latifah (K011191126)
= NAB Penerangan
2. Karmila Wahyuni (K011191128)
= Sumber dan mekanisme pengukuran penerangan
3. Asifah Baiq Ramadani (K011191130)
= Pengertian penerangan dan BAB 1
4. Alfira Safitri Adil (K011191132)
= Dampak penerangan dan pembuatan lampiran
5. Afifah (K011191133)
= Upaya pencegahan dan pengendalian penerangan
6. Putri Febrian Rahmadani (K011191137)
= Penyusunan dan penyuntingan makalah
7. Vica Herza (K011191138)
= Pembuatan PPT

16
17

Anda mungkin juga menyukai