Anda di halaman 1dari 14

BRONCHOPNEUMONIA

1. PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam
bronchi dan meluas di parenkim paru yang berdekatan disekitarnya
(Smeltzer,2017).
Bronchopneumoni disebut juga pneumonia lobularis, yaitu radang paru-
paru yang di sebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan lain- lain (Reeves, 2015).
Bronchopneumonia/pneumonia lobaris merupakan radang paru yang
menyebabkan bronkhioli terminal. Bronkhioli terminal tersumbat oleh eksudat
yang berbentuk bercak- bercak., kemudian menjadi bagian yang terkonsulidasi
atau membentuk gabungan dan meluas ke parenkim paru (Zul, 2017).
Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan
atas, demam, infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan
tubuh.
2.  ETIOLOGI
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernapasan yang terdiri
atas : refleks glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan sillia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dari sekresi humoral setempat.
Broncopneumonia dapat disebabkan oleh (Kozier, 2016):
a. Bakteri : streptococcus, straphylococcus, influenmza
b. Virus : legionella pneumonia, virus influenza
c. Jamur : aspergilus, candida albicons
d. Aspirasi makanan, sekresi oropharing/isi lambung ke dalam paru
e. Kongesti paru kronik
f. Flora normal, hidrokarbon.
3.  PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakter, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon
(minyak tanah, bensin dan sejenisnya). Serta aspirasi (masuknya isi lambung ke
dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme akan masuk melalui percikan
ludah (droplet) infasi ini akan masuk ke saluran pernapasan atas dan menimbulkan
reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana saat
terjadi peradangan ini tubuh akan menyesuaikan diri sehingga timbulah gejala
demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini akan menimbulkan secret. Semakin lama secret
semakin menumpuk di bronkus sehingga aliran bronkus menjadi semakin sempit
dan pasien akan merasa sesak. Selain terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret
akan sampai ke alveolus paru dan mengganggu system pertukaran gas di paru.
Selain menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna saat ia terbawa oleh darah. Bakteri ini akan membuat flora normal
dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract (Price,
2014).
PATHWAY
4.  GEJALA KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi disalurran napas
atas beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami
tanda dan gejala yang khas yaitu seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis,
batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernapas menggunakan otot aksesorius
dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan
terdengar ketika terjadi konsolidasi (Smeltzer, 2017).
5.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
2) Laju endap darah meningkat 100mm
3) ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
4) GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi  CO2
5) Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin
ringan karena peningkatan suhu tubuh.
b. Pemeriksaan Radiologi
Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.
(Nettina, 2017).
6.   PENATALAKSANAAN
a. Antibiotic seperti; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
b. Terapi oksigen (O2)
c. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian
bronkodilator.
d. Istirahat yang cukup
e. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500
mg/ hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
7.   KOMPLIKASI
a.   Atelektasis : Pengembangan paru yang tidak sempurna.
b.   Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
c.   Abses paru : Pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
d.   Endokarditis : Peradangan pada endokardium.
e.   Meningitis : Peradangan pada selaput otak.
8.  PENCEGAHAN PADA ANAK
a.  Hindari anak dari paparan asap rokok, polusi dan tempat keramaian yang
berpotensi penularan.
b.  Hindari kontak anak dengan penderita ISPA
c.  Membiasakan pemberian ASI
d.  Segera berobat jika terjadi demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara
sesak dan sesak pada anak.
e.   Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.   PENGKAJIAN KEPERAWATAN.
1)    Identitas.
2)    Riwayat Keperawatan.
a.  Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,
diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung
dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja
berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b.   Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat
naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang
karena demam yang tinggi.
c.   Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
d.   Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang
lainnya.
e.   Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi
pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan
ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau
banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota
keluarga perokok.
f.    Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah
karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder.
g.   Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h.   Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein =
MEP).
3)   Pemeriksaan persistem.
a.   Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b.  Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas,
pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif
atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak
teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah
terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan
keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c.  Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun,
lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin
belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan
personde.
d.  Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin
belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi
(ringan sampai berat).
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus
pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f.  Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g.  Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h.  Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat,
akral hangat, kulit kering, .
i.  Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
4)   Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m3
dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara
broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test
resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya.
Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya
dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x
ray) dilakukan untuk melihat :  
a. Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
b. Luas daerah paru yang terkena.
c. Evaluasi pengobata
d. Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau
beberapa lobur.
e. Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.

