ASMA – PPOK
Table of Contents
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
KESIMPULAN ....................................................................................................................... 27
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 karakteristik klinis dan radiologis dari fenotip klasik PPOK -------------8
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2 Klasifikasi Derajat Hambatan Jalan Nafas Pada Pasien PPOK -------------10
Tabel 3 Risiko Pada pasien PPOK berdasarkan data TORCH, Uplift ---------------11
ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi kronis pada saluran napas dan
paru terhadap partikel atau gas yang beracun. World Health Organization (WHO)
melaporkan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang
menderita PPOK derajat sedang hingga berat. Pada tahun 2002 PPOK adalah
penyebab utama kematian kelima di dunia dan diperkirakan menjadi penyebab utama
ketiga kematian di seluruh dunia tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal
karena PPOK pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari semua kematian secara
global.1,2
Studi Global Burden of Disease menyatakan bahwa PPOK merupakan
peringkat keenam sebagai penyebab kematian pada tahun 1990, dan diperkirakan
menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia pada tahun 2020.2,3 PPOK
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang terjadi di Amerika
Serikat. Kematian yang disebabkan oleh PPOK di Amerika Serikat meningkat dua
kali lipat pada tahun 1970-2002, meskipun di negara-negara maju lainnya
menunjukkan stabilisasi atau penurunan. Penurunan ini terkait dengan penurunan
prevalensi merokok dan pengurangan polutan di udara. Namun, di negara
berkembang terjadi peningkatan prevalensi yang signifikan, karena meningkatnya
jumlah kebiasaan merokok.4
Penyakit pernapasan (termasuk PPOK) merupakan penyebab kematian kedua
di Indonesia dan prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%. Data secara global
menyatakan bahwa angka kejadian PPOK sebesar 11,7%.5,6 Hal ini berkaitan erat
dengan perilaku merokok penduduk berumur 15 tahun keatas yang cenderung
meningkat dari tahun 2007 sampai 2013 yaitu 34,2% menjadi 36,3%.7
1
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Hasil
survei penyakit tidak menular oleh Dirjen PPM & PL di lima rumah sakit propinsi di
Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan)
pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%),9kanker paru (30%) dan lainnya
(2%).7–9
Peningkatan prevalensi PPOK ini menyebabkan terjadinya peningkatan
tanggungan ekonomi dan sosial yang besar. Eksaserbasi PPOK (peningkatan secara
periodik gejala batuk, dyspnea, dan produksi sputum) merupakan penyumbang utama
memburuknya fungsi paru-paru, penurunan kualitas hidup sehingga perlu perawatan
segera atau rawat inap, dan tingginya biaya perawatan PPOK.10
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan pembahasan
mengenai diagnosis serta tatalaksana PPOK sehingga hasil dari penulisan ini dapat
berguna dalam penatalaksanaan pasien sehari-hari.
2
BAB II LAPORAN KASUS
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki – laki berusia 53 tahun dengan keluhan utama sesak nafas
meningkat sejak 3 hari yang lalu. Sesak menciut, tidak dipengaruhi emosi, cuaca dan
makanan. Sesak meningkat dengan aktivitas dan batuk, diluar serangan pasien tidak
dapat beraktifitas normal. Sesak nafas sudah sering dirasakan hilang timbul sejak 4
tahun yang lalu. Riwayat atopi tidak ada. Pasien sudah dikenal PPOK dan sudah
pernah dispirometri. Pasien biasanya kontrol teratur ke poli paru RSUP Dr. M.
Djamil dan mendapat Budesonide/formoterol fumarate160/4.5 mcg (Symbicort) dan
Fenoterol HBr 100 mcg (berotec). Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit karena
keluhannya.
Batuk meningkat sejak 5 hari yang lalu, berdahak warna putih encer namun
sukar dikeluarkan. Batuk – batuk sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Batuk
darah tidak ada dan nyeri dada tidak ada. Demam saat ini tidak ada. Riwayat demam
tidak ada. Keringat malam tidak ada. Penurunan nafsu makan tidak ada. Penurunan
berat badan tidak ada. Riwayat pernah menderita tuberkulosis (TB) paru tidak ada.
Riwayat diabetes melitus tidak ada. Riwayat penyakit jantung koroner sejak 5 tahun
yang lalu. Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada keluarga yang memiliki riwayat
TB paru, asma dan PPOK. Pasien seorang pedagang ikan asin dengan riwayat
merokok 24 btg/ hari selama 35 tahun, baru berhenti 2 tahun ini (bekas perokok
dengan Indeks Brikman Berat).
Pada pemeriksaan umum, kesadaran composmentis cooperative, keadaan
umum sedang. Keadaan gizi baik dengan tinggi badan 156 cm dan berat badan 58 kg.
Tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 96 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,80 C.
Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Leher
dengan JVP 5+0 cmH2O.
Pemeriksaan dada, pada inspeksi simetris dada kiri dan kanan (statis),
pergerakan dada kiri sama dengan dada kanan (dinamis). Pada palpasi fremitus kiri
sama dengan kanan. Pada pemeriksaan perkusi bagian kiri dan kanan sonor.
3
Auskultasi ditemukan suara nafas ekspirasi memanjang, tidak terdapat ronkhi ataupun
whezzing di kedua paru.
Pemeriksaan jantung, iktus cordis tidak terlihat, iktus cordis teraba pada LMS
RIV V. Pada perkusi batas jantung dalam batas normal. Auskultasi jantung
ditemukan irama jantung teratur, murmur tidak ada, gallop tidak ada. Pada
Pemeriksaan abdomen, inspeksi tidak membuncit, palpasi supel, hepar dan lien tidak
teraba, perkusi timpani dan auskultasi bising usus positif normal. Pemeriksaan
tungkai, tidak ditemukan adanya edema dan clubbing finger.
4
di kedua lapang paru dengan gambaran thorak emfisematous. Kesan paru
emfisematous.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin 14,5 gr/dl,
leukosit 8.200/mm3, hematokrit 43%, trombosit 312.000/mm3, gula darah sewaktu
111 mg/dl, ureum 30 mg/dl, creatinin 0,7 mg/dl, Natrium 136 Mmol/l, Kalium 4,3
Mmol/l, Clorida 108 Mmol/l, Total protein 6,4 g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 2,7
g/dl, Bilirubin total 1,0 mg/dl, Bilirubin Direk 0,4 mg/dl, Bilirubin Indirek 0,6 mg/dl.
SGOT 17 u/l dan SGPT 15 u/l. Total kolesterol 158 mg/dl, Trigliserida 87 mg/dl,
HDL kolesterol 49 mg/dl, LDL kolesterol 92 mg/dl. Kesan labororatorium : HDL
turun.
Spirometri yang dilakukan pasien 2 bulan yang lalu (14 Juli 2019)
menunjukkan hasil ; Pre bronkodilator FEV1 act/ FEV1 pred 68%, FVC act/ FVC
pred 83.5%, FEV1 act/FVC act 61.4% dan Post Bronkodilator : FEV1 act/ FEV1 pred
76%, FVC act/ FVC pred 88%, FEV1 act/FVC act 66%. Perubahan volume : 170ml
dengan persentase 11%. Tes bronkodilator negatif. Kesan Restriksi sedang dan
obstruksi sedang.
Di Poliklinik, pasien dikonsulkan ke bagian jantung dengan riwayat penyakit
jantung koroner 5 tahun yang lalu dan didapatkan kesan : penyakit jantung coroner +
Hipertensi stage 1. Terapi : bisoprolol 2,5mg 1x1 (concor) dan aspilet 80 mg 1x1.
Pasien didiagnosis kerja dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis Stabil gold 2
+ Penyakit Jantung Koroner + Hipertensi Stage 1. Pasien diberi terapi Budesonide/
formoterol fumarate160/4.5 mcg (Symbicort), Fenoterol HBr 100 mcg (berotec),
bisoprolol 2,5mg 1x1 (concor) dan aspilet 80 mg 1x1. Pasien dijadwalkan kontrol
teratur sebulan sekali ke Poli Paru RSUP M.Djamil dan Poli Jantung RSUP
M.Djamil.
