Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH ALJABAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Matematika


Sekolah II

Dosen pengampu: Umi Hanifah, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5:

Sulastri Amelia Putri (2031719021)


Siti Miswaro (2031719009)
Izza Afkarina (2031719011)

INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS NAHDLATUL ULAMA PASURUAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Geometri dan Pengukuran” ini dengan baik dan lancar. Dalam menyelesaikan makalah ini,
penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah dapat menjadi lebih baik lagi.
Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun, para pembaca, dan
merupakan salah satu pengabdian kita kepada Allah SWT.
Pasuruan, 3 Maret 2022

Kelompok V

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aljabar merupakan salah satu cabang dari matematika. Dalam kurikulum
Indonesia, aljabar diajarkan secara implisit maupun eksplisit, mulai dari tingkat
sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Pembelajaran aljabar di sekolah menengah
pertama maupun sekolah menengah atas mencakup pola dan bentuk, ekspresi dan
operasi aljabar serta penerapannya (Permendikbud No.24 tahun 2016). Penguasaan
konsep dan keterampilan aljabar menjadi salah satu tuntutan kurikulum Indonesia
sejak beberapa dekade belakangan. Siswa pada tingkat sekolah menengah pertama
maupun sekolah menengah atas diharapkan sudah mampu menguasai bahkan lancar
menggunakan konsep aljabar, baik dalam masalah matematis maupun dalam
kehidupan sehari-hari (Permendikbud No.24 tahun 2016).
Seiring dengan perkembangan zaman, konsep aljabar juga digunakan dalam
berbagai bidang keilmuan. Ekspresi dan persamaan aljabar terlibat dalam
penghitungan untung rugi sederhana hingga prediksi kebijakan ekonomi di masa
depan. Pengembangan teknologi komunikasi dan informasi pun melibatkan aljabar
tingkat lanjut, dalam pembuatan koding dan logika bahasa mesin. Berbagai bentuk
perhitungan dalam kehidupan sehari-hari pun melibatkan konsep aljabar. Usiskin
(1995) menyatakan bahwa
Without a knowledge of algebra, you are more likely to make unwise decisions,
financial and otherwise; and you will not be able to understand many ideas discussed
in chemistry, physics, the earth sciences, economics, business, psychology, and many
other areas.
Atau dapat dikatakan tanpa pengetahuan aljabar yang benar, seseorang mungkin
untuk ceroboh dalam mengambil keputusan dan mengelola keuangan serta kurang
mampu dalam memahami berbagai ide yang ada dalam ilmu kimia, fisika, ilmu bumi,
ekonomi, bisnis, psikologi dan berbagai area lainnya
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Persamaan Dan Pertidaksamaan Nilai Mutlak Linier Satu
Variabel?
2. Sistem Persamaan Linier Tiga Variable
3. Induksi matematika

1
4. Fungsi
5. Matrik
6. Barisn dan deret
C. Tujuan
1. Mengetahui materi tentang pengertian Persamaan Dan Pertidaksamaan Nilai
Mutlak Linier Satu Variabel
2. Mengetahui materi tentang Sistem Persamaan Linier Tiga Variable
3. Mengetahui materi tentang Induksi matematika
4. Mengetahui materi tentang Fungsi
5. Mengetahui materi tentang Matrik
6. Mengetahui materi tentang Barisn dan deret

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Persamaan Dan Pertidaksamaan Nilai Mutlak Linier Satu Variabel


Nilai mutlak secara sederhana selalu bernilai positif atau nol. Misalkan jika Asiyah
berdiri diantara dua benda, benda pertama jaraknya 3 langkah dari sisi sebelah kanan dan
benda kedua jaraknya 5 langkah dari kiri maka benda-benda tersebut keduanya bernilai
positif, baik yang dari arah sebelah kanan atau sebelah kiri. Dengan demikian, tidak
mungkin jarak bernilai negatif, tetapi mungkin saja bernilai nol.
Nilai mutlak merupakan konsep yang implisit, sehingga konsep ini merupakan salah
satu subjek matematika yang sulit (Cornu, 2002; Ciltas & Tatar, 2011). Kesan buruk
tersebut tercipta tidak hanya pada konsep ini saja melainkan pada konsep yang lebih tinggi
yang melibatkan nilai mutlak sebagai materi prasyaratnya (Duroux, 1983; Karp &
Marcantonio, 2010). Implikasinya, konsepsi nilai mutlak dapat menjadi penghambat dalam
belajar (learning obstacle) pada materi persamaan dan pertidaksaman nilai mutlak bentuk
linear satu variabel. Brousseau (2002) menjelaskan bahwa ada tiga jenis learning obstacle
yang dialami siswa. Epistemological obstacle adalah hambatan belajar yang disebabkan
oleh pemahaman konsep siswa terbatas pada suatu konteks. Ontogenic obstacle adalah
hambatan siswa karena faktor psikologis, siswa belum siap secara mental dalam
menghadap materi, dalam hal ini cara berfikir siswa yang belum masuk faktor usia.
Didactical obstacle adalah hambatan belajar yang terjadi akibat pengajaran guru.
Dari penjabaran di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa secara geometris, nilai
mutlak suatu bilanganadalah jarak antara bilangan itu dengan nol pada garis bilangan real.