2.       DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan
batuk.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada
jaringan paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis,
PaO2 menurun, sesak nafas.
c. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme sekunder terhadap demam dan proses infeksi ditandai
dengan nafsu makan menurun, BB turun, mual dan muntah, turgor kulit
tidak elastis.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai O2 dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan tidak mampu
berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai kemampuan tanpa
bantuan.
f. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan suhu tubuh,kehilangan cairan karena berkeringat banyak,
muntah atau diare.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terpajan bakteri patogen.
3.      INTERVENSI
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi TTV terutama
bersihan jalan nafas keperawatan selama (…x…) respiratory rate
berhubungan dengan diharapkan jalan nafas pasien 2. Auskultasi area dada atau paru,
peningkatan efektif dengan criteria hasil : catat hasil pemeriksaan
produksi sputum jalan nafas paten, tidak ada 3. Latih pasien batuk efektif dan
bunyi nafas tambahan, tidak nafas dalam
sesak, RR normal 4. Lakukan suction sesuai indikasi
(35-40x/menit), tidak ada 5. Memberi posisi semifowler atau
penggunaan otot bantu nafas, supinasi dengan elevasi kepala
tidak ada pernafasan cuping 6. Anjurkan pasien minum air
hidung hangat
Kolaborasi :
7.Bantu mengawasi efek
pengobatan nebulizer dan
fisioterapi nafas lainnya
8. Berikan obat sesuai indikasi,
seperti mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesic
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan (..x..) 1. Kaji frekuensi, kedalaman,
pertukaran gas diharapkan ventilasi pasien kemudahan bernapas pasien.
berhubungan dengan tidak terganggu dengan KH : 2. Observasi warna kulit, membran
proses infeksi pada GDA dalam rentang normal mukosa bibir.
jaringan paru ( PO2 = 80 – 100 mmHg, 3. Berikan lingkungan sejuk,
(perubahan PCO2 = 35 – 45 mmHg, pH = nyaman, ventilasi cukup.
membrane alveoli) 7,35 – 7,45, SaO2 = 95 – 99 4. Tinggikan kepala, anjurkan
%), tidak ada sianosis, pasien napas dalam dan batuk efektif.
tidak sesak dan rileks. 5. Pertahankan istirahat tidur.
6. Kolaborasikan pemberian
oksigen dan pemeriksaan lab
(GDA)
3. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji suhu tubuh pasien
berhubungan dengan keperawatan selama (...x...) 2. Pertahankan lingkungan tetap
inflamasi terhadap diharapkan suhu pasien turun sejuk
infeksi saluran nafas atau normal (36,5 – 37,5°C) 3. Berikan kompres hangat basah
dengan KH: pasien tidak pada ketiak, lipatan paha, kening
gelisah, pasien tidak (untuk sugesti)
menggigil, akral teraba hangat, 4. Anjurkan pasien untuk banyak
warna kulit tidak ada minum
kemerahan. 5. Anjurkan mengenakan pakaian
yang minimal atau tipis
6. Berikan antipiretik sesuai
indikasi
7. Berikan antimikroba jika
disarankan
4. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji penyebab mual muntah
kebutuhan tubuh keperawatan selama (...x...) pasien
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Berikan perawatan mulut
peningkatan pasien adekuat dengan KH: 3. Bantu pasien membuang atau
metabolisme nafsu makan pasien meningkat, mengeluarkan sputum sesering
sekunder terhadap BB pasien ideal, mual muntal mungkin
demam dan proses berkurang, turgor kulit elastis, 4. Anjurkan untuk menyajikan
infeksi pasien tidak lemas makanan dalam keadaan hangat
5. Anjurkan pasien makan sedikit
tapi sering
6. Kolaborasikan untuk memilih
makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi selama sakit
5. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Evaluasi tingkat kelemahan dan
berhubungan dengan keperawatan selama (…x…) toleransi pasien dalam
ketidakseimbangan diharapkan toleransi pasien melakukan kegiatan
antara suplai O2 terhadap aktifitas meningkat 2. Berikan lingkungan yang tenang
dengan kebutuhan dengan KH : pasien mampu dan periode istirahat tanpa
oksigen berpartisipasi dalam kegiatan ganguan
sehari – hari sesuai 3. Bantu pasien dalam melakukan
kemampuan tanpa bantuan, aktifitas sesuai dengan
pasien mampu mempraktekkan kebutuhannya
teknik, penghematan energy, 4. Berikan oksigen tambahan
TTV stabil (S = 36,5°C –
37,5°C, N = 75 – 100x/menit,
RR = 35 -40 x/ menit)
6. Resiko tinggi setelah dilakukan asuhan 1. Observasi TTV @ 2- 4 jam, kaji
kekurangan volume keperawatan selama (…x…) turgor kulit.
cairan berhubungan diharapkan volume cairan 2. Pantau intake dan output cairan
dengan peningkatan tubuh pasien seimbang dengan 3. Anjurkan pasien minum air yang
suhu KH : membrane mukosa pasien banyak
tubuh,kehilangan lembab, turgor kulit baik, Kolaborasi
cairan karena pengisian capiler cepat / < 4. Berikan terapi intravena seperti
berkeringat banyak, 3detik, input dan output infuse sesuai indikasi
muntah atau diare. seimbang, pasien tidak muntah. 5. Pasang NGT sesuai indikasi
Pasien tidak diare, TTV normal untuk pemasukan cairan
(S = 36,5°C – 37,5°C, N = 75 –
100x/menit, RR = 35 -40 x/
menit)
7. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji suhu badan 8 jam
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam 2. Monitor tanda dan gejala infeksi
resiko terpajan diharapkan infeksi tidak terjadi sistemik dan lokal
bakteri patogen. dengan KH: klien bebas dari 3. Inspeksi kulit dan membran
tanda dan gejala infeksi, mukosa terhadap kemerahan,
menunjukkan kemampuan panas
untuk mencegah timbulnya 4. Ajarkan pasien dan keluarga
infeksi, jumlah leukosit dalam tanda dan gejala infeksi
batas normal, menunjukkan Kolaborasi
perilaku hidup sehat 5. Berikan terapi antibiotik

DAFTAR PUSTAKA
Kozier, B. 2016., Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep proses dan

praktik. Edisi.7. Jakarta: EGC.


Nettina, Sandra M. 2017. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2014. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease

Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

Reevers, Charlene J, et all. 2015. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba

Medica.

Smeltzer, Suzanne C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,

Jakarta : EGC

Zul Dahlan. 2017. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai