Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Foto udara merupakan salah satu produk pemetaan fotogrametri. Foto
udara merupakan gambaran suatu objek permukaan dengan bantuan pesawat. Manfaat
yang bisa didapatkan dari pemotretan foto udara adalah untuk perencanaan penggunaan
tanah, kenampakan wilayah, kenampakan patahan, keperluan peta tematik, identifikasi
hutan dan sebagainya. Dengan banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dari foto udara
itulah yang menyebabkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ketenger di Kabupaten
Banyumas memerlukan foto udara. PLTA Ketenger merupakan salah satu PLTA tertua di
Indonesia. Pemotretan foto udara di PLTA Ketenger bermaksud untuk melihat
kenampakan wilayah di lahan milik PLTA Ketenger dan sekitarnya secara keseluruhan.
Hal ini bertujuan untuk pengamanan batas lahan yang rawan konflik dengan masyarakat.
Dikatakan rawan konflik dengan masyarakat karena lahan PLTA Ketenger memiliki
bentuk yang memanjang kurang lebih sepanjang empat Kilometer maka dari itu
diperlukan foto udara yang berkualitas baik. Namun, untuk mendapatkan foto udara yang
berkualitas baik diperlukan titik kontrol yang berkualitas baik pula. Titik kontrol
merupakan titik acuan dimana titik tersebut menyatakan kedudukan atau posisinya dalam
bentuk koordinat. Titik kontrol dapat dinyatakan dalam bentuk koordinat dua dimensi
(x,y) atau koordinat tiga dimensi (x,y,z). Titik kontrol ini dapat berfungsi dalam berbagai
pekerjaan, misalnya seperti keperluan pemetaan topografi, pemetaan kadaster, survei
rekayasa, pemetaan fotogrametri dan sebagainya. Khususnya, titik kontrol dalam
pemetaan fotogrametri biasa disebut titik kontrol lapangan atau Ground Control Point
(GCP).
2 Foto Udara adalah hasil pemotretan suatu daerah dari ketinggian tertentu, dalam ruang
lingkup atmosfer menggunakan kamera. Misalnya pemotretan menggunakan pesawat
terbang, heikopter, balon udara, drone/UAV, dan wahana lainnnya. Keuntungannya,
penggunaan foto udara menghasilkan gambar/citra yang lebih detail (resolusi sekitar
15cm), tidak terkendala awan, karena pengoperasiaannya pada ketinggian di bawah awan.
Kelemahannya, foto udara terdiri dari kumpulan scene kecil yang banyak, terlebih lagi
untuk pemotretan dengan area yang sangat luas. Pengoperasian foto udara juga sangat
tergantung dari cuaca, seperti faktor angin. Misalnya untuk penggunaan UAV, hasil foto
udara kurang bagus jika tiupan angin terlalu kencang, karena hasil pemotretan kurang
stabil. Kelemahan yang lain, foto udara harus dibarengi dengan pengambilan GCP
(Ground Control Point di Lapangan) untuk melakukan korekasi geometrik
(orthorectification), karena kalau tidak, bisa dipastikan keakuratan geometrik akan sangat
rendah. Dari segi biaya, foto udara jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan citra
satelit, karena banyak hal yang diperlukan, seperti biaya operasional pesawat, izin
penerbangan (misal untuk pesawat terbang, helikopter), biaya personil ke lapangan
(pengambilan titik koordiant GCP ataupun pengoperasion pesawat), dan lain-lain.
Foto udara
3 Citra Satelit merupakan pemotretan suatu daerah menggunakan wahana satelit yang
dioperasikan dari ruang angkasa. Saat, ini citra satelit resolusi tinggi memiliki resolusi
spasial 50 cm (hasil resampling), seperti citra GeoEye-1, WordView-2, WorldView-1,
dan Pleiades. Hasil foto satelit tidak sedetail jika dibandingkan dengan foto udara.
Keuntungan dari citra satelit, biaya secara umum jauh lebih murah dibandingkan dengan
foto udara, tingkat akurasi geometrik lebih baik, meskipun tanpa menggunakan titik ikat
dari lapangan (GCP). Untuk area yang luas, citra satelit tidak memerlukan scene yang
banyak, karena ukuran scene pada citra satelit sangat luas, sehingga tidak perlu
melakukan mosaicking yang ribet. Band yang dihasilkan dari foto satelit sangat
bervariasi. Sebagai contoh WorldView-2 memiliki 8 band. Hal ini sangat memudahkan
pemakaian untuk interpretasi lebih lanjut, seperti membedakan vegetasi, palm counting,
dan lain-lain. Kekurangan dari penggunaan citra satelit adalah penggunaannya sangat
tergantung cuaca, seperti hujan, awan, dan kabut. Karena pengoperasian dari luar
angkasa, pemotretan masih belum bisa menembus awan. Senhingga, untuk daerah yang
intensitas hujannya tinggi, atau selalu diliputi kabut, akan susah untuk mendapatkan data
citra satelitnya.
