Kami mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan individu
dalam upaya untuk mencapai tujuan. Sementara motivasi umum berkaitan dengan upaya menuju tujuan
apa pun, kami akan mempersempit fokus ke tujuan organisasi.
Intensitas menggambarkan seberapa keras seseorang berusaha. Ini adalah elemen yang sebagian besar
dari kita fokuskan ketika kita berbicara tentang motivasi. Namun, intensitas tinggi tidak mungkin
mengarah pada hasil kinerja pekerjaan yang menguntungkan kecuali upaya tersebut disalurkan ke arah
yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kami mempertimbangkan kualitas upaya serta
intensitasnya. Upaya yang diarahkan ke, dan konsisten dengan, tujuan organisasi adalah jenis upaya
yang harus kita cari. Terakhir, motivasi memiliki dimensi ketekunan. Ini mengukur berapa lama
seseorang dapat mempertahankan usaha. Individu yang termotivasi bertahan dengan tugas cukup lama
untuk mencapai tujuan mereka.
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan Abraham Maslow yang berhipotesis
bahwa dalam setiap manusia ada hierarki lima kebutuhan. Baru-baru ini, kebutuhan keenam telah
diajukan untuk tingkat tertinggi—intrinsik
nilai-nilai—yang dikatakan berasal dari Maslow, tetapi belum diterima secara luas. 5 Lima kebutuhan
awal adalah:
1. Fisiologis. Meliputi rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan tubuh lainnya.
4. Harga diri. Faktor internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, dan faktor eksternal seperti
status, pengakuan, dan perhatian.
5. Aktualisasi diri. Berkendara untuk menjadi apa yang kita mampu; mencakup pertumbuhan,
pencapaian potensi kita, dan pemenuhan diri.
Menurut Maslow, ketika setiap kebutuhan secara substansial terpenuhi, kebutuhan berikutnya menjadi
dominan. Jadi, jika Anda ingin memotivasi seseorang, Anda perlu memahami tingkat hierarki orang
tersebut saat ini dan fokus pada pemenuhan kebutuhan pada atau di atas tingkat itu. Kami
menggambarkan hierarki sebagai piramida di Tampilan 7-1 karena ini adalah presentasinya yang paling
terkenal, tetapi Maslow mengacu pada kebutuhan hanya dalam hal level.
Teori Maslow telah lama mendapat pengakuan luas, terutama di kalangan manajer yang berpraktik. Ini
secara intuitif logis dan mudah dimengerti, dan beberapa penelitian telah memvalidasinya. Sayangnya,
bagaimanapun, sebagian besar penelitian tidak, dan itu tidak sering diteliti sejak tahun 1960-an. Tetapi
teori-teori lama, terutama yang logis secara intuitif, mati dengan susah payah. Dengan demikian penting
untuk menyadari penerimaan publik yang berlaku dari hierarki ketika membahas motivasi
Kepemilikan Sosial, contohnya kasih sayang, rasa memiliki penerimaan, dan persahabatan.
Harga Diri, Faktor intern: harga diri, otonomi, perhatian. Faktor Ekstern : status, pengakuan, perhatian.
Ethical Dilema
Apakah menurut Anda mungkin untuk program reward yang bermula menghargai perilaku yang sesuai
di awalnya tetapi kemudian mulai menghargai yang salah dari waktu ke waktu? Mengapa?
Menurut Anda, apakah mungkin bagi program penghargaan untuk mulai memberi penghargaan pada
perilaku yang sesuai pada awalnya, tetapi kemudian mulai memberi penghargaan pada hal yang salah
dari waktu ke waktu? Mengapa atau mengapa tidak?
Jawaban:
Ya, sangat mungkin terjadi apabila penghargaan pada perilaku yang sesuai kemudian menjadi salah dari
waktu-kewaktu karena bisa saja tujuan dari reward yang awalnya baik tapi tidak sesuai dengan
kenyataan atau tanggapan dari penerima reward tersebut. Sebagai contoh pada suatu perusahaan
menetapkan bahwa jika karyawannya tepat waktu saat datang ke kantor akan mendapatkan bonus.
Pada awalnya itu ditujukan untuk meningkatkan tingkat disiplin para karyawan tetapi itu tidak menjamin
bahwa kinerja karyawan akan menjadi lebih baik karena mereka hanya mengejar bonus yang diberikan
pada saat kehadiran tepat waktu.
Menurut kami, reward diberikan oleh sebuah perusahaan yang pasti menginginkan karyawan yang
memiliki kinerja yang baik dan motivasi diri secara terus menerus sehingga perusahaan akan mampu
menjadi tempat bekerja yang dapat membuat karyawan semakin berkembang. Dan memberikan
punishment ketika karyawan itu lalai dalam pekerjaannya. Sehingga menurut kami sebuah perusahaan
tidak mungkin untuk memberikan program reward dalam menghargai yang salah dari waktu ke waktu.
- Iya sangat mungkin sebuah reward pada awalnya terlihat “baik” namun kemudian akan menjadi
sesuatu yang “salah”. Hal ini menurut saya karena tujuan dari reward tidak sesuai dengan
kenyataan atau tanggapan dari si penerima reward. Misalnya, seorang dosen yang memberikan
reward untuk siswa yang masuk kelas offline, mungkin banyak siswa akan tertarik dengan
reward itu. Namun kemudian tidak ada jaminan bahwa siswa itu mendengarkan, mereka hanya
datang untuk mendapatkan poin
Do you think it is possible for a reward program to start out rewarding the appropriate behavior at its
inception but then begin to reward the wrong thing over time? Why or why not?
- Kondisi yang ada ini menciptakan program penghargaan yang mengapresiasi “hal yang salah”
karena:
Tidak lagi mencapai tujuan dari adanya apresiasi yang diberikan seiring dengan penurunan
efisiensi.
Adanya kemungkinan karyawan yang menerima penghargaan hanya berfokus pada hadiah yang
akan diberikan; sehingga program yang ada ini memberikan penghargaan sesuai dengan
parameter yang telah ditetapkan tanpa meliputi faktor-faktor pendukungnya, padahal secara
tidak langsung perusahaan ingin memberikan penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan
dari adanya riwayat kehadiran yang sempurna, dan menunjukan perusahaan memberikan
penghargaan yang “salah”.
Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa ada kemungkinan terjadinya sebuah program
penghargaan yang awalnya hadir untuk memberikan apresiasi terhadap suatu tindakan tertentu
menjadi memberikan penghargaan kepada hal yang salah dari waktu ke waktu.