3
Misalkan x adalah bilangan real, dimana |𝑥| dibaca nilai mutlak x, maka:

Untuk mengetahui hubungan dengan perhatikan tabel berikut:

Tabel 1: Hubungan |𝑥 | dengan√𝑥 2

Perhatikan Tabel 1. Semua bilangan bulat (positif atau negatif) jika dikuadratkan
akan bernilai positif. Sehingga, selain menggunakan definisi, untuk mencari nilai mutlak x
satu variabel dapat juga menggunakan √𝑥2
Contoh:

Persamaan Nilai Mutlak Linear Satu Variabel


Tentukan nilai x (jika ada) yang memenuhi setiap persamaan berikut:

Jawaban:

4
2. |𝑋 + 2| = −5 (Tidak ada nilai x yang memenuhi karena nilai mutlak selalu
bernilai positif atau nol)

Sehingga:

Alternatif 2: Menggunakan persamaan

5
Nilai x yang memenuhi adalah {− 1 , 5}
3

Pertidaksamaan Nilai Mutlak Linear Satu Variabel


Sama halnya dengan persamaan nilai mutlak linear satu variabel, penyelesaian
pertidaksamaan nilai mutlak linear satu variabel juga dengan menggunakan definisi nilai
mutlak atau menyamakan nilai mutlak xdengan akar kuadrat x.
Sifat-sifat pertidaksamaan nilai mutlak untuk dan

Contoh:
Tentukan nilai xyang memenuhi persamaan berikut:

Penyelesaian:

6
Nilai x yang memenuhi:

7
Alternatif 1: Menggunakan definisi
Untuk mempermudah, pertama-tama buatlah batasannya:

Untuk mempermudah maka buatlah garis bilangannya

Dari garis bilangan diatas, maka:

8
B. Sistem Persamaan Linier Tiga Variable
1. Pengertian Persamaan Linear Tiga VariabeL
Persamaan linear tiga variabel adalah persamaan yang mengandung tiga variabel
dimana pangkat/derajat tiap-tiap variabelnya sama dengan satu. Bentuk umum
persamaan linear tiga variabel adalah:
ax + by + cz = p
dimana = x, y dan z adalah variabel

9
2. Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel
Sistem persamaan linear tiga variabel adalah tiga persamaan linear tiga variabel
yang mempunyai hubungan diantara ketiganya dan mempunyai satu penyelesaian.
Bentuk umum sistem persamaan linear dua variabel adalah:
ax + by + cz =
u px + qy + rz =
t
dimana: x, y dan z disebut
variabel a, b,c, p, q, dan r disebut
koefisien u dan t disebut konstanta
3. Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel
Ada beberapa cara menyelesaikan sistem persamaan linear tiga variabel, antara lain :
a. Metode eliminasi
Metode ini bekerja dengan care mengeliminasi (menghilangkan) variabel-variabel
di dalam sistem persamaan hingga hanya satu variabel yang tertinggal.
Pertama-tama, lihat persamaan-persamaan yang ada dan coba cari dua persamaan
yang mempunya koefisien yang sama (baik positif maupun negative) untuk
variabel yang sama. Misalnya, lihat persamaan (1) dan (3). Koefisien untuk y
adalah 1 dan - 1 untuk masing-masing persamaan. Kita dapat mejumlah kedua
persamaan ini untuk menghilangkan y dan kita mendapatkan persamaan (4).
Carilah nilai
x, y dan z yang memenuhi sistem persamaan linear tiga variabel berikut:

Pembahasan:
Kita akan menggunakan metode eliminasi dengan mengikuti langkah-langkah yang
dijelaskan di atas.
Langkah 1: Ambil dua persamaan yakni persamaan 1 dan 2. Karena koefisien
variabel Z adalah sama, maka kita akan eliminasi variabel z dengan cara
menambahkan kedua persamaan tersebut sehingga diperoleh persamaan baru
dengan dua variabel yakni x dan y

10
Langkah 2: Ulangi Langkah 1 pada pasangan persamaan lain. Kita ambil pasangan
persamaan 2 dan 3. Kita perlu eliminasi variabel z dengan cara mengalikan
persamaan 2 dengan nilai 2 dan persamaan tiga dengan nilai 1, yakni

Langkah 3: Dari Langkah 2, kita peroleh nilai X = 5 Dengan substitusi nilai X ke


persamaan (iv) kita peroleh nilai y yakni

Substitusi nilai X dan y pada persamaan 2 (anda bebas memilih salah satu dari tiga
persamaan yang diberikan pada soal). Kita peroleh

Langkah 4: Jadi, penyelesaian dari sistem persamaan linear tiga variabel tersebut
adalah (x,y,z)=(5,3,−1)(x,y,z)=(5,3,−1).
b. Metode Substitusi
Berikut adalah langkah-langkah untuk menerapkan metode substitusi pada sistem
persamaan linear tiga variabel (SPLTV):
1. Ubah salah satu persamaan pada sistem persamaan dan nyatakan X sebagai
fungsi dari y dan z, atau Y sebagai fungsi dari x dan z, atau Z sebagai fungsi
dari x dan y
2. Substitusi fungsi X atau y atau z dari Langkah 1 pada dua persamaan lain
sehingga diperoleh sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).

11
3. Selesaikan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) tersebut. Kita telah
membahas penyelesaian SPLDV, sehingga tidak akan dijelaskan lagi di sini.
Contoh:
Tentukan nilai x, Y dan z dari sistem persamaan linear tiga variabel berikut.

Pembahasan:
Kita akan menggunakan metode substitusi dengan mengikuti langkah-langkah yang
dijelaskan di atas.
Langkah 1: Ubah persamaan pertama (anda bebas mengubah persamaan manapun)
sehingga diperoleh Z sebagai fungsi dari x dan y, yakni

Langkah 2: Substitusi persamaan (iv) ke persamaan lain yakni persamaan dua dan
tiga, lalu lakukan penyederhanaan. Kita peroleh

Perhatikan bahwa kita telah memperoleh nilai x dan y, yakni X =−5 dan y =−3.
Dengan mensubstitusi nilai x dan y pada persamaan (iv), kita peroleh nilai z yakni

12
Jadi, nilai x,Y dan z yang memenuhi sistem persamaan linear tiga variabel tersebut
adalah x=−5,y=−3,z=2 atau kita nyatakan dengan (x,y,z)=(−5,−3,2).
c. Cara Gabungan (Eliminasi dan Substitusi)
Cara gabungan yaitu dengan menggabungkan cara eliminasi dan cara subsitusi
C. Induksi Matematika
a. Definisi induksi matematika
Induksi matematika merupakan suatu metode pembuktian deduktif dalam
matematika untuk menyatakan suatu pernyataan adalah benar untuk semua bilangan
asli. Meski namanya induksi. Induksi matematika atau disebut juga induksi lengkap
sering dipergunakan untuk pernyataan-pernyataan yang menyangkut bilangan-bilangan
asli.
Pembuktian cara induksi matematika ingin membuktikan bahwa teori atau sifat
itu benar untuk semua bilangan asli atau semua bilangan dalam himpunan bagiannya.
Caranya ialah dengan menunjukkan bahwa sifat itu benar untuk n = 1 (atau S(1) adalah
benar), kemudian ditunjukkan bahwa bila sifat itu benar untuk n = k (bila S(k) benar)
menyebabkan sifat itu benar untuk n = k + 1 (atau S(k + 1) benar).
Untuk membuktikan apakah pernyataan ini bernilai benar atau tidak untuk
semua bilangan asli, ada dua langkah yang dilakukan, yaitu:
Jika benar, dan
Jika benar yang mengakibatkan juga benar,
Maka bernilai benar untuk setiap bilangan asli n.
Misalkan akan dibuktikan suatu pernyataan bahwa jumlah n bilangan asli
pertama, yaitu 1+2+...+n, adalah sama dengan .Untuk membuktikan bahwa pernyataan
itu berlaku untuk setiap bilangan asli, langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Cara biasa/basis
Menunjukkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk n = 1. Jelas sekali
bahwa jumlah 1 bilangan asli pertama adalah = 1. Jadi pernyataan tersebut
adalah benar untuk n = 1. Untuk n =1, Ruas kiri = 1 Sedangkan Ruas
kanan = 1 Kerena ruas kiri = ruas kanan, maka persamaan benar untuk n=1.
2. Menunjukkan bahwa jika pernyataan tersebut benar untuk n = k, maka
pernyataan tersebut juga benar untuk n = k+1.
Dengan induksi matematika dapat disimpulkan bahwa pernyataan tersebut
berlaku untuk setiap bilangan asli n.

