Anda di halaman 1dari 2

Beberapa media yang dapat digunakan untuk memperbanyak virus di antaranya

adalah telur ayam bertunas, biakan sel, dan hewan percobaan. Telur ayam
bertunas merupakan media perbanyakan virus yang paling sering digunakan untuk
menumbuhkan virus AI (Murtini et al., 2006)

Salah satu media untuk memperbanyak virus AI adalah telur ayam bertunas
(TAB) berumur 9-10 hari. Perbanyakan virus mutlak diperlukan pada proses
pembuatan vaksin AI. Umumnya TAB yang digunakan untuk memperbanyak
virus AI-H5N1 adalah telur spesific pathogen free (SPF) (Kencana et al.,2012)

Telur ayam bertunas yang akan digunakan diperiksa telebih dahulu di dalam
ruangan gelap dengan menggunakan eggs candler/ teropong telur. Hal ini
bertujuan untuk menentukan fertilitas telur dan untuk memastikan keadaan embrio
masih dalam keadaan sehat. Caranya adalah dengan melihat gerakan embio dan
mengamati keadaan pembuluh darahnya yang masih tampak merah. Setelah
didapatkan telur yang sehat maka langkah selanjutnya adalah membuat tanda pada
kantong udara dengan menggunakan pensil. Di bagian atas kantong udara juga
diberikan tanda dengan menggunakan pensil untuk tempat melubangi telur.
Langkah selanjutnya adalah memberikan tanda angka pengenceran virus yang
akan diinokulasikan pada setiap telur yang digunakan (Kencana et al., 2014).

Inokulasi suspensi virus dilakukan melalui ruang alantois telur ayam berembrio
(TAB) umur sembilan hari dengan dosis 0.1 ml per telur. Telur diinkubasikan
pada inkubator bersuhu 370C selama tiga hari dan diamati setiap hari. Panen
cairan alantois dilakukan 3x24 jam pascainokolasi dan selanjutnya digunakan
sebagai sumber antigen (Kencana et al.,2012)

Setiap pengenceran virus diinokulasikan sebanyak 0,1 mL pada telur SPF dan
Inokulasi dilakukan melalui ruang alantois (alantois cavity) dengan menggunakan
spuit 1 mL. Lubang tempat inokulasi selanjutnya ditutup dengan menggunakan
lem silikon. Telur ayam bertunas yang telah diinfeksi virus AI-H5N1 kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC di dalam inkubator selama dua hari. Pengamatan
terhadap keadaan embrio dilakukan setiap 12 jam dengan cara diteropong
(candling) untuk memastikan bahwa embrio masih hidup. Telur yang embrionya
telah mati segera dikeluarkan dari inkubator untuk selanjutnya dimasukkan ke
dalam refrigerator bersuhu 4 °C guna mencegah terjadinya pembusukan (Murtini
et al., 2006).

Daftar pustaka

Kencana, G.A.Y., Mahardika, G.N.K., Suardana, I.B.K., Astawa, N.M., Dewi,


N.M.K. dan Putra, G.N.N. (2012). Pelacakan kasus flu burung pada ayam dengan
reverse transcriptase polymerase chain reaction. Jurnal Veteriner, 13(1): 67-90.

Murtini, S., Murwani, R., Satrija, F. dan Malole, M.B.M. (2006). Penetapan
inokulasi pada telur ayam berembrio sebagai media uji khasiat ekstrak benalu teh.
Jurnal ITV, 11(2): 17-22.

Kencana, G.A.Y., Suartha, N., Nurhandayani, A. dan Ramadhan, M. (2014).


Kepekaan telur spesifik pathogen free dan clean egg terhadap virus flu burung.
Jurnal Veteriner, 15(1).

elisa

Susanto CE. Penyakit Rabies Makin Meluas, 2009.


http://www.mediaindonesia.com/read/2009/10/26/ 102330/71/14/Penyakit-rabies-
makin-meluas

Jackson AC, Johannsen EC. Rabies and other Rhabdovirus infection: Harrison’s Principles
of internal medical, 17th ed, Vol. 1. Mc Graw-Hill, New York, 2008.

Zakaria F, Yudianingtyas DW, Kertayadnya G. Situasi Rabies di Beberapa Wilayah


Indonesia Timur Berdasarkan Hasil Diagnose Balai Besar Veteriner Maros. Maros. 2005.

Tanzil, K. (2014). Penyakit rabies dan penatalaksanaannya. Jurnal Kesehatan dan


Lingkungan, 1(1); 61-67.

Anda mungkin juga menyukai