Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Nama Kelompok
- Fika Safitri (P07520219017)
- Gilang Praditya (P07520219018)
- Indah Claudia Siahaan (P07520219021)
- Janes Harisman Sigalingging (P07520219022)
- Marta Carmila Putri Hulu (P07520219023)
- Marta Dahlia Lubis (P07520219024)
- Masriati Sianturi (P07520219025)
- Malida Br Manik (P07520219027)
- Nandita Natasya Samosir (P07520219028)
- Nisarah Ananda (P07520219030)
TINJAUAN PUSTAKA
2. ETIOLOGI
Penyebab DM tipe II belum diketahui secara pasti
penyebabnya, diperkirakan faktor genetik menjadi penyebab
terjadinya retensi insulin pada pasien DM. Akibat dari gabungan
dari abnormalitas komplek insulin dan sistem transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi mempertahankan
euglikemia. Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya diabetes tipe II, yaitu : Usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia diatas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga,
dan kelompok etnik (Rendy, 2012).
3. PATOFISIOLOGI
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan karena
menurunnya insulin atau defisiensi insulin (Fatimah, 2015).
Defisiensi insulin terjadi karena:a.Kerusakan b.Menurunnya
reseptor insulin pada jaringan periferc.Menurunnya reseptor
glukosa di kelenjar pankreasDiabetes melitus tipe 2 terjadi karena
sel-sel insulin gagal karena tidak mampu merespons dengan
baikatau biasa disebut dengan resistensi insulin (Teixeria, 2011).
Resistensi insulin disebabkan karena faktor genetic dan
lingkungan juga bisa menjadi penyebab terjadinya DM. Pasien DM
tipe 2 produksi glukosa dalam hati berlebihan akan teteapi tidak
terjadi kerusan sel beta langrhans secara autoimun (Fatimah,
2015). Pada perkembangan awal DM tipe 2 sel beta akan
mengalami gangguan sekresi insulin, apabila tidak segera ditangani
makan akan menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas.
Ketika kadar gula dalam darah meningkat, pankreas akan
mengelurkan hormon yang dinamakan insulin sehingga
memungkinkan sel tubuh akan akan menyerap glukosa tersebut
sebagi energi. Hiperglikemia pada pasien dm terjadi karena
menurunnya penyerapan glukosa oleh sel yang di ikuti dengan
meningkatnya pengeluran glukosa dalam hati. Pengeluaran
glukosa dalam hati akan meningkat karena adanya proses yang
menghasilkan glukogenolisis dan glukoneogenesis tanpa hambatan
karena insulin tidak diproduksi (Sherwood, 2011).
PATHWAY DM
4. KLASIFIKASI DM
1. Diabetes Mellitus tipe 1 terjadi karena obstruksi sel beta dan
menyebabkan defisiensi insulin.
2. Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi karena adanya kekebalan
terhadap insulin.
3. Diabetes Mellitus tipe lain terjadi karena defek genetik fungsi sel
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, pengaruh obat dan zat kimia, infeksi,
masalahimunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM
4. DM gestasional. (Perkeni, 2011)
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pasien DM dibagi menjadi dua macam
yaitu gejala kronik dan gejala akutserta munculnya ulkus diabetic,
yaitu :
1. Gejala akut yang timbul pada pasien DM berupa :
a. Pasien akan banyakmengkonsumsi makanan
b. Pasien akan banyak mengkonsumsi minum
c. Pasien akan lebih sering buang air kecil
3. Luka diabetic
Luka diabeticatau sering biasa disebut ulkus diabetik luka
yang disebabkan karena pulsasi pada bagian arteri distal.
6. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada dibawah
nilai normal < 50 mg/dl
b. Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah
meningkat secara tiba –tiba dan dapat berkembang menjadi
metabolisme yang berbahaya
2. Komplikasi Kronis
a. Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada
pasien DM adalah pembekuan darah di sebagian otak,
jantung koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif.
b. Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada
pasien DM adalah nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi(Perkeni, 2015).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang untuk DMdilakukan pemeriksaan
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian
dilanjutkandengan Tes Toleransi Glukosa Oral standar. Untuk
kelompok resiko tinggi DM, seperti usia dewasa tua, tekanan darah
tinggi, obesitas, riwayat keluarga, dan menghasilkan hasil
pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun.
Bagi pasien berusia tua tanpa faktor resikopemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun (Yunita, 2015).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa
terganggu (GDPT). Pertama Glukosa darah puasa terganggu
(GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125
mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl.
Kedua Toleransi glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan
glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan pada 4 pilar
penatalaksanaan diabetes, yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani, dan intervensi farmakologis.