13
b. Prinsip Induksi Matematika
Defenisi lain dari Induksi matematika (mathematical induction) adalah metode
pembuktian yang sering digunakan untuk menentukan kebenaran dari suatu pernyataan
yang diberikan dalam bentuk bilangan asli. Akan tetapi sebelum membahas mengenai
induksi matematika, kita akan membahas suatu prinsip yang digunakan untuk
membuktikan induksi matematika, yaitu prinsip terurut rapi (well-ordering principle)
dari bilangan asli. Seperti kita ketahui, himpunan bilangan asli adalah himpunan yang
memiliki anggota 1, 2, 3, … yang dapat dituliskan sebagai berikut.
Setelah mengingat mengenai himpunan bilangan asli, sekarang perhatikan prinsip
terurut rapi dari bilangan asli berikut.
1. Prinsip Terurut Rapi Bilangan Asli
Setiap himpunan bagian yang tidak kosong dari N memiliki anggota terkecil.
Secara lebih formal, prinsip tersebut menyatakan bahwa untuk setiap himpunan
tidak kosong V yang merupakan himpunan bagian dari N, maka ada v0 anggota V
sedemikian sehingga v0 ≤ v untuk setiap v anggota V.
Berdasarkan prinsip terurut rapi di atas, kita akan menurunkan prinsip
induksi matematika yang dinyatakan dalam bentuk himpunan bagian N. Adapun
Prinsip Induksi Matematika: Misalkan S adalah himpunan bagian N yang memiliki
2 sifat:
1. S memiliki anggota bilangan 1; dan
2. Untuk setiap k anggota N, jika k anggota S, maka k + 1 anggota S.
Maka diperoleh S = N.
Bagaimana dengan bukti formal dari prinsip induksi matematika?
Bukti Andaikan S ≠ N. Maka himpunan N – S bukan merupakan himpunan
kosong, sehingga berdasarkan prinsip terurut rapi, himpunan tersebut memiliki
anggota terkecil m. Karena 1 anggota S (berdasarkan hipotesis 1), maka m > 1.
Tetapi hal ini akan mengakibatkan bahwa m – 1 juga merupakan bilangan asli.
Karena m – 1 < m dan m adalah anggota terkecil dari N – S, maka m – 1 anggota
S. Sekarang kita akan menggunakan hipotesis 2 bahwa k = m – 1 merupakan
anggota S, maka k + 1 = (m – 1) + 1 = m juga anggota S. Akan tetapi pernyataan
ini akan kontradiksi bahwa m bukan anggota S. Sehingga N – S adalah himpunan
kosong atau dengan kata lain N = S.
Selain diformulasikan seperti di atas, Prinsip Induksi Matematika juga dapat
dinyatakan sebagai berikut. Untuk setiap n anggota N, misalkan P(n) merupakan

14
suatu pernyataan tentang n. Apabila:
1. P(1) benar.
2. Untuk setiap k anggota N, jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.
Maka P(n) benar untuk setiap n anggota N.

