Disusun oleh:
dr. Deni Aryadi
Pembimbing:
dr V. F. Yohari Listia. A
Narasumber:
dr. Arif Faiza, Sp.A
IDENTITAS PASIEN
Nama : An I
Alamat : Mejobo, Kabupaten Kudus
Tanggal lahir : 19-01-2016 (usia 5 tahun)
Status :-
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Masuk IGD : 15 Januari 2022, pukul 22.30
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Januari 2022, pukul 22.30 di IGD.
1. Keadaan Umum
Kesadaran: compos mentis, GCS E4M6V5= 15
2. Tanda-tanda vital
Nadi : 139x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup, kuat angkat baik
Frekuensi nafas: 28 x /menit
Suhu : 36.80C
Saturasi : 93%
BB : 15,5kg
3. Pemeriksaan Fisik
Primary Survey dilakukan di IGD
Airway & C-Spine control : Pasien bisa menyebutkan nama dengan jelas Airway
clear, tidak tampak adanya jejas & luka pada leher keatas, pada palpasi tidak
dirasakan adanya krepitasi, dan nyeri tekan (-), pasien dapat menggerakan leher
dengan bebas C-spine control clear.
Breathing & Ventilation control :
o Inspeksi : Dinding dada bergerak simetris saat statis maupun dinamis, tidak
tampak adanya jejas, luka luka terbuka dan menghisap (-) pada dinding dada,
RR : 38 x / menit, SpO2 : 92%.
o Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, tidak didapatkan adanya krepitasi dan
nyeri tekan pada dinding thorax
o Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (+/+), Rhonki (-/-).
Circulation & Hemmorhage control : Nadi : 184x / menit, isi dan tegangan cukup,
regular, kuat angkat (+), akral dingin (-), CRT < 2” circulation clear.
Disability : GCS E4M6V5 (15), Kesan : compos mentis
Exposure : Tidak tampak jejas yang mengancam nyawa
Secondary Survey
Kepala : Normocephali, tidak tampak adanya lesi atau jejas
Mata : Edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, reflex cahaya (+/+), diameter pupil 3 mm
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-), keluar darah (-),
secret (-), jejas (-)
Hidung : Tidak tampak deviasi septum, pernafasan cuping hidung (-), sekret (-),
epistaksis (-), jejas (-), luka (-)
Mulut : simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), pucat (-), jejas (-), luka (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
pembesaran kelenjar parotis (-)
Thorax : Bentuk normo chest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-),
tidak tampak jejas dan luka
Cor
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis teraba di sela iga V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Konfigurasi jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-/-)
Palpasi : Pergerakan dada kanan = kiri, stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+), ronki (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, luka (-), darah (-), jejas (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan perut, nyeri (-), pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, defans muskuler
(-)
DIAGNOSA
Diagnosis Kerja: Asma Attack
PENATAKSANAAN
Nebulisasi combivent ½ respul + budesma ½ respul + bisolvon 15 tetes
Observasi 30 menit ada perbaikan
Obat pulang
Ambroksol syp 3x 1cth
Salbutamol
Metilprednisolon
Klorfeniramin maleat 1mg
Mf pulv dtd No 10
S 3dd pulv 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Prevalensi asma telah
meningkat dalam beberapa dekade terakhir baik pada negera berkembang maupun pada
negara maju. Penelitian International Study of Asthma dan Allergies in Childhood (ISAAC)
menunjukkan bahwa prevalensi gejala asma berkisar dari 1.6-27.2% pada anak usia 6-7
tahun, dan 1.9-35.5% pada anak usia 13-14 tahun. Sedangkan prevalensi asma anak di
Indonesia sekitar 10% pada anak usia 6-7 tahun dan sekitar 6,5% pada anak usia <14 tahun.
Definisi asma bermacam-macam tergantung pada kriteria mana yang dianut. Pedoman
Nasional Asma Anak menyepakatinya sebagai diduga asma apabila anak menunjukkan gejala
batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien
atau keluarganya. Asma merupakan sebagai penyakit kronik saluran nafas yang berhubungan
dengan hiperresponsif saluran napas. Asma merupakan kondisi yang membebani anak-anak
yang terkena dan keluarga.
Proses inflamasi saluran napas pasien asma tidak saja ditemukan pada pasien asma
berat, tetapi juga pada pasien asma ringan, dan reaksi inflamasi ini dapat terjadi lewat jalur
imunologik maupun nonimunologik.