5
BAB III PEMBAHASAN
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki laki usia 53 tahun datang ke poli Paru RSUP M.Djamil
dengan diagnosis PPOK Stabil GOLD 2. Penegakan diagnosis didapat dari
identifikasi anamnesis dimana didalamnya terdapat karakteristik dari gejala PPOK,
faktor resiko dan pemeriksaan penunjang. Secara definisi, PPOK adalah suatu
penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang memiliki karakteristik berupa gejala
respiratorik yang persisten dan keterbatasan aliran udara akibat abnormalitas jalan
nafas dan/atau alveolus yang biasanya disebabkan oleh pajanan partikel dan gas
berbahaya.1
Pasien dengan PPOK, keluhan yang paling sering adalah sesak nafas. Sesak
ini mengakibatkan terjadinya gangguan aktifitas fisik. Pasien biasanya
mendefinisikan sesak nafas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas dan rasa berat
saat bernapas. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis
dengan atau tanpa produksi sputum adalah gejala PPOK.11 Pada pasien datang dengan
keluhan utama sesak nafas yang menciut dan baru dirasakan sejak 5 tahun ini.
Riwayat alergi cuaca, makanan dan emosi tidak ada. Riwayat sesak dari kecil tidak
ada.
Faktor resiko terjadinya PPOK yakni : kebiasaan merokok, masak dengan
biomas, paparan pekerjaan seperti pekerja tambang, asbestos, faktor pejamu (host)
meliputi usia, genetik, hiper responsif jalan napas (akibat pajanan asap rokok atau
polusi) dan infeksi saluran nafas. Faktor genetik yang utama adalah defisiensi α1-
antitripsin (alfa 1-antiprotase). Faktor lain yakni usia dan social ekonomis status serta
nutrisi.6 Pada pasien ini dengan jenis kelamin laki laki, usia > 40 tahun dan memiliki
kebiasaan merokok dengan IB berat. Menurut Latin American Project for
Investigation of Obstructive Lung Disease (PLATINO) menyebutkan bahwa PPOK
lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding bukan perokok. Penderita
6
PPOK lebih sering pada usia lebih dari 40 tahun dan prevalensi laki–laki lebih tinggi
dibanding perempuan.12
Kejadian PPOK sangat berhubungan dengan merokok. Berdasarkan hasil
penilitian, terdapat hubungan signifikan antara derajat merokok dengan kejadian
PPOK. Perokok berat memiliki risiko terkena PPOK 3 kali lebih besar daripada
perokok ringan dan sedang (Prabaningtyas, 2010). Orang yang mempunyai kebiasaan
merokok lebih berisiko 7 kali terkena PPOK dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok.13
Merokok dapat menyebabkan kerusakan saluran pernafasan pasien PPOK
dengan adanya kandungan oksidan pada rokok dapat menyebabkan kerusakan pada
epitel bronkus dan mencetuskan pengeluaran mediator inflamasi. Belum ada
penelitian yang menyatakan bahwa pemberhentian merokok berpengaruh pada
frekuensi eksaserbasi. Kegiatan merokok dapat meningkatkan frekuensi batuk dan
produksi sputum yang menjadi faktor penting dari kejadian eksaserbasi pada pasien
PPOK.14
Pada pemeriksaan fisik, PPOK yang ringan biasanya tidak ditemukan ada nya
kelainan. Pada PPOK berat dapat ditemukan bunyi mengi dan ekspirasi memanjang
pada pemeriksaan fisik disertai tanda hiperinflasi seperti barrel chest, sianosis,
kontraksi otot-otot aksesori pernapasan dan pursed lips breathing. Pada pemeriksaan
fisik, dari inspeksi dapat ditemukan pernafasan seperti orang mencucu, pengunaan
otot bantu nafas, barrel chest, pink puffer, atau blue bloater. Dari segi palpasi dapat
ditemukan penurunan vocal fremitus dan hyperaerated atau pelebaran sela iga,
sedangkan dari perkusi dapat ditemukan adanya hipersonor akibat karbon dioksida
yang terperangkap, batas jantung yang mengecil seperti tetes air, diafragma terdorong
kebawah, dan hepar yang terdorong kebawah khususnya pada kasus emfisema. Pada
auskultasi dapat ditemukan suara vesikuler yang menurun, ekspirasi memanjang dan
juga suara wheezing. Pada pasien ini, kita menemukan tampak dada barrel chest
akibat air trapping disertai dengan suara nafas ekspirasi memanjang disertai
wheezing.