15
2. Prinsip Induksi Matematika (versi kedua)
Misalkan n0 anggota N dan misalkan P(n) merupakan pernyataan untuk setiap
bilangan asli n ≥ n0. Apabila:
Pernyataan P(n0) benar;
Untuk setiap k ≥ n0, jika P(k) benar mengakibatkan P(k + 1)
benar. Maka P(n) benar untuk semua n ≥ n0.
Berikut ini adalah contoh yang menunjukkan bagaimana Induksi Matematika
dapat digunakan untuk membuktikan pernyataan tentang bilangan asli. Contohnya
Pengubinan dengan Tromino.
Diberikan suatu papan catur 2^n x2^n (n > 0), dengan salah satu persegi di
bagian pojok dihilangkan, buktikan bahwa papan catur tersebut dapat ditutup
sempurna dengan tromino. (Tromino adalah gambar yang terdiri dari 3 persegi
yang sisinya saling bersinggungan, tetapi 3 persegi tersebut tidak dalam satu
barisan yang berjajar). Bukti Pernyataan tersebut benar untuk n = 1 karena secara
jelas papan catur 2^1 x2^1 yang salah satu persegi bagian pojok dihilangkan
memiliki bentuk yang sama dengan tromino. Andaikan pernyataan tersebut benar
untuk k anggota N. Diberikan papan catur dengan ukuran 2^(k+1) x2^(k+1) yang
salah satu persegi di bagian pojok dihilangkan. Bagilah papan catur tersebut
menjadi 4 papan catur 2^k x2^k A, B, C, dan D, dengan satu di antaranya, yaitu A,
memiliki bagian yang salah satu persegi di pojok hilang. Tempatkan 1 tromino, T,
di tengah-tengah papan catur 2^(k+1) x2^(k+1)sedemikian sehingga persegi-
persegi tromino tersebut berada di bagian B, C, dan D. Kemudian gunakan kasus n
= k untuk menutup bagian A, B – T, C – T, dan D – T dengan tromino. Proses
tersebut akan menutup papan catur 2^(k+1) x2^(k+1) tepat sempurna dengan
tromino-tromino. (Gambar di bawah ini mengilustrasikan untuk kasus n = 3).
c. Hubungan Prinsip Induksi Matematika
Hubungan prinsp induksi matematika tersebut dengan sebelumnya adalah
dengan memisalkan S = {n anggota N | P(n) adalah benar}. Sehingga kondisi 1 dan 2
pada Prinsip Induksi Matematika di awal secara berturut-turut berkorespondensi
dengan kondisi 1 dan 2 pada Prinsip Induksi Matematika terakhir. Selain itu,
kesimpulan S = N juga berkorespondensi dengan kesimpulan P(n) benar untuk setiap n
anggota N.
Asumsi bahwa “jika P(k) benar” dinamakan hipotesis induksi. Untuk
membangun hipostesis 2, kita tidak perlu menghiraukan kebenaran dari P(k), tetapi
16
yang perlu kita hiraukan adalah validitas dari “jika P(k), maka P(k + 1)”.
Misalkan, jika kita akan

17
menguji pernyataan P(n): “n = n + 5”, maka secara logis kondisi (2) adalah benar,
dengan menambahkan 1 pada kedua sisi P(k) untuk mendapatkan P(k + 1). Akan
tetapi, karena pernyataan P(1): “1 = 6” adalah salah, kita tidak dapat menggunakan
Induksi Matematika untuk menyimpulkan bahwa n = n + 5 untuk setiap n anggota N.
d. Contoh Soal Penggunaan Induksi Matematika
Gunakan induksi matematika untuk membuktikan bahwa 5^n-1 dapat dibagi 4 untuk
setiap n = 1, 2, ....
jawab:
Adapun langkah-langkahnya yaitu:
Akan ditunjukkan bahwa 5^n-1 habis dibagi 4 untuk n = 1. Maka 5^1-1 = 5− 1 = 4
habis dibagi 4.
Asumsikan bahwa 5^n-1 habis dibagi 4 untuk n = k, juga untuk n = k + 1,
5^n- 1 = (〖5)〗^(k+1)- 1 = [5.5^k]- 1
=[(1 + 4). 5^k]− 1
= [5^k +4. 5^k]−1
= (5^k− 1) + 4. 5^k
Karena n=k, maka jika k=1 akan berlaku, n=k=1. Jadi,
(5^k− 1) + 4. 5^k = (5^1-1)+4. 5^1
= (5-1)+4.5
= 4+20 = 24
Jadi, 24 dibagi 4 akan bernilai 6
Berlaku pula n = k = 2. Jadi,
(5k− 1) + 4.5k = (52-1)+4.52
= (25-1)+4.25
= 24+100 =124
Jadi, 124 dibagi 4 akan bernilai 31
D. Fungsi
1. Definisi fungsi
Fungsi dalam matematika adalah suatu relasi yang menghubungkan setiap
anggota x dalam suatu himpunan yang disebut daerah asal (domain) dengan suatu nilai
tunggal f(x) dari suatu himpunan kedua yang disebut daerah kawan (codomain).
Himpunan nilai yang diperoleh dari relasi tersebut disebut daerah hasil (range).

