Anda di halaman 1dari 2

Angka kematian ibu dan bayi mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta

kualitas hidup dari masyarakatnya. Angka ini digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi program
serta kebijakan kependudukan dan kesehatan. Program kesehatan Indonesia telah difokuskan untuk
menurunkan tingkat kematian dan anak yang cukup tinggi. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari
pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan
guna tercapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tujuan dari pembangunan
kesehatan salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah utama di dunia
karena masih terbilang tinggi. Menurut World Wellbeing Association (WHO), menyatakan secara
worldwide sekitar 830 wanita meninggal setiap harinya di karenakan komplikasi selama kehamilan dan
persalinan, dengan tingkay AKI sebanyak 216 for each 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2018). Secara
worldwide, tingkat kematian bayi telah menurun dari 8,8 juta pada tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada
tahun 2016. Resiko seorang anak

meninggal sebelum menyelesaikan tahun pertama usianya, dengan kasus tertinggi berada di bagian
Afrika 52 for every 1000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Dalam peningkatan status kesehatan
masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah menurunnya angka kematian ibu dari 359 for every
100.00 kelahiran hidup ada SDKI 2012 menjadi 306 for each 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2019
(Kemenkes, 2019). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia (SKRT), penyebab langsung
kematian di Indonesia 90% terjadi pada saat persalinan. Selain itu penyebab tidak langsung dari
kematian ibu adalah faktor keterlambatan yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk ke
tempat pelayanan kesehatan, sebagai contohnya adalah terlambat mengenali tanda bahaya sehingga
ibu sampai di tempat pelayanan kesehatan sudah dalam kondisi darurat (Kemenkes RI, 2015).

Secara umum Angka Kematian Ibu di Provensi Bali dalam 5 tahun terakhir berada di bahwa angka
nasional dan dibawah target yang ditetapkan 100 per100.000 kelahiran hidup, namun setiap tahun
secara signifikan. Angka kematian ibu berfluktasi dari tahun 2016-2020 dimana pada tahun 2016 sebesar
78,72 for every 100.000 KH, 2017 sebesar 62,69 for each 100.000 KH, tahun 2018 mengalami penurunan
menjadi 54,03 for each 100.000 KH tahun 2019 mengalami peningkatan 2019 mengalami peningkatan
menjadi 67,6 for each 100.000 KH dan tahun 2020 mengalami peningkatan lagi menjadi 83,3 for each
100.000 KH. Jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 67,6 for every 100.000 kelahiran hidup
terjadi peningkatan yang cukup besar. Peningkatan kasus kematian tahun 2020 sebesar 56 kasus, yang
sangat tinggi terjadi di Kabupaten Badung yaitu 12 kasus Karangasem 8 kasus dan kota Denpasar 8 kasus
(Profil Kesehatan Provinsi Bali, 2020).

Hasil capaian Angka Kematian Ibu di Kabupaten Badung tahun 2020 sebesar 114 for every 100.000
kelahiran hidup lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 sebesar 28,5 for each 100.000 kelahiran hidup.
Dilihat dari target RPJMD/Rentang Dinas Kesehatan Kabupaten Badung tahun 2020. Hasil pencapaian
AKI di Kabupaten Badung lebih tinggi dari capaian Provinsi Bali yang sebesar 114 for each 100.000
kelahiran hidup serta target Maintainable Improvement Objectives (SDGs) sebesar 70 for every 100.000
kelahiran hidup (Profil Kesehatan Badung, 2020).
Beberapa program dan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut antara lain penerapan
pendekatan safe methode pada tahun 1990, program Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang mulai di
uji cobakan sejak tahun 1994, gerakan sayang ibu pada tahun 1996, Making pregnancy more secure
pada tahun 2000, bantuan operasional kesehatan (BOK) pada tahun 2010, jampersal yang di mulai pada
tahun 2011, dan juga program extending mathernal and neonatal more secure pada tahun 2012
(Kemenkes RI, 2015). Buku kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan alat yang sederhana namun efektif
sebagai alat informasi, edukasi, dan komunikasi. Oleh karena itulah pada tahun 1990 Departemen
Kesehatan menggunakan model buku KIA tersebut sebagai acuan dalam pengembangan buku KIA versi
nasional, dan menjadikan buku KIA sebagai program nasional (Kemenkes RI, 2015).

Penggunaan buku KIA merupakan strategi pemberdayaan masyarakat terutama keluarga untuk
memelihara kesehatannya dan mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang berkualitas. Buku
KIA sebagaimana tercantum dalam keputusan Menteri Kesehatan no 284/Menkes/SK/III/2004 mengenai
buku KIA memiliki beberapa kegunaan antara lain sebagai pedoman yang dimiliki ibu dan anak yang
berisi informasi dan catatan kesehatan ibu dan anak, dan juga buku KIA berfungsi sebagai satu-satunya
alat pencatatan kesehatan ibu dan anak, selain itu isi dari buku KIA juga 4 berfungsi sebagai alat
penyuluh Kesehatan atau pembelajaran, dan alat komunikasi kesehatan (Kepmenkes RI, 2015).
Penerapan buku KIA pada semua fasilitas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
sikap ibu hamil sehingga komplikasi yang mungkin terjadi dalam masa kehamilan dapat terdeteksi sedini
mungkin (Saifuddin, 2012).

Namun, pada kenyataannya ibu hamil dalam memanfaatan buku KIA masih rendah. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa pemanfaatan buku KIA masih rendah yaitu hasil penelitian Sugiarti dkk (2013)
menyatakan pemanfaatan buku KIA sebesar 37,3%. Demikian pula hasil penelitian Agusrini (2013)
menyatakan bahwa pemanfaatan buku KIA sebesar 44%. Kurangnya pemanfaatan buku KIA dapat
dipengaruhi karena sikap ibu yang negatif dalam memanfaatkan buku KIA. Hasil penelitian Dedy (2016)
menyatakan bahwa sikap ibu hamil dalam memanfaatkan buku KIA sebesar 46%. Berbagai faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengetahuan, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi pendidikan dan agama, faktor emosi dalam diri (Azwar, 2014). Beberapa
penelitian menyatakan kurangnya pengetahuan ibu tentang buku KIA. Hasil penelitian Sugiarti dkk
(2013) menyatakan bahwa pengetahuan ibu hamil tentang buku KIA sebesar 23,3%. Demikian pula hasil
penelitian Agusrini (2013) menyatakan bahwa pengetahuan ibu hamil tentang buku KIA sebesar 32%
dan Wiratih (2013) sebesar 20%.

Fenomena yang terjadi menunjukan bahwa banyak ibu hamil yag tidak memafaatkan buku KIA dengan
baik, dimana fungsi buku kia untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan
ibu, anak dan keluarga mengenai pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk rujukan dan pelayanan
ibu dan anak (KIA), gizi, imunisasi, dan tumbuh kembang balita. Sehingga ketika buku tidak
dimanfaatkan dengan baik maka sulit untuk mendeteksi secara dini. Berdasarkan uraian diatas peneliti
tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pemanfaatan buku KIA di
wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara.

Anda mungkin juga menyukai