4 Citra Satelit
Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan informasi berbentuk
visual yang diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek (Kiefer
et al., 1993). Sumber cahaya mengenai objek, kemudian cahaya dipantulkan kembali
sebagian, pantulan cahaya diterima oleh alat-alat pengindera optik seperti scanner, kamera,
dan mikroskop, cahaya tersebut akan membentuk bayangan objek dan terekam sesai
intensitas pantulan cahaya pada alat pengindra optik. Apabila alat yang digunakan untuk
merekam pantulan cahaya tersebut merupakan mesin digital, contohnya kamera digital, citra
yang dihasilkan juga berbentuk citra digital. Pada citra digital, kelanjutan intensitas cahaya
dihitung sesuai resolusi alat yang digunakan untuk merekam. Sebuah citra merupakan fungsi
aliran cahaya persatuan sudut 2 dimensi (2D) (x, y). X dan y merupakan koordinat ruang
sedangkan f pada titik (x, y) adalah tingkat kecerahan (brightness) sebuah citra (Danoedoro,
2007). Gambar 1. UAV DJI Phantom 4 Advanced (Sumber: Dji, 2017) 5 5 Citra foto udara
adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan sensor kamera pada alat transportasi
udara contohnya berupa helikopter, pesawat udara, dan drone atau pesawat tanpa awak
(UAV). Pemotretan ini dilakukan dengan membuat rencana terlebih dahulu untuk
mementukan tujuan, jalur penerbangan, dan arah terbang wahana pesawat udara (Gularso et
al., 2013). 2.1.1. Jenis-Jenis Citra Foto Udara Somantri (2009) Citra foto udara dibedakan
berdasrkan spectrum elektromagnetiknya, citra foto ultaviolet adalah citra yang diciptakan
menggunakan spektrum ultraviolet jarak dekat yaitu dengan panjang gelombang 0,29 mikro
meter. Memiliki ciri informasi yang dapat diperoleh sedikit, namun pada beberapa objek dari
citra foto ultraviolet mudah dikenali karena daya kontrasnya besar.
Citra foto ini cocok untuk merekam beberapa fenomena di alam, contohnya minya yang
tumpah di lautan, mampu membedakan atap rumah logam dicat atau tidak, dan jalur jalan
beraspal. Citra ortokomatik adalah citra foto yang menggunakan spektrum tampak dalam
pembuatnya dengan warna biru sampai sebagian hijau (0,4–0,56 mikrometer). Citra ini akan
membuat objek akan terlihat lebih jelas dan citra ini sangat cocok untuk digunakan pada studi
pantai karena film citra ortokomatik memiliki kelebihan peka terhadap objek yang berada di
bawah permukaan air sampai kedalaman 20 meter. Sedangkan citra foto pankromatik
spektrum yang digunakan adalah seluruh spektrum tampak pada mata dari warna ungu
sampai merah. Kepekaan film citra ini hampir menyamai dengan mata pada manusia. Foto ini
cocok untuk merekam fenomena alam seperti banjir, longsor, dan air tanah (Suharyadi,
2001). 6 6 Kiefer et al. (1993) Selain dibedakan berdasarkan spectrum elektromagnetik citra
foto udara juga memiliki jenis berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi,
diantaranya sebagai berikut: a. Pemotretan udara secara tegak dilakukan dengan posisi
kamera di pesawat terbang tegak lurus pada permukaan objek bumi yang diamati, hasil
pemotretan ini berupa foto udara dengan permotretan vertikal. b. Citra foto udara condong
dilakukan pada posisi antara pesawat udara yang membawa kamera dengan permukaan bumi
memiliki sudut yang agak miring dengan kemiringan tertentu. Karakter foto yang dihasilkan
pemotretan secara condong terlihat agak miring namun batas cakrawala tidak terlihat. c. Citra
foto udara sangat condong atau high oblique adalah sudut kamera dan permukaan bumi
sangat besar sehingga terlihatnya batas cakrawala atau garis horizon pada citra foto.