18
Jika ada dua himpunan, yaitu himpunan A dan himpunan B, maka suatu fungsi
dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu relasi yang khusus, yaitu relasi dimana
setiap anggota A dikawankan dengan tepat satu anggota B.
Untuk mendefinisikan fungsi dapat digunakan notasi berikut.
f:A→B
Dengan demikian kita telah mendefinisikan fungsi f yang memetakan setiap
elemen himpunan A kepada B. Notasi ini hanya mengatakan bahwa ada sebuah fungsi
f yang memetakan dua himpunan, A kepada B. Tetapi bagaimana tepatnya pemetaan
tersebut tidaklah terungkapkan dengan baik.
Syarat yang harus dipenuh supaya relasi tersebut dapat dikatakan sebagai fungsi
Pertama, setiap anggota A mempunyai pasangan di B. Jika ada salah satu anggota A
tidak memiliki pasangan di B, maka relasi tersebut bukan fungsi.
Kedua, setiap anggota A dipasangkan dengan tepat satu anggota B. Jika anggota A
memilik lebih dari satu pasangan maka relasi itu bukan fungsi. Syarat kedua ini tidak
berlaku untuk sebaliknya, maksudnya jika syarat pertama dipenuhi anggota B boleh
memiliki pasangan lebih dari satu di anggota A.
2. Cara menyatakan fungsi
Fungsi dapat dinyatakan dalam diagram panah, diagram cartesius, dan pasangan
berurutan.
Contoh :
Misalkan A = {1, 2, 3} dan B = {-3, -2, -1, 0, 1, 2}. Jika fungsi f : A → B ditentukan
dengan f(x) = 6 – 3x. Nyatakan dalam diagram panah, diagram cartesius, dan pasangan
berurutan
Penyelesaian :
f(1) = 6 – 3 (1) = 6 – 3= 3
f(2) = 6 – 3(2) = 6 – 6 = 0
f(3) = 6 – 3(3) = 6 – 9 = -3

19
Diagram Panah

E. Matrik
1. Definisi matrik
Matriks adalah kumpulan bilangan-bilangan yang diatur dalam baris-baris dan kolom-
kolom berbentuk persegi panjang serta termuat diantara sepasang tanda kurung.
Matriks dapat dinyatakan sebagai:

Dimana : aij = elemen atau unsure matriks


I = 1,2,3,… m, indeks baris
J = 1,2,3,.. n, indeks kolom
Matriks dinyatakan dalam huruf besar A,B,P, atau huruf yang lain.
unsur matriks :
Jumlah baris = M
Jumlah kolom = N
Ordo atau ukuran matriks = m x n
Elemen-elemen diagonal = a11, a22,… amn
Matriks dapat didefinisikan juga sebagai kumpulan beberapa vector
kolom atau vector baris.
2. Transpose matriks
Jika M adalah matriks ukuran m x n maka transpose dari A dinyatakan
oleh AT, AI, atau A’ . Didefinisikan menjadi matriks n x m yang merupakan
hasil dari pertukaran baris dan kolom dari matriks A.

20
Contoh:

Sifat-sifat matriks transpose


Transpose dari transpose suatu matriks adalah jumlah atau selisih
matriks masing-masing transpose. Dan ini dapat ditulis dengan,

Transpose dari suatu jumlah atau selisih matriks adalah jumlah atau
selisih matriks masing-masing transpose. Dan ini dapat ditulis dengan

Transpose dari suatu hasil kali matriks adalah perkalian dari


transpose-transpose dalam urutan yang terbalik. Hal ini dapat ditulis
dengan,

3. Operasi matriks
a. Penjumlahan dan pengurangan
Jumlah matriks A dan B apabila ditulis A + B adalah sebuah matriks baru yaitu
matriks C.

21
b. Perkalian scalar matriks
Apabila ʎ adalah suatu bilangan dan a = aij. Maka perkalian ʎ
dengan matriks A dapat ditulis : A = ʎ (aij ) ( aij )
Dengan kata lain, matriks ʎA diperoleh dari perkalian semua
elemen matriks A dengan ʎ

c. Perkalian matriks
Perkalian matriks tidak komutatif maksudnya bila matriks A dalam AB BA
Sistem persamaan linear Ax = d adalah non singular, maka A-1 bisa
dicari dan penyelesaian system akan menjadi X1= A-1 d
Apabila matriks A = (aij) berorde (pxq) dan matriks B (bij) berorde
(q x r), maka perkalian matriks A dan B dapat ditulis sebagai
22
matriks baru,yaitu matriks C = A X B.
Contoh :

d. Pangkat suatu matriks


Jika A adalah suatu matriks bujur sangkar dan p dan q bilangan bulat positif, maka
pangkat dari matriks A sebagai berikut :