Respons inflamasi tipe cepat dan lambat berperan terhadap munculnya manifestasi
klinis asma. Pada fase cepat, sel-sel mast mengeluarkan mediator-mediator: histamine,
leukotrien, prostaglandin, dan tromboksan yang menimbulkan bronkokonstriksi. Pada fase
lambat, sitokinsitokin dikeluarkan sehingga memperlama inflamasi dan mengaktivasi
eosinofil, basofil, limfosit dan sel-sel mast. Hiperplasia otot polos dan hiperresponsif bronkial
akibat proses inflamasi kronis menyebabkan menyempitnya saluran udara, hal ini
menimbulkan gejala-gejala mengi, batuk, sesak dada, dan napas pendek.
Penyakit asma dibagi menjadi dua menurut berat ringannya, yaitu klasifikasi derajat
penyakit asma dan klasifikasi derajat serangan asma. Klasifikasi derajat penyakit asma
menurut consensus internasional penanggulangan asma anak, asma dibagi berdasarkan
keadaan klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang, persisten
sering, dan persisten berat (lihat tabel 1). Sedangkan derajat serangan asma dibagi menjadi 3
juga yaitu serangan ringan, serangan sedang, dan serangan berat (lihat tabel 2). Seorang
penderita asma persisten sedang atau berat dapat mengalami serangan ringan saja, sebaliknya
seorang penderita tergolong episodik jarang (asma ringan) dapat mengalami serangan berat,
bahkan ancaman henti napas, tetapi umumnya anak dengan asma persisten sering akan
mengalami serangan asma berat atau sebaliknya.
Tatalaksana asma pada anak lebih ditekankan pada faktor tumbuh kembang anak
secara optimal. Tujuan tatalaksana asma pada anak agar anak dapat beraktivitas normal baik
di rumah
maupun di sekolah, mengurangi gejala asma dan kebutuhan obat, serta mencegah efek
samping
obat bila terpaksa digunakan, sehingga fungsi atau faal paru tetap normal.
Tujuan tatalaksana serangan adalah untuk meredakan penyempitan jalan napas
secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal
secepatnya dan merencanakan tatalaksana untuk mencegah kekambuhan. Oleh karena itu
tujuan utama tatalaksana asma adalah mencegah terjadinya serangan asma. Serangan asma
yang berulang dapat menimbulkan gangguan anak dalam hal aktivitas yang berujung pada
gangguan tumbuh kembang dan kualitas hidup.
Obat asma digolongkan dalam 2 kelompok besar yaitu obat pereda dan pengendali.
Obat pereda untuk meredakan serangan atau gejala asma yang sedang timbul. Jika serangan
sudah teratasi, obat ini tidak digunakan lagi. Golongan kedua adalah obat pengendali atau
pencegah. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas.
Obat ini dipakai terus menerus dalam jangkan waktu lama, bergantung derajat penyakit asma,
dan respon pengobatan.
Berdasarkan anamnesis, pasien diatas termasuk kedalam asma bronkial persisten
ringan serangan ringan-sedang. Sehingga menurut pedoman tatalaksana asma yang terbaru
yaitu GINA 2020 obat pelega yang diberikan adalah ICS-formeterol dosis rendah atau
SABA, dalam kasus ini pasien mendapat budesma yang merupakan ICS dan combivent yang
merupakan SABA. Dan untuk obat pencegahan pasien diberikan mukolitik dikarenakan
pasien sedang batuk dan metilprednisolon sebagai steroid pencegah asma.
Pada asma pencegahan yang dianjurkan adalah dihindarinya faktor-faktor pencetus.
Faktor pencetus pada asma sangat berbeda pada setiap individu, tetapi pada pasien asma yang
belum diketahui faktor pencetusnya, dianjurkan untuk menghindari asap rokok, debu rumah,
atau makanan tertentu. Bila anak dengan riwayat atopi, mempunyai rinitis alergika, maka
penanganan rinitis alergika harus tepat sejak usia dini. Peran orang tua dalam tatalaksana
pasien asma sangat penting. Orang tua harus mengetahui apa saja yang menjadi faktor
pencetus, kapan gejala asma timbul, kapan harus berobat ke dokter, dan bagaimana cara
pengobatan yang benar, dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
1. Roro Rukmi, Windi Perdani. Asma Bronkial pada Anak. 2019. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
2. GINA (Global Initiative for Astma), 2020, Pocket Guide For Asthma Management
and Prevention.
3. Noenoeng Rahajoe, Cissy B Kartasasmita, Bambang Supriyatno, Darmawan Budi
Setyanto Pedoman Nasional Asma Anak Edisi ke II. 2016. Ikatan Dokter Anak
Indonesia
4. Supriyanto B, Makmuri MS. Serangan Asma Akut. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta : BP Ikatan
Dokter anak Indonesia 2008
5. Rahajoe NN. Tatalaksana jangka panjang asma pada anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama.
Jakarta : BP Ikatan Dokter anak Indonesia 2008