7
Gambar 2 karakteristik klinis dan radiologis dari fenotip klasik PPOK
Dikutip dari 15
KLASIFIKASI PPOK
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2019 menilai
PPOK dalam beberapa penilaian, yaitu tanda dan gejala pasien, keparahan
berdasarkan spirometri, risiko eksaserbasi dan adanya penyakit komorbid.1
Sudah sejak lama PPOK dipandang sebagai penyakit yang ditandai dengan
adanya sesak. Ada sebuah kuisioner yang dapat mengukur derajat sesak, yaitu
Modified British Medikal Research Council (mMRC) Quistionnare. Penilaian
kuisioner ini terbagi atas penilaian terhadap aktivitas sehari-hari dan sesak yang
diinduksi oleh aktivitas. Pertanyaan MMRC yang dirumuskan oleh GOLD dapat
dilihat pada kuisioner berikut.
8
Tabel 1 Pertanyaan Modified British Medikal Research Council Quistionnare1
Silahkan tandai (√) salah satu kotak yang sesuai dengan Anda
MMRC Grade 0. Saya hanya merasa sesak napas ketika berkegiatan berat
MMRC Grade 1. Saya sesak napas ketika terburu-buru atau berjalan keatas
bukit kecil
MMRC Grade 2. Saya berjalan lebih lambat dari orang-orang seumuran saya
atau saya harus berhenti untuk bernapas ketika
berjalan sesuai langkah kaki saya
MMRC Grade 3. Saya berhenti untuk bernapas setelah berjalan 100 meter
atau setelah beberapa menit yang setara
MMRC Grade 4. Saya terlalu sesak napas untuk meninggalkan rumah atau
saya sesak napas ketika berganti pakaian
Selain berdasarkan derajat sesak, ada penilaian PPOK yang lebih komprehensif
dengan menggunakan Chronic Respiratory Disease Questionnaire (CRQ) dan St.
George Respiratory Questionnaire (SGRQ), namun 2 kuisioner ini terlalu rumit
untuk digunakan sebagai rutinitas pemeriksaan. Pemeriksaan yang tetap
komprehensif dan mudah digunakan seperti COPD Assessment Test (CAT) dan
COPD Control Quistionnaire (CCQ). Tes CAT terdiri atas 8 pertanyaan tentang
status kesehatan PPOK, dengan rentang skor 0-40. CCQ terdiri dari 10 pertanyaan
yang berhubungan dengan kontrol klinis pasien PPOK
9
Penilaian menggunakan spirometri sering dilakukan sebelum dan sesudah
penggunaan bronkodilator. Prosedurnya adalah dengan menghirup dan
menghembuskan nafas sekuat mungkin, sehingga didapatkan kapasitas vital paksa
(FCV) yaitu jumlah udara maksimal yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal,
volume ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1), dan perbandingan antara
keduanya (FEV1/FVC). Dalam kondisi normal, seseorang dapat mengeluarkan
hampir keseluruhan udara dalam detik pertama ekspirasi, sedangkan pada PPOK,
terjadi hambatan yang menyebabkan pengeluaran udara berlangsung lebih lama.17
10
Tabel 3 Risiko Pada pasien PPOK berdasarkan data TORCH, Uplift dan Eclipse
11
Gambar 3 Penilaian gejala, klasifikasi penilaian spirometri dan risiko eksaserbasi
Dikutip dari 1
12
PATOGENESIS PPOK
Dikutip dari18
13
Gambar 5 Sumbatan jalan nafas dari PPOK
Dikutip dari 18
b. Ketidakseimbangan Protease-Antiprotease
Terdapat bukti menarik tentang ketidakseimbangan antara protease
sebagai penghancur komponen jaringan penghubung paru dan antiprotease
yang melawan proses itu pada paru pasien PPOK. Beberapa protease berasal
dari sel inflamasi dan sel epitel yang ditemukan meningkat pada pasien
PPOK. Protease adalah media penghancur jaringan elastin, elastin adalah
komponen jaringan penghubung utama di parenkim paru. Kerusakan elastin
bersifat ireversibel dan menjadi ciri utama pada emfisema.1
c. Sel-sel Inflamasi
Terdapat peningkatan jumlah sel CD8+(sitotoksik) limfosit Tc1 pada
perokok yang terkena PPOK. Sel ini bersama dengan makrofag dan netrofil
akan melepaskan mediator inflamasi serta enzim, lalu berinteraksi dengan
struktur sel yang ada pada jalan nafas, parenkim paru dan pembuluh darah
paru.1
15
d. Mediator Inflamasi
Banyak mediator inflamasi yang ditemukan meningkat pada pasien
PPOK. Mediator ini menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotatik),
meningkatkan proses inflamasi (sitokin proinflamasi), dan menginduksi
perubahan struktur (faktor pertumbuhan).1
c. Hipersekresi mucus
Adanya mukus menyebabkan batuk produktif, bentuk khas dari bronkitis
kronik. Tetapi tidak semua pasien PPOK mengalami hipersekresi mukus. Hal
ini dipengaruhi oleh penambahan jumlah sel goblet dan pembesaran glandula
16
submukosa karena respon terhadap iritasi asap rokok dan agen lain yang
berulang. Beberapa mediator dan protease menstimulasi pengeluaran mukus
yang berlebihan dan mengaktivasi Epidermal growth factor receptor
(EGFR).1
d. Hipertensi pulmonal
Hal ini muncul diakhir perjalanan PPOK, yaitu terjadinya vasokonstriksi