23
F. Barisan Dan Deret Aritmatika
1) Pengertian Barisan dan Deret
a) Pola Bilangan dan Barisan
Pola bilangan sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada suatu
perjamuan ketika belum ada tamu yang datang maka tuan rumah tidak berjabat
tangan. Jika satu tamu datang, maka terjadi 1 kali jabat tangan, jika kemudian ada
1 tamu lagi yang datang maka terjadi 3 kali jabat tangan. Berikut adalah pola
bilangan yang dapat terbentuk.
Banyak orang Banyak Jabat Tangan
10=0
20+1=1
30+1+2=3
…. …..
n0+1+2+…+(n–1)
Contoh soal :
Ada 10 orang tamu + 1 tuan rumah berapa banyak jabat tangan yang mungkin terjadi
? Banyak jabat tangan = 0 + 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 + 7 + 8 + 9 + 10 = 55 kali jabat
tangan.
b) Barisan Bilangan
Barisan bilangan adalah susunan bilangan – bilangan yang memiliki aturan tertentu
dan di pisahkan dengan koma.
Contoh soal :
3, 5, 7, 9, 11,…. → Barisan bilangan loncat 2

24
11, 8, 5, 2, -1,… → Barisan bilangan loncat -3
Tentukan tiga suku pertama pada barisan yang suku umumnya di rumuskan dengan
U_n=2n+9 !
Jawab :
U_n=2n+9
U_1=2.1+9=11b
U_2=2.2+9=13
U_3=2.3+9=15
c) Deret Bilangan
Jumlah suku-suku dari suatu barisan di sebut deret. Bentuk umumnya adalah
sebagai berikut.
Contoh :
Deret bilangan genap : 2 + 4 + 6 + 8 + ….
Deret bilangan persegi panjang : 2 + 6 + 12 + 20 +….
Deret bilangan kubik : 1^3+2^3+3^3+4^3+….
2) Barisan Aritmatika dan Deret Aritmatika
a) Barisan aritmatika
Barisan Aritmatika (Un) adalah barisan bilangan yang memiliki pola yang tetap.
Nah, polanya itu bisa berdasarkan operasi penjumlahan atau pengurangan. Jadi,
setiap urutan suku memiliki selisih atau beda yang sama. Selisih inilah yang
dinamakan beda. Biasa disimbolkan dengan b.
Misalnya, di suatu barisan memiliki suku pertama, yaitu 2. Suku pertama
disimbolkan dengan U1 atau a. Lalu, di suku kedua (U2), yaitu 5. Suku ketiga
(U3), yaitu 8, dan seterusnya. Berarti, barisan ini memiliki beda 3 pada setiap
sukunya
2, 5, 8, ...
(setiap suku memiliki selisih atau beda, yaitu 3)
Nah, untuk mencari suku ke-n (Un), kita bisa menggunakan rumusnya, lho.
Rumus barisan aritmatika bisa kamu lihat di bawah ini, ya.
Un = U1 + (n-1)b
Un = a + (n-1)b
Rumus mencari beda U1 = suku pertama

Un = suku ke n
25
b = Un – Un-1

26
a = suku pertama
b = beda
contoh:

Jadi suku ke 10 adalah 39


b) Deret Aritmatika
Deret aritmatika (Sn) adalah jumlah suku ke-n pada barisan aritmatika. Nah, di
sini kita hanya menjumlahkan barisan aritmatikanya saja sampai ke suku yang
diperintahkan. Misalnya, kamu diperintahkan untuk mencari deret aritmatika
jumlah 5 suku pertama dari barisan yang tadi dibahas. Jadi seperti ini ya
penjelasannya.
3, 7, 11, 15, 19, ...
Jumlah 5 suku pertamanya berarti,
3 + 7 + 11 + 15 + 19 = 55
Lalu, bagaimana ya kalau mencari deret aritmatika jumlah 100 suku pertama dari
suatu barisan? Nah, daripada kamu pusing menjumlahkan semua suku dari
pertama sampai suku ke seratus, mending kamu memakai rumus deret
aritmatikanya! Untuk rumus deret aritmatika, kamu bisa lihat dibawah ini.