A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan
perilaku sehat yang memerlukan partisipasi efektif dari klien dan
keluarga klien. Tujuan utama dari pemberian edukasi pada
pasien DM dan juga pada keluarga adalah harapan diamana
pasien dan keluarga akan mengerti bagaimana cara
penanganan yang tepat dilakukan pada pasien DM. Edukasi
pada pasien bisa dilakukan meliputi pemantauan kadar gula
darah, perawatan luka, kepatuhan dalam pengansumsian obat,
peningkatan aktivitas fisik, pengurangan asupan kalori dan juga
pengertian serta komplikasi dari penyakit tersebut (Suzanna,
2014).
B. Terapi Gizi Medis
Pasien DM harus mampu memenuhi prinsip 3J pada dietnya,
meliputi (jumlah makanan yang dikonsumsi, jadwal diet yang
ketat dan juga jenis makanan apa yang dianjurkan dan
pantangan makannya) (Rendy,2012).
C. Olahraga
Olahragasecara teratur 3-4x dalam seminggu kurang lebih
30 menit (Suzanna, 2014).
D. Intervensi farmakologis
Berupa pemberian obat Hipoglikemik oral (sulfonilurea,
biguanid/metformin,inhibitor alfa glukosidase dan insulin)
(Ernawati, 2013).
e. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan dengan cara manajemen jaringan,
kontrol infeksi dan infeksi, serta perluasan tepi luka.
- Tissue managemen (Managemen jaringan)
Manajemen jaringan dilakukan melalui debridemen,
yaitu menghilangkan jaringan mati pada luka. Jaringan
yang perlu dihilangkan adalah jaringan nekrotik dan slaf.
Manfaat debridemen adalah menghilangkan jaringan
yang sudah tidak tervaskularisasi, bakteri, dan
eksudatsehingga akan menciptakan kondisi luka yang
dapat menstimulasi munculnya jaringan yang sehat. Ada
beberapa cara debridemen yang dapat dilakukan,
berupa:
1. Debridemen mekanis, yaitu metode yang
dilakukan dengan cara menempelkan kasa lembab
kemudian tutup atau letakkan kasa kering
diatasnya. Biarkan hingga kasa kering setelah
kering angkat.
2. Debridemen bedah, pengangkatan jaringan mati
dengan menggunakan tindakan medis berupa
tindakan pembedahan atau operasi.
3. Debridemen autolitik, tindakan pembalutan luka
setelah dicuci atau dibersihkan.
4. Debridemen Enzim, debridemen enzim merupakan
cara debridemen dengan menggunakan enzim
yang dibuat secara kimiawi untuk dapat mencerna
jaringan mati atau melonggarkan ikatan antara
ikatan antara jaringan mati dan jaringan hidup.
Enzim ini bersifat selektif, yaitu hanya akan
memakan jaringanmati. Hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan jenis
debridemen ini adalah menghindari penggunaan
balutan luka yang mengandung logam berat
seperti silver, mineral, seng, cairan basa atau
asam, karena dapat menginaktivasi enzim. Pada
luka dengan skar (luka jaringan nekrotik yang
kering), maka kita perlu melakukan sayatan pada
skar dengan menggunakan pisau agar enzim
dapat meresap pada skar dan permukaan luka
tetap lembab.
5. Debridemen biologi, debridemen biologi dapat
dilakukan dengan menggunakan belatungyang
sudah disteril. Jenis belatung yang digunakan
adalah spesies Lucia Cerrata atau Phaenica
Sericata. Belatung ini diletakkan didasar luka
selama 1-4 hari. Belatung ini mensekresikan
enzim preteolitik yang dapat memecah jaringan
nekrotik dan mencerna jaringan yang sudah
dipecah. Sekresi dari belatung ini memiliki efek
anti mikrobial yang membantu dalam mencegah
pertumbuhan dan proliferasi bakteri, termasuk
Metchilin-resistant Staphylococcus aureus.
- Kontrol infeksi dan inflamasi Infeksi bisabersifat lokal
(termasuk didalamnya selulitis), atau sistemik (sepsis).
Tanda infeksi yaitu meningkatnyaeksudat, nyeri, adanya
kemerahan (eritema) yang baru atau
meningkatnyakemerahan pada luka, peningkatan
temperatur pada daerah luka, dan bau luka atau eksudat.
Cara yang dilakukan adalah meningkatkan daya tahan
tubuh, debridemen, pembersihanluka dan mencuci luka
untuk menghilangkan bakteri, eksudat, dan jaringan mati,
serta memberikan balutan luka anti mikroba.
- Mempertahankan kelembaban
- Perluasan tepi luka Salah satu tanda dari penyembuhan
luka pasien bisa dilihat dengan luasnya sel epitel menuju
tengah luka (Yunita, 2015).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey
1) A (Airway)
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Pada kasus
kegawatdaruratan DM pasien dapat mengalami penurunan
kesadaran yang drastis yang juga akan berpengaruh pada
jalan nafas pasien. Kaji ada tidaknya bunyi seperti snoring,
gargling.