arteri-arteri paru sehingga merubah struktur paru termasuk hiperplasia intima
dan hiperplasia/hipetrofi otot halus. Respon inflamasi pembuluh darah dapat
dilihat pada jalan nafas dan bukti terjadi disfungsi sel endotel. Hipertensi
pulmonal dapat berkembang menjadi hipertrofi ventrikular bahkan gagal
jantung kanan.1
2. Berhenti Merokok
Berhenti Merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling erfektif
untuk mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit (Bukti A). selain berhenti merokok,
penatalaksanaan non farmakologis yang lain adalah rehabilitasi paru,
latihan fisik dan vaksinasi.
20
3. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Program dilaksanakan di
dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri
dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi
terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan
pernapasan.
1. Latihan Fisis
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi
oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise
2. Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila
diperlukan dapat diberikan obat
23
3. Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas.
Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna
memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
Penelitian pada pasien PPOK sedang dan berat yang dilakukan latihan
pernafasan didapatkan peningkatan VEP1 secara bermakna dan perbaikan
kualitas hidup8.
4. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot
pipi)
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat dan prognosis dalam PPOK,
baik kelebihan maupun kekurangan berat badan bias menjadi masalah.
Khusus rekomendasi gizi untuk pasien PPOK didasarkan pada pendapat
ahli. Kira-kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai derajat IV
menunjukkan penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas
yang merupakan factor risiko independent untuk mortalitas PPOK (Bukti
A). Dianjurkan pemberian nutrisi dalam porsi kecil dengan waktu
pemberian yang lebih sering. Peningkatan pemberian nutrisi harus disertai
dengan latihan fisis yang seimbang. Pemberian nutrisi memberikan efek
yang bermakna dalam meningkatkan berat badan dan fat free mass pada
24
pasien PPOK dengan malnutrisi. Perbaikan status nutrisi terbukti dapat
meningkatkan kekuatan otot pernafasan dan kualitas hidup.
5. Penatalaksanaan di Rumah
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang
stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh
pasien sendiri maupun oleh keluarganya. Penatalaksanaan di rumah
ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan
oksigen atau ventilasi mekanik.
Tujuan penatalaksanaan di rumah :
a. Menjaga PPOK tetap stabil
b. Melaksanakan pengobatan pemeliharaan
c. Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini
d. Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan
e. Menjaga penggunaan ventilasi mekanik
f. Meningkatkan kualiti hidup
Penatalaksanaan di rumah meliputi :
1. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.
Obat-obatan yang digunakan harus sesuai klasifikasi. Pemilihan obat
dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau tubuhaler karena penderita PPOK
biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah
berkurang sehingga penggunaan bentuk IDT menjadi kurang efektif.
Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan
nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus
menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.
2. Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat
sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di
25
rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama
pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter per menit.
3. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya.
Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di
rumah.
4. Rehabilitasi
- Penyesuaian aktivitas
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
- Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas
5. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada :
- Tanda eksaserbasi
- Efek samping obat
- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen8
26
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
3. Abramson MJ, Schattner RL, Sulaiman ND, Del Colle EA, Aroni R, Thien F.
Accuracy of asthma and COPD diagnosis in Australian general practice: A
mixed methods study. Prim Care Respir J. 2012;21(2):167-173.
13. Sari SP. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Rs Paru Jember. 2012:3-16.
28
15. Daniel M. Penyakit Paru Obstruktif. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya.
2014:1-30.
29