27
Contoh:

3) Barisan dan deret geometri


Misalkan suatu barisan bilangan adalah U1, U2, U3, U4, …, Un-1, Un
Barisan bilangan tersebut dikatakan barisan geometri, jika nilai perbandingan untuk
setiap suku ke – n ( Un ) dengan suku sebelumnya ( Un-1) adalah tetap.
Rumus untuk menentukan suku ke-n dari barisan geometri:

Rumus untuk mencari rasio pada barisan geometri:

deret geometri merupakan hasil penjumlahan pada barisan geometri. Rumus deret
hanya menjumlahkan suku-suku pada barisan geometri hanya sampai suku yang
diperintahkan saja.
Contoh deret geometri:
2 + 4 + 8 + 16 + 32 + …
200 + 100 + 50 + 25 + …

28
Rumus jumlah n suku pertama deret geometri:

Contoh :
Diketahui sebuah barisan geometri berikut:
3, 12, 48, 192, …
a. Tentukan suku ke-10 dari barisan geometri tersebut!
b. Tentukan jumlah 5 suku pertama dari barisan geometri tersebut!
Pembahasan:

29
G. Miskonsepsi siswa
Contoh1:
Dalam sebuah aula terdapat 15 kursi pada baris pertama dan setiap baris berikutnya
memuat 3 kursi lebih banyak dari baris di depannya. Bila dalam aula tadi ada 20 baris
kursi, berapakah banyaknya kursi dalam aula itu?

𝑛
S1 menuliskan rumus 𝑆n = (𝑎 + (𝑛 − 1)𝑏). Namun dalam memasukkan data subjek sudah
2

benar sesuai rumus yamg benar. S1 juga salah dalam perhitungan, lebih tepatnya S1 salah
dalam perkalian dan penjumlahan sehingga menyebabkan jawaban dari S1 salah. Sesuai
dengan penelitian Rindyana (2012) yang menyebutkan kesalahan siswa pada tahap
keterampilan proses adalah siswa salah dalam melakukan perkalian, penjumlahan, dan
pengurangan. Subjek juga salah dalam memasukkan data yang ada. Jika dilakukan
perhitungan untuk menghitung rasio, maka akan diperoleh rasionya adalah dua, namun
subjek menuliskan rasio dalam soal ini adalah tiga. Kesaalahan-kesalahan tersebut terjadi
karena siswa kurang teliti dalam menjawab soal, kesalahan pada indikator sebelumnya,
bahkan karena siswa yang terburu-buru dalam mengerjakannnya.

30
H. Soal hots
1. Jumlah 5 suku pertama deret aritmetika adalah 20 . Jika masing-masing suku dikurangi
dengan suku ke-3, maka hasil kali suku ke-1, ke-2, ke-4, dan ke- 5 adalah 324 . Jumlah 8
suku pertama deret tersebut adalah

31
BAB III
32
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aljabar merupakan salah satu cabang dari matematika. Dalam kurikulum
Indonesia, aljabar diajarkan secara implisit maupun eksplisit, mulai dari tingkat
sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Pembelajaran aljabar di sekolah menengah
pertama maupun sekolah menengah atas mencakup pola dan bentuk, ekspresi dan
operasi aljabar serta penerapannya (Permendikbud No.24 tahun 2016). Penguasaan
konsep dan keterampilan aljabar menjadi salah satu tuntutan kurikulum Indonesia
sejak beberapa dekade belakangan. Siswa pada tingkat sekolah menengah pertama
maupun sekolah menengah atas diharapkan sudah mampu menguasai bahkan lancar
menggunakan konsep aljabar, baik dalam masalah matematis maupun dalam
kehidupan sehari-hari (Permendikbud No.24 tahun 2016).

33
Daftar pustaka

Abdullah, A. H., Abidin, N. L. Z., & Ali, M. (2015). Analysis of Students' Errors in Solving
Higher Order Thinking Skills (HOTS) Problems for the Topic of Fraction. Prosiding
Asian Social Science, 11(21), 133.
Amalia, R., Aufin, M., & Khusniah, R. (2018). Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan
Soal Cerita pada Pokok Bahasan Persamaan Linier Berdasarkan Newman Kelas X-Mia
di SMA Bayt AlHikmah Kota Pasuruan. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika (SNMPM) (Vol. 2, No. 1, pp. 346-359).
Darmawan, I., Kharismawati, A., Hendriana, H., & Purwasih, R. (2018). Analisis Kesalahan
Siswa SMP Berdasarkan Newman dalam Menyelesaikan Soal Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar. JURING (Journal for Research
in Mathematics Learning), 1(1), 71-78. Fajar, A. P.,

34

Anda mungkin juga menyukai