2) B (Breathing)
Kaji Keadekuatan pasien dalam melakukan
pernafasan, hitung jumlah pernafasan dalam satu menit
dengan cepat
3) C (Circulation)
Masalah sirkulasi pada kasus kegawatdaruratan DM
bukanlah kasus hipovolemik seperti pada pendarahan
namun distribusi O2, CO2 dan glukosa dalam darah yang
tidak seimbang. Kaji adanya tanda-tanda hipoglikemia
seperti tampak penurunan kesadaran, gelisah, berkeringat,
pusing hebat dll. Kaji nadi dan capilary refill time.
Penanganan cepat seperti pemberian cairan gula parenteral
sesuai indikasi dapat membantu memperbaiki keadaan
pasien.
4) D (Disability)
Lakukan pemeriksaan GCS, reflek pupil dan tonus
otot untuk menilai keadaan pasien
5) E (Eksposure)
Lakukan pemeriksaan dengan cara eksposure apabila
diperlukan, cegah hipotermi
6) F (Foley Cateter)
Apabila sudah terpasang foley cateter lakukan
pemantauan terhadap jumlah cairan keluar. Pemasangan
foley cateter pada pasien dengan kegawatdaruratan DM
tidak selalu dilakukan
7) G (Gastric Tube)
Pemasangan gastric tube pada pasien dengan
kegawatdaruratan DM tidak selalu dilakukan.
8) H (Heart Monitor)
Pantau selalu irama jantung pasien yang terekam
dalam EKG
9) I (imaging)
Pelaksanaan pemeriksaan imaging dapat dilakukan
sesuai indikasi.
b. Sekunder Survey
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan
pertolongan atau penanganan pada pemeriksaan primer.
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last mental, event.
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200 mg/dl). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan
peningkatan proopensitas paa terjadinya aterosklerosis.
c. Circulation (sirkulasi)
Diagnosa keperawatan : Gangguan perfusi jaringan b/d
hipoksia jaringan. Ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis
jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan
oedema.
Intervensi :
1) Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan
nilai standart.
R/ Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, dan perkembangan kerusakan SSP.
2) Catat ada atau tidaknya refleks - refleks tertentu seperti
refleks menelan, batuk dan Babinski.
R/ Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada
tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat
berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Kehilangan refleks berkedip mengisyaratkan adanya
kerusakan pada daerah pons dan medulla. Tidak adanya
refleks batuk meninjukkan adanya kerusakan pada medulla.
Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma
sepanjang jalur pyramidal pada otak.
3) Pantau tekanan darah
R/ tekanan darah yang menurun mengindikasikan terjadinya
penurunan aliran darah ke seluruh tubuh.
4) Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang
tidak sesuai.
R/ adanya gelisah menandakan bahwa terjadi penurunan
aliran darah ke hipoksemia.
5) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15 - 45 derajat sesuai
toleransi atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada
pada posis netral.
R/ Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan
TIK.
6) Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan
d. Disabiliy (kesadaran)
Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi injuri b/d penurunan
kesadaran.
Intervensi :
1) Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi
R/ Memonilisasi rangsangan yang dapat menurunkan TIK
2) Kaji tanda - tanda penurunan kesadaran.
R/ Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
3) Observasi TTV
R/ Mengetahui keadaan pasien
4) Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
R/ Perubahan posisi secara teratur menyebabkan
penyebaran terhadap BB dan meningkatkan sirkulasi pada
seluruh bagian tubuh
5) Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak
R/ melakukan mobilisasi fisik dan mempertahankan
kekuatan sendi
3. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Sesuai dengan intervensi
4. EVALUASI
a. Jalan nafas pasien Kembali efektif
b. Pola nafas Kembali efektif
c. Gangguan perfusijaringan teratasi
d. Resiko injury dapat dicegah
BAB II
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : Ny S
Umur : 55 Tahun 9 Bulan 26 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Gg. Purwo Dusun II Limau Manis
No Register : 0322A6925
Tgl Register : 23-03-2022 (14:46:03)
No Rekam Medik : 391913
Tanggal Masuk : 23 Maret 2022
Tanggal Pengkajian : 23 Maret 2022
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Rositi
Umur : 34 Tahun
Hubungan dgn klien : Anak Kandung
Alamat : Gg. Purwo Dusun II Limau Manis
2. Breathing
Fungsi pernafasan
Frekuensi : 28 x/menit
Retraksi Otot bantu nafas : Ada
Kelainan dinding thoraks :
Bunyi nafas : Ronchi
Hembusan nafas : Lemah
3. Circulation
Keadaan sirkulasi
Tingkat kesadaran : Koma
Perdarahan : Tidak ada
Kapilari Refill : <2 detik
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi radial/carotis : Teraba
Akral perifer : Hangat
4. Disability
Pemeriksaan Neurologis
GCS 8 : E: 4 V: 5 M:6
Reflex fisiologis : Normal
Data Penunjang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret
yang berlebihan
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake yang
tidak adekuat
3. Resiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d hiperglikemia
yang tidak terkontr
3. INTERVENSI KEPERAWATAN